Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


POST PARTUM SC

OLEH :

KOMANG AYU RATIH PURBANINGRUM


219012695

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus (Sarwono , 2016).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Mochtar, 1998).
2. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi dan Fisiologi sistem reproduksi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ eksterna berfungsi
dalam berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai
tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat
dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
a. Struktur Eksterna
1) Mons Pubis
Mons Pubis atau Mons Veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk bulat
yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang diatas simfisis pubis. Mons
pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi Rambut
berwarna hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua
tahun sebelum awitan haid. Fungsinya sebagai bantal pada saat melakukan hubungan
sex.
2) Labia Mayora
Labia Mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan
jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons
pubis ke arah bawah mengelilingi labia mayora, meatus urinarius, dan introitus vagina
(muara vagina ).
3) Labia Minor
Labia Minora, terletak diantara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang
panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari bawah
klitoris dan menyatu dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa
vagina; merah muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia
berwarna merah kemurahan dan memungkinkan labia minora membengkak, bila ada
stimulus emosional atau stimulus fisik.
4) Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat
dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat adalah
sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitive
daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris
membesar. Fungsi klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan
seksualitas.
5) Prepusium Klitoris
Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah menjadi bagian
medial dan lateral. Bagian lateral menyatu di bagian atas klitoris dan membentuk
prepusium, penutup yang berbentuk seperti kait. Bagian medial menyatu di bagian
bawah klitoris untuk membentuk frenulum. Kadang-kadang prepusium menutupi
klitoris.
6) Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak
di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra,
kelenjar parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravaginal
(vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan vestibulum yang tipis
dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodorant semprot, garam-
garaman, busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat).
7) Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah dibawah orifisium
vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan
himen.
8) Perineum
Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.
Perineum membentuk dasar badan perineum. Penggunaan istilah vulva dan perineum
kadang-kadang tertukar.
b. Struktur Intenal
1) Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, dibawah dan di belakang tuba falopii.
Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen
lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi Krista iliaka antero superior, dan ligamentum ovarii proprium.
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon.
Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung sangat banyak ovum primordial
(primitif). Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid
(estrogen, progesterone, dan androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.
Hormon estrogen adalah hormon seks yang di produksi oleh rahim untuk
merangsang pertumbuhan organ seks seperti payudara dan rambut pubik serta
mengatur sirkulasi manstrubasi. Hormon estrogen juga menjaga kondisi kesehatan
dan elasitas dinding vagina. Hormon ini juga menjaga teksture dan fungsi payudara.
Pada wanita hamil hormon estrogen membuat puting payudara membesar dan
merangsang pertumbuhan kelenjar ASI dan memperkuat dinding rahim saat terjadi
kontraksi menjelang persalinan. Hormon progesterone berfungsi untuk
menghilangkan pengaruh hormon oksitoksin yang dilepaskan oleh kelenjar pituteri.
Hormon ini juga melindungi janin dari serangan sel-sel kekebalan tubuh dimana
sel telur yang di buahi menjadi benda asing dalam tubuh ibu. hormon androgen
berfungsi untuk menyeimbangkan antara hormon estrogen dan progesterone
(Harunyaha, 2003).
2) Tuba Falopii (Tuba Uterin)
Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba mempunyai
lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan otot tipis di bagian tengah, dan lapisan
mukosa di bagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar, beberapa di
antaranya bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan secret. Lapisan mukosa
paling tipis saat menstruasi. Setiap tuba dan lapisan mukosanya menyatu dengan
mukosa uterus dan vagina.
3) Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muscular, pipih, cekung yang tampak mirip
buah pir terbalik. Pada wanita dewasa yang belum pernah hamil, berat uterus ialah
60 g. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba
padat.
Derajat kepadatan ini bervariasi bergantung kepada beberapa faktor. Misalnya,
uterus mengandung lebih banyak rongga selama fase sekresi Tiga fungsi uterus
adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan
persalinan. Fungsi-fungsi ini esensial untuk reproduksi, tetapi tidak diperlukan untuk
kelangsungan fisiologis wanita.
4) Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian
lapisan luar peritoneum parietalis.
5) Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks
uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan
bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm
menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh
jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastis.
6) Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum dan di belakang
kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna di vestibulum
di antara labia minora vulva) sampai serviks. Vagina adalah suatu tuba berdinding
tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks
ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm,
sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm.
3. Definisi Ibu Post Partum
Ibu post partum adalah keadaan ibu yang baru saja melahirkan. Istilah post partum adalah
masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali
pusat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Masa post partum dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum hamil yang
berlangsung kira-kira enam minggu, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya
pada waktu saluran reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum hamil (Marmi,
2012).
4. Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum SC
1. Perubahan fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau
uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum
hamil. Proses involusi terjadi karena adanya :
1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya
hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan
menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai
keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian
dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah
melahirkan.
2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir
yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan
plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena
kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang
mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan
otot menjadi lebih kecil.
3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan
otot uterus. Involusi pada alat kandungan meliputi :
a) Uterus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan
retraksi otot-ototnya. Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Involusi TFU Berat Uterus Diameter Bekas Keadaan Serviks
Melekat Plasenta
Setelah Sepusat 1000 gram 12,5 Lembik
plasenta
Lahir
1 minggu Pertengahan 500 gram 7,5 Dapat dilalui
pusat 2 jari
Symphisis
2 minggu Tak teraba 350 gram 5 Dapat
dimasuki
1 jari
6 minggu Sebesar hamil 2 50 gram 2.5
Minggu
8 minggu Normal

b) Involusi tempat plasenta


Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak
meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
c) Perubahan pembuluh darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar,
tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.
d) Perubahan pada cervix dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan
karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang
sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal.
Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali.
b. After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules) disebabkan koktraksi
rahim biasanya berlangsung 3–4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan
pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu analgesik.
c. Lochea adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam
masa nifas. Lochea bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah
menstruasi. Lochea ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu
lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks
kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari
pertama sampai hari ketiga.
a) Lochea rubra (cruenta)
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik
caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca
persalinan.
d) Lochea alba
Cairan putih setelah 2 minggu.
e) Lochea purulenta
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.
f) Lacheostatis
Lochea tidak lancar keluarnya.
d. Dinding Perut dan Peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis
yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur
mengecil dan pulih kembali. Tidak jarang uterus jatuh kebelakang menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan
kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan.
e. Sistem Kardiovasculer
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi
penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah
uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan diuresis yang menyebabkan
volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini
terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien
mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi
retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama
kehamilan.
f. Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah
dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi
pada hari pertama post partum.
g. System Hormonal
a) Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada
otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi
oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi
untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan
plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk
menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna
keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu.
Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon
laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan
fisiologis pada ibu nifas.
b) Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula
hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang
produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi
dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum
dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise
anterior untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran
estrogen dan progesteron dalam kadar normal, perkembangan normal
folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi
c) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu
ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik
dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja
melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang
pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang
pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH.
Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang
laktasi. Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang
merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek
yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi.
Rangsang ini menuju ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang
menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya. Pada hari ke 3
postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai
permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat, keluarlah
cairan puting dari puting susu. Air susu ibu kurang lebih mengandung
protein 1-2%, lemak 3-5%, gula 6,5-8%, garam 0,1-0,2%. Hal yang
mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Banyaknya air
susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang
dikonsumsi ibu.
2. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3
tahap yaitu :
1) Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi
interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang
romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.
2) Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke-3 sampai ke-4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.
3) Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung
jawab terhadap bayi. Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-
kadang dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung
dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini
disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum.
5. Klasifikasi Ibu Post Partum
Menurut Hadijono (2008) Masa ibu post partum dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah diperbolehkan berdiri dan
berjalan
2. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara menyeluruh dengan
lama kurang lebih 6-8 minggu
3. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila saat
hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu yang diperlukan untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan ataupun tahunan.
6. Komplikasi Ibu saat Post Partum
Menurut Costance Sinclair (2016), berikut ini merupakan komplikasi yang terjadi pada ibu
saat post partum, yaitu :
1. Penurunan Berat badan
Untuk sebagian besar pada wanita memiliki berat badan lebih dalam 2 tahun setelah hamil
dibanding wanita yang belum pernah hamil, dan penurunan berat badan biasanya bisa terjadi
pada dalam beberapa waktu sesudah hamil dan melahirkan.
2. Demam nifas
Demam nifas merupakan demam yang terjadi setelah melahirkan atau saat ibu berada di masa
nifas. Demam ini bisa terjadi setelah melahirkan hingga kurang lebih 6 minggu setelah masa
persalinan, demam nifas biasanya yang disebabkan oleh perubahan hormon karena sebagian
besar demam nifas ini disebabkan oleh infeksi setelah masa persalinan atau melahirkan.
3. Nyeri pada simfisis pubis
Nyeri ini biasanya disebabkan oleh ibu paska bersalin atau masa nifas, dan nyeri tersebut akan
ada setelah kondisi ibu melahirkan bayi melalui vagina, nyeri ini diakibatkan karena adanya
lecet pada sekitar area vagina dan bekas luka jahitan pasca melahirkan.
4. Kesulitan berjalan atau kesulitan dalam hubungan seksual
Kesulitan ketika berjalan biasanya dikarenakan adanya latihan duduk dan berjalan paska
bersalin pada ibu post partum, sedangkan kesulitan dalam hubungan seksual pada ibu post
partum kemungkinan diakibatkan karena timbulnya rasa sakit disekitar jalan lahir setelah
pasca melahirkan.
5. Pendarahan yang luar biasa
Pendarahan pada ibu pasca melahirkan terdapat pendarahan yang hebat yang terjadi dari
adanya robekan pada jalan lahir. Dan juga apabila ari – ari sudah lahir (keluar dari rahim)
biasanya juga mengeluarkan darah yang banyak, sedangkan rahim masih berkontraksi dengan
baik sehingga ibu post partum merasa mules dengan adanya kontraksi tersebut, sedangkan
bisa juga darah yang keluar banyak tentunya kemungkinan terjadi karena adanya robekan pada
jalan lahir sehingga bisa terjadinya pendarahan yang luar biasa.
6. Payudara membengkak disertai kemerahan
Paska persalinan setelah dua atau tiga hari terkadang seorang ibu nifas atau post partum akan
merasakan payudaranya mulai membengkak yang disebabkan oleh adanya bakteri
Staphylococcus atau Streptococcus yang berasal dari saluran air susu yang tersumbat (ASI
mengendap dalam saluran susu), selain itu dengan adanya penyumbatan pada sekitar area
payudara akan membuat terlihat payudara menjadi bengkak dan kemerahan.
6. Hal yang diperhatian pada Ibu Post Partum
1. Personal hygiene
Kebersihan diri sangat penting dilakukan pada masa post partum, kondisi ibu pasca melahirkan
sangatlah rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting dilakukan
yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Dan kebersihan wajib dilakukan pada area
tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan yang sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha,
2015).
2. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali
keadaan fisiknya setelah melahirkan. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan
kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk merawat bayi salah satunya
pada perawatan tali pusat nanti.
3. Senam nifas
Dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh, terdiri dari
sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan keadaan ibu. Senam
nifas membantu untuk memperbaiki sirkulasi darah, dan memperbaiki sikap tubuh dan
punggung setelah melahirkan, memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks
dan segar pasca melahirkan (Suherni, 2015).
7. Etiologi
Indikasi SC (Sectio Caesarea) :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara yang terbaik
dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa.
Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu
ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit,
primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis.
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak lintang atau
presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin
dan sebagainya.
e. Partus lama
f. Partus tidak maju
g. Pre-eklamsia dan hipertensi
h. Distosia serviks
8. Tujuan SC (Sectio Caesarea)
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan
dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan
pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat
mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan
ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah dalam keadaan
meninggal dunia.
9. Jenis-jenis Operasi SC(Sectio Caesarea)
i. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
 Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
 Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
ii. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1. Sayatan memanjang (longitudinal).
2. Sayatan melintang (tranversal)
3. Sayatan huruf T (T Insisian)
iii. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik Sayatan bisa diperpanjang
proksimal atau distal.
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan. Ruptura uteri karena
luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur
uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada
luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan. Untuk mengurangi
kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu
lekas hamil lagi. Sekurang-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.
iv. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira
10cm.
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga
perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri
putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
10. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada
faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam
hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut
terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
 Luka kandung kemih
 Embolisme paru-paru
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
11. Prognosis
a. Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang cukup,
pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
b. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000.
Faktor -faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan
yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
c. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang menjadi
alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di Negara-negara dengan
pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4-7%
(Mochtar, 1998).
12. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul
sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya
suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan
juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post
op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
PATHWAY
Kelainan atau hambatan selama hamil dan
proses persalinan. Misalnya : plasenta previa
sentralis atau lateralis, panggul sempit,
disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri
mengancam, partus lama atau tidak maju,
preeklamsia, distonia serviks, malpresentasi
janin

Sectio Caesarea (SC) Kurangnya informasi

Ansietas

Luka post op. SC Tindakan anastesi


Insisi dinding abdomen

Resiko infeksi Terputusnya inkonuitas Imobilisasi


jaringan, pembuluh darah
dan saraf-saraf disekitar
Nyeri pada luka daerah insisi Intoleransi Aktivitas

Keterbatasan Merangsang pengeluaran


rentang gerak histamine dan Deficit Perawatan Diri
prostaglandin

Gangguan
Mobilitas Fisik Nyeri Akut

Imobilisasi

Penurunan tonus

Peristaltic usus

Konstipasi
13. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
14. Pemeriksaan Medis Post SC
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena
harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar.
3. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler).
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24
- 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti.
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggungjawab
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara Riwayat
penyakit keluarga
d. Keadaan klien meliputi :
1. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6. Pernapasan
Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat tindakan anestesi
dan pembedahan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan mobilisasi fisik.
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal.
7. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan 1. Lakukan pengkajian 1. Mempengaruhi


dengan pelepasan mediator asuhan keperawatan secara komprehensif pilihan atau
nyeri (histamin, selama … x 24 jam tentang nyeri pengawasan
prostaglandin) akibat diharapkan nyeri klien meliputi lokasi, keefektifan
trauma berkurang / terkontrol karakteristik, durasi, intervensi.
jaringan dalam pembedahan dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
(section caesarea)  Klien melaporkan nyeri intensitas nyeri dan
berkurang / terkontrol faktor
2. Tingkat ansietas
 Wajah tidak tampak presipitasi.
dapat mempengaruhi
meringis. 2. Observasi respon
persepsi atau reaksi
 Klien tampak nonverbal dari
terhadap nyeri.
rileks, dapat ketidaknyamanan
berisitirahat, dan (misalnya wajah
beraktivitas sesuai meringis) terutama
kemampuan. ketidakmampuan
3. Mengetahui sejauh
untuk
mana pengaruh nyeri
berkomunikasi
terhadap kualitas
secara efektif.
hidup pasien.
3. Kaji efek
pengalaman nyeri
terhadap kualitas
4. Memfokuskan
hidup (ex:
kembali perhatian,
beraktivitas, tidur,
meningkatkan
istirahat, rileks,
kontrol dan
kognisi, perasaan,
meningkatkan harga
dan hubungan
diri dan kemampuan
sosial)
koping
4. Ajarkan
menggunakan 5. Memberikan
teknik nonanalgetik ketenangan kepada
(relaksasi progresif, pasien sehingga nyeri
latihan napas dalam, tidak bertambah
imajinasi, sentuhan
terapeutik.) 6. Analgetik dapat
5. Kontrol faktor - mengurangi
faktor lingkungan pengikatan mediator
yang dapat kimiawi nyeri pada
mempengaruhi reseptor nyeri
respon pasien sehingga dapat
terhadap mengurangi rasa
ketidaknyamanan nyeri.
(ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk
penggunaan kontrol
analgetik, jika perlu.
Resiko tinggi terhadap Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi 1. Kondisi dasar seperti
infeksi berhubungan dengan keperawatan selama … x dasar atau faktor diabetes / hemoragi
trauma jaringan atau luka 24 jam diharapkan klien resiko yang ada menimbulkan
bekas operasi (SC) tidak mengalami infeksi sebelumnya. Catat potensial resiko
dengan kriteria hasil : waktu pecah ketuban. infeksi atau
 Tidak terjadi tanda- 2. Kaji adanya infeksi penyembuhan luka
tanda infeksi (kalor, (kalor, rubor, dolor, yang buruk. Pecah
rubor, dolor, tumor, tumor, fungsio lasea). ketuban yang terjadi
fungsio laesea). 3. Lakukan perawatan 24 jam sebelum
 Suhu dan nadi dalam luka dengan teknik pembedahan dapat
batas normal (suhu = aseptik menimbulkan
36,5 -37,50C, frekuensi 4. Inspeksi balutan Koriamnionitis
nadi = 60-100x/menit) abnormal terhadap sebelum intervensi
 WBC dalam batas eksudat/rembesan. bedah dan dapat
normal (4,10-10,9 10^3 Lepaskan balutan mempengaruhi proses
/ uL) sesuai indikasi. penyembuhan luka.
5. Anjurkan klien dan 2. Mengetahui secara
keluarga untuk dini terjadinya infeksi
mencuci tangan sehingga dapat
sebelum / sesudah dilakukan pemilihan
menyentuh luka. intervensi secara tepat
6. Pantau peningkatan dan cepat.
suhu, nadi dan 3. Meminimalisisr
pemeriksaan adanya kontaminasi
laboratorium, jumlah pada luka yang dapat
WBC atau sel darah menimbulkan infeksi
putih 4. Balutan steril
7. Kolaborasi untuk menutupi dan
pemeriksaan Hb dan melindungi luka dari
Ht. Catat perkiraan cedera / kontaminasi.
kehilangan darah 5. Cuci tangan
selama prosedur mengurangi resiko
pembedahan terjadinya infeksi
8. Anjurkan intake nosokomial
nutrisi yang cukup 6. Peningkatansuhu,
9. Kolaborasi nadi, dan WBC
penggunaan antibiotik merupakan salah satu
sesuai indikasi. data penunjang yang
dapat
mengidentifikasi
adanya bakteri di
dalam darah. Proses
tubuh untuk melawan
bakteri akan
meningkatkan
produksi panas dan
frekuensi nadi.
7. Antibiotik dapat
menghambat proses
infeksi.
Ansietas berhubungan Setelah 1. Kaji respon psikologis 1. Keberadaan sistem
dengan kurangnya asuhan selama diberikan terhadap kejadian dan pendukung klien,
informasi tentang Prosedur keperawatan… x 6 jam ketersediaan sistem misal pasangan.
pembedahan, penyembuhan diharapkan ansietas klien pendukung. Dapat memberikan
dan perawatan post operasi. berkurang dengan kriteria 2. Tetap bersama klien dukungan secara
hasil : dan bersikap tenang, psikologis
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir  Klien terlihat lebih dan menunjukkan rasa 2. Keberadaan perawat
tenang dan tidak gelisah empati. dapat memberikan
dengan akibat dari
kondisi yang  Klien mengungkapkan 3. Observasi respon dukungan dan
bahwa ansietasnya nonverbal klien perhatian sehingga
dihadapi.
berkurang. (misalnya: gelisah) klien dapat merasa
3. Tampak gelisah.
berkaitan dengan nyaman dan dapat
ansietas yang mengurangi ansietas
dirasakan. yang dirasakannya.
4. Dukung dan arahkan 3. Kurangnya informasi
kembali mekanisme dan
koping. misinterpretasi klien
5. Berikan informasi terhadap informasi
yang benar mengenai yang dimiliki
prosedur pembedahan, sebelumnya dapat
penyembuhan, dan mempengaruhi
perawatan post ansietas yang
operasi dirasakannya.
6. Diskusi harapan 4. Identifikasi
kelahiran atau keefektifan intervensi
pengalaman anak pada yang diberikan.
masa lalu
7. Evaluasi perubahan
ansietas yang dialami
klien secara verbal.
Deficit perawatan diri 1. Kaji tingkat 1. Untuk mengetahui
Setelah dilakukan Asuhan
berhubungan dengan kemampuan diri dalam kemampuan klien
keperawatan selama...x 6
kelemahan fisik akibat perawatan diri klien. dalam melakukan
jam difisit perawatan diri
tindakan anestesi dan 2. Libatkan keluarga personal hygiene.
teratasi dengan kriteria
pembedahan. hasil : dalam pemenuhan 2. Mengajarkan klien

 Pasien bisa kebutuhan klien untuk memenuhi

menjaga personal 3. Motivasi klien untuk secara mandiri.

hygiene nya melakukan aktivitas 3. Dapat meningkatkan

 Kekuatan tubuh pasien secara bertahap kemampuan klien.

kembali normal.
Intoleransi aktivitas Setelah di berikan asken 1. Observasi kehilangan 1. Menunjukkan
berhubungan dengan selama …x 6 jam di atau gangguan perubahan neurology
mobilisasi fisik harapkan pasien keseimbangan gaya karena defisiensi
bertoleransi terhadap jalan dan kelemahan vitamin B12
aktifitas dengan kriteria otot. mempengaruhi
hasil : 2. Observasi TTV keamanan pasien dan
 Pasien mampu sebelum dan sesudah mengurangi resiko
melakukan ADL aktivitas. cedera.
 Keseimbangan 3. Berikan lingkungan 2. Meningkatkan
beraktifitas terpenuhi yang tenang, batasi istirahat untuk
pengunjung dan suara menurunkan
kebisingan. kebutuhan oksigen
4. Anjurkan klien untuk tubuh dan
beristirahat bila terjadi menurunkan regangan
kelelahan. jantung dan paru.
5. Kolaborasi dengan tim 3. Meningkatkan
medis dalam aktivitas secara
pemberian terapi bertahap sampai
infuse. normal dan
memperbaiki tonus
otot.
4. Mengganti cairan dan
elektrolit secara
adekuat.

Konstipasi Setelah dilakukan tindakan Observasi : 1. Untuk mengetahui


berhubungan dengan keperawatan selama…x24 1. Periksa tanda dan seberapa parah
penurunan jam diharapkan masalah gejala konstipasi kostipasi pasien
gastrointestinal. teratasi dengan kriteria 2. Indentifikasi faktor 2. Untuk
Ditandai dengan : hasil: risiko konstipasi ( mengidentifikasi
1. Pengeluaran feses lama 1. Penurunan keluhan mis. obat-obatan, tirah risiko konstipasi.
dan sulit defekasi lama dan sulit baring, dan diet 3. Makanan tinggi serat
2. Mengejan saat defekasi mengeluarkan feses. renda dapat melunakkan
2. Penurunan mengejan h serat) feses sehingga
saat defekasi. Nursing Treatment : mudah di keluarkan.
1. Anjurkan diet tinggi 4. Enema dapat
serat. merangsang
2. Berikan enema atau peristaltic kolon
irigasi, jika perlu. sehingga mudah
Edukasi : mengeluarkan feses.
1. Anjurkan 5. Pemberian cairan
meningkatkan cairan untuk melunakkan
asupan cairan, jika feses.
tidak ada 6. Pemberian obat
kontraindikasi. pencahar untuk
Kolaborasi : melunakan feses.
1. Kolaborasi
penggunaan obat
pencahar, jika perlu.

Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Observasi : 1. Mengidentifikasikan


berhubungan dengan keperawatan selama ..x24 1. Identifikasi kemampuan pasien
nyeri. fisik jam diharapkan masalah kemampuan pasien dan dan keluarga
berhubungan dengan nyeri teratasi dengan kriteria keluarga menerima menerima
Ditandai dengan : hasil: informasi. informasi.
1. Nyeri saat bergerak 1. Menurunnya rasa nyeri Nursing Treatment : 2. Untuk
2. Enggan melakukan pada saat bergerak. 1. Sediakan materi dan mempermudah
pergerakan. 2. Meningkatnya media pendidikan penerimaan
pergerakan eksteremitas. kesehatan. informasi dan
Edukasi : pendidikan
1. Jelaskan manfaat kesehatan melalui
kesehatan dan efek media.
fisiologis olahraga. 3. Untuk mengetahui
apa saja manfaat
kesehatan dan efek
fisiologis olahraga.
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
5. Evaluasi
Dx 1 : Nyeri Akut
a. Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
b. Wajah tidak tampak meringis
c. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
Dx 2 : Resiko Tinggi Infeksi
a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 - 100x/
menit).
Dx 3 : Ansietas
a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Dx 4 : Defisit Perawatan Diri
a. Pasien bisa menjaga personal hygiene nya.
b. Kekuatan tubuh pasien bisa kembali normal
Dx 5 : Intoleransi aktivitas
a. Pasien mampu melakukan ADL
b. Keseimbangan beraktivitas terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2016. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2016. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.

Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, Prawiroharjo,. 2015. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Anda mungkin juga menyukai