Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

POSTPARTUM

A. PENGERTIAN
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium)
yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pemulihan kembali alat kandungan
yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi sampai kembali keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).

Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum berlangsung selama 6 minggu
(Wahyuningsih, 2019).

B. PATOFIOLOGI

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam

rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna,

yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna

berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan

progesteron (Arma, 2015)

a. Struktur Eksterna
1) Mons Veneris (Mons Pubis)
Mons pubis adalah jaringan lemak subkutan berbentuk
lunak dan padat serta mengandung banyak kelenjar sebasea
(minyak) yang ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan
ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan
melindungi simfisis pubis selama koitus
2) Labia Mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang
melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang
menyatu dengan mons pubis. Sensitivitas labia mayora
terhadap sentuhan, nyeri dan suhu

tinggi, hal ini di akibatkan adanya jaringan saraf yang


menyebar luas yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak
pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis
tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya. Setelah
melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada
perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina
terbuka.
3) Labia Minora
Labia minora adalah lipatan kulit panjang, sempit dan
tidak berambut yang memanjang ke arah bawah klitoris dan
menyatu dengan fourchette, terdapat banyak pembuluh darah
sehingga tampak kemerahan, dan memungkankan labia minora
membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. Suplai
saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif,
sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
4) Klitoris
Klistoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan
erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan saraf
sensoris sehingga sangat sensitive. Fungsi utama klitoris
adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.

5) Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir
kecil (labia minora) dibatasi oleh klitoris dan perinium.
Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra,
vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang
tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia.
Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di
dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi
orifisium vagina.
6) Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan tranversal yang pipih
dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah
labia mayora dan minora di garis tengah di bawah orifisium
vagina.
7) Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit
antara introitus vagina dan anus, panjangnya kurang lebih 4
cm.
b. Struktur Interna

1) Vagina
Vagina merupakan suatu tuba berdinding tipis yang dapa
melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina
berespon dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan
progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Cairan vagina berasal dari
traktus genetalis atas ataum bawah. Cairan sedikit asam,
interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
mempertahankan keasaman. Apabila pH naik diatas lima,
insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir
dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.
2) Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih,
cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus
normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan
teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang
merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi,
korpus yang merupakan bagian utama yang mengelilingi
cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang
menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai
sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi
uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan
endometrium, kehamilan dan persalinan.

3) Tuba Falopii
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba
ini memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen
lebardan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang
tuba ini kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba
fallopi merupakan jalan bagi ovum.
4) Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah
dandi belakang tuba falopi. Dua ligamen mengikat ovarium
pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar
uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis
lateral kira-kira setinggi krista iliaka antero superior, dan
ligamentum ovari proprium, yang mengikat ovarium ke uterus.
Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon.

C. Perubahan Fisiologis Pasca Persalinan

1. Involusi Alat – alat Kandungan


Dalam masa nifas alat-alat genetalia interna mauoun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan semula sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat-alat genital ini dalam keseluruhannya disebut
involusi (Indriyani D, 2013).
a. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil. Tinggi fundus uteri (TFU) dan berat uterus
menurut masa involusi adalah saat bayi baru lahir TFU setinggi pusat dengan
berat 1000 gram, saat plasenta lahir TFU 2 jari dibawah pusat dengan berat 750
gram, 1 minggu setelah melahirkan TFU pertengahan pusat sympsis dengan berat
500 gram, 2 minggu setelah bersalinan TFU tidak teraba di atas symphisis dengan
berat 350 gram, 6 minggu setelah melahirkan TFU berubah kecil dengan berat
50 gram dan setelah 8 minggu TFU sebesar normal dengan berat 30 gram
(Indriyani D, 2013).
b. Bekas implantasi plasenta
Plasental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan
diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm pada minggu keenam 2,4 cm
dan akhirnya pulih (Indriyani D, 2013).
c. Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari
(Indriyani D, 2013).
d. Rasa sakit
Rasa sakit yang disebut after pain disebabkan kontraksi rahim, biasanya
berlangsung 2 – 4 hari pascapersalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu
mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat antisakit
dan antimulas (Indriyani D, 2013).
e. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama
masa nifas. Macam-macam lochea antara lain lochea rubra (cruenta) berisi darah
segar sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel decidua, verniks kaseosa, lanugo dan
mekoneum selama 2 hari pascapersalinan. Lochea sanguinolenta berwarna merah
kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pascapersalinan. Lochea serosa
berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi pada hari 7-14 pascapersalinan.
Lochea alba, ayitu cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan. Lochea
purulenta bila terjadi infeksi dan lochiostatis bila lochea tidak lancar keluarnya
(Indriyani D, 2013).

f. Serviks
Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah
kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan
kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam
dapat dilalui 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Indriyani D,
2013).
g. Ligamen–ligament
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang
uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum retundum
menjadi kendor (Indriyani D, 2013).
2. Perubahan fisiologi pada sistem pencernaan
Menurunnya kadar progesteron akan memulihkan sistem pencernaan yang semula
mengalami beberapa perubahan ketika masa kehamilan.
3. Perubahan fisiologi pada sistem perkemihan
Pelvis, ginjal dan ureter yang meregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali
normal pada akhir minggu ke-4 setelah melahirkan. Pada hari pertama setelah
melahirkan jumlah urin yang keluar dapat melebihi 3000 ml per harinya disertai
keluarnya banyak keringat.
4. Perubahan fisiologi pada sistem musculoskeletal
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan akan
mengecil dan pulih kembali secara perlahan dalam jangka waktu 6 minggu setelah
bayi lahir.
5. Perubahan fisiologi pada sistem endokrin
Selama masa nifas terjadi penurunan hormon Human Placental Lactagen (HPL),
estrogen dan progesteron serta plasental enzym insulinenase yang menyebabkan kadar
gula darah menurun, terjadi peningkatan hormon prolaktin, Follicle Stimulating
Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH) tetap rendah hingga ovulasi terjadi serta
hormon oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang (posterior)
yang bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Hormon oksitosin bertindak
atas otot yang menahan kontraksi dan mencegah perdarahan.
6. Perubahan tanda-tanda vital
a. Suhu
Dalam 24 jam postpartum suhu akan naik yaitu dikisaran 37,5 – 38 yang
merupakan pengaruh dari proses persalinan dimana ibu kehilangan banyak cairan
dan kelelahan namun apabila terjadi selama >10 hari merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
b. Nadi
Setelah persalinan denyut nadi menjadi cepat. Denyut nadi yang cepat
(<100x/menit) biasanya disebabkan karena adanya infeksi atau perdarahan post
partum yang tertunda.
c. Pernafasan
Umumnya pernafasan ibu pada masa nifas cenderung lambat atau normal karena
ibu dalam kondisi pemulihan. Apabila frekuensi pernafasan >30x/menit mungkin
diikuti oleh tanda- tanda syok.
d. Tekanan Darah
Tekanan darah relatif rendah karena ada proses kehilangan darah karena
persalinan. Tekanan darah yang tinggi mengindikasikan adanya pre eklamsi post
partum. Sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekanan darah yang akan
kembali normal dalam beberapa hari. Tekanan darah yang rendah menunjukkan
adanya perdarahan post partum.
7. Perubahan fisiologi pada sistem kardiovaskular
Segera setelah bayi lahir, kerja jantung mengalami peningkatan 80% lebih tinggi
dibandingkan sebelum persalinan karena auto transfusi dari uteroplasenter dan akan
kembali normal setelah 3 minggu.
8. Perubahan fisiologi pada sistem hematologi
Jumlah kehilangan darah yang normal pada persalinan, yaitu :
a. Persalinan pervaginal, yaitu sebanyak 300-400 ml.
b. Persalinan seksio sesarea, yaitu sebanyak 1000 ml
c. Histerektomi sesarea, yaitu sebanyak 1500 ml

Total volume darah kembali normal dalam waktu 3 minggu post partum. Jumlah
sel darah putih akan meningkat terutama pada kondisi persalinan lama berkisar
25.000-30.000. Hal tersebut dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari ibu.
(Indriyani D, 2013).
D. ETIOLOGI
Berikut etiologi persalinan normal :
a. Teori Penurunan Kadar Hormon Progesteron
Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang
mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus karena sintesa prostaglandin
di chorioamnion.
b. Teori Rangsangan Estrogen
Estrogen menyebabkan iritability miometrium, estrogen memungkinkan sintesa
prostaglandin pada decidua dan selaput ketuban sehingga menyebabkan kontraksi
uterus (miometrium).
c. Teori Reseptor Oksitosin dan Kontraksi Braxton Hiks
Kontraksi persalinan tidak terjadi secara mendadak, tetapi berlangsung
lama dengan persiapan semakin meningkatnya reseptor oksitosin. Oksitosin
adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
Distribusi reseptor oksitosin, dominan pada fundus dan korpus uteri, ia
makin berkurang jumlahnya di segmen bawah rahim dan praktis tidak
banyak dijumpai pada serviks uteri.
d. Teori Ketegangan
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot – otot
rahim, sehingga menganggu sirkulasi utero plasenter.
e. Teori Fetal Membran
Meningkatnya hormon estrogen menyebabkan terjadinya esterified yang
menghasilkan arachnoid acid, arachnoid acid bekerja untuk pembentukan
prostaglandin yang mengakibatkan kontraksi miometrium.
f. Teori Plasenta Sudah Tua
Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada plasenta
menurun segera terjadi degenerasi trofoblast maka akan terjadi penurunan
produksi hormone.
g. Teori Tekanan Serviks
Fetus yang berpresentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf sehingga serviks
menjadi lunak dan terjadi dilatasi internum yang mengakibatkan SAR (Segemen
Atas Rahim) dan SBR (Segemen Bawah Rahim) bekerja berlawanan sehingga
terjadi kontraksi dan retraksi (Oktarina M, 2016).
E. PATHWAY
F. PHATOFIOLOGI

Pada kasus post partus spontan akan terjadi trauma pada jalan lahir,
sehingga dapat menyebabkan terganggunya aktivitas, aktivitas yang
terganggu dapat menurunkan gerakan peristaltik pada usus yang
berakibat konstipasi. Pengeluaran janin dengan cara episiotomi
menyebabkan terputusnya jaringan pada perineum sehingga merangsang
area sensorik untuk mengeluarkan hormon bradikinin, histamin dan
seritinus yang kemudian diteruskan oleh medulla spinalis ke batang otak,
diteruskan ke thalamus sehingga merangsang nyeri di korteks serebri,
kemudian timbul gangguan rasa nyaman yang mengakibatkan nyeri akut.
Pembuluh darah yang rusak menyebabkan genetalia menjadi kotor dan
terjadi juga perdarahan dan proteksi pada luka kurang, dapat terjadi
invasi bakteri sehingga muncul masalah keperawatan resiko infeksi.
Pengeluaran janin dapat memicu terjadinya trauma kandung kemih
sehingga terjadilah edema dan memar di uretra, mengakibatkan
penurunan sensitivitas berdapak pada sensasi kandung kemih sehingga
muncul masalah keperawatan gangguan eliminasi urin.

Laktasi dipengaruhi oleh hormon estrogen dan peningkatan prolaktin,


sehingga terjadi pembentukan asi, tetapi terkadang terjadi juga aliran
darah dipayudara berurai dari uterus (involusi) dan retensi darah di
pembuluh payudara maka akan terjadi bengkak dan penyempitan pada
duktus intiverus. Sehingga asi tidak keluar dan muncul masalah
keperawatan menyusui tidak efektif (Nurarif & Kusumua, 2015).

G. TAHAP-TAHAP POST PARTUM


Masa post partum dibagi dalam tiga tahap sebagai berikut
(Wahyuningsih, 2019) :
a. Immediate Post Partum (setelah plasenta lahir 24 jam)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam, adapun
masalah yang sering terjadi misalnya atonia uteri oleh karena itu
perlu melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lochea, tekanan darah ibu dan suhu.

b. Early Post Partum (24 jam – 1 minggu)


Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan serta ibu
dapat menyusui dengan baik.
c. Late Post Partum ( 1 minggu – 6 minggu)
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-
minggu, bulanan atau tahunan.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik dilakukan umutk pemantauan janin terhadap kesehatan janin
seperti pemantauan EKG, JDL dengan diferensial, elektrolit, hemoglobin/ hematokrit,
golongan darah, urinalisis, amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai
indikasi, pemeriksaan sinar X sesuai indikasi, dan ltrasound sesuai pesananan
(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010).

I. PENATALAKSANAAN

1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)


2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan
miring kanan kiri
3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang
benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi
pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan

J. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat, penghasilan per bulan.
b. Antisipatori

1) Status Kesehatan : alasan kunjungan, kunjungan, keluhan

utama, riwayat kesehatan.


2) Riwayat obstetri dan ginekologi : Riwayat haid, riwayat

perkawinan, riwayat KB, riwayat kehamilan & persalinan yang

lalu, riwayat kehamilan & persalinan sekarang,

3) Pemenuhan kebutuhan dasar manusia : nutrisi, eliminasi,

oksigenasi, aktivitas dan istirahat.

4) Dukungan sosial : dukungan emosi, dukungan informasi,

dukungan fisik, dukungan penghargaan.

5) Fungsi keluarga

6) Pengkajian budaya

7) Stress

8) Pemeriksaan fisik ibu

- Mata : konjungtiva normalnya berwana merah muda dan

sklera normalnya berwarna putih

- Mammae : payudara simetris atau tidak, putting susu

bersih dan menonjol atau tidak. Hiperpigmentasi areolla

atau tidak, kolostrum sudah keluar atau belum.

- Abdomen : terdapat luka bekas SC atau tidak, ada linea

atau tidak, striae ada atau tidak

- Genetalia : bersih atau tidak, oedema atau tidak,

kemerahan atau tidak, perineum ada bekas luka epiostomi

atau tidak

- Ekstremitas : oedema atau tidak dan varises atau tidak

c. Formal
1) Riwayat persalinan saat ini
2) Bonding attachment dengan skoring gray
3) Pengkajian bayi
4) Aspek psikososial ibu
5) Peran ayah selama dan sesudah kelahiran

d. Informal
1) Orang yang terlibat dalam perawatan bayi.
2) Peran dalam perawatan bayi.
3) Pengalaman dalam perawatan bayi.
4) Harapan untuk perawatan bayi yang akan datang.

e. Personal
1) Pandangan ibu terhadap perannya.
2) Pengalaman masa lalu yang mempengaruhi peran ibu.
3) Percaya diri dalam menjalankan peran.
4) Pencapaian peran.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisik.
2) Menyusui Tidak Efektif Berhubungan Dengan
Ketidakadekuatan Suplai ASI.
3) Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan Kurangnya
Kontrol Tidur.
4) Defisit Pengetahuan Berhubungan Dengan Kurang Terpapar
Informasi.

5) Resiko Infeksi Ditandai Dengan Ketidakadekuatan Pertahanan


Tubuh Primer.
6) Resiko Gangguan Perlekatan Ditandai Dengan Khawatir Menjalankan Peran
Sebagai Orang Tua.

L. INTERVENSI
1) Nyeri Akut (D.0077)
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
waktu tertentu diharapkan tingkat nyeri menurun.
b. Kriteria hasil :
a) Pasien melaporkan keluhan nyeri berkurang
b) Keluhan nyeri meringis menurun
c) Pasien menunjukkan sikap protektif menurun.
d) Pasien tidak tampak gelisah.
c. Intervensi :
Manajemen Nyeri (I.08238)
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri.
(3) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri.
(4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan.
b) Terapeutik
1) Berikan tehnik norfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2) Fasilitasi istirahat dan tidur
c) Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri.

d) Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


2) Menyusui Tidak Efektif (D.0029)

a. Tujuan Umum : Setelah dilakuan intervensi keperawatan


selama waktu tertentu diharapkan status menyusui
membaik.
b. Kriteria Hasil :
a) Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat.
b) Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan benar meningkat.
c) Pancaran ASI meningkat
d) Suplai ASI adekuat meningkat.
e) Pasien melaporkan payudara tidak bengkak
c. Intervensi :
Konseling Laktasi ( I.03093 )
a) Observasi
(1) Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama
proses menyusui.
(2) Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui.
(3) Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan
dilakukan konseling menyusui.
b) Terapeutik
(1) Gunakan tehnik mendengar aktif.
(2) Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar.
c) Edukasi

Ajarkan tehnik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu.


3) Gangguan Pola Tidur (D.0055)
a. Tujuan Umum : setelah dilakukan tindakan keperawatan
pola tidur meningkat.
b. Kriteria hasil :
a) Gelisah menurun
b) Keluhan sulit tidur menurun
c) Pola tidur membaik
c. Intervensi :
Manajemen Nyeri (I.08238)
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri.
(3) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri.
(4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan.
b) Terapeutik
(1) Berikan tehnik norfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
(2) Fasilitasi istirahat dan tidur

c) Edukasi
(1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
(4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri.
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4) Defisit Pengetahuan ( D.0111 )
a. Tujuan umum: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
pengetahuan meningkat
b. Kriteria hasil :
a) perilaku sesuai anjuran meningkat
b) verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c) kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu
topik meningkat
d) kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai
dengan topik meningkat
e) perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
f) pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
g) persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
h) menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun
i) perilaku membaik
c. Intervensi :

Edukasi Kesehatan (I.12383)


a) Observasi
(1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
(2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
b) Terapeutik
(1) Sediakan materi dan medla pendidikan kesehatan
(2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sosial kesepakatan
(3) Berikan kesempatan untuk bertanya
c) Edukasi
(1) Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
(2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
(3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

5) Resiko Infeksi (D.0142)

a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intrevensi


keperawatan selama waktu tertentu diharapkan
tingkat infeksi menurun.
b. Kriteria Hasil

a) Tidak ada tandan –tanda infeksi ( Demam,


Nyeri, Kemerahan dan Bengkak).
b) Kadar sel darah putih membaik.

c. Intervensi

Pencegahan Infeksi ( I.14539 )

a) Observasi

Monitor tanda dan gejalan infeksi lokal dan sistemik.

b) Terapeutik

(1) Cuci tangan sebelum dan sesudah


kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien.
(2) Pertahankan tehnik aseptik pada psien beresiko tinggi.
c) Edukasi

(1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

(2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

(3) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka.

(4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.

6) Resiko Gangguan Perlekatan (D.0127)

a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi


keperawatan selama waktu tertentu diharapkan
kemampuan berinteraksi ibu dan bayi meningkat.
b. Kriteria Hasil

a) Pasien menunjukkan peningkatan verbalisasi


perasaan positif terhadap bayi.
b) Pasien menunjukkan peningkatan perilaku
mencium bayi, tersenyum pada bayi,
melakukan kontak mata dengan bayi,

berbicara dengan bayi, berbicara kepada bayi


serta berespon dengan isyarat bayi.
c) Pasien menunjukkan peningkatan dalam menggendong
bayinya untuk menyusui.
c. Intervensi :

Promosi Perlekatan ( I.10342 )

a) Observasi

(1) Monitor kegiatan menyusui.


(2) Identifikasi kemampuan bayi menghisap
dan menelan ASI.
(3) Identifikasi payudara ibu.

(4) Monitor perlekatan saat menyusui

b) Terapeutik

Diskusikan dengan ibu masalah selama proses menyusui.

c) Edukasi

(1) Ajarkan ibu menopang seluruh tubuh bayi.

(2) Anjurkan ibu melepas pakaian bagian


atas agar bayi dapat menyentuh payudara
ibu.
(3) Ajarkan ibu agar bayi yang mendekati
kearah payudara ibu dari bagian bawah.
(4) Anjurkan ibu untuk memegang
payudara menggunakan jarinya sepertu
huruf “ C”.

(5) Anjurkan ibu untuk menyusui pada saat


mulut bayi terbuka lebar sehingga areola
dapat masuk dengan sempurna.

Ajarkan ibu mengenali tanda bayi siap menyusui.


DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional. Prestasi Pustaka.

Bobak. (2010). Konsep Post Partum.

Heryani, R. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dan Ibu Menyusui.

CV. Trans Info Media.


Manuaba, I. B. G. F. (2012). Pengantar Kuliah Obstetri. Kedokteran EGC.

Pitriani, R. (2014). Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal (Askeb III).

Potter, P. (2011). Fundamental Keperawatan (ECG).

Reeder, S. (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga


Ed.18 Vol.2. EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Tim
Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). DPP PPNI.
Wayan, N. (2017). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.

WHO. (2019). Maternal Mortality. https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/maternal-mortality
Wiknjosastro. (2009). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai