POSTPARTUM
A. PENGERTIAN
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium)
yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pemulihan kembali alat kandungan
yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi sampai kembali keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum berlangsung selama 6 minggu
(Wahyuningsih, 2019).
B. PATOFIOLOGI
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam
rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna,
a. Struktur Eksterna
1) Mons Veneris (Mons Pubis)
Mons pubis adalah jaringan lemak subkutan berbentuk
lunak dan padat serta mengandung banyak kelenjar sebasea
(minyak) yang ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan
ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan
melindungi simfisis pubis selama koitus
2) Labia Mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang
melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang
menyatu dengan mons pubis. Sensitivitas labia mayora
terhadap sentuhan, nyeri dan suhu
5) Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir
kecil (labia minora) dibatasi oleh klitoris dan perinium.
Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra,
vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang
tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia.
Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di
dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi
orifisium vagina.
6) Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan tranversal yang pipih
dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah
labia mayora dan minora di garis tengah di bawah orifisium
vagina.
7) Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit
antara introitus vagina dan anus, panjangnya kurang lebih 4
cm.
b. Struktur Interna
1) Vagina
Vagina merupakan suatu tuba berdinding tipis yang dapa
melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina
berespon dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan
progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Cairan vagina berasal dari
traktus genetalis atas ataum bawah. Cairan sedikit asam,
interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
mempertahankan keasaman. Apabila pH naik diatas lima,
insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir
dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.
2) Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih,
cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus
normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan
teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang
merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi,
korpus yang merupakan bagian utama yang mengelilingi
cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang
menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai
sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi
uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan
endometrium, kehamilan dan persalinan.
3) Tuba Falopii
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba
ini memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen
lebardan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang
tuba ini kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba
fallopi merupakan jalan bagi ovum.
4) Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah
dandi belakang tuba falopi. Dua ligamen mengikat ovarium
pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar
uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis
lateral kira-kira setinggi krista iliaka antero superior, dan
ligamentum ovari proprium, yang mengikat ovarium ke uterus.
Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon.
f. Serviks
Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah
kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan
kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam
dapat dilalui 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Indriyani D,
2013).
g. Ligamen–ligament
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang
uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum retundum
menjadi kendor (Indriyani D, 2013).
2. Perubahan fisiologi pada sistem pencernaan
Menurunnya kadar progesteron akan memulihkan sistem pencernaan yang semula
mengalami beberapa perubahan ketika masa kehamilan.
3. Perubahan fisiologi pada sistem perkemihan
Pelvis, ginjal dan ureter yang meregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali
normal pada akhir minggu ke-4 setelah melahirkan. Pada hari pertama setelah
melahirkan jumlah urin yang keluar dapat melebihi 3000 ml per harinya disertai
keluarnya banyak keringat.
4. Perubahan fisiologi pada sistem musculoskeletal
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan akan
mengecil dan pulih kembali secara perlahan dalam jangka waktu 6 minggu setelah
bayi lahir.
5. Perubahan fisiologi pada sistem endokrin
Selama masa nifas terjadi penurunan hormon Human Placental Lactagen (HPL),
estrogen dan progesteron serta plasental enzym insulinenase yang menyebabkan kadar
gula darah menurun, terjadi peningkatan hormon prolaktin, Follicle Stimulating
Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH) tetap rendah hingga ovulasi terjadi serta
hormon oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang (posterior)
yang bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Hormon oksitosin bertindak
atas otot yang menahan kontraksi dan mencegah perdarahan.
6. Perubahan tanda-tanda vital
a. Suhu
Dalam 24 jam postpartum suhu akan naik yaitu dikisaran 37,5 – 38 yang
merupakan pengaruh dari proses persalinan dimana ibu kehilangan banyak cairan
dan kelelahan namun apabila terjadi selama >10 hari merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
b. Nadi
Setelah persalinan denyut nadi menjadi cepat. Denyut nadi yang cepat
(<100x/menit) biasanya disebabkan karena adanya infeksi atau perdarahan post
partum yang tertunda.
c. Pernafasan
Umumnya pernafasan ibu pada masa nifas cenderung lambat atau normal karena
ibu dalam kondisi pemulihan. Apabila frekuensi pernafasan >30x/menit mungkin
diikuti oleh tanda- tanda syok.
d. Tekanan Darah
Tekanan darah relatif rendah karena ada proses kehilangan darah karena
persalinan. Tekanan darah yang tinggi mengindikasikan adanya pre eklamsi post
partum. Sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekanan darah yang akan
kembali normal dalam beberapa hari. Tekanan darah yang rendah menunjukkan
adanya perdarahan post partum.
7. Perubahan fisiologi pada sistem kardiovaskular
Segera setelah bayi lahir, kerja jantung mengalami peningkatan 80% lebih tinggi
dibandingkan sebelum persalinan karena auto transfusi dari uteroplasenter dan akan
kembali normal setelah 3 minggu.
8. Perubahan fisiologi pada sistem hematologi
Jumlah kehilangan darah yang normal pada persalinan, yaitu :
a. Persalinan pervaginal, yaitu sebanyak 300-400 ml.
b. Persalinan seksio sesarea, yaitu sebanyak 1000 ml
c. Histerektomi sesarea, yaitu sebanyak 1500 ml
Total volume darah kembali normal dalam waktu 3 minggu post partum. Jumlah
sel darah putih akan meningkat terutama pada kondisi persalinan lama berkisar
25.000-30.000. Hal tersebut dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari ibu.
(Indriyani D, 2013).
D. ETIOLOGI
Berikut etiologi persalinan normal :
a. Teori Penurunan Kadar Hormon Progesteron
Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang
mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus karena sintesa prostaglandin
di chorioamnion.
b. Teori Rangsangan Estrogen
Estrogen menyebabkan iritability miometrium, estrogen memungkinkan sintesa
prostaglandin pada decidua dan selaput ketuban sehingga menyebabkan kontraksi
uterus (miometrium).
c. Teori Reseptor Oksitosin dan Kontraksi Braxton Hiks
Kontraksi persalinan tidak terjadi secara mendadak, tetapi berlangsung
lama dengan persiapan semakin meningkatnya reseptor oksitosin. Oksitosin
adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
Distribusi reseptor oksitosin, dominan pada fundus dan korpus uteri, ia
makin berkurang jumlahnya di segmen bawah rahim dan praktis tidak
banyak dijumpai pada serviks uteri.
d. Teori Ketegangan
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot – otot
rahim, sehingga menganggu sirkulasi utero plasenter.
e. Teori Fetal Membran
Meningkatnya hormon estrogen menyebabkan terjadinya esterified yang
menghasilkan arachnoid acid, arachnoid acid bekerja untuk pembentukan
prostaglandin yang mengakibatkan kontraksi miometrium.
f. Teori Plasenta Sudah Tua
Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada plasenta
menurun segera terjadi degenerasi trofoblast maka akan terjadi penurunan
produksi hormone.
g. Teori Tekanan Serviks
Fetus yang berpresentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf sehingga serviks
menjadi lunak dan terjadi dilatasi internum yang mengakibatkan SAR (Segemen
Atas Rahim) dan SBR (Segemen Bawah Rahim) bekerja berlawanan sehingga
terjadi kontraksi dan retraksi (Oktarina M, 2016).
E. PATHWAY
F. PHATOFIOLOGI
Pada kasus post partus spontan akan terjadi trauma pada jalan lahir,
sehingga dapat menyebabkan terganggunya aktivitas, aktivitas yang
terganggu dapat menurunkan gerakan peristaltik pada usus yang
berakibat konstipasi. Pengeluaran janin dengan cara episiotomi
menyebabkan terputusnya jaringan pada perineum sehingga merangsang
area sensorik untuk mengeluarkan hormon bradikinin, histamin dan
seritinus yang kemudian diteruskan oleh medulla spinalis ke batang otak,
diteruskan ke thalamus sehingga merangsang nyeri di korteks serebri,
kemudian timbul gangguan rasa nyaman yang mengakibatkan nyeri akut.
Pembuluh darah yang rusak menyebabkan genetalia menjadi kotor dan
terjadi juga perdarahan dan proteksi pada luka kurang, dapat terjadi
invasi bakteri sehingga muncul masalah keperawatan resiko infeksi.
Pengeluaran janin dapat memicu terjadinya trauma kandung kemih
sehingga terjadilah edema dan memar di uretra, mengakibatkan
penurunan sensitivitas berdapak pada sensasi kandung kemih sehingga
muncul masalah keperawatan gangguan eliminasi urin.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik dilakukan umutk pemantauan janin terhadap kesehatan janin
seperti pemantauan EKG, JDL dengan diferensial, elektrolit, hemoglobin/ hematokrit,
golongan darah, urinalisis, amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai
indikasi, pemeriksaan sinar X sesuai indikasi, dan ltrasound sesuai pesananan
(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010).
I. PENATALAKSANAAN
J. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat, penghasilan per bulan.
b. Antisipatori
5) Fungsi keluarga
6) Pengkajian budaya
7) Stress
atau tidak
c. Formal
1) Riwayat persalinan saat ini
2) Bonding attachment dengan skoring gray
3) Pengkajian bayi
4) Aspek psikososial ibu
5) Peran ayah selama dan sesudah kelahiran
d. Informal
1) Orang yang terlibat dalam perawatan bayi.
2) Peran dalam perawatan bayi.
3) Pengalaman dalam perawatan bayi.
4) Harapan untuk perawatan bayi yang akan datang.
e. Personal
1) Pandangan ibu terhadap perannya.
2) Pengalaman masa lalu yang mempengaruhi peran ibu.
3) Percaya diri dalam menjalankan peran.
4) Pencapaian peran.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisik.
2) Menyusui Tidak Efektif Berhubungan Dengan
Ketidakadekuatan Suplai ASI.
3) Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan Kurangnya
Kontrol Tidur.
4) Defisit Pengetahuan Berhubungan Dengan Kurang Terpapar
Informasi.
L. INTERVENSI
1) Nyeri Akut (D.0077)
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
waktu tertentu diharapkan tingkat nyeri menurun.
b. Kriteria hasil :
a) Pasien melaporkan keluhan nyeri berkurang
b) Keluhan nyeri meringis menurun
c) Pasien menunjukkan sikap protektif menurun.
d) Pasien tidak tampak gelisah.
c. Intervensi :
Manajemen Nyeri (I.08238)
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri.
(3) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri.
(4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan.
b) Terapeutik
1) Berikan tehnik norfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2) Fasilitasi istirahat dan tidur
c) Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri.
d) Kolaborasi
c) Edukasi
(1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
(4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri.
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4) Defisit Pengetahuan ( D.0111 )
a. Tujuan umum: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
pengetahuan meningkat
b. Kriteria hasil :
a) perilaku sesuai anjuran meningkat
b) verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c) kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu
topik meningkat
d) kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai
dengan topik meningkat
e) perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
f) pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
g) persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
h) menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun
i) perilaku membaik
c. Intervensi :
c. Intervensi
a) Observasi
b) Terapeutik
a) Observasi
b) Terapeutik
c) Edukasi
Heryani, R. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dan Ibu Menyusui.
Pitriani, R. (2014). Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal (Askeb III).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Tim
Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). DPP PPNI.
Wayan, N. (2017). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.