Anda di halaman 1dari 41

A.

Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna.

Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna

berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur

dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi; dapat

dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

a. Struktur Eksterna

Gambar 1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.

(Sumber: Wiknjosastro, 2005)

1) Mons Pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak

subkutran berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan

jaringan ikat jarang diatas simfisis pubis. Mons pubis mengandung


banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi Rambut berwarna

hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu

sampai dua tahun sebelum awitan haid. Fungsinya sebagai bantal

pada saat melakukan hubungan sex.

2) Labia Mayora

Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung

yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons

pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah

mengelilingi labia monora, berakhir di perineum pada garis tengah.

Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan

introitus vagina (muara vagina).

3) Labia Minora

Labia minora, terletak di antara dua labia mayora,

merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut

yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu

dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia

biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora

sama dengan mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh

darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah

kemurahan dan memungkinkan labia minora membengkak, bila

ada stimulus emosional atau stimulus fisik.

4) Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil


yang terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak

terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau

kurang. Ujung badan klitoris di namai glans dan lebih sensitif

daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans

dan badan klitoris membesar. Fungsi klitoris adalah menstimulasi

dan meningkatkan ketegangan seksualitas.

5) Prepusium Klitoris

Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri

memisah menjadi bagian medial dan lateral. Bagian lateral

menyatu di bagian atas klitoris dan membentuk prepusium, penutup

yang berbentuk seperti kait. Bagian medial menyatu di bagian

bawah klitoris untuk membentuk frenulum. Kadang-kadang

prepusium menutupi klitoris.

6) Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti

perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan

fourchette. Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra

(vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina

(vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan

vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh

bahan kimia (deodorant semprot, garam- garaman, busa sabun),

panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat).


7) Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih

dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan

minora di garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan

kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.

8) Perineum

Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara

introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan

perineum. Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadang

tertuk

b. Struktur Intenal

gambar 2: Organ Reproduksi Internal pad wanita.

(Sumber: Wiknjosastro, 2005).


1) Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, belakang tuba

falopii. Dua ligamen mengikat ovarium dibawah dan di pada

tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang

memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira

setinggi Krista iliaka antero superior, dan ligamentum ovari

proprium.

Dua memproduksi fungsi ovarium ialah fungsi yang

menyelenggarakan pada ovulasi dan hormon. Saat lahir,

ovarium wanita normal mengandung sangat banyak ovum

primordial (primitif). Ovarium juga merupakan tempat utama

produksi hormon seks steroid (estrogen, progesterone, dan

androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.

Menurut Harunyaha, 2003 Hormone estrogen adalah

hormone seks yang di produksi oleh rahim untuk merangsang

pertumbuhan organ seks seperti payudara dan rambut pubik serta

mengatur sirkulasi manstrubasi. Hormone estrogen juga menjaga

kondisi kesehatan dan elasitas dinding vagina. Hormone ini juga

menjaga teksture dan fungsi payudara. pada wanita hamil hormone

estrogen membuat puting payudara membesar dan merangsang

pertumbuhan kelenjar ASI dan memperkuat dinding rahim saat

terjadi kontraksi menjelang persalinan. Hormone progesterone


berfungsi untuk menghilangkan pengaruh hormone oksitoksin yang

dilepaskan oleh kelenjar pituteri. Hormone ini juga melindungi

janin dari serangan sel-sel kekebalan tubuh dimana sel telur yang di

buahi menjadi benda asing dalam tubuh ibu.

2) Tuba Falopii (Tuba Uterin)

Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm.

Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan

otot tipis di bagian tengah, dan lapisan mukosa di bagian dalam.

Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar, beberapa di

antaranya bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan secret.

Lapisan mukosa paling tipis saat menstruasi. Setiap tuba dan

lapisan mukosanya menyatu dengan mukosa uterus dan vagina.

Fungsi tuba fallopi adalah untuk mengantarkan ovum dari ovarium

ke uterus dan menyediakan tempat untuk pembuahan, tetapi

perjalanan ovum dapat terhalang di titik manapun dan jika ovum

tadi di buahi maka terjadi kehamilan etropik.

3) Uterus

Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup

oleh peritoneum / serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang

gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan

dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang

pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum

pernah melahirkan beratnya 80 gram / lebih.


Uterus terdiri dari:

a) Fundus Uteri

Merupakan bagian uterus proksimal, disitu ke-2 tuba fallopi

berinsensi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai

dimana fundus uteris berada oleh karena tuanya kehamilan

dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.

b) Korpus Uteri

Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat

pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri

terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula & mukosa. Mempunyai

fungsi utama sebagai janin berkembang.

c) Serviks Uteri

Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus,

terletak dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot

polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah

jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi

mengeluarkan sekret yang kental dan lengket dari kanalis

servikalis.

d) Dinding Uterus

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium,

miometrium, dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis


4) Vagina

Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum

dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari

introitus (muara eksterna di vestibulum di antara labia minora

vulva) sampai serviks.Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis

yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Karena

tonjolan serviks ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior

vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior

sekitar 9 cm. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang

menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan

posterior.

Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi

estrogen dan progesterone. Sel-sel mukosa tanggal terutama

selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang

diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur

kadar hormon seks steroid.

Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah.

Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina

dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima,

insiden infeksi vagina meningkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).


2. Anatomi Dan Fisiologi Abdomen

Gambar 3: anatomi abdomen (Sumber: Widjanarko, 2010)

a. Kulit

Gambar 4: anatomi kulit (Sumber: Widjanarko, 2010)


1) Lapisan Epidermis

Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa

bertingkat. Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan

dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan

mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan,

tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari

keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh

darah dan sel-selnya sangat rapat.

2) Lapisan Dermis

Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa

dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis

berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak

pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung

pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.

3) Lapisan subkutan

Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak

pembuluh darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit

secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya.

Dalam hubungannya dengan tindakan Seksio Sesaria, lapisan ini

adalah pengikat organ- organ yang ada di abdomen, khususnya

uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis

yang disebut peritonium. Dalam tindakan Seksio Sesaria,

sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai


dinding uterus.

b. Fasia

Gambar 5: pembukaan fasia(Sumber: Widjanarko, 2010).

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan

lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan

fibrosa,. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu

dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat

antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari

bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot,

maka otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para

fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis


oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan ikat

atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.

c. Otot perut

Gambar 6: pemsahan fascia anterior dengan otot bawah

(Sumber: Widjanarko, 2010)

1) Otot dinding perut anterior dan lateral

Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo

costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh

beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba

adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari

procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan

kedua musculus rectus abdominis. Obliquus


externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang

membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan.

Serat externus berjalan kea rah bawah dan atas ; serat obliquus

internus berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses (otot

terdalam dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di

bagian depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu

selubung bersama yang menutupi rectus abdominis.

2) Otot dinding perut posterior

Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada

bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista

iliaca.(Gibson, J. 2010)

B. Definisi

Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau

suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim (Mochtar, 2010 ).

Post partum adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai dan

berakhir kira-kira 6 minggu, tetapi setelah alat genetalia pulih kembali seperti

sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Winkjosastro,2013).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu

bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang

dari 5 cm (Mochtar,2010).

Sehingga dapat saya simpulkan bahwa post seksio sesaria dengan


indikasi Ketuban pecah dini adalah suatu masa nifas setelah menjalani

persalinan dengan cara menyayat dinding uterus untuk mengeluarkan janin

yang dikarenakan air ketuban yang keluar sebelum ada tanda-tanda

persalinan.

C. Etiologi

1. Penyebab ketuban pecah dini

Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran atau

meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya

kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina

dan serviks (Saifudin, 2011).

Penyebab ketuban pecah dini antara lain:

a. Servik incompeten

Yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis servikalis selalu terbuka.

b. ketegangan uterus yang berlebihan

misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion karena adanya

peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas ostium uteri internum pada

servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak.

c. kelainan letak janin dalam rahim

Misalnya pada letak sunsang dan letak lintang,karena tidak ada bagan

terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan

terhadap membrane bagian bawah.

d. kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalo pelvik,

disproporsi.
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban

f. Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden

dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya

ketuban pecah dini

2. Indikasi seksio sesaria

Indikasi untuk seksio sesaria:

a. Indikasi untuk ibu

Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri mengancam, Disproporsi

cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor, Partus lama.

b. Indikasi untuk janin

1) Mal presentasi janin

a) Letak lintang

Bila ada kesempitan panggul seksio sesaria adalah cara terbaik

dalam segala letak lintang dengan janin hidup. Semua primigravida

dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea.

Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain

b) Letak bokong

Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit,

Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila

reposisi dan cara lain tidak berhasil, Presentasi rangkap, bila

reposisi tidak berhasil, atau Gemeli


2) Gawat Janin

Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian

janin, sesuai dengan indikasi seksio sesaria

Kontra indikasi

a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan

janin hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk

melakukan operasi.

b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas

untuk seksio sesaria ekstra peritoneal tidak ada.

c) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis

yang kurang memadai.

D. Patofisiologi

Ketuban pecah dini terjadi karena ada kelemahan selaput ketuban

perubahan menyeluruh dalam metabolisme kolagen atau ketika tekanan

dalam ketuban meningkat. Adanya bakteri yang mengandung enzime

protease dan kolagenase di tambah dengan respon inflamasi dari neutrofil

secara bersama-sama menurukan kadar kolagen membran yang akan

mengakibatkan penurunan kekuatan dan elastisitas selaput membran. Diduga

juga adanya molekul perusak jaringan lunak yang di sebut Reactive Oxigen

Species ( ROS) merusak kebutuhan jaringan kolagen sehingga menyebabkan

kelemahan selaput ketuban.

Produksi relaxine yang berlebihan juga akan meningkatkan aktivitas

enzime kolagenase yang akan merusak jaringan kolagen dari selaput ketuban.
Kemungkinan jugatrombosis vaskuler plasenta juga turut berperen karena

menimbulkan gangguan transport nutrisi sehingga aktivitas metabolisme

kolagen terganggu ( Mochtar, 2013).

E. Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau

tanpa komlikasi harus di rujuk di rumah sakit. Bila janin hidup dan terdapat

polap tali pusat pasien di rujuk dengan posisi panggul lebih tinggi

dari badanya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu posisi kepala

janin di dorong keatas dengan 2 jari agar tidak tertekan kepala janin. Tali

pusat di vulva di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik.

Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau

ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain

1,2 juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampisilin 1 gr per oral. Bila pasien

tidak tahan ampisilin diberikan eritromisin 1 gr peroral

Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan dengan

posisi berbaring miring, berikan antibiotik pinisilin prokain 1,2 juta IU intra

muskuler tiap 12 jam dan ampicilin 1 gr peroral dengan di ikuti 500 mg tiap 6

jam atau eritromisin dengan dosis yang sama.

Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan

konservatif yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg.

Diberikan antibiotik selama 5 hari dan glukoortikosteroid, contoh

dexametason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis bila terjadi infeksi,
akhiri kehamilan

Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif selama 24

jam lalu induksikan persalinan, bila terjadi infeksi akhiri kehamilan.

Sedangkan pada kehamilan lebih dari 2 minggu, bila ada his, mimpin

meneran dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his

lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor

pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dengan skor pelvic

lebih dari 5, sectio cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor

pelvik kurang dari 5.

Apabila persalinan dilakukan dengan tindakan Seksio Sesaria maka

penatalaksanaan Post Seksio Sesaria antara lain periksa dan catat tanda –

tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam

kemudian. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian

tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum karena pemberian

antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif

dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.

Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari

tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita

sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. Dan pada tahap akhir

adalah pemulangan apabila tidak terdapat komplikasi penderita dapat

dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Mochtar Rustam, 2002).


F. Manifestasi klinik

Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau

kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus banyak. Dapat disertai demam bila

sudah ada infeksi. Janin mudah diraba. Pada pemeriksa dalam selaput

ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. Inspekulo: tampak air ketuban

mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering ( Arif

mansjoer, 2011).

G. Jenis seksio sesaria

Jenis sectio caesarea adalah :

1. Sectio Caesarea transperitonealis

a. Sectio Caesarea klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira- kira sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih cepat

2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih

3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal

atau distal Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak

ada riperitonearisasi yang baik

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura

uteri spontan
b. Sectio Caesarea ismika (profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada

segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10

cm.

Kelebihan :

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk

menahan penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura

uteri spontan kurang atau lebih kecil.

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga

dapat menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan

hebat.

2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.

2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis

Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan

demikian tidak membuka kavum abdominal


H. Fase Penyembuhan Luka

Fase penyembuhan luka :

1. Fase Inflamasi.

Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan

terpotong atau mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi

dan bekuan fibrinoplatelet. Ketika mikrosirkulasi mengalami

kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit,

komplemen, dan air menembus edema, teraba hangat, kemerahan

dan nyeri. Netrofil adalah leukosit pertama yang bergerak ke dalam

jaringan yang rusak. Antigen-antibodi juga timbul. Sel-sel basal

pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan sel baru

2. Fase Proliferatif.

Fibrosis memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring

untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup

pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang

merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.

3. Fase Maturasi.

Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroplas mulai

meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril

kolagen menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini,

sejalan dengan dehidrasi mengurangi jaringan parut tetapi

meningkatkan kekuatannya. Maturasijaringan seperti ini terus

berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12


minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari

jaringan sebelum luka.

Fase penyembuhan luka

Fase Proses Gejala dan tanda

I Inflamasi Reaksi radang Dolor, rubor, kalor, tumor

II Proliferasi Regenerasi / Jaringan granulasi / kalus

fibroplasia tulang penutupan: epitel /

endotel / mesotel

III Penyudahan Pematangan dan Jaringan parut / fibrosis

perupaan kembali

I. Komplikasi

Komplikasi akibat seksio sesaria antara lain:

1. Infeksi puerperal ( nifas )

Infeksi post operasi terjadi apabiia sebelum keadaan pembedahan

sudah ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor

yang merupakan gejala infeksi.

a. Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja

b. Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih

tinggi, disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.

c. Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus

paralitik, hal ini sering kita jumpai pada partus teriambat,


dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena

ketuban yang telah lama.

Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan

antibiotik yang adekuat dan tepat.

2. Perdarahan

Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak

dari pada yang hilang dengan kelahiran melalui vagina. Kira-kira

800 - 1000 ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah

yang terputus dan terbaka, atonia uteri dan pelepasan pada

plasenta.

3. Emboli pulmonal

Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat

mobilisasi di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina

(normal).

4. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih

bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

5. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

J. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi) Untuk menentukan usia

kehamilan
2. Test Nitrazin atau test lakmus

Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia

kehamilan, kelainan janin

3. Test LEA (Leucosyt Ester Ase)

Untuk menentukan ada tidaknya infeksi

4. Laboratorium darah Untuk mengetahui lekosit.

K. Pengkajian fokus

1. Pengkajian dasar data klien

Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya indikasi

untuk kelahiran caesarea

2. Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800

ml.

3. Integritas ego

Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai

ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki

pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran

munngkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi

situasi baru.
4. Eliminasi

Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas

amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas

5. Makanan / Cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal

6. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal

epidural

7. Nyeri / Ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya

trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen,

efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.

8. Pernafasan

Bunyi paru jelas dan vesikuler

9. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh. jalur

parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan

nyeri tekan

10. Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang

dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.


11. Pemeriksaan diagnostic

Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi dan

mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan.


HAMIL

Ketuban
pecah dini

Persalinan
L. Pathways Keperawatan

Tindakan SC

Perubahan Post Luka Perubahan Fisiologis


Psikologis anestesi Post Op

Taking In Taking Hold Leting Penurunan


saraf Penurunan Kontinuita Perdara
han
Endo
krin Kontraksi uterus
Go medula saraf s jaringan
oblongata Autonom terputus

Progestero Adekuat
Dependen, Belajar Mampu Penurunan Penurunan Proteksi Perangsa Kompone T
n dan
butuh hal baru menyelesa saraf kerja otot tubuh ngan n darah idak
estrogen
pelayanan dan ikan pernafasan saluran kurang area menurun Adek
turun
dan mengalam dengan cerna sensorik uat
perlindung i keluarga motorik Sel darah
an perubahan
Prolaktin
dan Involusi Perdarahan Kurang volume
Akumalasi merah cairan dan
Defisit
Kurang mandiri sekret Kembu Invasi Bakteri menurun oksitosin elektrolit
pengetahuan Menimb meningk
paeawatan diri ng ulkan
Penurunan Mual reflek at Lochea Hb turun Dehidrasi
spasme
reflek munta otot
h Perfusi
batuk Produksi
jaringan
menurun ASI
Resti infeksi Kebersi Lem
Tidak efektifnya Nyeri Payud Isapan Gangguan
bersihan jalan nafas
han ah hipotalamus
Resiko Nutrisi Kelema ara bayi pada
kurang dari Keterbatasan kurang Intoleransi
kebutuhan tubuh han bengk aktivitas Peningkatan
fisik ak suhu tubuh
mobilitas Peraw Peraw Ejeksi ASI
atan atan
baik tidak Resti infeksi
baik

Gangguan ASI keluar ASI tidak


pemenuhan
Resiko terjadi personal higiene
keluar
konstipasi dan ADL

Proses laktasi tidak


efektif

Potensial efektif
M. Diagnosa keperawatan

1. ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan efek


anestesi

2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma

pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan

dan nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

sekunder akibat pembedahan

4. Risiko infeksi dengan factor risiko tindakan invasive post sc

5. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah

dalam pembedaran

6. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan

penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan,

nyeri perineal / rektal

7. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan perpisahan

dengan bayi

8. Hipertermi berhubungan dengan intake yang kurang (dehidrasi ).

9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

10. Defisit pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan

fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan

perawatan diri
N. Intervensi dan rasional

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan efek

anestesi

Tujuan: Mempertahankan kepatenan

jalan nafas Kriteria Hasil :

a. Klien tidak mengalami penumpukan sekret

b. Klien dapat melakukan

batuk efektif Intervensi :

a. Kaji faktor – faktor penyebab ( sekret, penurunan kesadaran,

reflek batuk )

Rasional : Penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek

batuk menurun dapat menghalangi jalan nafas

b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat

mengalir ke bawah.

Rasional : Dengan memberikan posisi miring, maka sekret

dapat mengalir ke bawah.

c. Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan

menghalangi nafas.

Rasional : Pasisi lidah yang jatuh ke belakang dapat

menghalangi jalan nafas.

d. Tinggikan kepala tempat tidur.

Rasional : Pengembangan paru lebih maksimal


e. Ajarkan batuk efektif.

Rasional : Untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.

2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma

pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.

Kriteria Hasil :

a. Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri

b. Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat

dengan tepat Intervensi :

a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyaman

Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri,

membantu membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya

komplikasi (misalnya: ileus, retensi kandung kemih atau

infeksi)

b. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi

Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi

meningkat.

c. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan

distraksi Rasional :Merilekskan otot, dan mengalihkan

perhatian dan sensori nyeri.

d. Anjurkan ambulasi dini

Rasional : Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan

peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyaman.


e. Kolaborasi pemberian analgesiksesuai

indikasi Rasional : Meningkatkan

kenyamanan.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan

dan nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

sekunder akibat pembedahan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat

meningkatkan dan melakukan aktifitas sesuai kemampuan tanpa

disertai nyeri

Kriteria Hasil : Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang

menurunkan toleransi aktifitas.

Intervensi :

a. Kaji respon klien terhadap aktifitas

Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien

dalam keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan

aktifitas.

b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada

waktu klien sadar

Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas


klien.

c. Anjurkan klien untuk istirahat

Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan

tenaga untuk beraktifitas, klien dapat rileks.

d. Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan


Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien

karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan

bantuan keluarga dan perawat.

e. Tingkatkan aktifitas secara bertahap

Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh

para klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses

penyembuhan dan kemampuan koping emosional.

4. Risiko infeksi dengan factor risiko tindakan invasive sc

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak

terjadi. Kriteria Hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan

fungsio laesa)

b. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-370C)

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan

terjadinya infeksi (color)

b. Kaji luka pada abdomen dan balutan

Rasional :Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi

adanya pus.

c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat

luka dengan teknik aseptik.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran


organisme infeksius.

d. Catat / pantau kadar Hb dan Ht

Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk

meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah

berlebihan.

e. Kolaborasi pemberian antibiotik

Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.

5. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah

dalam pembedahan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume

cairan dapat diminimalkan

Kriteria Hasil :Membran mukosa lembab, kulit tidak kering,

Hb: 12 gr Intervensi :

a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran

Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam

mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti

dan menunjang intervensi.

b. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misal:

privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan

air hangat di atas perineum.

Rasional : Meningkatkan, relaksasi, otot perineal dan

memudahkan upaya pengosongan.

c. Catat munculnya mual / muntah


Rasional : Masa Post Op, semakin lama durasi anestesi semakin

besar resiko untuk mual. Mual yang lebih dari 3 hari Post Op

mungkin dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit atau terapi

obat lain.

d. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan

Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada

hemoragi.

e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai

program Rasional : Mengganti cairan

yang telah hilang.

6. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan perpisahan

dengan bayi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif

Kreteria Hasil: klien dapat membuat suatu keputusan dan klien

dapat mengidentifiukasi aktivitas yang menentukan atau

meningkatkan menyusui yang berhasil

Intervensi

a. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting

Rasional: menentukan kermampuan untuk memberikan

perawatan yang tepat.

b. Anjurkan klien breast care dan menyusui

yang efektif Rasional : mempelancar laktasi

c. Anjurkan klien memberikan asi esklusif


Rasional : Asi dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi

sehingga pertumbuhan optimal

d. Berikan informasi untuk rawat gabung

Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi

e. Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan

mengirim atau memberikan Asi dengan aman

Rasional: Menjaga agar Asi tetap bisa digunakandan tetap

hygienis bagi bayi.

7. Hipertermi berhubungan dengan intake yang kurang

Tujuan : mempertahankan suhu dalam batas normal ( 36,5 C –

37,4 C ). Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal,

suhu ( 36,5 C – 37,4 ), wajah tidak kemerahan

Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital. Terutama suhu tubuh klien

Rasional: untuk mengetahui kondisi pasien, mengetahui

perubahan suhu

b. Beri kompres hangat.

Rasional: menurunkan suhu yang meningkat

c. Pertahankan cairan parenteral.

Rasional : untuk mencegah terjadinya dehidrasi

d. Beri antipiretik sesuai program.

Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat

e. Beri penjelasan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi


demam pada keluarga.

Rasional : untuk melatih keluarga agar tau hal- hal yang di

lakukan jika mengalami peningkatan suhu tubuh.

8. Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan

penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan,

nyeri perineal / rektal

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi

gangguan eliminasi BAB: Konstipasi.

Kriteria Hasil : Klien mendapatkan kembali pola fungsi usus yang

normal Intervensi :

a. Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran

Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per

oral.

b. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan

Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau

kemungkinan ileus paralitik.

c. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan

diet makanan serat.

Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan

sayuran) dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi.

d. Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal,

tingkatkan ambulasi dini.

Rasional : Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan


memperbaiki motilitas abdomen.

e. Kolaborasi pemberian pelunak feses

Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan

membantu mengembalikan fungsi usus.

9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit

keperawatan tidak terjadi.

Kriteria Hasil :

a. Klien mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi

kebutuhan perawatan diri.

b. Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber yang

tersedia.

Intervensi :

a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan

Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan

perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada

perawatan diri sampai kebutuhan fisik.

b. Tentukan tipe-tipe anestesia

Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat

diarahkan untuk berbaring datar.

c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam

Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti

flebitis.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi,

gosokan punggung dan perawatan perineal)

Rasional : Memperbaiki harga diri, meningkatkan

perasaan kesejahteraan.

e. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama

ambulasi) Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskipun

tergantung pada bantuan profesional.

f. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi

Rasional :Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat

mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan

diri.

10. Deficit pengetahuan berhubungan dengan perubahan fisiologis,

periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi

berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan

interpretasi, tidak menggenal sumber- sumber data.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti

tentang perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri

dan kebutuhan perawatan diri.

Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan pemahaman tentang

perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang

diharapkan.
Intervensi :

a. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar

Rasional :Penyuluhan diberikan untuk membantu

mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi.

b. Kaji keadaan fisik klien

Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi

konsentrasi dalam menerima penyuluhan.

c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan

psikologis yang normal.

Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal

dari respon respon yang abnormal.

d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.

Rasional : Program latihan dapat membantu tonus otot-otot,

meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran

keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.

e. Demonstrasikan teknik-teknik perawatan bayi

Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-

tugas baru.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho. T . 2012. Patologi kebidanan. Nuha Medika.Yogyakarta.

Rahmawati. N. E. 2013. Ilmu Praktis Kebidanan. Citra Pustaka. Yogyakarta.

Norma . N. DKK, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. . Nuha Medika .Yogyakarta

Mitiyani . 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika. Jakarta.

Depkes RI 2013. Fenomena ketuban pecah dini. Com

Anda mungkin juga menyukai