Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN SC (SECTIO CEASAREA)


RS. ISLAM BANJARMASIN DI RUANG NIFAS

Pembimbing
Nor Afni oktavia, Ns.,M.Kep
Sri Muliyati, Amd. Keb

Di susun oleh :

Erma apriani

1714201110071

PRAKTIK PRE NERS 1 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TA 2018-2019
LEMBARPERSETUJUAN

Nama : Erma Apriani

Npm : 1714201110071

Tempat : Ruang Al Nifas RS Islam Banjarmasin

Tugas : Laporan pendahuluan SC

BANJARMASIN, 07 FEBRUARI 2019

MENYETUJUI

Clinical Instruktur (CI) Clinical Teacher (CT)

Sri Muliyati, Amd. Keb Nor Afni oktavia, Ns.,M.Kep


LEMBAR KONSULTASI

Nama : Erma Apriani

NPM : 1714201110071

CI : Sri Muliyati, Amd. Keb

CT : Nor Afni oktavia, Ns.,M.Kep

No Hari/Tanggal Keterangan Paraf


1. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi dan Fisiologi sistem reproduksi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ
eksterna berfungsi dalam berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi
dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, dan sebagai
tempat implantasi, dapat dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

a. Struktur Eksterna
1) Mons Pubis
Mons Pubis atau Mons Veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk
bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang diatas
simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak)
dan ditumbuhi Rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas,
yakni sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid. Fungsinya sebagai
bantal pada saat melakukan hubungan sex.
2) Labia Mayora
Labia Mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia
mayora, meatus urinarius, dan introitus vagina ( muara vagina ).
3) Labia Minor
Labia Minora, terletak diantara dua labia mayora, merupakan lipatan
kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah
bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette. Sementara
bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,
permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina; merah
muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia
berwarna merah kemurahan dan memungkinkan labia minora
membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
4) Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak
tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang
terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris
dinamai glans dan lebih sensitif daripada badannya. Saat wanita secara
seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Fungsi klitoris
adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksualitas.
5) Prepusium Klitoris
Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah menjadi
bagian medial dan lateral.Bagian lateral menyatu di bagian atas klitoris
dan membentuk prepusium, penutup yang berbentuk seperti kait.Bagian
medial menyatu di bagian bawah klitoris untuk membentuk
frenulum.Kadang-kadang prepusium menutupi klitoris.
6) Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
fourchette.Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra
(vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina
(vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan vestibulum
yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia
(deodorant semprot, garam-garaman, busa sabun), panas, rabas dan friksi
(celana jins yang ketat).
7) Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,
terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis
tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa
navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
8) Perineum
Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus.Perineum membentuk dasar badan perineum.
Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadang tertukar.

b. Struktur Intenal

1) Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, dibawah dan di belakang tuba
falopii.Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium
ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-
kira setinggi Krista iliaka antero superior, dan ligamentum ovarii proprium. Dua
fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon.Saat
lahir, ovarium wanita normal mengandung sangat banyak ovum primordial
(primitif).Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid
(estrogen, progesterone, dan androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal. Hormone estrogen adalah
hormone seks yang di produksi oleh rahim untuk merangsangpertumbuhan organ
seks seperti payudara dan rambut pubikserta mengatur sirkulasi
manstrubasi.Hormone estrogen juga menjaga kondisi kesehatan dan elasitas dinding
vagina.Hormone ini juga menjaga teksture dan fungsi payudara.pada wanita hamil
hormone estrogen membuat puting payudara membesar dan
merangsangpertumbuhan kelenjar ASI dan memperkuat dinding rahim saat terjadi
kontraksi menjelang persalinan. Hormone progesterone berfungsi untuk
menghilangkan pengaruh hormone oksitoksin yang dilepaskan oleh kelenjar
pituteri.Hormone ini juga melindungi janin dari serangan sel-sel kekebalan tubuh
dimana sel telur yang di buahi menjadi benda asing dalam tubuh ibu.hormon
androgen berfungsi untuk menyeimbangkan antara hormon estrogen dan
progesterone.

2) Tuba Falopii (Tuba Uterin)

Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba mempunyai
lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan otot tipis di bagian tengah, dan lapisan
mukosa di bagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar, beberapa di
antaranya bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan secret. Lapisan mukosa
paling tipis saat menstruasi.Setiap tuba dan lapisan mukosanya menyatu dengan
mukosa uterus dan vagina.

3) Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muscular, pipih, cekung yang tampak mirip
buah pir terbalik. Pada wanita dewasa yang belum pernah hamil, ringan uterus ialah
60 g. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba
padat. Derajat kepadatan ini bervariasi bergantung kepada beberapa faktor.
Misalnya, uterus mengandung lebih banyak rongga selama fase sekresi Tiga fungsi
uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan
persalinan.Fungsi-fungsi ini esensial untuk reproduksi, tetapi tidak diperlukan untuk
kelangsungan fisiologis wanita.

4) Dinding Uterus

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian
lapisan luar peritoneum parietalis.

5) Serviks

Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks
uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang
dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm
menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh
jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot danjaringan elastis.

6) Vagina

Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum dan di belakang
kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna di vestibulum
di antara labia minora vulva) sampai serviks. Vagina adalah suatu tuba berdinding
tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks
ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar7,5 cm,
sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm. Ceruk yang terbentuk di
sekeliling serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan
posterior. Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan
progesterone.Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama
masa hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk
mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genitalia
atas atau bawah.Cairan sedikit asam.Interaksi antara laktobasilus vagina dan
glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima, insiden infeksi
vagina meningkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).

2. Anatomi Fisiologi

a. Kulit
1)Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat.Sel-sel
yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk oleh lapisan germinal
dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah
permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan.Lapisan luar terdiri dari keratin,
protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan selselnya
sangat rapat.
2) Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan
elastin.Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah
papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan
fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan
ujung syaraf.Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang
terdapat dibawahnya.Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini
adalah pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.Organ-
organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium.Dalam
tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai
dinding uterus.

b. Fasia

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's
fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,.Fasia profunda terletak pada otot-otot perut.
menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's
fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di
bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia
transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel
lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama
meliputi struktur tubuh.

c. Otot perut

1) Otot dinding perut anterior dan lateral


Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di
bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam
selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari
procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus
abdominis. Obliquus externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih
yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat externus
berjalan kearah bawah dan atas ; serat obliquus internus berjalan keatas dan kedepan
; serat transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal
di bagian depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang
menutupi rectus abdominis.
2) Otot dinding perut posterior
Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari
costa keduabelas diatas ke crista iliaca.( Sukarni, Icemi. 2016)

2. Definisi
Menurut sarwono (2009), Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan
dimana janin yang dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim denga syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
Menurut Gulardi dan wiknjosastro, 2006 Sectio caesarea ialah tindakan untuk
melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding
uterus yang utuh.
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi
melalui abdomen dan uterus (liu, 2007). Sectio caesareai atau bedah sesar adalah
sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang
menembus abdomen seorang ibu (laporotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi Y, 2007).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut, Sectio caesarea juga dapat
didefinisikan sebagai suatu hisektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim
(Mochtar, 2011).
Jadi kesimpulannya, Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan
janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
3. Etiologi

Manuaba (2002), indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
f. Kelainan letak janin
a) Kelainan pada letak kepala
b) Letak sungsang
4. Patofisiologi

Sectio Caesaria merupakan tindakan melahirkan bayi dengan berat bayi diatas
500gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, plasenta
previa, dll. untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin, janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan asi yang keluar hanya
sedikit. Luks dari insisi akan menjadi post de entries bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotic dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah satu
utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien dilakukan anastesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anastesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anastesi janin sehingga kadang kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anastesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga banyak darah yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat secret
yang berlebihan kerja otot nafas silia yang menutup. Anastesi ini juga mempengaruhi
saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. (Sukarni, Icemi. 2016.)
5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan post section caesaria.

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800ML


b. Terpasang kateter: Urine jernih dan pucat
c. Abdomen lunak dan tidak ada disentri
d. Bising usus tidak ada
e. Ketidakmampuan untuk mengahadapi situasi baru
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda
g. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Diagnostik pada klien dengan tindakan section caesaria menurut, Mochtar,
2002 adalah :

a. Pemeriksaan darah lengkap


b. Golongan darah (ABO) dan pencocokan silang, Tes coombs, Nb
c. Urinalisis : Menentukan kadar albumin/ glukosa
d. Pelvimetri : Menentukan CPD
e. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II
f. Ultrasonografi : Melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan
presentasi janin.
g. Amniosintesis : mengkaji maturitas paru janin
h. Tes stress kontraksi atau tes non stress : Mengkaji respons janin terhadap gerakan/stress
dari pola kontraksi uterus/pola abnormal.
i. Penentuan elektronik selanjutnya : Memastikan status janin/ aktivitas uterus

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan SC

a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat


b. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi
dengan kuat
c. Pemberian analgetik dan antibiotic
d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30mL/jam
e. Pemberian cairan IV , 3L cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah
pembedahan
f. Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat tidur
dengan bantuan orang lain
g. Perawatan luka : Insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari ke-4
setelah pembedahan
h. Pemeriksaan Lab : Hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan
perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia.
1. Untuk perawatan awal
a. letakkan pasien dalam posisi pemulihan
b. periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya, periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. transfusi bila diperlukan
e. jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke
kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah
yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam setelah operasi
Berupa air putih atau air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selam 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat di ubah menjadi posisi setengah duduk
e. Selanjutnya selam berturut-turut, hari demi hari pasien di anjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke- 3
sampai hari ke- 5 pasca operasi
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat pasien diet cair
b. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih kateter dilepas 8 jam setelah pembelahan atau sesudah semalam
b. Biarkan kateter terpasang sampai urin terlihat jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plaster untuk
mengencangkannya
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitoksin 10 menit dalam 500 ml cairan I. V, ( garam fisiologik atau RL 60
tetes/mnt, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi antibitok kombinasi sampai pasien bebas demam selam 48 jam
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metrinidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria : ketopropen sup 2x 24 jam
c. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obat-obatan lain
a. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neorobian I vit. C
11. Hal- hal lain yang perlu diperhatikan
a. Pasca bedah penderita dirawat dan di observasi, kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada bagian operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler ( berbaring dengan lutut ditekuk)
agar dinding abdomen tidak tegang. Di usahakan agar penderita tidak batuk atau
menangis.
d. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi
e. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkat baraang yang berat
f. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
g. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obtruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilisasi yang mungkin disebabkan pengaruh
oleh obat-obatan, anestetik, narkotik dan tekanan di afragma .oleh karena itu terus
pantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2-4 jam sekali
h. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenyamanan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan
bimbingan kegiatan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat
hilangnya pengaruh anestesi
i. Perawatan pasca operasi, jadwal pemeriksaan TTV, pengukuran jumlah produksi
urin, berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
j. Pentalaksanaan medis, cairan IV sesuai indikasi, anastesia, regional atau general,
perjanjian dengan orang terdekat untuk tujuan SC, tes laboratorium / diagnostik
sesuai indikasi, pemberian oksitoksin sesuai indikasi . tanda vital per
protokolruangan pemulihan,, persiapan kulit pembedahan abdomen , persetujuan
di tanda tangani.

8. Diagnosa Keperawatan
- Pre Operasi
a. Ansietas b/d krisis situasi, Prosedur pembedahan
- Intra Operasi
a. Risiko syok hipovolemia b/d perdarahan
- Post operasi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret akibat penurunan reflek
batuk
b. Nyeri akut b/d trauma jaringan
c. Risiko infeksi b/d prosedur invasive
d. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri post-op

9. Intervensi Keperawatan
- Pre operasi
1. Ansietas b/d krisis situasi, Prosedur pembedahan

Setelah dilakukan askep selama … x 24 jam klien mampu mengontrol cemas


(Anxiety control) dengan criteria :

Ansietas kontrol, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang,


sering, konsisten), dengan indikator :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyikirkan tanda kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan
d. Merencanakan strategi koping
e. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
f. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
g. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan
h. Tidak adaa manifesttasi perilaku kecemasan
Koping, dengan ketentuan (1-5. tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
konsisten), dengan indikator :
a. Menunjukkan fleksibilitas peran
b. Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya
c. Melibatkan angoota keluarga dalam membuat keputusan
d. Mengekspresikan perasaan dan kebebasan emosional
e. Menunjukkan strategi penurunan stress
2. Intervensi
Penurunan kecemasan
(Anxiety reduction) :
a.Tenangkan klien
b.Berusaha memahami keadaan klien
c. Berikan informasi tentang diagnosa prognosis dan tindakan
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
e. Gunakan pendekatan dan sentuhan
f. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan penurunan rasa takut
g. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan
h. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
i. Dukung penggunaan mekanisme defensive dengan cara yang teapt
j. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan
k. Intruksikan kemampuan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
l. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat

- Intra Operasi
1. Risiko syok b/d perdarahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam diharapkan tidak terjadi
syok dengan criteria :

o TTV dalam batas normal


o Turgor kulit baik
o Tidak ada siaonis
o Suhu kulit hangat
o Tidak ada diaphoresis
o Membran mukosa kemerahan
2. Intervensi
a. Monitor TTV, tekanan darah ortostatik, status mental dan urine output
b. Monitor nilai laboratorium sebagai bukti terjadinya perfusi jaringan yang
inadekuat (misalnya peningkatan kadar asam laktat, penurunan pH arteri)
c. Berikan cairan IV kristaloid sesuai dengan kebutuhan (NaCl 0,9%; RL;
D5%W)
d. Berikan medikasi vasoaktif
e. Berikan terapi oksigen dan ventilasi mekanik
f. Monitor frekuensi jantung fetal (bradikardia bila HR <110 kali/menit) atau
(takikardia bila HR >160 kali per menit) berlangsung lebih lama dari 10
menit
g. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan AGD dan monitor oksigenasi jaringan
h. Berikan cairan untuk mempertahankan tekanan daarah atau cardiac output
i. Monitor penentu pengiriman oksigen ke jaringan (SaPO2, level Hb, cardiac
output)
j. Catat bila terjadi bradicardia atau penurunan tekanan darah, atau abnormalitas
tekanan arteri sistemik yang rendah misalnya pucat, cyanosis atau diaphoresis
- Post operasi
1. Nyeri akut b/d trauma jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat :
Mengontrol nyeri(Pain Control) dengan criteria :
1. klien dapat mengetahui penyebab nyeri, onset nyeri.
2. klien mampu mengenal tanda tanda pencetus nyeri untuk mencari pertolongan.
3. klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
4. klien mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengontrol nyeri.

Intervensi
Manajemen nyeri.
a. kaji nyeri secara komprehensif
b. observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan.
c. gunakan komunikasi terapeutik untuk klien dapat mengekspresikaan nyeri.
d. berikan informasi tentang nyeri.
e. ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi.
f. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri.
ajarkan keluarga penggunaan nonfarmakologi saat nyeri datang.
2. Risiko infeksi b/d prosedur invasive

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan klien


dapat meningkatkan pertahanan tubuh (immune status) dengan criteria :

o Klien tidak menunjukan tanda0tanda infeksi


o suhu tubuh normal
o nadi normal
o TD normal
o cairan ketuban tidak berbau busuk

intervensi

Infection Control (Kontrol infeksi)


1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

2. Pertahankan teknik isolasi

3. Batasi pengunjung bila perlu


4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reni yuli. 2017. Asuhan Keperawatan Maternitas aplikasi Nanda NIC NOC.
Jakarta : Trans Info Media.

Carpenito, Lynda Juall. 2016. Buku saku diagnosa Keperawatan edisi 13. Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran.

Sukarni, Icemi. 2016. Buku ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika

Taylor, Cynthia. 2017. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai