Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI
KEPERAWATAN KELUARGA II
Dosen Pengampu : Lukman Harun Ns., M.Imun

Disusun Oleh Kelompok 2


Anggi Adhela 1714201110068
Dewi Chintiya 1714201110069
Dina Okhtiarini 1714201110070
Erma Apriani 1714201110071
Hesty Noor Oktaviani 1714201110075
Nadia Khairunnida 1714201110080
Nadya Nailil Ghina 1714201110081
Widia Rusmayanti 1714201110091
Yuni 1714201110093
Rusmiati 1714201110094

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

A. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi, atau perkawinan (WHO, 2012).
Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012).
Sedangkan menurut Friedman keluarga adalah unit dari masyarakat dan
merupakan lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam
masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya dengan keluarga sangat
menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga atau unit layanan perlu di
perhitungkan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu sebuah
ikatan (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi),
tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta saling ketergantungan.
2. Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman dalam Pradini (2017) keluarga mempunyai 5
fungsi yaitu:
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak
pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi
afektif adalah:
1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling
menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.
2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat
memulai hidup baru.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat
individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia
akan menatap ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal
ini keluarga dapat membina hubungan sosial pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan
menaruh nilai-nilai budaya keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber
daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain
untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk
membentuk keluarga adalah meneruskan keturunan.
d. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi ini menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,
dan keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan
keperawatan, yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat
anggota keluarga yang sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas
kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.
3. Tipe dan Bentuk Keluarga
Tipe keluarga menurut Suprajitno dalam Pradini (2017) yaitu sebagai berikut:
a. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu
rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.
b. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami
atau istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya,
baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru.
Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
d. Middle Age / Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah atau kedua-duanya bekerja di
rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawianan
meniti karier.
e. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak,
keduanya/salah satu bekerja dirumah.
f. Single Parent
Satu orangtua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal dirumah/diluar rumah.
g. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
h. Commuter Married
Suami istri/keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu,
keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
i. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
j. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
k. Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
l. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
m. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan yang lain dan
semua adalah orangtua dari anak-anak.
n. Unmarried paret and child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya di adopsi.
o. Cohibing Couple
Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan (Friedman
dalam Pradini, 2017).
4. Tahap - Tahap Perkembangan Keluarga
Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan perkembangan keluarga dibagi
menjadi 8 :
a. Keluarga Baru (Berganning Family)
Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan
keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu membina hubungan intim yang
memuaskan, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan
keluarga lain, mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB, persiapan
menjadi orangtua dan memahami prenatal care (pengertian kehamilan,
persalinan dan menjadi orangtua).
b. Keluarga dengan anak pertama < 30 bulan (child bearing)
Masa ini merupakan transisi menjadi orangtua yang akan menimbulkan
krisis keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain
yaitu adaptasi perubahan anggota keluarga, mempertahankan hubungan
yang memuaskan dengan pasangan, membagi peran dan tanggung jawab,
bimbingan orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta
konseling KB post partum 6 minggu.
c. Keluarga dengan anak pra sekolah (famillies with preschool)
Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah menyesuaikan kebutuhan pada
anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan
kontak sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya.
d. Dengan anak sekolah sekolah (famillies with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6
tahun dan beakhir pada usia 13 tahun. Keluarga dengan anak sekolah
mempunyai tugas perkembangan keluarga seperti membantu sosialisasi
anak terhadap lingkungan luar rumah, mendorong anak untuk mencapai
pengembangan daya intelektual, dan menyediakan aktifitas anak.
e. Keluarga dengan anak remaja (familles with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya
berakhir sampai pada usia 19-20 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada
saat ini adalah pengembangan terhadap remaja, memelihara komunikasi
terbuka, mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan anggota
keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.
f. Keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center famillies)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini bergantung pada banyaknya anak pada keluarga atau jika anak
belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orangtua. Tugas
perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan
menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang
ada dalam keluarganya.
g. Keluarga usia pertengahan (middle age family)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih banyak
waktu dan kebebasan dalam mengolah minat sosial, dan waktu santai,
memulihkan hubungan antara generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.
Keluarga lanjut usia dalam perkembangan ini memiliki tugas seperti
penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup,
menerima kematian pasangan, dan mempersiapkan kematian, serta
melakukan life review masa lalu.
5. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
Tugas keluarga dalam bidang kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan
karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena
kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga
habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-
perubahan yang dialami anggota keluarganya sekecil apapun perubahan
tersebut.
b. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.
c. Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang
sakit
Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau dirumah
apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk
pertolongan pertama.
d. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan
kesehatan
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara atau
memodifikasi lingkungan rumah sehat (dari segi fisik, psikis, sosial
ekonomi) hal yang perlu dikaji sejauh mana mengetahui sumber-sumber
yang dimiliki keluarga, sejauh mana keluarga memperoleh keuntungan atau
manfaat pemeliharaan lingkungan, sejauh mana keluarga mengetahui
pentingnya dan sanitasi, sejauh mana keluarga mngenal upaya pencegahan
penyakit, sejauh mana sikap atau pandangan keluarga hygiene dan sanitasi,
dan sejauh mana kekompakan antara anggota keluarga.
e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan setempat
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan
fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat, hal yang perlu dikaji : sejauh
mana keluarga memahami keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh
dari fasilitas kesehatan, sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap
petugas dan fasilitas kesehatan, apakah keluarga mempunyai pengalaman
yang baik terhadap petugas kesehatan dan apakah fasilitas kesehatan yang
ada terjangkau oleh keluarga (Friedman dalam Pradini, 2017).
6. Struktur keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman digambarkan sebagai berikut:
a. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara
jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan.
Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara
jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan balik. Penerima
pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup,
adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu
mengulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim
bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan
komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi,
ofensif (bersifat negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak
valid.
b. Struktur peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi
sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau
informal. Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status
sebagai istri/suami.
c. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (lagimate power),
ditiru (referent power), keahlian (experpower), hadiah (reward power),
paksa (coercive power), dan efektif (efektif power).
d. Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku
yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan
lingkungan masyarakat sekitar keluarga. Nilai, suatu sistem, sikap,
kepercayaan yang secara sadar atau tidak, dapat mempersatukan anggota
keluarga. Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan
sistem nilai dalam keluarga. Budaya, kumpulan daripada perilaku yang
dapat dipelajari, dibagi, dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan
masalah.

B. Konsep Dasar Hipertensi


1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah
tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,
tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi
merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini
terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian/mortalitas. Hipertensi adalah keadaan
peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu
organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung coroner (untuk
pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan/left ventricle
hypnertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak berupa stroke
yang membawa kematian yang tinggi. Jika tekanan darah meningkat pembuluh-
pembuluh darah menjadi tidak elastis, mengeras dan menebal sehingga mudah
sekali terjadi sumbatan. Pembuluh-pembuluh yang menebal sehingga mudah
sekali terjadi sumbatan.Pembuluh-pembuluh yang menebal dan hampir
tersumbat berarti mengurangi aliran darah ke bagian tubuh yang penting seperti
jantung, otak atau ginjal. Hipertensi disebabkan oleh adanya tekanan darah yang
tinggi melebihi normalnya. Tekanan darah pada manusia ada 2, yaitu:
a. Tekanan sistolik merupakan tekanan darah yang terjadi saat kontraksi otot
jantung.
b. Tekanan diastolik adalah tekanan darah ketika jantung tidak sedang
berkontraksi atau bekerja lebih, dengan kata lain sedang beristirahat.
2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) dalam Endang Triyanto 2014 penyebab
hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui.Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi
esensial sedangkan 10% tergolong hipertensi sekunder. Menurut Lewis
(2000) dalam Moch Agus Krisno dan Budiyanto tahun 2002, hipertensi
primer adalah suatu kondisi hipertens dimana penyebab sekunder dari
hipertensi tidak ditemukan. Mereka yang menderita hipertensi primer kira-
kira sepertiganya tidak menunjukkan gejala sesuatupun selama 10 atau 20
tahun. Pada umumnya penyakit hipertensi primer baru diketahui pada
waktu pemeriksaan ke dokter yang diharuskan oleh perusahaan asuransi
karena ingin mendapatkan asuransi jiwa. Dua pertiga sisanya gejala-gejala
yang timbul agak samar-samar dan berubah-ubah serta banyak gejala-
gejalanya tidak disebabkan karena sakit yang umum, misalnya pening
kepala yang bisa menjurus menjadi lebih berat.Sakit kepala ini biasanya
dirasakan dibelakang atau atas kepala sehingga membangunkan di waktu
pagi hari. Gejala-gejala lain merasa letih, palpitasi (yaitu jantung berdebar-
debar dengan cepat dank eras bisa teratur atau tidak), badan terasa lemah
dan kemungkinan bisa terjadi insomnia (susah tidur).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid
(hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Hipertensi
sekunder adalah akibat dari suatu penyakit kondisi dan kebiasaan. Kelainan
yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu
atau kombinasi hal-hal berikut:
1) Penggunaan pil pencegah hamil
2) Penyakit atau gangguan ginjal
3) Kelainan hormone termasuk yang terkait dengan kelenjar adrenal
4) Akibat stress yang parah
5) Pendarahan di otak yang berat
3. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya
berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut :
a. Sakit kepala
b. Kelelahan
c. Mual
d. Muntah
e. Sesak nafas
f. Gelisah
g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
h. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini
disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
4. Patofisiologi
Dimulai dengan atherosclerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah
peripher yang berlanjut dengan kekuatan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh
darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang
menghambat gangguan peredarah darah peripher.Kekakuan dan kelambanan
aliran darah menyebabkan beban jantung yang memberikan gambaran
peningkatan tekanan darah dalam system sirkulasi.
5. Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri tetapi sering
dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arterioskeloris, obesitas, dan diabetes
militus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan yaitu (WHO, 2014) :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan
pasti apa penyebabnya. Para pakar menemukan hubungan antara riwayat
keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko menderita penyakit
ini. Selain itu juga para pakar menunjukan stres sebagai tertuduh utama,
dan faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang dapat
dimasukkan dalam penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan,
kelainan metabolisme, intra seluler, dan faktor-faktor ynag meningkatkan
resikonya seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol, dan kelainan darah.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab khususnya sudah diketahui,
yaitu gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung, ginjal, penyakit
pembuluh darah atau berhubungan dengan kehamilan. Kasus yang sering
terjadi adalah karena tumor kelenjar adrenal. Garam dapur akan
memperburuk resiko hipertensi tetapi bukan faktor penyebab.
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol yaitu :
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dengan wanita. Wanita
diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pria
ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan mudah menyerang pada wanita
ketika berumur 55 tahun, 13 sekitar 60% menderita hipertensi
berpengaruh pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubahan hormon
pada wanita setelah menopause.
2) Umur
Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan berubah di
usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih meningkat secara
cepat. Sehingga, semakin bertambah usia seseorang maka tekanan
darah semakin meningkat. Jadi seorang lansia cenderung mempunyai
tekanan darah lebih tinggi dibandingkan diusia muda.
3) Keturunan (genetik)
Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga yang
telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi adanya
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium individu sehingga pada orang tua cenderung
beresiko lebih tinggi menderita hipertensi dua kali lebih besar
dibandingan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga
dengan hipertensi.
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi tekanan
darah. Tingginya resiko hipertensi pada pendidikan yang rendah,
kemungkinan kurangnya pengetahuan dalam 14 menerima informasi
oleh petugas kesehatan sehingga berdampak pada perilaku atau pola
hidup sehat.
b. Faktor resiko hipertensi yang dapat dikonrol
1) Obesitas
Pada usia pertengahan dan usia lanjut, cenderung kurangnya
melakukan aktivitas sehingga asupan kalori mengimbangi kebutuhan
energi, sehingga akan terjadi peningkatan berat badan atau obesitas dan
akan memperburuk kondisi
2) Kurang olahraga
Jika melakukan olahraga dengan teratur akan mudah untuk mengurangi
peningkatan tekanan darah tinggi yang akan menurunkan tahanan
perifer, sehigga melatih otot jantung untuk terbiasa melakuakn
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
3) Kebiasaan merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dikarenakan di
dalam kandungan nikotik yang dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.
4) Konsumsi garam berlebihan
WHO merekomendasikan konsumsi garam yang dapat mengurangi
peningkatan hipertensi. Kadar sodium yang 15 direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6
gram).
5) Minum alcohol
Ketika mengonsumsi alkohol secara berlebihan akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah yang tergolong parah karena dapat
menyebabkan darah di otak tersumbat dan menyebabkan stroke.
6) Minum kopi
Satu cangkir kopi mengandung kafein 75-200 mg, dimana dalam satu
cangkir kopi dapat meningkatakan tekanan darah 5- 10 mmHg.
7) Kecemasan
Kecemasan akan menimbulkan stimulus simpatis yang akan
meningkatkan frekuensi jantung, curah jantung dan resistensi vaskuler,
efek samping ini akan meningkatkan tekanan darah. Kecemasan atau
stress meningkatkan tekanan darah sebesar 30 mmHg. Jika individu
meras cemas pada masalah yang di hadapinya maka hipertensi akan
terjadi pada dirinya. Hal ini dikarenakan kecemasan yang berulang-
ulang akan mempengaruhi detak jantung semakin cepat sehingga
jantung memompa darah keseluruh tubuh akan semakin cepat.
7. Komplikasi
Komplikasi pada penderita hipertensi menyerang anggota organ-organ vital
antara lain :
a. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark miokard
menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak terpenuhi
kemudian menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah infark.
b. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan
progresif sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan
aliran darah ke unit fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan
osmotik menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan urin yang
menimbulkan nokturia.
c. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari
pembuluh darah di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi
apabila terdapat penebalan pada arteri yang memperdarahi otak, hal ini
menyebabkan aliran darah yang diperdarahi otak berkurang.
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan di retina, gangguan penglihatan, hingga
kebutaan.
e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan
arteri atau yang sering disebut dengan aterosklerosis dan arterosklerosis
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera
1) Darah rutin
2) Kreatinin
3) Glukosa
4) Kalium serum
5) Kolesterol dan trigliserid serum
6) Pemeriksaan tiroid
7) Kadar aldosteron urin
8) Urinalisa
9) Steroid urin
10) EKG
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis)
1) IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi
2) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral
3) IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal
4) USG : untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien
9. Penatalaksanaan
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
Pengobatan non obat (non farmakologis) dan Pengobatan dengan obat-obatan
(farmakologis).
a. Pengobatan non obat (non farmakologis)
1) Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan,
pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat
badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus
dikendalikan dengan menurunkan berat badan.
2) Mengurangi asupan garam didalam tubuh
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per
hari pada saat memasak.
3) Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah
4) Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah
kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya
mengontrol tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk
mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke
dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat
kulit).
5) Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi.
b. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang
beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi
dokter. 
1) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan
tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh
obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2) Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis
(saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah
: Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3) Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-
hati.
4) Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah), yang termasuk dalam
golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala
dan pusing.
5) Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing,
sakit kepala dan lemas.
6) Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala
dan muntah.
7) Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang
teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka
angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
DAFTAR PUSTAKA

Nyoman Parwati, Ni. 2018. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Masalah Utama
Hipertensi Pada Tn. R di Wilayah Kerja Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta.
KTI. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta. Web :
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2130/1/KTI%20NI%20NYOMAN
%20PARWATI.pdf (diakses pada tanggal 6 Juni 2020 jam 21.09)

Pradini, Jihan Desinta. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga Ibu. P dengan


Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga dengan Post Tb Paru di Desa
Kutawis Rt 02/ Rw 02 Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga. Diploma
Thesis. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Web :
http://repository.ump.ac.id/3915/ (diakses pada tanggal 6 Juni 2020 jam 20.48)

Santosa, Lingga Hageng Kurnia dkk. 2016. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di
Puskesmas Kenduruan, Kabupaten Tuban. Diploma Thesis. Universitas
Diponegoro. Web : http://eprints.undip.ac.id/50719/ (diakses pada tanggal 6 Juni
2020 jam 22.07)

Sari, Diah Novita. 2018. Pengaruh Pemberian Jus Semangka (Cilitrus Vulgaris Schrad)
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Lansia. Diploma Thesis. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Web : http://repository.ump.ac.id/8176/ (diakses pada
tanggal 6 Juni 2020 jam 21.14)

Anda mungkin juga menyukai