Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

POST NATAL CARE (PNC)


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas

Dosen Pengampu : Ns. Lina Ayu Marcela, M.Kep.,Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh :
Nama : Nessa Ishmah Munyati
NIM : 2010721059
Kelas : C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2020
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi Fisiologi
a) Anatomi Sistem Reproduksi Wanita Bagian Luar

Gambar 1. Organ Eksterna Wanita


1) Mons Pubis
Merupakan bagian menonjol di bagian depan simfisis yang terdiri dari jaringan
lemak dan sedikit jaringan ikat, setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya
segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) yang berfungsi
sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
2) Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons pubis, berbentuk lonjong. Panjang labia
mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini
di bagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari:
a. Bagian luar, tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada
mons pubis.
b. Bagian dalam, tanpa rambut yang merupakan selaput yang mengandung kelenjar
sel (lemak).
3) Labia Minora
Merupakan lipatan kulit yang Panjang, sempit, terletak di bagian dalam labia
mayora yang memanjang ke arah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette,
sementara bagian lateral dan anterior labia mengandung pigmen, permukaan medial
labia minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.
4) Klitoris
Merupakan bagian alat reproduksi luar yang bersifat erektil dan letaknya dekat
ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf
sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
5) Vestibulum
Merupakan alat reproduksi luar yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
etrletak di antara labia minora, klitoris dan forchette. Vestibulum terdiri dari muara
uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravaginal. Permukaan vestibulum
yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
6) Perineum
Merupakan daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
7) Kelenjar Bartholini
Merupakan kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh
dan mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
8) Himen (selaput darah)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina, bersifat rapuh dan mudah
robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang dikeluarkan
uterus dan darah saat menstruasi.
9) Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayora dan labia minora. Di garis tengah berada di
bawah orifisum vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara
fourchette dan himen (Syaiful & Fatmawati, 2019).

b) Anatomi Sistem Reproduksi Wanita Bagian Dalam

Gambar 2. Organ Internal Wanita


1) Ovarium
Ovarium merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah sepasang dan
terletak di dalam rongga perut pada daerah pinggang sebelah kiri dan kanan.
Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormon wanita seperti estrogen dan
progesteron. Ovarium terletak di antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke
rahim oleh Ligamentum Ovarii Proprium dan ke dinding panggul oleh Ligamentum
Infundibulo-Pelvikum. Ovarium merupakan sumber hormonal perempuan yang
utama, sehingga mempunyai dampak keperempuanan dalam pengaturan proses
menstruasi. Ovarium mengeluarkan ovun setiap bulan. Fungsi ovarium adalah
sebagai penghasil sel telur/ ovum dan sebagai organ yang menghasilkan hormon
(estrogen dan progesteron).
2) Fimbriae
Fimbriae merupakan serabut/ silia lembut yang terdapat di bagian pangkal
ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel
ovum yang telah matang yang dikeluarkan oleh ovarium.
3) Infundibulum
Infundibulum merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk
corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung sel ovum
yang telah ditangkap oleh fimbriae.
4) Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang
bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan
bantuan silia pada dindingnya. Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum
berjalan ke arah lateral dengan panjang sekitar 12 cm. Saluran telur ini menyalurkan
saluran hasil pembuahan menuju rahim. Tuba fallopi merupakan bagian yang paling
sensitif terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya infertilitas. Fungsi
tuba fallopi yaitu menjadi saluran tempat bertemunya speratozoa dan ovum,
mempunyai fungsi penangkap ovum, tempat terjadinya pembuahan, menjadi saluran
dan tempat pertumbuhan hasil pembuahan sebelum menanamkan diri pada lapisan
dalam rahim.
5) Oviduct
Oviduct merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba fallopi. Berfungsi
sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia
pada dindingnya.
6) Uterus
Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk seperti buah
pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi sebagai tempat pertumbuhan
embrio. Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak di
panggul kecil di antara rektum dan di depannya terletak kandung kemih. Uterus
merupakan jalan lahir yang penting dan mempunyai kemampuan untuk mendorong
jalan lahir. Segera setelah persalinan otot rahim dapat menutup pembuluh darah
untuk menghindari perdarahan. Fungsi uterus sebagai alat tempat terjadinya
menstruasi, sebagai alat tumbuh dan berkembangnya hasil konsepsi, dan tempat
pembuatan hormon misal HCG.
7) Serviks uteri
Serviks uteri merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit
sehingga disebut sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan saluran vagina
dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina.
8) Corpus uteri
Terdiri dari paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada
ligamentum latum uteri di intraabdomen. Posisi ini mendatar dengan fleksi ke
anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus terhadap
isthmus dan serviks uterus bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan
wanita.
9) Kelenjar Bartholin
Kelenjar bartholin memproduksi cairan seperti lendir saat adanya rangsangan
seksual yang memberikan lubrikasi atau pelumasan pada vagina (Deswani et al.,
2018).

c) Anatomi Payudara
Gambar 3. Anatomi Payudara
1) Korpus (badan payudara)
Yang dimaksud korpus adalah bagian melingkar yang mengalami pembesaran
pada payudara atau bisa disebut dengan badan payudara. Sebagian besar badan
payudara terdiri dari kumpulan jaringan lemak yang dilapisi oleh kulit.
2) Areola
Areola merupakan bagian hitam yang mengelilingi putting susu. Ada banyak
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan kelenjar susu. Kelenjar sebasea berfungsi
sebagai pelumas pelindung bagi areola dan putting susu. Bagian areola inilah yang
akan mengalami pembesaran selama masa kehamilan dan menyusui. Di bagian
dalam areola, terdapat saluran-saluran melebar yang disebut sinus laktiferus. Sinus
laktiferus ini berfungsi untuk menyimpan susu dalam payudara ibu selama masa
menyusui sampai akhirnya dikeluarkan untuk bayi.
3) Putting susu (papilla)
Putting susu dan areola adalah area payudara yang paling gelap. Putting susu
terletak di bagian tengah areola yang sebagian besar terdiri dari otot polos yang
berfungsi untuk membantu putting agar terbentuk saat distimulasi. Selama masa
pubertas, pigmen yang berada di putting susu dan areola akan meningkat sehingga
warnanya menjadi lebih gelap dan membuat putting susu semakin menonjol.
4) Jaringan adiposa
Sebagian besar payudara wanita terdiri dari jaringan adiposa atau jaringan
lemak. Jumlah lemak inilah yang menentukan perbedaan ukuran payudara wanita
satu dengan lainnya. Jaringan ini memberikan konsistensi yang lembut pada
payudara.
5) Lobulus, lobus, dan saluran susu
Lobulus merupakan kelenjar susu, salah satu bagian dalam penyusun korpus atau
badan payudara, yang terbentuk dari kumpulan-kumpulan alveolus sebagai unit
terkecil produksi susu. Lobulus yang terkumpul kemudian membentuk lobus, dalam
satu payudara wanita umumnya terdapat 12-20 lobus (Deswani et al., 2018).

2. Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak, 2010).
Menurut Marmi (2012), postpartum adalah masa beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai minggu keenam setelah melahirkan. Masa post pertum dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum
hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu
Post partum merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar mengganggapnya antara 4
sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relatif tidak komplek dibandingkan
dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyaknya perubahan fisiologi. Beberapa dari
perubahan tersebut mungkin hanya sedikit mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi
serius juga sering terjadi. (Cunningham, F, et al, 2013)
Berdasarkan definisi di atas, yang dimaksud dengan postpartum adalah masa
setelah kelahiran bayi dan masa si ibu untuk memulihkan kondisi fisiknya meliputi alat-
alat kandungan dan saluran reproduksi kembali pada keadaan sebelum hamil yang
berlangsung selama enam minggu.

3. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori menghubungkan
dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi rahim,pengaruh tekanan pada saraf dan
nutrisi (Hafifah, 2011).

a) Teori penurunan hormone


1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone dan
estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone turun.
b) Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan
pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c) Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d) Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila ganglion
ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
e) Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi
pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.

4. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna
akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan
alat genetalia ini dalam keseluruhan disebut “involusi”. Di samping involusi terjadi
perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsetrasi dan timbilnya laktasi yang
terakhir ini karena pengaruh laktogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadapkelenjar-
kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah yang ada
antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan
setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post
partum bentuk serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperti
corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentul semacam cincin. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degerasi dan
nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal
2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin
regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2
sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri, partus lama, partus tidak maju,
pre-eklamsia, distorsia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan, yaitu Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi akan menimbulkan ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga
akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.

5. Perubahan Psikologis Ibu Postpartum (Atin Karjatin, 2016)


a. Transisi Menjadi Orang Tua
Transisi menjadi orangtua adalah proses pembangunan yang dinamis, yang
diawali dengan pengetahuan tentang kehamilan dan selama periode nifas sebagai
pasangan baru akan menjadi peran ibu dan ayah. Apakah ini adalah anak pertama atau
kesepuluh, transisi ini adalah peristiwa yang harus dihadapi. Berjiwa besar dalam
hidup yang menarik dan menegangkan, serta menghasilkan tantangan untuk
membangun anggota keluarga, hubungan dengan pasangan, dan keluarga. Setiap
individu berkaitan dengan pertumbuhan realisasi, dan persiapan menjadi orang tua
dengan cara yang berbeda, dan keyakinan budaya berpengaruh bagaimana individu
mengambil peran orang tua. Transisi menjadi orangtua harus dibangun dengan
kebersaman atau terhambat oleh banyak faktor, beberapa di antaranya adalah:
1) Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman sebelumnya dengan merawat bayi
dan anak–anak dapat menciptakan transisi yang harmonis untuk orangtua.
2) Kekuatan hubungan antara mitra. Sebuah hubungan yang kuat antara pasangan
dapat menumbuhkan proses transisi menjadi orang tua.
3) Pertimbangan Keuangan. Masalah keuangan dapat menghambat transisi menjadi
orangtua.
4) Tingkat pendidikan. Penurunan kemampuan untuk membaca dan memahami
informasi mengenai perawatan bayi dapat menghambat pasangan untuk
mendapatkan pengetahuan dalam perawatan bayi.
5) Sistem pendukung. Kurangnya dukungan positif dalam perawatan ibu dan bayi
dapat menghambat transisi menjadi orangtua.
6) Keinginan untuk menjadi orangtua. Kurangnya keinginan untuk menjadi orang
tua dapat menghambat transisi menjadi orangtua.
7) Usia orang tua. Orang tua remaja mungkin memiliki lebih sulit transisi menjadi
orangtua.

b. Peran orang tua


Individu memiliki banyak peran sepanjang hidup mereka. Sebagai seorang anak,
peran sebagai putra atau putri, adik atau kakak, cucu, dan mahasiswa. Peran tambahan
yang diperoleh sebagai individu dewasa. Peran berubah seiring waktu sebagai
individu dewasa dan peran baru ditambahkan. Peran ibu atau ayah berkembang dan
perubahan dari waktu ke waktu sebagai anak tumbuh di dalam keluarga. Setiap peran
baru memiliki harapan dan tanggung jawab bahwa individu harus belajar agar
berhasil dalam peran. Pasangan yang diberi judul ibu dan ayah dengan kelahiran anak
mereka, harus belajar menggapai harapan dan tanggung jawab didalam peran ini.
1) Contoh harapan peran orangtua adalah bahwa orang lain akan mengakui orang
tersebut sebagai orang tua atau bahwa anak akan mematuhi orang tua.
2) Contoh tanggung jawab adalah bahwa orang tua akan mencintai dan melindungi
anak mereka.
Pengetahuan tentang harapan dan tanggung jawab diperoleh melalui pembelajaran
disengaja (instruksi formal) dan insidental belajar (mengamati orang lain dalam
peran). Kebanyakan individu memiliki sedikit disengaja/pembelajaran instruksional
mengenai peranan ibu atau ayah. Mayoritas pembelajaran harapan dan tanggung
jawab untuk peran ini terjadi melalui pembelajaran insidental. Contoh pembelajaran
insidental dari peran orang tua adalah :
1) Mengamati orang lain yang menjadi ibu dan ayah
2) Mengingat bagaimana mereka mengasuh anak, dan
3) Menonton film atau program televisi yang memiliki ibu dan/atau ayah sebagai
karakter.

Fase Maternal
FASE TAKING IN FASE TAKING HOLD FASE LETTING GO
Fase Taking in, masa Fase Taking hold, masa Fase Letting go, masa
perilaku tergantung, peralihan dari dependen dari mandiri ke peran
terjadi selama 24–48 ke independen perilaku, baru.
jam pertama setelah bertahan hingga Karakteristik ibu selama
lahir dan perilaku ibu berminggu–minggu dan fase ini adalah:
sebagai berikut : perilaku ibu sebagai - Berduka dan melepaskan
- Ibu berfokus pada berikut: perilaku lama beralih ke
pribadinya,kenyamananfisi - Fokus bergerak dari perilaku baru yang
k dan perubahan. diri ke bayi. mendukung.
- Ibu bercerita kembali - Ibu mulai menjadi - Memasukkan bayi
tentang pengalaman mandiri. baru lahir ke dalam
melahirkan. - Ibu memiliki kehidupan dirinya
- Ibu menyesuaikan dengan kemampuan dimana bayi menjadi
perubahan psikologis. meningkat untuk tak terpisah darinya.
- Ibu tergantung pada orang membuat keputusan. - Menerima bayi baru
lain untuknya dan bayinya - Ibu tertarik pada bayi lahir dengan sungguh–
dalam memenuhi baru lahir dan dapat sungguh.
kebutuhan. memenuhi kebutuhan. - Berfantasi apa akan/
- Ibu memiliki kemampuan - Ibu mulai mengambil bisa mempunyai peran
yang menurun untuk peran sebagai ibu. baru.
membuat keputusan. - Ibu mulai ingin - Kemerdekaan
belajar. kembali; mungkin
- Ini adalah waktu yang pergi kembali ke
sangat baik untuk tempat kerja atau
memberikan sekolah.
pendidikan kesehatan - Mungkin memiliki
tentang postpartum. perasaan duka, rasa
- Ibu mulai menyukai bersalah, atau
peran "Ibu." kegelisahan.
- Ibu mungkin memiliki
perasaan banyak yang
dikerjakan dan
kewalahan.
- Ibu membutuhkan
jaminan lisan bertemu
dengan bayi yang baru
lahir.
- Ibu mungkin
menunjukkan tanda–
tanda dan gejala baby
blues serta kelelahan.

c. Bonding dan Attachment Behaviors


Bonding dan Attachment dipengaruhi oleh waktu, kedekatan orangtua dan bayi,
apakah kehamilan direncanakan/diinginkan dan kemampuan orang tua untuk
memproses melalui tugas–tugas perkembangan yang diperlukan orangtua. Faktor–
faktor lain yang mempengaruhi ikatan dan perilaku attachment adalah: dasar
pengetahuan dari pasangan, pengalaman masa lalu dengan anak–anak, kematangan
dan tingkat pendidikan dari pasangan, dukungan diperpanjang, harapan ibu/ayah dari
kehamilan ini, harapan ibu/ayah dari bayi dan harapan budaya

d. PospartumBlues
Postpartum blues, juga dikenal sebagai baby blues, terjadi selama minggu
pertama postpartum, berlangsung selama beberapa hari, dan mempengaruhi mayoritas
ibu. Selama periode ini, ibu merasa sedih dan mudah menangis tapi dia mampu
merawat dirinya sendiri dan bayinya. Penyebab postpartum blues adalah: perubahan
kadar hormon, kelelahan, stress mempunyai peran baru sebagai ibu. Tanda dan gejala
postpartum blues adalah: kemarahan, kecemasan, perubahan suasana hati, kesedihan,
menangis, kesulitan tidur, dan kesulitan makan.

6. Tahapan Masa Post Partum (Wahyuningsih, 2019b)


a. Immediate postpartum (setelah plasenta lahir-24 jam)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam, adapun masalah yang sering
terjadi perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu perlu melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah dan suhu
b. Early postpartum (24 jam-1 minggu)
Harus dipastikan involusi uteri normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapat makanan dan cairan serta ibu dapat
menyusui dengan baik
c. Late postpartum (1 minggu-6 minggu)
Tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling/pendidikan
kesehatan Keluarga Berencana (KB)

7. Manifestasi Klinis

Menurut Hafiffah (2011) ibu pada masa post partus di tandai oleh :
a. Sistem reproduksi
Uterus di tandai dengan kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil
b. Keluarnya lochea, komposisi jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahapannya:
1) Rubra(merah) : 1-3 hari
2) Sanguinolenta: warna merah kekuningan , berisi darah dan lendir terjadi pada hari
ke 3-7
3) Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ke 7-
14 pasca persalinan
4) Lochea alba: cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu pasca
persalinan
5) Lochea purulenta: ini terjadi karena infeksi, keluar cairan seperti nanh berbau
busuk
6) Lochiotosis: lochea tidak lancar keluarnya
c. Siklus menstruasi
Siklus menstruasi akan mengalami perubahan saat ibu mulai menyusui
d. Serviks
Setelah lahir servik akan mengalami edema , bentuk distensi untuk beberapa hari ,
struktur interna akan kembali setelah 2 minggu
e. Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu
f. Perinium
Akan terdapat robekan jika di lakukan episiotomi yang akan terjadi masa
penyembuhan selama 2 minggu
g. Payudara
Payudara akan membesar karena vaskularisasi dan engorgemen (bengkak karena
peningkatan prilaktin.

8. Komplikasi
a. Klien post partum komplikasi perdarahan
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc
dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Perdarahan post partum diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu:
a. Early postpartum: terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
b. Late postpartum: terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
b. Klien post partum komplikasi infeksi
Infeksi berhubungan dengan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tubuh
manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya. Infeksi pascapartum ialah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan.
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat
persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat
rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang
tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
c. Klien post partum komplikasi penyakit blues
Post partum blues atau sering juga disebut baby blues yang diartikan sebagai suatu
sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah
persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung memburuk pada hari ketiga sampai
kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau 2 minggu pasca persalinan.
Baby blues adalah keadaan dimana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman
(kesedihan atau kemurungan)/ gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan
dengan hubungannya dengan bayi ataupun dengan dirinya sendiri (Putri & Hastina,
2020).

9. Pemeriksaan Post Partum


a) Pemeriksan umum: tanda-tanda vital, keluhan ibu
b) Keadaan umum: selera makan
c) Payudara: air susu, putting
d) Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum
e) Sekresi yang keluar atau lochea
f) Keadaan alat kandungan
g) Pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematocrit, leukosit, ureum
h) Ultrasonografi untuk melihat sisa plasenta (Putri & Hastina, 2020).

10. Penatalaksanaan
a) Nutrisi dan cairan
Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi yang baik dapat
mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. kebutuhan
gizi ibu saat menyusui:
1) Konsumsi tambahan kalori 500 kalori setiap hari
2) Diet seimbang, protein, mineral dan vitamin
3) Minum sedikitnya 2 liter tiap hari
4) Fe/ tablet darah sampai 40 hari pasca persalinan
5) Kapsul vitamin A 200.000 unit
b) Ambulasi
Ambulasi dini ialah kebijaksanaan agar secepatnya tenaga kesehatan membimbing
ibu postpartum bagun dari tempat tidur dan membimbing secepat mungkin untuk
berjalan. Ibu postparum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam
postpartum. Ambulasi dini tidak diperbolehkan pada ibu postpartum dengan penyulit
anemia, penyakit jantung, penyakit paruparu, demam dan sebagainya
c) Eliminasi
Setelah 6 jam post partum diharapkan ibu dapat berkemih, jika kandung kemih
penuh atau lebih dari 8 jam belum berkemih disarankan melakukan kateterisasi.
d) Kebersihan diri
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu
kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap
terjaga. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh terutama perineum
2) Mengajarkan ibu cara membersihkan alat kelamin dengan air dari depan kebelakang
3) Sarankan ibu mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari
4) Membersihkan tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan alat
kelamin
5) Jika ibu mempunyai luka episiotomi, atau laserasi pada alat kelamin, menyarankan
untuk tidak menyentuh area tersebut
e) Istirahat Dan Tidur
Menganjurkan ibu istirahat cukup dan dapat melakukan kegiatan rumah tangga
secara bertahap. Kurang istirahat dapat mengurangi produksi ASI, memperlambat proses
involusi dan depresi pasca persalinan (Wahyuningsih, 2019a).
f) Perawatan Perineal
Bila sudah BAB atau BAK, perineum harus dibersihkan secara rutin. Biasanya ibu
akan takut akan jahitan yang lepas juga merasa sakit sehingga perineum tidak dibersihkan
atau tidak dicuci. Sesudah atau sebelum mengganti pad harus cuci tangan dengan larutan
desinfektan atau sabun. Ibu perlu diberitahu cara mengganti pas yaitu bagian dalam
jangan sampai terkontaminsasi oleh tangan. Jika ibu mempunyai luka episiotomy atau
laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh luka.
g) Keluarga Berencana
Memberikan edukasi mengenai kontrasepsi, yaitu untuk menghindari atau mencegah
terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel
sperma (Rini & Kumala, 2017)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
Konsep Dasar Keperawatan
a. Riwayat ibu
1) Biodata ibu.
2) Penolong.
3) Jenis persalinan.
4) Masalah-masalah persalinan.
5) Nyeri.
6) Menyusui atau tidak.
7) Keluhan-keluhan saat ini, misalnya : kesedihan/depresi, pengeluaran per
vaginam/perdarahan/lokhia, putting/payudara.
8) Rencana masa datang : kontrasepsi yang akan digunakan.

b. Riwayat sosial ekonomi


1) Respon ibu dan keluarga terhadap bayi.
2) Kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di rumah.
3) Para pembuat keputusan di rumah.
4) Kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat.
5) Kepercayaan dan adat istiadat

c. Riwayat bayi
1) Menyusu.
2) Keadan tali pusat.
3) Vaksinasi.
4) Buang air kecil/besar.

d. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum
a) Suhu tubuh.
b) Denyut nadi.
c) Tekanan darah.
d) Tanda-tanda anemia.
e) Tanda-tanda edema/tromboflebitis.
f) Refleks.
g) Varises.
h) CVAT (Contical Vertebral Area Tenderness).
2) Pemeriksaan payudara
a) Putting susu : pecah, pendek, rata.
b) Nyeri tekan.
c) Abses.
d) Pembengkakan/ASI terhenti.
e) Pengeluaran ASI.
3) Pemeriksaan perut / uterus
a) Posisi uterus/tinggi fundus uteri.
b) Kontraksi uterus.
c) Ukuran kandung kemih.
4) Pemeriksaan vulva/perineum
a) Pengeluaran lokhia.
b) Penjahitan laserasi atau luka episiotomi.
c) Pembengkakan.
d) Luka.
e) Henoroid.
5) Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
6) Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
7) Integritas ego
Peka rangsang, takut / menangis (“post partum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari
setelah melahirkan).
8) Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan kelima.
9) Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
10) Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ketiga sampai kelima
pasca partum.
11) Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1
lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari kedua sampai ketiga,
berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal :
rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal : menyusui). Payudara :
produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada suhu matur, biasanya pada hari
ketiga; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.

Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan perineum; luka
episiotomi; involusi uteri; hemoroid; pembengkakan payudara
2. Resiko defisit volume cairan berubungan dengan pengeluaran yang berlebihan;
perdarahan; diuresis; keringat berlebihan
3. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) berhubungan dengan trauma perineum dan
saluran kemih
4. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya
mobilisasi; diet yang tidak seimbang; trauma persalinan.
5. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan immobilisasi; kelemahan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
7. Resiko gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang cara merawat bayi

Intervernsi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
. Keperawatan Kriteria Hasil

1. Gangguan Pasien a. Kaji tingkat nyeri a. Menentukan


rasa nyaman mendemonstrasika pasien intervensi
(nyeri) b/dn tidak adanya b. Kaji kontraksi keperawatan sesuai
peregangan nyeri. uterus, proses skala nyeri.
perineum; involusi uteri b. Mengidentifikasi
luka Kriteria hasil: vital c. Anjurkan pasien penyimpangan dan
episiotomi; sign dalam batas untuk membasahi kemajuan
involusi uteri;normal, pasien perineum dengan air berdasarkan
hemoroid; menunjukkan hangat sebelum involusi uteri.
pembengkaka peningkatan berkemih c. Mengurangi
n payudara. aktifitas, keluhan d. Anjurkan dan latih ketegangan pada
nyeri terkontrol, pasien cara merawat luka perineum.
payudara lembek, payudara secara d. Melatih ibu
tidak ada teratur. mengurangi
bendungan ASI. e. Jelaskan pada ibu bendungan ASI dan
tetang teknik memperlancar
merawat luka pengeluaran ASI.
perineum dan e. Mencegah infeksi
mengganti PAD dan kontrol nyeri
secara teratur setiap pada luka
3 kali sehari atau perineum.
setiap kali lochea f. Mengurangi
keluar banyak. intensitas nyeri
f. Kolaborasi dokter denagn menekan
tentang pemberian rangsnag nyeri
analgesik bial nyeri pada nosiseptor.
skala 7 ke atas.
2. Resiko defisit Pasien dapat a. Pantau: a. Mengidentifikasi
volume cairan mendemostrasikan  Tanda-tanda penyimpangan
b/d status cairan vital setiap 4 jam. indikasi kemajuan
pengeluaran membaik.  Warna urine. atau penyimpangan
yang Kriteria evaluasi:  Berat badan dari hasil yang
berlebihan; tak ada manifestasi setiap hari. diharapkan.
perdarahan; dehidrasi, resolusi  Status umum b. Mengidentifikasi
diuresis; oedema, haluaran setiap 8 jam keseimbangan
keringat urine di atas 30 b. Pantau: cairan cairan pasien secara
berlebihan. ml/jam, kulit masuk dan cairan adekuat dan teratur.
kenyal/turgor kulit keluar setiap 8 jam. c. Temuan-temuan ini
baik. c. Beritahu dokter bila: mennadakan
haluaran urine < 30 hipovolemia dan
ml/jam, haus, perlunya
takikardia, gelisah, peningkatan cairan.
TD di bawah rentang d. Mencegah pasien
normal, urine gelap jatuh ke dalam
atau encer gelap kondisi kelebihan
d. Konsultasi dokter cairan yang
bila manifestasi beresiko terjadinya
kelebihan cairan oedem paru.
terjadi.
3. Perubahan Pola eleminasi a. Kaji haluaran urine, a. Mengidentifikasi
pola eleminasi (BAK) pasien keluhan serta penyimpangan
BAK (disuria) teratur. keteraturan pola dalam pola
b/d trauma Kriteria hasil: berkemih. berkemih pasien.
perineum dan eleminasi BAK b. Anjurkan pasienb. Ambulasi dini
saluran kemih. lancar, disuria melakukan ambulasi memberikan
tidak ada, bladder dini. rangsangan untuk
kosong, keluhan c. Anjurkan pasien pengeluaran urine
kencing tidak ada. untuk membasahi dan pengosongan
perineum dengan air bladder.
hangat sebelum c. Membasahi bladder
berkemih. dengan air hangat
d. Anjurkan pasien dapat mengurangi
untuk berkemih ketegangan akibat
secara teratur adanya luka pada
e. Anjurkan pasien bladder.
untuk minum 2500- d. Menerapkan pola
3000 ml/24 jam. berkemih secara
f. Kolaborasi untuk teratur akan melatih
melakukan pengosongan
kateterisasi bila bladder secara
pasien kesulitan teratur.
berkemih. e. Minum banyak
mempercepat
filtrasi pada
glomerolus dan
mempercepat
pengeluaran urine.
f. Kateterisasi
memabnatu
pengeluaran urine
untuk mencegah
stasis urine.
4. Perubahan Pola eleminasi a. Kaji pola BAB, a. Mengidentifikasi
pola eleminasi (BAB) teratur. kesulitan BAB, penyimpangan
BAB warna, bau, serta kemajuan
(konstipasi) Kriteria hasil: pola konsistensi dan dalam pola
b/d kurangnya eleminasi teratur, jumlah eleminasi (BAB).
mobilisasi; feses lunak dan b. Anjurkan ambulasi b. Ambulasi dini
diet yang tidak warna khas feses, dini. merangsang
seimbang; bau khas feses, c. Anjurkan pasien pengosongan
trauma tidak ada kesulitan untuk minum banyak rektum secara lebih
persalinan. BAB, tidak ada 2500-3000 ml/24 cepat.
feses bercampur jam. c. Cairan dalam
darah dan lendir, d. Kaji bising usus jumlah cukup
konstipasi tidak setiap 8 jam. mencegah
ada. e. Pantau berat badan terjadinya
setiap hari. penyerapan cairan
f. Anjurkan pasien dalam rektum yang
makan banyak serat dapat menyebabkan
seperti buah-buahan feses menjadi
dan sayur-sayuran keras.
hijau. d. Bising usus
mengidentifikasika
n pencernaan dalam
kondisi baik.
e. Mengidentifiakis
adanya penurunan
BB secara dini.
f. Meningkatkan
pengosongan feses
dalam rektum.
5. Gangguan ADL dan a. Kaji toleransi pasien a. Parameter
pemenuhan kebutuhan terhadap aktifitas menunjukkan
ADL b/d beraktifitas pasien menggunakan respon fisiologis
immobilisasi; terpenuhi secara parameter berikut: pasien terhadap
kelemahan. adekuat. nadi 20/mnt di atas stres aktifitas dan
Kriteria hasil: frek nadi istirahat, indikator derajat
- Menunjukkan catat peningaktan penagruh kelebihan
peningkatan TD, dispnea, nyeri kerja jnatung.
dalam dada, kelelahan b. Menurunkan kerja
beraktifitas. berat, kelemahan, miokard/komsumsi
-   Kelemahan dan berkeringat, pusing oksigen ,
kelelahan atau pinsan. menurunkan resiko
berkurang. b. Tingkatkan istirahat, komplikasi.
-   Kebutuhan batasi aktifitas pada c. Stabilitas fisiologis
ADL dasar nyeri/respon pada istirahat
terpenuhi hemodinamik, penting untuk
secara mandiri berikan aktifitas menunjukkan
atau dengan senggang yang tidak tingkat aktifitas
bantuan. berat. individu
-   frekuensi c. Kaji kesiapan untuk d. Komsumsi oksigen
jantung/irama meningkatkan miokardia selama
dan Td dalam aktifitas contoh: berbagai aktifitas
batas normal. penurunan dapat meningkatkan
-   kulit hangat, kelemahan/kelelahan jumlah oksigen
merah muda , TD stabil/frek nadi, yang ada.
dan kering peningaktan Kemajuan aktifitas
perhatian pada bertahap mencegah
aktifitas dan peningkatan tiba-
perawatan diri tiba pada kerja
d. Dorong memajukan jantung.
aktifitas/toleransi e. Teknik
perawatan diri. penghematan energi
e. Anjurkan keluarga menurunkan
untuk membantu penggunaan energi
pemenuhan dan membantu
kebutuhan ADL keseimbangan
pasien suplai dan
f. Jelaskan pola kebutuhan oksigen.
peningkatan f. Aktifitas yang maju
bertahap dari memberikan
aktifitas, contoh: kontrol jantung,
posisi duduk meningaktkan
ditempat tidur bila regangan dan
tidak pusing dan mencegah aktifitas
tidak ada nyeri, berlebihan.
bangun dari tempat
tidur, belajar berdiri
dst.
6. Resiko infeksi Infeksi tidak a. Pantau: vital sign, a. Mengidentifikasi
b/d trauma terjadi. tanda infeksi. penyimpangan dan
jalan lahir. b. Kaji pengeluaran kemajuan sesuai
Kriteria hasil: lochea, warna, bau intervensi yang
tanda infeksi tidak dan jumlah. dilakukan.
ada, luka c. Kaji luka perineum, b. Mengidentifikasi
episiotomi kering keadaan jahitan. kelainan
dan bersih, takut d. Anjurkan pasien pengeluaran lochea
berkemih dan BAB membasuh vulva secara dini.
tidak ada. setiap habis c. Keadaan luka
berkemih dengan perineum
cara yang benar dan berdekatan dengan
mengganti PAD daerah basah
setiap 3 kali perhari mengakibatkan
atau setiap kali kecenderunagn luka
pengeluaran lochea untuk selalu kotor
banyak. dan mudah terkena
e. Pertahnakan teknik infeksi
septik aseptik dalam d. Mencegah infeksi
merawat pasien secara dini.
(merawat luka e. Mencegah
perineum, merawat kontaminasi silang
payudara, merawat terhadap infeksi.
bayi).
7. Resiko Gangguan proses a. Beri kesempatan ibu a. Meningkatkan
gangguan parenting tidak untuk melakukan kemandirian ibu
proses ada. perawatan bayi dalam perawatan
parenting b/d secara mandiri. bayi.
kurangnya Kriteria hasil: ibu b. Libatkan suami b. Keterlibatan
pengetahuan dapat merawat bayi dalam perawatan bapak/suami dalam
tentang cara secara mandiri bayi. perawatan bayi
merawat bayi. (memandikan, c. Latih ibu untuk akan membantu
menyusui, merawat perawatan payudara meningkatkan
tali pusat). secara mandiri dan keterikatan batih
teratur. ibu dengan bayi.
d. Motivasi ibu untuk c. Perawatan payudara
meningkatkan intake secara teratur akan
cairan dan diet mempertahankan
TKTP. produksi ASI
e. Lakukan rawat secara kontinyu
gabung sesegera sehingga kebutuhan
mungkin bila tidak bayi akan ASI
terdapat komplikasi tercukupi.
pada ibu atau bayi. d. Meningkatkan
produksi ASI.
5.   e.Meningkatkan
hubungan ibu dan bayi
sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Atin Karjatin. (2016). Keperawatan Maternitas (1st ed.). Kementerian Kesehatan RI.

Deswani, Desmamita, U., & Mulyanti, Y. (2018). Asuhan Keperawatan Prenatal dengan
Pendekatan Neurosains. Wineka Media.

Putri, Y. R., & Hastina, E. (2020). Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Kasus Komplikasi
Kehamilan Persalinan dan Nifas. Pena Persada.

Rini, S., & Kumala, F. (2017). Panduan Asuhan Nifas. Deepublish.

Syaiful, Y., & Fatmawati, L. (2019). Asuhan Keperawatan Kehamilan. Jakad Publishing.

Wahyuningsih, S. (2019a). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum. Deepublish.

Wahyuningsih, S. (2019b). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum Dilengkapi Dengan
Panduan Persiapan Praktikum Mahasiswa Keperawatan (Cetakan pe). Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai