Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

BAYI BARU LAHIR (BBL) DAN HIPERBILIRUBIN


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas

Dosen Pengampu : Ns. Riadinni Alita, M.Kes.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh :
Nama : Nessa Ishmah Munyati
NIM : 2010721059
Kelas : C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2020
1. Anatomi Fisiologi
Pada saat kelahiran, terdapat adaptasi fisik dan psikologis mulai terjadi pada tubuh
bayi baru lahir, sehingga diperlukan pemantauan.

a) Sistem Pernapasan
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik pertama sesudah
lahir. Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli, selain karena
adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan nafas dan pengeluaran napas dengan
merintih sehingga udara bisa tertahan di dalam. Cara neonatus bernapas dengan cara
bernapas difragmatik dan abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernapas
belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan kolaps dan paru-paru
kaku, sehingga terjadi atelektasis. Dalan kondisi seperti ini (anoksia), neonatus masih
mempertahankan hidupnya karena adanya kelanjutan metabolism anaerobic (Ari
Kurniarum, 2016).
b) Sistem cardiovaskuler
Di dalam rahim darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi berasal dari plasenta masuk ke
dalam tubuh janin melalui vena umbilikalis, sebagian besar masuk ke vena kava inferior
melalui duktus dan vena sasaranti, darah dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta
penuh dengan sisa-sisa pembakaran dan sebagian akan dialirkan ke plasenta melalui
arteri umbilikalis, demikian seterusnya. Ketika janin dilahirkan segera, bayi menghirup
dan menangis kuat, dengan demikian paru-paru akan berkembang, tekanan paru-paru
mengecil dan darah mengalir ke paru-paru, dengan demikian foramen ovale, duktus
arterious dan duktus venosus menutup.
c) Adaptasi Suhu
Suhu tubuh bayi baru lahir harus dipertahankan antara 36,5°C dan 37°C. Hipotermia pada
bayi baru lahir didefinisikan sebagai suhu kurang dari 35°C. Pada neonatus apabila
mengalami hipotermi, bayi mengadakan penyesuaian suhu terutama dengan NST (Non
Sheviring Thermogenesis) yaitu dengan pembakaran “Brown Fat” (lemak coklat) yang
memberikan lebih banyak energi daripada lemak biasa. Cara penghilangan tubuh dapat
melalui konveksi aliran panas mengalir dari permukaan tubuh ke udara sekeliling yang
lebih dingin (Kurniarum, 2016).
d) Sistem hematopoiesis
Volume darah bayi baru lahir bervariasi dari 80-110 ml/kg selama hari pertama dan
meningkat dua kali lipat pada akhir tahun pertama. Nilai rata-rata hemoglobin dan sel
darah merah lebih tinggi dari nilai normal orang dewasa.
Hb bayi baru lahir 14,5 – 22,5 gr/dl, Ht 44 – 72%, SDM 5 – 7,5 juta/mm 3 dan
Leukosit sekitar 18000/mm3. Darah bayi baru lahir mengandung sekitar 80% Hb
janin. Presentasi Hb janin menurun sampai 55% pada minggu kelima dan 5% pada
minggu ke 20.
e) Sistem Pencernaan
Pada kehamilan 4 bulan, pencernaan telah cukup terbentuk dan janin telah dapat
menelan air ketuban dalam jumlah yang cukup banyak. Absorpsi air ketuban terjadi
melalui mukosa seluruh saluran pencernaan, janin minum air ketuban dapat
dibuktikan dengan adanya mekonium (zat yang berwarna hitam kehijauan).
Mekonium merupakan tinja pertama yang biasanya dikeluarkan dalam 24 jam
pertama.
d) Keseimbangan air dan ginjal
Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar natrium relatif
lebih besar daripada kalium. Hal ini menandakan bahwa ruangan ekstraseluler luas.
Fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah nefron matur belum sebanyak orang
dewasa dan ada ketidakseimbangan antara luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proksimal, renal blood flow (aliran darah ginjal) pada neonatus relatif kurang
bila dibandingkan dengan orang dewasa.
e) Susunan saraf
Gerakan menelan pada janin baru terjadi pada kehamilan empat bulan. Sedangkan
gerakan menghisap baru terjadi pada kehamilan enam bulan. Pada triwulan terakhir
hubungan antara saraf dan fungsi otot-otot menjadi lebih sempurna. Sehingga janin
yang dilahirkan diatas 32 minggu dapat hidup diluar kandungan. Pada kehamilan 7
bulan maka janin amat sensitif terhadap cahaya.
f) Sistem imunitas
Pada sistem imunologi BBL, kurang efektif melawan infeksi karena SDP berespon
lambat dalam menghadapi mikroorganisme. BBL mendapat imunitas pasif dari ibu
selama kehamilan trimester 3, kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI. IgG
menembus plasenta saat fetus (imunitas pasif temporer terhadap toksin bakteri dan
virus). IgM diproduksi BBL untuk mencegah penyerangan bakteri gram negative. IgA
diproduksi BBL setelah usia 6–12 minggu setelah lahir (bisa didapat pada kolostrum
dan ASI).

g) Sistem integument
Stuktur kulit bayi sudah terbentuk dari sejak lahir, tetapi masih belum matang.
Epidermis dan dermis tidak terikat dengan baik dan sangat tipis. Vernik kaseosa juga
berfungsi sebagai lapisan pelindung kulit. Kulit bayi sangat sensitif dan dapat rusak
dengan mudah. Bayi baru lahir yang cukup bulan memiliki kulit kemerahan yang
akan memucat menjadi normal beberapa jam setelah kelahiran. Tangan dan kaki
sedikit sianotik (Akrosianotik). Ini disebabkan oleh ketidakstabilan vosomotor. Stasis
kapiler dan kadar hemoglobin yang tinggi. Keadaan ini normal, bersifat sementara
dan bertahan selama 7-10 hari. Terutama jika terpajan pada udara dingin.
h) Sistem neuromuskuler
Reflek bayi baru lahir diantaranya :
1) Reflek pada Mata
 Berkedip atau Refleks korneal
 Reflek Pupil
 Mata boneka
2) Reflek pada Hidung
 Bersin
 Glabela : ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara dua alis
mata) menyebabkan mata menutup dengan rapat.
3) Reflek pada mulut dan Tenggorokkan
 Menghisap
 Muntah
 Rooting
Menyentuh atau menekan dagu sepanjang sisi mulut akan menyebabkan
bayi membalikan kepala ke arah sisi tersebut dan mulai menghadap: harus
hilang kira-kira pada usia 3-4 bulan, tetapi dapat menetap selama 12
bulan.
 Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan, bayi berespon dengan mendorongnya
keluar: harus menghilang pada usia 4 bulan.
 Menguap
 Batuk
4) Reflek pada Ekstremitas
 Menggenggam
 Babinski
 Klonus, Pergelangan kaki : Dorsofleksi telapak kaki yang cepat ketika
menopang lutut pada posisi fleksi parsial mengakibatkan munculnya satu
sampai dua gerakan oskilasi (denyut). Akhirnya tidak boleh ada denyut
yang teraba.
5) Refleks pada Massa/Moro
Startle : Suara keras yang tiba-tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi
siku: tangan tetap tergenggam: harus hilang pada usia 4 bulan

2. Pengertian
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (24 hari) sesudah
kelahiran bayi adalah anak yang belum lama lahir. Bayi adalah individu baru yang lahir
didunia, dalam keadaannya yang terbatas, maka individu baru baru ini sangatlah
membutuhkan perawatan dari orang lain. Bayi baru lahir adalah Janin yang lahir melalui
proses persalinan dan telah mampu hidup diluar kandungan. Berikut beberapa pengertian
bayi baru lahir:
a. Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu
jam pertama kelahiran.
b. Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4
minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38– 42 minggu.
c. Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan
umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai
4000 gram.
d. Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara
2500– 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan
congenital (cacat bawaan) yang berat.
Jadi, bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala
melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu – 42 minggu,
dengan berat badan lahir 2500 – 4000 gram gram, nilai apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan.

3. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dikatakan normal jika (Jamil et al., 2017) :
a. Usia kehamilan aterm antara 37- 42 minggu
b. BB 2500 gram – 4000 gram, panjang badan 48- 52 cm, lingkar dada 30- 38 cm,
lingkar kepala 33- 35 cm, lingkar lengan 11- 12 cm
c. Frekuensi DJ 120- 160 x permenit, pernafasan ± 40- 60 x permenit
d. K ulit kemerahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup, rambut lanugo tidak
terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna, kuku agak panjang dan lemas,
e. Nilai APGAR > 7, gerakan aktif, bayi langsung menangis kuat, refleks rooting
(mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah
terbentuk dengan baik, refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan
baik
f. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik,
refleks grasping (menggenggam) sudah baik
g. Genetalia sudah terbentuk sempurna , pada laki- laki testis sudah turun ke skrotum
dan penis berlubang, pada perempuan: Vagina dan uretra yang berlubang, serta labia
mayora sudah menutupi labia minora, eliminasi baik, mekonium dalam 24 jam
pertama, berwarna hitam kecoklatan.
4. Patofisiologi

5. Komplikasi
a. Asfiksia, merupakan keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan oksigen dan semakin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
b. Hipotermia, merupakan kondisi turunnya suhu tubuh bayi dibawah 36,5°C akibat
paparan terus menerus terhadap dingin yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
memproduksi panas.
c. Hipertermia, yaitu peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus bila
mekanisme pengeluaran panas terganggu atau dipengaruhi oleh panas eksternal atau
internal.
d. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), terdapat 2 macam BBLR, yang pertama yaitu bayi
lahir kecil akibat kurang bulan (premature) yaitu dengan masa gestasi <37 minggu
dengan berat kurang dari 2500 gram. Selanjutnya adalah BBLR dengan berat badan
yang seharusnya untuk masa gestasi (dismatur), yaitu bayi cukup umur yang lahir
dengan berat badan <2500 gram.
e. Dehidrasi, yaitu jika bayi kekurangan cairan 5% atau lebih.
f. Ikterus Nenonaturum, yaitu  kondisi yang menyebabkan warna kulit pada bayi yang
baru lahir berubah menjadi lebih kuning akibat kadar bilirubin yang sangat tinggi.
g. Kejang, dapat diartikan sebagai perubahan paroksimal dari fungsi neurologik seperti
perubahan perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem saraf yang
terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28 hari
h. Obstipasi, yaitu penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya
obstruksi pada saluran cerna atau bisa di definisikan sebagai tidak adanya pngeluaran
tinja selama 3 hari atau lebih
i. Infeksi, atau biasanya dikenal dengan sepsis neonatorum yaitu infeksi darah yang
terjadi pada bayi yang baru lahir
j. Sindrom kematian bayi mendadak, SIDS adalah kematian mendadak pada bayi sehat
usia di bawah setahun secara tidak terduga atau tanpa ditandai gejala apa pun.
k. Diare, yaitu kondisi ketika feses bayi encer (tekstur seperti air), dan terjadi lebih dari
tiga kali dalam sehari, yang diikuti dengan gejala saluran pencernaan lainnya, seperti
nyeri perut, mual, muntah, tidak mau minum susu (Dwienda, 2014).

6. Penatalaksanaan Medis
a. Jagalah bayi supaya tetap kering di ruangan yang hangat, hindarkan aliran udara,
selimuti dengan baik.
Pada waktu saat lahir, bayi mampu mengatur secara tetap suhu tubuhnya dan
membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat, bayi baru lahir
harus dibungkus dengan kain hangat karena suhu tubuh bayi merupakan tolak ukur
kebutuhan akan tempat tidur yang hangat agar tubuhnya stabil
b. Bayi tetap bersama ibunya (rawat gabung).
c. Inisiasi menyusu dalam jam pertama kehidupan (Inisiasi Menyusui Dini / IMD)
Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif selama 6 bulan dan
diteruskan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan.
Pemberian ASI dapat memberikan nutrisi terbaik dan melatih refleks dan motoric
bayi
d. Jika mampu mengisap, biarkan bayi minum ASI sesuai permintaan
e. Jaga tali pusat tetap bersih dan kering
Tali pusat dipotongg 5 cm dari dinding perut bayi dengan menggunakan gunting steril
dan diikat dengan pengikat steril, tali pisat dibersihkan dan dirawat dengan kassa
steril.
f. Penilaian APGAR
Tes Apgar score atau penilaian Apgar merupakan salah satu pemeriksaan fisik
bayi yang dilakukan pada menit pertama dan kelima setelah bayi lahir. Semakin tinggi
nilai Apgarnya, maka semakin baik. Nilai Apgar yang tinggi diangap dapat menjadi
patokan bahwa kondisi bayi baru lahir sehat dan bugar setelah dilahirkan. Askep yang
diperiksa pada APGAR adalah Activity (aktivitas otot), Pulse (denyut jantung), Grimace
(respons dan refleks bayi), Appearance (Penampilan, warna tubuh bayi), dan
Respiration (pernapasan) (Noorbaya & Johan, 2019).

A. KONSEP DASAR BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN

1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah icterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke
arah terjadinya icterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus pada bayi adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih (Sutjahjo, 2016).
Ikterik neonatorum adalah perubahan warna menjadi kuning yang terjadi pada neonates
atau bayi-bayi yang baru lahir. Perubahan warna ini dapat dilihat pada mata, rongga mulut,
dan kulit. Ikterik neonatorum dapat bersifat fisiologis atau normal terjadi pada bayi baru
lahir atau patologis dan dapat mengancam nyawa (Noorbaya & Johan, 2019).
Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dL (86 μmol/L) disebut dengan
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia umumnya normal, hanya 10% yang berpotensi
menjadi patologis (ensefalopati bilirubin). Hiperbilirubinemia yang mengarah ke kondisi
patologis antara lain : (1) timbul pada saat lahir atau pada hari pertama kehidupan, (2)
kenaikan kadar bilirubin berlangsung cepat (> 5 mg/dL per hari), (3) bayi prematur, (4)
kuning menetap pada usia 2 minggu atau lebih, dan (5) peningkatan bilirubin direk > 2
mg/d atau > 20 % dari BST (Rohsiswatmo, 2013).

2. Etiologi
Secara garis besar, etiologi icterus pada bayi baru lahir dapat dibagi sebagai berikut:
a) Produksi yang berlebihan, misalnya hemolysis yang meningkat pada inkompatibiltas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim c6PD, pyruvate kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar gangguan ini dapat disebabkan oleh
imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase.
c) Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian
diangkut ke hepar
d) Obstruksi saluran pencernaan dapat mengakibatkan hyperbilirubinemia tidak
terkonjugasi akibat penambahann dari bilirubin yang berasal dari sirkulasi enterahepatik
e) Ikterus akibat air susu ibu. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI akan memecah
bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak sehingga bilirubin indirek akan
meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus.

Gangguan metabolisme bilirubin terjadi karena:

a) Overproduksi
b) Penurunan ambilan hepati
c) Penurunan konjugasi hepatic
d) Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu
e) Inkompatibilitas golongan darah dan kelainan kongenital (Sutjahjo, 2016).

3. Manifestasi Klinis (Noorbaya & Johan, 2019)


a. Gejala utama yang dapat dilihat pada bayi adalah perubahan warna menjadi kuning
yang dapat dilihat pada mata, rongga mulut, dan kulit
b. Gejala kuning muncul pertama kali lebih dari 24 jam setelah lahir
c. Gejala akut: letargi, tidak ingin menyusu, feses berwarna gelap, urin berwarna gelap
d. Gejala kronik: kejang, perut membesar, pembesaran hati
e. Kenaikan kadar bilirubin <5 mg/dL
f. Puncak dari kenaikan kadar bilirubin muncul di hari ke 3 sampai 5 dengan kadar
bilirubin <15 mg/dL
g. Gejala kuning yang muncul menghilang dalam waktu 1 minggu untuk bayi yang
cukup bulan dan 2 minggu pada bayi yang premature atau kurang bulan.

4. Patofisiologi
Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek dari pada sel
darah merah orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal pemecahan sel darah merah
akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim heme oksigenase
menjadi bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut dalam air. Biliverdin
akan mengalami proses degradasi menjadi bentuk bilirubin. Satu gram hemoglobin dapat
memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari metabolisme ini adalah bilirubin indirek
yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin dalam sirkulasi darah yang akan
mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek diambil dan dimetabolisme di hati menjadi
bilirubin direk. Bilirubin direk akan diekskresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter
spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan disimpan di kantong empedu berupa
empedu. Proses minum akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum.
Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel usus tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan
urobilinogen yang akan dikeluarkan melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk
akan didekonjugasi oleh β-glukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi bilirubin
indirek. Bilirubin indirek akan diabsorpsi kembali oleh darah dan diangkut kembali ke
hati terikat oleh albumin ke hati, yang dikenal dengan sirkulasi enterohepatik
(Rohsiswatmo, 2013).
5. Komplikasi
Jenis atau macam komplikasi dan beratnya tergantung dari penyebab icterus. Sebagaian
pasien tidak mengalami komplikasi dan akan sembuh sempurna, sebagian yang lain bisa
mengalami komplikasi dari ringan sampai berbahaya, antara lain:
a) Gangguan elektrolit
b) Perdarahan
c) Anemia
d) Infeksi
e) Sepsis
f) Gangguan faal hati
g) Gagal hati
h) Gagal ginjal
i) Kernicterus
j) Ensefalopati hepatic
k) Kematian (Tjokroprawiro, 2015).

6. Penatalaksanaan
a. Bayi dijemur di bawah sinar matahari pagi antara jam 7-9 pagi selama 15 menit. Sinar
matahari mengandung sinar biru-hijau yang dapat mengubah bilirubin indirek
menjadi bilirubin yang lebih mudah dibuang, selain itu matahari pagi berguna sebagai
sumber vitamin D
b. Peningkatan asupan cairan baik secara oral maupun intravena. Status hidrasi bayi
harus terus dipantau dan asupan cairan disesuiakan.
c. Fototerapi dengan menggunakan sinar berwarna biru-hijau. Sinar ini dapat mengubah
dari bilirubin indirek menjadi bilirubin yang lebih mudah dibuang hingga keluar dari
dalam tubuh dan tidak berbahaya. Bayi yang mendapatkakn fototerapi harus dipantau:
1) Kedua mata harus ditutupi
2) Bayi dipantau untuk mendeteksi apnea akibat sumbatan hidung akrena perubahan
posisi bantalan pelindung mata
3) Suhu kulit harus dipantau secara terus menerus dan suhu kulit abdomen
dipertahankan dalam kisaran 36-36,5°C
4) Pemantauan status hidrasi bayi dengan mengukur berat badan
5) Pengukuran bilirubin serum setiap 8-24 jam
6) Fototerapi harus dihentikan bila kebutuhan transfusi tukar sudah dikesampingkan.
d. Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hyperbilirubinemia yang tidak dapat diatasi
dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan fototerapi kadar bilirubin tetap tinggi
Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg%, peningkatan kadar bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per-jam, anemia
berat pada neunatus dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar hemoglobin tali
pusat kurang dari 14 mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse tukar adalah
mengganti ertitrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang antibody yang
menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek dan memperbaiki
anemia (Noorbaya & Johan, 2019).
e. Pemberian ASI
Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan air
putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus dan menurunkan
penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan tertentu bayi
perlu diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada ikterus dini atau
ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai dengan tata laksana
hiperbilirubinemia.
Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat
mungkin ibu tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah dengan
menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal
menggunakan cangkir, maka dapat diberikan dengan pipa orogastrik atau nasogastrik,
tetapi harus segera dicabut sehingga tidak mengganggu refleks isapnya. Kegiatan
menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah dehidrasi, kecuali pada bayi
kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap 3 jam sekali.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
a) Pengakajian
1. Frekuensi Pernapasan, periksa:
a. frekuensi pernapasan yang secara konsisten lebih dari 60 atau kurang dari 30 kali
permenit
b. gruting pada saat ekpirasi
c. tarikan dinding dada kedalam
d. apnea (henti napas spontan selama lebih dari 20 detik)
2. Warna, periksa:
Sianosis sentral (lidah dan bibir biru, perhatikan bahwa kulit biru selain lidah dan bibir
biru menunjukan masalah yang sangat serius masalah yang serius)
3. Frekuensi jantung, periksa:
Frekuensi jantung secara konsisten lebih dari 160 atau kurang dari 100 kali permenit
4. Suhu tubuh, periksa:
a. suhu kurang dari 36,5°C
b. suhu lebih dari 37,5°C
5. Postur dan gerakan, periksa:
a. opistotonus (hiperekstensi ektrimitas tubuh, dengan kepala dan tumit melengkung
ke belakang dan tubuh melengkung ke depan)
b. gerakan tubuh, ekstrimitas, atau wajah yang tidak teratur dan tersentak-sentak
(konvulsi atau spasme)
c. gerakan terkejut (gerakan ceet dan berulang ulang yang disebabkan oleh memegang
bayi dengan tibatiba atau suara yang keras dan sapat dihentikan dengan cara
menggendong, memberi makan atau memfleksikan ekstrimitas
6. Tonus otot dan tingkat kewaspadaan, periksa:
a. Letargi (penurunan tingkat kesadaran, bayi dapat dibangunkan dengan upaya keras)
b. Terkulai (kelemahan tonus otot, ekstremitas jatuh terkulai saat diangkat dan
dilepaskan)
c. Iritabilitas (sensitive terhadap rangsangan secara abnormal, sering dan terus-
menerus menangis dengan sedikir penyebab yang tampak)
d. Mengantuk (lambat berespons)
e. Penurunan aktivitas
f. Tidak sadar (tidur sangat dalam, tidak berespon terhadap rangsangan, tidak ada
reaksi terhadap prosedur yang menimbulkan nyeri)
7. Ekstremitas
a. Posisi dan gerakan ekstremitas abnormal
b. Lengan atau tungkai bayi bergerak tidak simetris
c. Bayi menangis saat tungkai dan lengan disentuh atau di gerakkan
d. Tulang bergeser dari posisi normalnya
e. Club foot (kaki terpuntir keluar dari bentuk atau posisinya)
f. Jari tangan atau jari kaki tambahan
8. Kulit
a. Kemerahan atau pembengkakan kulit
b. Pustula atau lepuh
c. Ruam kulit yang melepuh pada telapak kaki dan tangan
d. luka atau abrasi
e. memar
f. tanda lahir atau umbai kulit
g. kehilangan elastisitas
h. thrush (bercak merah terang di kulit pada area popok di bokong)
9. Umbilikus
a. Umbilicus berwarna merah, bengkak, mengeluarkan pus, atau berbau busuk
b. Kulit di sekitar umbilicus berwarna merah dan mengeras
c. Perdarahan dari umbilicus
10. Mata
a. Pus keluar dari mata
b. Kelopak mata merah atau bengkak
c. Perdarahan subkonjungtiva
11. Kepala dan Wajah
a. Hidrosefalus
b. Fontanel anterior menonjol
c. Fontanel cekung
d. Pembengkakkan kulit kepala yang tidak terbatas pada area di atas fontanel
e. Tidak mampu mengerutkan dahi atau menutup mata pada satu sisi, sudut mulut
tertarik ke satu sisi
f. Tidak mampu menyusu tanpa meneteskan susu
g. Mulut dan Hidung
1) Bibir sumbing
2) Celah palatum (lubang pada palatum dulum yang menghubungkan mulut dan
saluran hidung)
3) Thrush (bercak putih tebal pada lidah atau di dalam mulut)
4) Sianosis sentral
5) Rabas hidung sangat banyak
6) Lidah dan membrane mukosa kering
12. Abdomen Dan Punggung, Periksa:
a. distensi abdomen
b. gastroskisis/ omfalokel (defek pada dinding abdomen atau umbilikus tempat
pennjolan usus atau organ abdomen)
c. spina bifida/ mielomeningokel (defek pada punggung tempat penonjolan meninges
atau medula spinalis)
13. Berat Badan, Periksa:
a. berat badan lahir kurang dari 2,5 kg
b. berat badan lebih dari 4,0 kg
c. berat badan tidak naik (terbukti atau dicurigai)
14. Urine Dan Feses, Periksa:
a. berkemih kurang dari enam kali perhari setelah hari ke 2
b. diare (peningkat frekuensi feses lunak yang teramati atau dilaporkan oleh ibu, fese
cair atau hijau, atau mengandung mukus atau darah)
c. tidak mengeluarkan mekonium dalam 24 jam setelah lahir (WHO, 2019)
15. APGAR score

SCORE 0 1 2
Apereance (Warna kulit) Biru Pucat Tubuh Merah Merah seluruh
Ektrimitas Biru tubuh
Pulse (Denyut Jantung) Tidak Ada Kurang dari 100x/ lebih dari 100x/
Menit menit
Greemace (reaksi terhadap Tidak Ada Merintih batuk, bersin
rangsangan)
Activity (Tonus otot) Lunglai Lemah (Fleksi Gerak aktif (fleksi
Ektrimitas) kuat)
Respiration (usaha napas) Tidak Ada Tidak Teratur tangis kuat
Dengan menlai apgar score pada menit ke 1
Hasil apgar score: 0-3: Asfiksia berat
Hasil apgar score: 4-6: Asfiksia sedang
Hasil apgar score: 7-10: Normal (Yulianti, 2019)

b) Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Bayi Baru Lahir (BBL)

No Diagnosa
Tujuan Intervensi
. Keperawatan
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan a. Manajemen Jalan Nafas (3140) :
nafas tak efektif keperawatan selama … X 24 jam, 1) Buka jalan nafas
b.d obstruksi jalan klien diharapkan mampu 2) Posisikan klien untuk
nafas : banyaknya menunjukan jalan nafas yang memak-simalkan ventilasi
mucus. paten dengan indicator : 3) Identifikasi klien perlunya
a. Status Respirasi : Patensi pema-sangan alat jalan nafas
Jalan Nafas (0410) buatan
1) Pasien tampak tenang 4) Keluarkan sekret dengan
(tidak cemas) suction
2) RR: 30-60X/menit 5) Auskultasi suara nafas, catat
3) Irama nafas teratur adanya suara tambahan
4) Pengeluaran sputum pada 6) Monitor respirasi dan status
jalan nafas O2
5) Tidak ada suara nafas
tambahan
6) Warna kulit kemerahan
2. Risiko infeksi b.d. Setelah dilakukan tindakan a. Mengontrol Infeksi (6540) :
kurangnya keperawatan selama…X 24 jam, 1) Bersihkan box / incubator
pertahanan pasien diharapkan terhindar dari setelah dipakai bayi lain
imunologis, faktor tanda dan gejala infeksi dengan 2) Pertahankan teknik isolasi
lingkungan, indicator : bagi bayi ber-penyakit
penyakit ibu a. Status Imun (0702) : menular
1) RR : 30-60X/menit 3) Batasi pengunjung
2) Irama napas teratur 4) Instruksikan pada
3) Suhu 36-37˚ C pengunjung untuk cuci
4) Integritas kulit baik tangan sebelum dan sesudah
5) Integritas nukosa baik berkunjung
6) Leukosit dalam batas 5) Gunakan sabun antimikrobia
normal untuk cuci tangan
6) Cuci tangan sebelum dan
sesudah mela-kukan tindakan
keperawatan
7) Pakai sarung tangan dan baju
sebagai pelindung
8) Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
9) Ganti letak IV perifer dan
line kontrol dan dressing
sesuai ketentuan
10) Tingkatkan intake nutrisi
11) Beri antibiotik bila perlu.
b. Mencegah Infeksi (6550)
1) Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2) Batasi pengunjung
3) Skrining pengunjung
terhadap penyakit menular
4) Pertahankan teknik aseptik
pada bayi beresiko
5) Bila perlu pertahankan teknik
isolasi
6) Beri perawatan kulit pada
area eritema
7) Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
8) Dorong masukan nutrisi
yang cukup
9) 9. Berikan antibiotik
sesuai program
3. Resiko Setelah dilakukan tindakan a. Mengatur temperature (3900) :
ketidakseimbanga keperawatan selama…X 24 jam 1) Monitor temperatur klien
n suhu tubuh b.d diharapkan klien terhindar dari sampai stabil
faktor resiko ketidak-seimbangan suhu tubuh 2) Monitor nadi, pernafasan
paparan dingin / dengan indicator : 3) Monitor warna kult
sejuk : perubahan a. Termoregulasi Neonatus 4) Monitor tanda dan gejala
suhu intrauteri ke (0801) : hipotermi / hipertermi
extrauteri. 1) Suhu axila 36-37˚ C 5) Perhatikan keadekuatan
2) RR : 30-60 X/menit intake cairan
3) HR 120-140 X/menit 6) Pertahankan panas suhu
4) Warna kulit merah muda tubuh bayi (missal : segera
5) Tidak ada distress ganti pakaian jika basah)
respirasi 7) Bungkus bayi dengan segera
6) Hidrasi adekuat setelah lahir untuk mencegah
7) Tidak menggigil kehilangan panas
8) Bayi tidak gelisah 8) Jelaskan kepada keluarga
9) Bayi tidak letargi tanda dan gejala hipotermi /
hipertermi
9) Letakkan bayi setelah lahir di
bawah lampu sorot / sumber
panas
10) Jelaskan kepada keluarga
cara untuk mencegah
kehilangan panas / mencegah
panas bayi berlebih
11) Tempatkan bayi di atas kasur
dan berikan selimut.

c) Implementasi
Sesuai dengan intervensi.

d) Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambung
dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil
pada tahap perencanaan. (Setiadi, 2012).

e) Diagnosa Keperawatan Hiperbilirubinemia


Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual
maupun potensial yang bertujuan untuk memperoleh gambaran respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosis
keperawatan yang ditegakkan dalam masalah ini adalah Ikterik Neonatus.

f) Intervensi Keperawatan Hiperbilirubinemia


Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
Ikterik Setelah dilakukan tindakan 1. Fototerapi neonatus
neonatus b.d keperawatan selama … X 24 jam, - Monitor ikterik pada sklera dan
usia kurang diharapkan masalah ikterik neonatus kulit bayi
dari 7 hari, dapat teratasi dengan kriteria hasil: - Monitor suhu dan tanda vital per 4
penurunan 1) Integritas kulit dan jaringan jam sekali
berat badan - Hidrasi meningkat - Monitor efek samping fototerapi
abnormal d.d - Kerusakan lapisan kulit menurun - Berikan penutup mata pada bayi
profil darah - Pigmentasi abnormal menurun - Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
abnormal, 2) Adaptasi Neonatus fototerapi
membran - Berat badan meningkat - Anjurkan ibu menyusui sesering
mukosa - Membran mukosa kuning mungkin
kuning, kulit menurun - Kolaborasi pemeriksaan darah vena
kuning, - Kulit kuning menurun bilirubin direk dan indirek
sklera kuning - Sklera kuning menurun 2. Perawatan neonatus
3) Organisasi perilaku bayi - Identifikasi kondisi awal bayi
- Kemampuan jari-jari setelah lahir
menggenggam meningkat - Monitor tanda vital bayi terutama
- Refleks meningkat suhu
- Kemampuan menyusu membaik - Berikan vitamin K 1 mg (IM)
- Warna kulit membaik - Rawat tali pusat secara terbuka
- Bersihkan tali pusat dengan air
steril
- Selimuti untuk mempertahankan
kehangatan dan mencegah
hipotermia
- Anjurkan ibu menyusui bayi setiap
2 jam

4) Implementasi
Implementasi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan ikterik
neonatus pada bayi hiperbilirubineia adalah fototerapi, fototerapi diberikan jika kadar
bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol
yang mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin
menurun. Fototerapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air
dan cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan
empedu kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar
dalam feses.

5) Evaluasi
Berdasarkan kriteria hasil dalam perencanaan keperawatan diatas adalah sebagai berikut:
a. Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)
b. Warna kulit normal (tidak ikterik)
c. Refleks mengisap baik
d. Mata bersih (tidak Ikterik)
e. Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
f. Eliminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)
DAFTAR PUSTAKA

Ari Kurniarum. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dwienda, O. (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak Prsekolah.
Deepublish.
Jamil, siti nurhasiyah, Sukma, F., & Hamidah. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. In Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Noorbaya, S., & Johan, H. (2019). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Gosyen
Publishing.
Rohsiswatmo, R. (2013). Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui yang Kuning. IDAI.
Sutjahjo, A. (2016). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press.
Tjokroprawiro, A. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press.
Yulianti, N. T. (2019). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir (H. Putra (ed.)).
Cendekia Publisher.
Ari Kurniarum. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dwienda, O. (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak Prsekolah.
Deepublish.
Jamil, siti nurhasiyah, Sukma, F., & Hamidah. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. In Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Noorbaya, S., & Johan, H. (2019). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Gosyen
Publishing.
Rohsiswatmo, R. (2013). Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui yang Kuning. IDAI.
Sutjahjo, A. (2016). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press.
Tjokroprawiro, A. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press.
Yulianti, N. T. (2019). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir (H. Putra (ed.)).
Cendekia Publisher.

Anda mungkin juga menyukai