Disusun Oleh :
Nama : Nessa Ishmah Munyati
NIM : 2010721059
Kelas : C
2. Pengertian
Persalinan merupakan suatu proses yang bersih dan aman, untuk
mengurangi pencegahan komplikasi setelah bayi lahir sehingga mengurangi angka
kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2014). Persalinan
terjadi pada kehamilan yang cukup bulan (37–42 minggu) dengan ditandai adanya
kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya penipisan, dilatasi serviks, dan
mendorong janin keluar melalui jalan lahir dengan presentase belakang kepala
tanpa alat atau bantuan (lahir spontan) serta tidak ada komplikasi pada ibu dan
janin (Sari et al., 2014).
3. Etiologi
Sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori – teori yang
kompleks. Faktor – faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus,
sirkulasi uterus, pengaruh syaraf dan nutrisi di sebut sebagai faktor – faktor yang
mengakibatkan persalinan mulai. Menurut (Prawirohardjo, 2014) mulai dan
berlangsungnya persalinan, antara lain :Teori penurunan hormone ialah penurunan
kadar hormon estrogen dan progesteron yang terjadi kira – kira 1 – 2 minggu
sebelum partus dimulai. Progesterone bekerja sebagai penenang bagi otot – otot
uterus dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
kadar progesterone turun.
Teori plasenta menjadi tua Villi korialis mengalami perubahan –
perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesterone menurun yang menyebabkan
kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim. Teori
berkurangnya nutrisi pada janin, jika nutrisi pada janin berkurang maka hasil
konsepsi akan segera di keluarkan.
Teori distensi Rahim yaitu keadaan uterus yang terus menerus membesar
dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot – otot uterus. Hal ini mungkin
merupakan faktor yang dapat menggangu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta
menjadi degenerasi. Teori iritasi mekanik yaitu tekanan pada ganglio servikale dari
pleksus frankenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan,
kontraksi uterus akan timbul.
4. Patofisiologi
Proses persalinan terdiri dari 4 kala yaitu:
a. Kala I: waktu pembukaan serviks samapi menjadi pembukaan lengkap 10 cm
b. Kala II: dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir
c. Kala III: dari bayi lahir sampai keluarnya plasenta
d. Kala IV: keluarnya plasenta sampai 2 jam post Partum
a. Kala I (Pembukaan)
Pada kala pembukaan harus belum begitu kuat, datangnya setiap 10-15 menit dan
tidak seberapa mengganggu ibu hingga ia masih sering dapat berjalan. Lama kala I
untuk primi adalah 12 jam dan multi 8 jam. Kala I dibagi menjadi 2 fase yaitu:
1) Fase laten
a) Dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3
cm, berlangsung 7-8 jam.
b) Primi: 6-14 jam
c) Multi: 2-10 jam
d) His: teratur, datang tiap 10 – 15 menit.
e) Tanda: keluar sedikit darah bercampur lendir, perdarahan dari pembukaan
lendir rahim 3 cm.
f) Pembukaan ketuban
g) Ibu mungkin merasa senang karena kehamilannya akan berakhir. Ibu
merasakan nyeri pinggang yang menjalar ke perut bawah
2) Fase Aktif
Berlangsung selama 6 jam, dibagi dalam3 fase:
a) Periode akselerasi: berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
b) Periode dilatasi maksimal: selama 2 jam berlangsung menjadi 9 cm.
c) Periode deselerasi: berlansung lambat dalam waktu 3 jam, pembukaan 10
cm.
b. Kala II
Adalah ketika pembukaan serviks sudah lengkap 10 cm dan berakhir dengan
lahirnya bayi. Pada primi 1-2 jam dan multi 30 menit. Tanda dan gejala kala II:
a) Ibu mengatakan ingin mengejan
b) Ibu mengatakan meningkatnya tekanan pada rektum dan vagina
c) Perineum menonjol
d) Vulva, vagina, sfingter ani terlihat membuka
e) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah
Tanda pasti kala II:
d. Kala IV (Nifas)
Masa 1-2 jam untuk mengawasi keadaan ibu utamanya HPP (Hemoragis Post
Partum). Dalam kala IV ini, ibu masih membutuhkan pengawasan yang intensif
karena atonia uetri mengancam.
Pengawasan dalam kala IV:
a) Mengawasi perdarahan post partum
b) Mengawasi robekan perineum
c) Memeriksa bayi
Pathway
Kala I
ATP meningkat
Kontraksi (his)
Diaphoresis
Kala II
Diaphoresis
Ketidakseimbangan
elektrolit, deficit volume
cairan
Kala III
Janin keluar
Ibu kelelahan
Plasenta keluar
Pengeluaran Resiko HPP
plasenta secara
manual Hipovolemia Komplit Inkomplit
vaskuler
Kontraksi baik Kontraksi buruk
Resiko deficit
volume cairan
Perubahan CO
Sirkulasi terganggu
Gangguan perfusi
jaringan
Kala IV
Proses persalinan plasenta
Gangguan
perfusi
jaringan
perifer
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala Dimulainya Proses Persalinan dan Kelahiran, menurut (Wagiyo &
Putrono, 2016), antara lain :
a. Tanda-tanda palsu
1) His dengan interval tidak teratur
2) Frekuensi semakin lama tidak mengalami peningkatan
3) Rasa nyeri saat kontraksi hanya pada bagian depan
4) Jika dibawa jalanjalan, frekuensi dan intensitas his tidak mengalami peningkatan
5) Tidak ada hubungan antara derajat pengerasan uterus saat his dengan intensitas
rasa nyeri
6) Tidak keluar lendir dan darah
7) Tidak ada perubahan cervik uteri
8) Bagian presentasi janin tidak mengalami penurunan
9) Bila diberi obat sedative, his menghilang
b. Tanda-tanda pasti
1) His dengan interval teratur
2) Frekuensi semakin lama semakin meningkat, baik durasi maupun intensitasnya
3) Rasa nyeri menjalar mulai dari belakang ke bagian depan
4) Jika dibawa jalan-jalan frekuensi dan intensitas his mengalami peningkatan
5) Ada hubungan antara derajat pengerasan uterus saat his dengan intensitas rasa
nyeri
6) Keluar lendir dan darah
7) cervik uteri mengalami perubahan yang progresif dari melunak, menipis, dan
berdilatasi.
8) Bagian presentasi janin mengalami penurunan
9) Bila diberi obat sedative, his menghilang
6. Komplikasi
Penyulit/Komplikasi Persalinan Kala I dan II Persalinan dengan beberapa penyulit
dapat mengancam jiwa ibu, Distosia Kelainan Presentasi dan Posisi (Mal Posisi),
Distosia karena Kelainan His, Distosia karena Kelainan Alat Kandungan, serta
Distosia karena Kelainan Janin.
- DISTOSIA KELAINAN PRESENTASI DAN POSISI (MAL POSISI)
Malposisi adalah kepala janin relatif terhadap pelvis degan oksiput sebagai titik
referensi, atau malposisi merupakan abnormal dari vertek kepala janin (dengan ubun-
ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Dalam keadaan malposisi dapat
terjadi partus macet atau partus lama. Penilaian posisi normal apabila kepala dalam
keadaan fleksi, bila fleksi baik maka kedudukan oksiput lebih rendah dari pada
sinsiput, keadaan ini disebut posisi oksiput transversal atau anterior. Sedangkan
keadaan dimana oksiput berada di atas posterior dari diameter transversal pelvis adalah
suatu malposisi.
- DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS False labour (persalinan palsu/belum inpartu)
His belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang. Periksa adanya
infeksi saluran kencing, ketuban pecah dan bila didapatkan adanya infeksi obati secara
adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
- DISTOSIA KARENA KELAINAN ALAT KANDUNGA VULVA
Kelainan yang bisa menyebabkan kelainan vulva adalah oedema vulva, stenosis vulva,
kelainan bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata dan fistula.
DISTOSIA KARENA KELAINAN JANIN yaitu Bayi Besar (Makrosomia)
Makrosomia adalah bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4000 gram.
Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram.
Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500
gram adalah 0,4%.(Ari Kurniarum, SSiT., 2016)
7. Penatalaksanaan Medis
1) Kala I
a. Diagnosis
Ibu sudah dalam persalinan kala I jika pembukaan serviks kurang dari 4 cm dan
kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40 detik.
b. Penanganan
a) Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah, ketakutan dan
kesakitan
b) Jika ibu tsb tampak kesakitan dukungan/asuhan yang dapat diberikan;
lakukan perubahan posisi, sarankan ia untuk berjalan, dll.
c) Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalina
d) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perugahan yang terjadi serta
prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan
e) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya
setelah buang air besar/kecil.
f) Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi berikan cukup
minum
g) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin
c. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada
persalinan dan setelah selaput ketuban pecah. Gambarkan temuan-temuan yang
ada pada partogram. Pada setiap pemeriksaan dalam catatlah hal-hal sebagai
berikut :
1. Warna cairan amnion
2. Dilatasi serviks
3. Penurunan kepala (yang dapat dicocokkan dengan pemeriksaan luar)
Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama mungkin
diagnosis in partu belum dapat ditegakkan. Jika terdapat kontraksi yang
menetap periksa ulang wanita tsb setelah 4 jam untuk melihat perubahan pada
serviks. Pada tahap ini jika serviks terasa tipis dan terbuka maka wanita
tersebut dalam keadaan in partu jika tidak terdapat perubahan maka
diagnosanya adalah persalinan palsu.
1. Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten
2. Kecepatan pembukaan serviks lebih lambat dari 1 cm perjam selama
persalinan fase aktif
3. Serviks tidak dipenuhi oleh bagian bawah janin
e. Kemajuan pada kondisi janin
1. Jika didapati denyut jantung janin tidak normal ( kurang dari 100 atau lebih
dari 180 denyut permenit ) curigai adanya gawat janin
2. Posisi atau presentasi selain aksiput anterior dengan verteks fleksi sempurna
digolongkan kedalam malposisi atau malpresentasi
3. Jika didapat kemajuan yang kurang baik atau adanya persalinan lama
tangani penyebab tersebut.
f. Kemajuan pada kondisi Ibu
Lakukan penilaian tanda-tanda kegawatan pada Ibu :
1. Jika tali pusat mengelilingi leher bayi dan terlihat longgar selipkan tali
pusat melalui kepala bayi
2. Jika lilitan pusat terlalu ketat tali pusat diklem pada dua tempat kemudian
digunting diantara kedua klem tersebut sambil melindungi leher bayi.
f. Kelahiran Bahu dan anggota seluruhnya
1. Biarkan kepala bayi berputar dengan sendirinya
2. Tempatkan kedua tangan pada sisi kepala dan leher bayi
3. Lakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan bahu depan
4. Lakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan bahu belakang
5. Selipkan satu tangan anda ke bahu dan lengan bagian belakang bayi sambil
menyangga kepala dan selipkan satu tangan lainnya ke punggung bayi untuk
mengeluarkan tubuh bayi seluruhnya
6. Letakkan bayi tsb diatas perut ibunya
7. Secara menyeluruh, keringkan bayi, bersihkan matanya dan nilai pernafasan
bayi , Jika bayi menangis atau bernafas ( dada bayi terlihat naik turun paling
sedikit 30x/m ) tinggalkan bayi tsb bersama ibunya
8. Jika bayi tidak bernafas dalam waktu 30 detik mintalah bantuan dan segera
mulai resusitasi bayi
9. Klem dan pototng tali pusat
10. Pastikan bahwa bayi tetap hangat dan memiliki kontak kulit dengan kulit
dada siibu.
11. Bungkus dengan kain yang halus dan kering, tutup dengan selimut dan
pastikan kepala bayi terlindung dengan baik untuk menghindari hilangnya
panas tubuh.
3) Kala III
a. Manajemen Aktif Kala III
1. Pemberian oksitosin dengan segera
2. Pengendalian tarikan tali pusat
3. Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
b. Penanganan
Memberikan oksitosin untuk merangsang uetrus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta :
1. Oksitosin dapat diberikan dalam dua menit setelah kelahiran bayi
2. Jika oksitosin tidak tersedia rangsang puting payudara ibu atau susukan
bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah atau memberikan ergometrin
0,2 mg. IM.
3. Lakukan penegangan tali pusat terkendali dengan cara :
a) Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat diatas simpisis pubis.
Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan
dorso kranial – kearah belakang dan kearah kepala ibu.
b) Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5-6 cm didepan
vulva.
c) Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (
2-3 menit )
d) Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus-
menerus dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
4. PTT hanya dilakukan selama uterus berkontraksi
5. Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau
klem pada tali pusat mendekati plasenta lepas, keluarkan dengan gerakan
ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat
memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam
untuk mengeluarkan selaput ketuban.
6. Segera setelah plasenta dan selaput ketubannya dikeluarkan masase fundus
agar menimbulkan kontraksi.
7. Jika menggunkan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam
waktu 15 menit berikan oksitosin 10 unit Im. Dosis kedua dalam jarak
waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
8. Periksa wanita tsb secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks
atau vagina atau perbaiki episotomi.
4) Kala IV
a. Diagnosis
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan
bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa – sio ibu
melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedanmg menyesuaikan diri dari dalam
perut ibu ke dunia luar.
b. Penanganan
1. Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit
selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat masase uterus sampai menjadi
keras. Apabila uterus berkontraksi otot uterus akan menjepit pembuluh
darah untuk menghentikan perdarahan .
2. Periksa tekanan darah,nadi,kantung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit
pada jam I dan setiap 30 menit selama jam II
3. Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu
makanan dan minuman yang disukainya.
4. Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering
5. Biarkan ibu beristirahat
6. Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi
7. Bayi sangat siap segera setelah kelahiran
8. Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun,pastikan ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan.
9. Ajari ibu atau keluarga tentang :
a) Bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
b) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi
B. ASUHAN KEPERAWATAN (Atin Karjatin, 2016)
1. Pengkajian
KALA I
a. Keluhan
Anda kaji alasan klien datang ke rumah sakit. Alasannya dapat berupa keluar darah
bercampur lendir (bloody show), keluar air–air dari kemaluan (air ketuban), nyeri
pada daerah pinggang menjalar ke perut/kontraksi (mulas), nyeri makin sering dan
teratur.
b. Pengkajian riwayat obstetric
Kaji kembali HPHT, taksiran persalinan, usia kehamilan sekarang. Kaji riwayat
kehamilan masa lalu, jenis persalinan lalu, penolong persalinan lalu, kondisi bayi saat
lahir. Kaji riwayat nifas lalu, masalah setelah melahirkan, pemberian ASI dan
kontrasepsi.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, kesadaran, tanda–tanda vital (TTV) meliputi tekanan darah, nadi,
suhu, respirasi, tinggi badan, dan berat badan.
2) Kaji tanda–tanda in partu seperti keluar darah campur lendir, sejak kapan
dirasakan kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang meningkat, waktu
keluarnya cairan dari kemaluan, jernih atau keruh, warna, dan jumlahnya.
3) Kaji TFU, Leopold I, II, II, dan IV (lihat kembali modul 2 atau pedoman
praktikum pemeriksaan fisik ibu hamil).
4) Kaji kontraksi uterus ibu. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahun derajat
dilatasi (pembukaan) dan pendataran serviks, apakah selaput ketuban masih utuh
atau tidak, posisi bagian terendah janin.
5) Auskultasi DJJ.
KALA II
a. Periksa TTV (TD, nadi, suhu, respirasi), tanda–tanda persalinan kala II dimulai sejak
pukul, evaluasi terhadap tanda–tanda persalinan kala II (dorongan meneran, tekanan
ke anus, perineum menonjol, dan vulva membuka).
b. Periksa kemajuan persalinan VT (status portio, pembukaan serviks, status selaput
amnion, warna air ketuban, penurunan presentasi ke rongga panggul, kontraksi
meliputi intensitas, durasi frekuensi, relaksasi).
c. DJJ, vesika urinaria (penuh/ kosong).
d. Respon perilaku (tingkat kecemasan, skala nyeri, kelelahan, keinginan mengedan,
sikap ibu saat masuk kala II, intensitas nyeri).
Nilai skor APGAR dinilai pada menit pertama kelahiran dan diulang pada menit kelima.
A (appearance/warna kulit),
P (Pulse/denyut jantung),
G (Grimace/respon refleks),
A (Activity/tonus otot),
R (respiration/pernapasan).
Nilai kelima variabel tersebut dijumlahkan.
Interpretasi hasil yang diperoleh:
1) Bila jumlah skor antar 7–10 pada menit pertama, bayi dianggap normal.
2) Bila jumlah skor antara 4–6 pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan
medis segera seperti pengisapan lendir dengan suction atau pemberian
oksigen untuk membantu bernafas.
KALA III
a. Kaji TTV (TD, nadi, pernafasan, nadi),
b. kaji waktu pengeluaran plasenta,
c. kondisi selaput amnion,
d. kotiledon lengkap atau tidak.
e. Kaji kontraksi/HIS,
f. kaji perilaku terhadap nyeri,
g. skala nyeri,
h. tingkat kelelahan
i. keinginan untuk bonding attachment,
j. Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
KALA IV
Pengkajian kala IV, dikaji selama 2 jam setelah plasenta lahir. Pada satu jam pertama,
ibu dimonitoring setiap 15 menit sekali, dan jam kedua ibu dimonitoring setiap 30 menit.
Adapun yang dimonitoring adalah, tekanan darah, nadi, kontraksi, kondisi vesika urinaria,
jumlah perdarahan per vagina, intake cairan.
2. Perencanaan Keperawatan
KALA I
Contoh diagnose keperawatan yang mungkin muncul:
a. Nyeri b.d. peningkatan intensitas kontraksi, penurunan kepala ke rongga panggul,
ditandai dengan: ibu mengeluh nyeri, tampak meringis dan kesakitan, frekuensi HIS
terus meningkat.
b. Defisit volume cairan b.d penurunan intake cairan, ditandai dengan: balans yang tidak
seimbang antara intake dan output, berkeringat, mengeluh haus, pengeluaran cairan
pervaginam (air ketuban, lendir dan darah, mual muntah).
KALA II
Contoh diagnose keperawatan yang mungkin muncul:
a. Nyeri b.d. peningkatan intensitas kontraksi, mekanisme pengeluaran janin, ditandai
dengan: ibu mengeluh nyeri, tampak meringis dan kesakitan.
KALA III
a. Gangguan bonding attachment b.d. kurangnya fasilitasi dari petugas kesehatan selama
kala III, ditandai dengan: ibu menolak IMD, ibu lebih terfokus pada nyeri yang
dialami, kurangnya support dari petugas kesehatan dan keluarga.
KALA IV
a. Risiko tinggi infeksi post partum b.d. luka perineum, ditandai dengan ibu takut BAK,
vesika urinaria penuh
3. Implementasi Keperawatan
KALA I
Tujuan: Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri selama periode persalinan kala I, dengan
kriteria: ibu tampak tenang diantara kontraksi, ekspresi wajah rileks, ibu mampu
mengontrol nyeri, kemajuan persalinan sesuai dengan tahapan persalinan.
Intervensi:
a. Bantu dengan manajemen nyeri non farmakologi seperti penggunaan teknik relaksasi
(teknik pernafasan dalam), massage bokong. rasional: teknik manajemen nyeri non
farmakologi dapat memblok impuls nyeri dalam korteks serebral.
b. Berikan rasa nyaman selama di kamar bersalin (seperti membantu perubahan
perubahan posisi, memenuhi kbutuhan dasar, perawatan perineal). rasional:
pemenuhan kebutuhan dasar, meningkatkan hygiene menciptakan perasaan sejahtera.
c. Fasilitasi klien dengan pendamping selama di kamar bersalin. rasional: kehadiran
suami/ keluarga secara psikologis dapat mengurangi stress dan meminimal intensitas
nyeri HIS.
d. Anjurkan klien untuk berkemih tiap 1–2 jam. rasional: kandung kemih bebas distensi,
dapat meningkatkan kenyamanan, dan mempengaruhi penurunan janin.
Tujuan: klien menunjukkan kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, dengan kriteria:
mukosa bibir tidak kering, klien tidak haus, tidak ada mual muntah.
Intervensi:
a. Berikan cairan oral yang dapat ditoleransi oleh klien untuk memenuhi hidrasi yang
adekuat. rasional: kebutuhan cairan dapat terpenuhi
b. Pantau suhu, tiap 2 jam, observasi TTV ibu dan DJJ.rasional: dehidrasi dapat
meningkatkan suhu, TD, pernafasan, dan DJJ
c. Berikan cairan parenteral, sesuai indikai. rasional: membantu meningkatkan hidrasi
dan dapat menyediakan kebutuhan elektrolit.
KALA II
Tujuan: ibu dapat beradaptasi dengan nyeri pada kala II, dengan criteria: ibu dapat
mengedan dengan benar, ibu lebih tenang, ibu dapat beristirahat diantara kontraksi.
Intervensi:
a. Berikan tindakan kenyamanan seperti massage daerah punggung. rasional:
meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.
b. Ajarkan klien/ pasangan untuk mengatur upaya mengedan dengan spontan, selama
adanya kontraksi. rasional: kemampuan klien untuk merasakan sensasi kontraksi,
mengakibatkan proses mengejan efektif.
c. Bantu klien dalam memilih posisi optimal (seperti jongkok atau sim). rasional: posisi
yang tepat dengan relaksasi jaringan perineal mengoptimalkan upaya mengejan.
d. Anjurkan klien untuk berkemih tiap 1–2 jam. rasional: kandung kemih bebas distensi,
dapat meningkatkan kenyamanan, dan mempengaruhi penurunan janin.
KALA III
Tujuan: klien menunjukkan proses bonding attachment dapat berlangsung dengan
baik, dengan criteria: IMD berlangsung minimal 1 jam, ibu berespon terhadap bayinya,
adanya support dari keluarga dan petugas kesehatan.
Intervensi:
a. Berikan informed consent terhadap keluarga dan ibu tentang kesediaan penerapan
IMD. rasional: informed consent sebagai unsur legalitas, ibu menyetujui penerapan
IMD.
b. Beri reinforcement pada ibu yang dapat menerapkan IMD sebagai awal bonding
attachment.
c. Kaji kondisi fisik BBL untuk pelaksanaan bonding attachment. rasional bayi sehat
sebagai salah satu indikasi pelaksanaan IMD.
KALA IV
Tujuan: klien dapat terhindar dari risiko puerperium, dengan criteria: lochea berubah
sesuai waktunya, TFU mengalami involusi secara progresif, cairan pervaginam tidak
berbau, suhu antara 36–37.
Intervensi:
a. Lakukan pinsip aseptis dan antiseptis setiap melaksanakan intervensi keperawatan.
rasional: infeksi dapat disebabkan infeksi nosokomial dari petugas kesehatan.
b. Anjurkan ibu untuk sering mengganti pembalut setiap basah. rasional: untuk
mengurangi kondisi lingkungan lembab dan basah karena media baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan kuman.
c. Berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein. rasional: penyembuhan luka plasental bed
di endometrium dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang baik.
d. Evaluasi/ukur TFU tiap hari. rasional: proses involusi uterus normal jika terjadi
penurunan 1 cm/ hari dan hari ke–7 uterus sudah tidak teraba.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan mengacu pada tujuan yang diharapkan dari setiap tindakan
yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ari Kurniarum, SSiT., M. K. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.
Ari Kurniarum. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Atin Karjatin. (2016). Keperawatan Maternitas (1st ed.). Kementerian Kesehatan RI.
Oxorn, H., & Forte, W. R. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan (1st
ed.). Andi ; YEM.
Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan.
Sari, Puspita, E., & Rimandini, K. (2014). Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Trans Info
Media.
Wagiyo, & Putrono. (2016). Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranatal dan Bayi Baru Lahir
Fisiologi dan Patologis (S. Wibowo (ed.); 1st ed.). Andi.