Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH TUTORIAL BLOK RPS

KASUS 3
“ABORTUS IMMINENS & PLACENTA PREVIA TOTAL”

Disusun Oleh :

1. Chairunisa Widyaningrum 1910211014


2. Melinda Dwi Rahayu 1910211028
3. Adelia Sekar Maharani 1910211034
4. Raza Syahlevi Suwandri 1910211044
5. Nden Ajeng Tresnawati 1910211057
6. Tegar Wirayudha 1910211093
7. Yusuf Siauwijaya 1910211105
8. Fatma Athifa Hendrarto 1910211140
9. Dhiya Putri Aqilah Sandha 1910211147

Tutor : dr. Apriliana Adyaksa,SpPD

KELAS TUTORIAL A2

PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Tutorial Kasus 2 Blok Reproductive System berjudul “Abortus Imminens &
Placenta Previa”.

Makalah ini telah kami buat dengan sebaik-baiknya dalam rangka memenuhi tugas
kami untuk melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS). Makalah ini telah memuat materi
kasus 2 beserta dengan learning progress. Kami juga berterima kasih kepada pembimbing
tutorial A2 yang telah membimbing kami selama kegiatan tutorial serta memberikan
masukan dan saran demi terwujudnya kegiatan tutorial yang baik.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik yang membangun agar kami dapat menjadi lebih baik
lagi di masa yang akan datang nanti. Kami juga berharap agar makalah yang kami buat ini
dapat memberikan manfaat di masa yang akan datang.

Penyusun
FISIOLOGI PLACENTA
1. Pembentukan Placenta
a. Stadium berongga
Pada hari ke 8-9 setelah pembuahan, trofoblas berkembang dengan membelah.
Awalnya berupa sel selapis menjadi jaringan dengan berlapis-lapis sel. Selain itu juga
akan terbentuk rongga pada lapisan sinsitiotrofoblas
b. Sistem Sirkulasi Feto Maternal
Sinsitiotrofoblas akan terus berkembang dan tumbuh ke dalam endometrium yang telah
berubah menjadi desidua. Hal ini akan menyebabkan destruksi atau kerusakan dari
pembuluh darah dinding Rahim. Destruksi ini akan memberikan aliran darah bagi
sinsitium.
c. Terbentuknya Rongga korion
Trofoblas akan menghasilkan mesoderm ekstraembrional. Jaringan ini merupakan
jaringan penyambung antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan sel selaput heuser yang
kemudian berkembang menjadi pelindung yolk sac. Daerah sitrotrofoblas menjadi
selaput korion (chorionic plate)
d. Terbentuknya umbilical cord
Mesoderm yang terbentuk dari sitotrofoblas menjadi sel darah dan pembuluh darah
kapiler pada akhir minggu ketiga kehamilan. Rongga korion akan meluas sampai
jaringan embryonal akan terpisah dari membrane korion (sitotrofoblas). Embrio akan
tergubung dengan connecting stalk ( yang akan berkembang menjadi tali pusar
e. Plasenta Dewasa
Pembuluh darah dari trofoblas akan menembus ke dalam Rahim. Trofoblas
berkembang menjadi plasenta dewasa dan akan terbentuk sirkulasi melalui pembuluh
darah tali pusar. Plasenta dewasa terbentuk sepenuhnya pada minggu ke-16
2. Bentuk dan Ukuran Plasenta Dewasa
a. Oval/bundar
b. Diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm
c. Berat rata-rata 500-600 gram
d. Insersi tali pusar di tengah (centralis), samping (lateralis), tepi (marginalis)
e. Di permukaan yang menempel pada jaringan uterus ibu tampak adanya daerah
yang menonjol (kotiledon)
f. Pada sisi janin tampak arteri dan vena yang besar

3. Migrasi Plasenta
Mekansime pergerakan ini tidak jelas, tetapi ada yang mengatakan bahwa
perpindahan ke atas plasenta letak rendah adalah akibat dari proses pembentukan
segmen bawah rahim. Migrasi plasenta sebenarnya disebabkan karena pada bagian tepi
bawah plasenta mengalami atrofi sehingga kekurangan suplai darah yang menyebabkan
plasenta tumbuh ke atas mencari suplai darah.
Migrasi plasenta ini sesungguhnya tidak terjadi tetapi karena pergerakan ke atas
akibat pembentukan segmen bawah rahim sehingga seolah-olah plasenta bermigrasi.
Riwayat kehamilan sebelumnya menyebabkan plasenta letak rendah dengan
mekanisme lain. Beberapa kehamilan berakhir dengan terminasi yang berbahaya bagi
tempat implantasi. Tempat ini menjadi tidak cocok untuk implantasi berikutnya yang
mana kemudian terjadi implantasi pada segmen bawah rahim

4. Posisi Optimal Janin


Merupakan teori dimana posisi dan pergerakan ibu dapat memengaruhi posisi
bayi di dalam Rahim pada minggu-minggu terakhir kehamilan. Menempatkan bayi
pada posisi yang optimal akan mempermudah kelarihan bagi ibu dan bayi.
Posisi ideal janin adalah oksiput anterior, yaitu posisi kepala janin di bawah
menhadap vertebrae ibu dengan punggung mengjadap sisi depan perut. Dagu bayi
terselip di dadanya. Bagian terkecil kepala akan menyentuh serviks terlebih dahulu.
FISIOLOGI KEHAMILAN DAN PERSALINAN

1. Kala I.
Kala I atau kala pembukaan adalah periode persalinan yang dimulai dari his persalinan
yang pertama sampai pembukaan serviks menjadi lengkap. pada tahap pertama ini
terjadi dilatasi serviks dimana serviks melebar hingga maksimal 10 cm
Tahap ini berlangsung hingga 24 jam pada kehamilan pertama. Berdasarkan kemajuan
pembukaan maka kala I dibagi atas 2 fase, yaitu :
a) Fase laten : fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari 0 sampai 3 cm yang
membutuhkan waktu 8 jam.
b) Fase aktif : fase pembukaan yang lebih cepat
c) Fase akselerasi (fase percepatan), dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm yang
dicapai menyokong alat-alat urogenital juga sangat berperan pada persalinan
d) Fase dilatasi maksimal, dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm yang dicapai dalam
2 jam.
e) Fase decelerasi (kurangnya kecepatan), dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm
selama 2 jam.
2. Kala II
Kala II atau Kala Pengeluaran adalah periode persalinan yang dimulai dari pembukaan
lengkap sampai lahirnya bayi. Pada tahap kedua ini baru dimulai setelah dilatasi serviks
lengkap. Tahap ini lebih singkat yaitu berlangsung 30 sampai 90 menit. Prosesnya
dimulai ketika bayi bergerak melewati serviks dan vagina dimana reseptor-reseptornya
mengaktifkan suatu refleks saraf sehingga dapat memicu kontraksi dinding abdomen
yang sinkron dengan kontraksi uterus
3. Kala III
Kala III atau Kala Uri adalah periode persalinan yang dimulai dari lahirnya bayi sampai
dengan lahirnya plasenta. Pada tahap ketiga ini terjadi segera setelah bayi lahir
kemudian terjadi kontraksi uterus yang kedua yang menandakan plasenta terpisah dari
miometrium yang akhirnya keluar melalui vagina. Tahap ini berlangsung dalam 15
sampai 30 menit setelah bayi lahir.
4. Kala IV
Kala IV merupakan masa 1-2 jam setelah placenta lahir. Dalam klinik, atas
pertimbangan- pertimbangan praktis masih diakui adanya Kala IV persalinan meskipun
masa setelah placenta lahir adalah masa dimulainya masa nifas (puerperium),
mengingat pada masa ini sering timbul perdarahan. Selama persalinan, kontraksi uterus
dimulai terutama di puncak fundus uteri kemudian menyebar ke seluruh korpus uteri.
Setiap kontraksi uterus cenderung mendorong bayi ke arah serviks karena kontraksi
intensitasnya kuat pada puncak dan korpus uteri, namun lemah di segmen bawah uterus
kearah serviks. Saat awal persalinan, kontraksi hanya terjadi sekali tiap 30 menit.
Seiring majunya persalinan kontraksi timbul sekali setiap 1 sampai 3 menit dan
intensitasnya terus meningkat dengan periode relaksasi yang singkat diantara kontraksi.

▪ Tanda Persalinan
Tanda-tanda persalinan sudah dekat
1) Lightening
Pada minggu ke-36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala
bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan oleh :
a) Kontraksi Braxton Hicks
b) Ketegangan otot perut
c) Ketegangan ligamentumrotundum
d) Gaya berat janin kepala ke arah bawah

2) Terjadinya His Permulaan


Dengan makin tua pada usia kehamilan, pengeluaran esterogen dan progesteron
semakin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan his, yang lebih sering
disebut his palsu.
Sifat His Palsu:
a) Rasa nyeri ringan di bagian bawah
b) Datangnya tidak teratur
c) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda d) Durasinya pendek
d) Tidak bertambah jika beraktifitas
Tanda-tanda Persalinan
a) Terjadinya his persalinan His persalinan mempunyai sifat :
• Pinggang terasa sakit,yang menjalar ke depan
• Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya makin besar
• Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan uterus
• Makin beraktifitas, kekuatan semakin bertambah
Bloody Show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina) Dengan his
permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan pendataran dan
pembukaan; lendir yang terdapat pada kanalisservikalis lepas, kapiler pembuluh
darah pecah, yang menjadikan perdarahan sedikit. Pengeluaan cairan keluar banyak
cairan dari jalan lahir.Ini terjadi akibat pecahnya ketuban atau selaput ketuban
robek.

OVERVIEW CASE

Skenario 1
Ny. Sinta (30 tahun), G2P1A0, kehamilan 12 minggu datang ke unit emergency
KU: terjadi perdarahan vagina dengan nyeri di bagian perutnya
HIPOTESIS
1. Abortus
2. Kehamilan ektopik terganggu
3. Mola hidatidosa
4. Myoma, polip endometrium

Pemeriksaan Fisik :
• Kondisi umum: baik, tidak anemia
• BB: 55 kg, TB: 160 cm
• Tanda vital: dbn
• Jantung dan paru: dbn
• Abdomen:
- Palpasi: terdapat nyeri tekan ringan pada daerah supra pubis, massa pada perut (-),
uterus: teraba
- Inspeksi vagina: perdarahan ringan, tanda chadwick (+)
• Pemeriksaan spekulum: fluksus positif dari ostium uterus eksterna
• Vaginal toucher:
- Portio: lunak, nyeri goyang portio (-)
- Ostium uterus: tertutup
- Ukuran uterus: agak membesar dan lembut
- Hegar sign (+)
- Piskacek sign (+)
- Area adnexal: massa (-), nyeri tekan (-)
- Douglas pouch: tidak ditemukan penonjolan, nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :


• Hb: 12,1 g → dbn
Anamnesis lebih lanjut
Didapati bahwa persalinan Ny. Sinta sebelumnya adalah persalinan caesar karena distosia
Pemeriksaan USG
• Rahim membesar, kantung kehamlan yang utuh terlihat didalamnya
• Ada janin tunggal
• Panjang perkiraan janin 54 mm, sama dengan
kehamilan 12 minggu
• Janin masih hidup
• Perdarahan subkorionik kecil ditemukan pada
ostium uteri internum
• Kedua adneksa dalam batas normal

Dokter menjelaskan bahwa plasenta yang masih tergeletak di atas dinding anterior memanjang
ke bawah hingga ke belakang mencapai dinding posterior, yang biasa ditemkan pada usia
kehamilan awal. Tanda kehamilan mola (-).

Daignosis : G2P1A0 dengan Abortus imminens


Tata Laksana : Dokter menyarankan pasien untuk bed rest dan kontrol kehamilan

Interpretasi Skenario 1
Ny. Sinta (30 tahun), G2P1A0, kehamilan 12 minggu datang ke unit emergency
KU: Terjadi perdarahan vagina dengan nyeri di bagian perutnya
Pada trimester pertama (0-12 minggu) perdarahan ini dapat dipicu karena beberapa hal seperti
abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa

Hipotesis
Perdarahan kehamilan muda:
1. Abortus imminens
2. Kehamilan ektopik terganggu
3. Mola hidatidosa
Alasan diambil: adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester 1
4. Apendisitis
Alasan diambil: nyeri abdomen pada area supra pubic
5. Myoma, polip endometrium, gangguan menstruasi lainnya
Alasan diambil: Alasan: karena perdarahan pervaginam dengan nyeri perut

Pemeriksaan Fisik :
• Kondisi umum : baik, tidak anemia. Perdarahan belum sampai menyebabkan anemia
pada pasien
• BB: 55 kg, TB: 160 cm BMI: 21,5 (Normoweight)
• Tanda vital: dbn
• Jantung dan paru: dbn
• Abdomen:
- Palpasi: terdapat nyeri tekan ringan pada daerah supra pubis, massa pada perut (-),
uterus: teraba
Massa pada perut (-) → tidak adanya keganasan
- Inspeksi vagina: perdarahan ringan, tanda chadwick (+)
Tanda chadwick (+)→menandakan pasien dalam keadaan hamil. Chadwick: timbulnya
warna ungu kebiruan pada mukosa vagina, vulva, dan serviks
• Pemeriksaan spekulum: fluksus positif dari ostium uterus eksterna Menandakan
keluarnya banyak cairan dari ostium uterus eksterna
• Vaginal toucher:
- Portio: lunak, nyeri goyang portio (-) Dalam batas normal
- Ostium uterus: tertutup. Memperkuat hipotesis abortus imminens
- Ukuran uterus: agak membesar dan lembut, Hegar sign (+), Piskacek sign (+)
- Hegar sign (+). Keadaan dimana isthmus uterus menjadi sangat lunak sehingga pada
pemeriksaan bimanual, jari jari di dalam forniks dan jari – jari di supra pubis ini dapat
bersentuhan satu sama lain
- Piskacek sign (+). Tidak asimetris, pembesaran rahim yang menunjukkan implantasi
terjadi pada satu sisi tubuh rahim dan konsepsi belum memnuhi seluruh rongga rahim.
Biasanya ditemukan sebelum kehamilan 12 minggu
- Area adnexal: massa (-), nyeri tekan (-) Dalam batas normal
- Douglas pouch: tidak ditemukan penonjolan, nyeri tekan (-) Dalam batas normal. Dapat
mengeliminasi kehamilan ektopik terganggu.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :


• Hb: 12,1 g. Dalam batas normal
Anamnesis lebih lanjut : Didapati bahwa persalinan Ny. Sinta sebelumnya adalah
persalinan caesar karena distosia. Terdapat riwayat ganngguan persalinan, yang
menyebabkan ibu sulit melahirkan. Hal ini dapat menjadi faktor risiko dari keluhan
pasien saat ini.
Pemeriksaan USG :
• Rahim membesar, kantung kehamilan yang utuh terlihat didalamnya
• Ada janin tunggal
• Panjang perkiraan janin 54 mm, sama dengan kehamilan 12 minggu
• Janin masih hidup
• Perdarahan subkorionik kecil ditemukan pada ostium uteri internum
Perdarahan subkorionik yang letaknya di belakang selaput korion dan mengisi kavum
uteri. Memperkuat hipotesis abortus imminens
• Kedua adneksa dalam batas normal. Dokter menjelaskan bahwa plasenta yang masih
tergeletak di atas dinding anterior memanjang ke bawah hingga ke belakang mencapai
dinding posterior, yang biasa ditemkan pada usia kehamilan awal. Tanda kehamilan
mola (-)
Memperkuat hipotesis abortus imminens dan dapat mengeliminasi hipotesis mola hidatidosa
Diagnosis : G2P1A0 dengan Abortus imminens
Alasan: perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester 1, ostium uteri: closed, janin masih
hidup, perdarahan subkorionik pada USG, pergeseran korion dari dinding uterus
Eliminasi :
1. Kehamilan ektopik terganggu
Eliminasi: pada kasus tidak ditemukan kelainan pada kavum douglasi, Hb normal,
USG: tidak ditemukan implantasi extrauterin
2. Mola hidatidosa
Eliminasi: tanda takikardia, uterus membesar, mual muntah, PF→mola face: pucat
kekuningan, tidak ada pregnancy mola
3. Myoma, polip endometrium, gangguan menstruasi lainnya
Eliminasi: sudah di konfirmasi mengalami kehamilan
Tata laksana :
• Dokter menyarankan pasien untuk bed rest
• Kontrol kehamilan

Skenario 2
Ny. Sinta (30 tahun) kembali ke IGD saat kehamilan usia 9 bulan
KU: Perdarahan pervaginam merah segar 2 jam SMRS pada trimester 3 dan terdapat kontraksi
teratur
Hipotesis :
1. Plasenta previa
2. Abruptio plasenta
3. Vasa previa
Pemeriksaan Fisik :
• Keadaan umum: baik, tidak anemia
• Tanda tanda vital: dbn
• Jantung dan paru: dbn
• Pemeriksaan obstetri
• Tinggi fundus 35 cm di atas simfisis
• Janin dalam presentasi kepala, kembali ke kanan
• Denyut jantung janin 150 – 160 denyut/menit
• Kontraksi setiap 3 – 4 menit, 40 detik, kuat
• Pemeriksaan Spekulum
• Fluksus positif, cukup berat
Pemeriksaan Penunjang :
• Hb: 10,3 g→dbn Pemeriksaan USG
• Uterus membesar dengan presentasi kepala janin tunggal. Janin masih hidup, detak
jantung normal
• Pengukuran biometrik sama dengan kehamilan cukup bulan. Perkiraan berat janin 2800
gram
• Tidak ada tanda – tanda kelainan kongenital mayor
• Plasenta berada di dinding anterior memanjang ke bawah dan ke belakang mencapai
dinding posterior dinding rahim anterior, menutupi ostium uterus internal
• Dokter mengatakan bahwa plasenta balum ‘bermigrasi’ dari posisi semua dan
temuannya sekarang adalah ‘plasenta previa total’

Diagnosis : Placenta Previa Totalis


Tata Laksana : Pasien dilakukan operasi caesar→lahir bayi laki – laki sehat dengan berat 3000
gram dan panjang bayi: 51 cm→P2A0

Interpretasi :
Ny. Sinta (30 tahun) kembali ke IGD saat kehamilan usia 9 bulan
KU:Perdarahan pervaginam merah segar 2 jam SMRS pada trimester 3 dan terdapat kontraksi
teratur
• Keadaan ini disebut dengan perdarahan antepartum, yaitu perdarahan yang terjadi
sebelum persalinan. Kemungkinan penyebabnya: plasenta previa, solitio plasenta, dan
vasa previa.
• Kontraksi teratur→Menandakan otot rahim meregang dan mengerut untuk membuka
jalan rahim dan mendorong bayi ke leher rahim
HIPOTESIS
Perdarahan antepartum:
• Plasenta previa
• Abruptio plasenta
• Vasa previa
Alasan diambil: adanya perdarahan yang terjadi pada trimester 3 dan adanya kontraksi
yang teratur
PEMERIKSAAN FISIK→dalam batas normal
• Keadaan umum: baik, tidak anemia
• Tanda tanda vital: dbn
• Jantung dan paru: dbn
Pemeriksaan obstetri → dalam batas normal
• Tinggi fundus 35 cm di atas simfisis
• Janin dalam presentasi kepala, kembali ke kanan

• Denyut jantung janin 150 – 160 denyut/menit Normal: 140 – 170 denyut/menit
• Kontraksi setiap 3 – 4 menit, 40 detik, kuat
Amplitudo uterus meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his
menjadi 2 sampai 4 kontraksi tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari hanya 20
detik pada permulaan partus sampai 60 - 90 detik pada akhir kala I atau pada permulaan
kala II.

Pemeriksaan Spekulum :
• Fluksus positif, cukup berat. Menandakan terjadinya pengeluaran cairan yang cukup
banyak dari vagina
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :
• Hb: 10,3 g→dbn Pemeriksaan USG
• Uterus membesar dengan presentasi kepala janin tunggal. Janin masih hidup, detak
jantung normal
• Pengukuran biometrik sama dengan kehamilan cukup bulan. Perkiraan berat janin 2800
gram
• Tidak ada tanda – tanda kelainan kongenital mayor
• Plasenta berada di dinding anterior memanjang ke bawah dan ke belakang
mencapai dinding posterior dinding rahim anterior, menutupi ostium uterus
internal
• Dokter mengatakan bahwa plasenta belum ‘bermigrasi’ dari posisi semua dan
temuannya sekarang adalah ‘plasenta previa total’
Diagnosis :
Placenta Previa Total Ditegakan karena hasil USG
Eliminasi :
Abruptio plasenta, Vasa previa → karena pada pemeriksaan USG didapati plasenta previa
total yang mana berarti menutupi seluruh jalan lahir, sehingga hipotesis lainnya dapat
disingkirkan
Tata Laksana
Pasien dilakukan operasi caesar→lahir bayi laki – laki sehat dengan berat 3000 gram dan
panjang bayi: 51 cm → P2A0

ABORTUS

A. DEFINISI
▪ Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup
luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram.
▪ Menurut WHO/FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu, bila berat janin
tidak diketahui.
▪ Perdarahan dari uterus yang disertai dengan keluarnya Sebagian atau seluruh hasil
konsepsi

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia :
✓ Wanita berusia 20 tahun adalah 12%
✓ Wanita diatas 45 tahun adalah 50%

▪ 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan


▪ Insiden abortus spontan = 10% dari seluruh kehamilan
▪ Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti Sekitar 60 % dari wanita
hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat
perdarahan yang terjadi

C. ETIOLOGI
1. Perkembangan Zigot Abnormal/ Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi
• Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah penelitian
meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49% dari abortus
spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering ditemukan (52%),
kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%)
• Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna → khususnya di endometrium
• Pengaruh dari luar : Radiasi, Virus, Obat-obatan

2. Faktor Maternal
• Peristiwa abortus ini mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu
• Penyakit : Pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria
• Infeksi : Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke
janin

3. Faktor Paternal
• Translokasi kromosom sperma dapat menimbulkan zigot yang mengandung bahan
kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus

4. Kelainan Pada Plasenta


• End-arteritis (inflamasi tunika intima arteri) dapat terjadi dalam vili korialis dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin

5. Kelainan Traktus Genitalia
• Retroversi uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus.

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala abortus yaitu :

1. Terlambat haid.
2. Perdarahan pervaginam, tidak akan berhenti sampai hasil konsepsi
dikeluarkan.
3. Rasa mulas atau kram perut.
4. Keluhan nyeri pada perut bagian bawah.
E. PATOGENESIS

• <8 minggu : hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum
menembus desidua secara mendalam
• 8 – 14 minggu : villi korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya
plasenta tidak terlepas sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan
• >14 minggu : dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta
• Hasil konsepsi yang keluar : kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas
bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus
kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.

Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil
konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Peristiwa abortus ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya
kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted
ovum), mugkin pula janin telah mati lama (mised abortion) ( Prawirohardjo, 2006).

F. KLASIFIKASI

1. Abortus Spontan : Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor- faktor alamiah.
• Abortus Kompletus ( keguguran lengkap) adalah seluruh hasil konsepsi dikeluarkan,
sehingga rongga rahim kosong.
• Abortus Inkompletus (keguguran bersisa) adalah hanya sebagian dari hasil konsepsi
yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua dan plasenta.
• Abortus Insipiens ( keguguran sedang berlangsung ) adalah abortus yang sedang berlangsung,
dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba.
• Abortus Iminens ( keguguran membakat ) adalah keguguran membakat dan akan
terjadi.
• Missed Abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam
rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
• Abortus Habitualis adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-
turut 3 kali atau lebih.
• Abortus Septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya kedalam peredaran darah atau peritoneum.

2. Abortus Provokatus : Abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-
alat.
• Abortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
• Abortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis abortus imminens ditentukan :
▪ Pendarahan melalui ostium uteri eksternum → pendarahan ringan atau yang lebih berat
pada awal gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau berminggu-minggu
▪ Disertai mules sedikit atau tidak sama sekali,
▪ Uterus membesar sebesar usia kehamilan,
▪ Servix belum membuka
▪ Tes kehamilan positif

Pemeriksaan Ginekologis:
▪ Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
▪ Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium.
▪ Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, dan kavum douglas tidak
menonjol dan tidak nyeri.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
▪ Darah Lengkap
▪ Kadar hemoglobin rendah akibat anemia hemoragik;
▪ LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
▪ Tes Kehamilan
▪ Terjadi penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG secara prediktif. Hasil
positif menunjukkan terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan
atau kehamilan ektopik).
b. Ultrasonografi
▪ USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 - 5 minggu;
▪ Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia kehamilan 5 - 6
minggu);
▪ Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan USG dapat
digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau non-viabel.

H. TATA LAKSANA
1. NON FARMAKOLOGI
▪ Kontrasepsi → ovulation may occur as early as 2 weeks after an abortion
▪ Tidak ada spesifik diet
▪ Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
▪ Tes kehamilan dapat dilakukan → Bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati.
▪ Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
▪ Abstinensia selama 2 minggu → Saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi
oleh puting atau akibat stimulasi klitoris, selain itu prostaglandin E dalam semen
dapat mempercepat pematangan serviks dan meningkatkan kolonisasi
mikroorganisme di vagina
▪ Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadan umum ibu dan
besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan
kanula dari plastik. Pasca tindakan disuntikkan ergometrim (IM) untuk mempertahankan
kontraksi uterus

2. FARMAKOLOGI
▪ Analgetik
▪ Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi → produk utama korpus luteum
dan berperan penting pada persiapan uterus untuk implantasi, mengurangi
kerentanan otot-otot rahim mempertahankan serta memelihara kehamilan.
▪ Apabila sepsis → Diberikan antibiotik
▪ Septic abortion : antibiotic therapy (clindamycin 900 mg IV every 8 hours plus
gentamicin 5 mg/kg IV once/day, with or without ampicillin 2 g IV every 4 hours.

I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika
ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan
bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu hosterektomi. Perforasi uterus
pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoaln gawat karena
perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih
atau usus.dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya
mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3. Infeksi
Biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).
J. PROGNOSIS

▪ Bergantung jenis abortus, penyebab abortus, usia ibu, dan hasil USG
▪ Ketika terjadi abortus imminens, kondisi janin di dalam kandungan masih dalam
keadaan baik sehingga kehamilan masih dapat terus dipertahankan.
▪ Apabila kondisi janin dalam keadaan berbahaya, maka perlu diambil tindakan yang
tepat untuk menyelamatkan janin atau terpaksa dilakukan penghentian kehamilan
PLACENTA PREVIA

A. DEFINISI
Merupakan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim, sedemikian rupa
sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri internum. Ia merupakan komplikasi
obstetrik yang umumnya sebelum melahirkan menyebabkan manifestasi perdarahan
pervaginam yang tidak nyeri, tapi bisa menyebabkan perdarahan berat saat proses
persalinan. Bila tidak segera ditangani bisa menyebabkan syok yang fatal.
Sejalan dengan membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke proksimal,
hal ini memunginkan plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim yang mengikuti
perluasan rahim, seolah plasenta bermigrasi.
B. EPIDEMIOLOGI
• Lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia ibu > 30 tahun
• Lebih sering terjadi pada kehamilan ganda > tunggal
• Meluasnya penggunaan USG dalam obstetrik memungkinkan deteksi lebih dini
sehingga insiden plasenta previa bisa lebih tinggi
• Penyebab terbanyak pada kasus perdarahan antepartum
C. ETIOLOGI
Belum diketahui secara pasti. Namun diduga karena blastokista mengalami implantasi
pada segmen bawah rahim. Seperti kita ketahui blastokista adalah tahap dalam pembelahan
zigot dimana sudah terbentuk massa sel dalam dan massa sel luar. Massa sel dalam akan
berkembang menjadi janin, sementara massal sel luar akan berkembang menjadi plasenta.
Teori lain mengemukakan salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang
kurang memadai. Desidua sendiri adalah suatu lapisan termodifikasi pada endometrium
yang dibentuk sebagai persiapan kehamilan dan membentuk bagian maternal dari plasenta.
Hal ini bisa terjadi karena adanya proses radang atau atrofi pada endometrium yang bisa
disebabkan oleh paritas tinggi, usia lanjut, riwayat bedah sesar, kerokan (kuret),
miomektomi, dll. Diketahui cacat bekas bedah sesar berperan meningkatkan insidensi 2-3
kali. Sementara plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda bisa
menyebabkan pertumbuhan plasenta yang melebar ke segmen bawah rahim.
D. FAKTOR RESIKO
• Multiparitas
• Usia kehamilan tua (≥ 35 tahun)
• Defek vaskularisasi desidua → atrofi atau inflamasi
• Cacat atau terbentuk jaringan parut pada endometrium akibat bekas pembedahan (SC,
kuret, dll.)
• Konsepsi dan nidasi terlambat
• Placenta besar pada kehamilan ganda
E. KLASIFIKASI
1. Plasenta previa totalis
Plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis
Plasenta yang hanya menutupi sebagian ostium uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis
Placenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah (low lying placenta)
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada
pada jarak ± 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak > 2 cm dianggap plasenta letak
normal.

F. PATOFISIOLOGI
Pada kehamilan trimester kedua - ketiga umumnya telah mulai terbentuk tapak plasenta
yang berasal dari lapisan desidua basalis. Dan seiring perkembangan kehamilan, isthmus uteri
juga akan melebar dan membentuk segmen bawah rahim. Namun bila plasenta berimplantasi
pada segmen rahim bawah tersebut akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Pada proses mendatarnya/menipisnya serviks (effacement) dan dilatasi
(dilatation) juga mendukung terlepasnya bagian tapak plasenta.
Pada tempat laserasi maka akan terjadi perdarahan dari ruangan intervillus plasenta.
Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu, maka perdarahan pada kasus
plasenta previa tidak bisa dihindari. Perdarahan relatif dipermudah karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot pada bagian
tersebut sangat minimal, maka pembuluh darah tidak akan tertutup (vasokonstriksi) secara
sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena proses fisiologis normal berupa pembekuan darah.
Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum, perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan karena segmen
bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada
waktu yang mendekati persalinan. Perdarahan pertama umumnya terjadi pada usia kehamilan
34 minggu ke atas. Karena situs perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan akan lebih mudah mengalir keluar rahim pervaginam.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah karena dinding segmen bawah rahim lebih tipis,
maka akan lebih mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta bisa
melekat lebih kuat pada dinding uterus dan menyebabkan plasenta akreta. Kondisi ini
meningkatkan terjadinya perdarahan pasca persalinan pada kasus plasenta previa karena pada
kala tiga plasenta akan susah terlepas dengan sempurna.
1. GAMBARAN KLINIS
• Ciri yang menonjol → perdarahan pervaginam tanpa nyeri yang biasanya terjadi
pada akhir trimester kedua ke atas
• Perdarahan kembali terjadi secara berulang
• Perdarahan bisa berlangsung sampai pasca persalinan
2. DIAGNOSIS
• Anamnesis
Dari gambaran klinis klasik
• Pemeriksaan Fisik
→ Inspekulo: untuk mengetahui asal perdarahan, apakah benar dari ostium uteri
eksternum atau ada kelainan pada cervix dan atau vagina
→ Vaginal toucher: namun pemeriksaan ini berbahaya karena dapat
mengeksaserbasi perdarahan lebih lanjut, maka harus dilakukan di atas meja
operasi
■ Ditemukan bantalan antara jari dan bagian terbawah janin pada fornix
posterior
Jika ditemukan plasenta lateralis atau marginalis, cukup dilanjutkan dengan
amniotomi (induksi persalinan) dengan diberi oksitosin drip untuk
mempercepat persalinan bila tidak terjadi perdarahan banyak.
• Pemeriksaan penunjang
→ USG transabdominal dalam keadaan kandung kemih kosong → memberikan
kepastian diagnosis plasenta previa
→ USG transvaginal jarang diperlukan dalam kasus plasenta previa walaupun
lebih
superior → bisa memprovokasi perdarahan lebih banyak.

I. KOMPLIKASI
• Anemia → syok
• Plasenta akreta → akibat segmen bawah rahim yang sifatnya tipis sehingga saat
plasenta implantasi akan invasi dengan dalam sampai ke miometrium
• Serviks dan segmen bawah rahim mengalami potensi robek karena dindingnya lebih
tipis dan terdapat banyak pembuluh darah
• Kelainan letak janin
• Kelahiran prematur dan gawat janin
• Solusio plasenta
• DIC (disseminated intravascular coagulation)
• Infeksi sepsis

J. PENANGANAN
• Bed rest (rawat inap)
• Pemeriksaan darah lengkap
• Jika perdarahan tidak banyak dan berhenti sendiri serta janin sehat → boleh rawat
jalan dengan syarat konsultasi cukup dengan pihak keluarga bila terjadi perdarahan
ulang
• Jika perdarahan berat dan atau sudah muncul gejala hipovolemia → transfusi darah
segera diberikan
• Bila diagnosis belum pasti atau terduga plasenta previa marginalis/parsialis → double
set up examination
• Bila pasien dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam trimester ketiga dan sudah
terdeteksi USG namun belum ada pembukaan pada serviks → seksio sesarea

K. PROGNOSIS
• Prognosis dewasa ini lebih baik dibandingkan masa lalu berkat diagnosis dini dengan
USG dan ketersediaan transfusi darah + infus cairan yang adekuat
• Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tua berkat program keluarga
berencana → menurunkan insidensi
PATOFISIOLOGI
MOLA HIDATIDOSA

A. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Mola hidatidosa, lebih umum dikenal dengan sebutan hamil anggur, adalah
kehamilan yang ditandai dengan perkembangan trofoblas yang tidak wajar. Pada mola
hidatidosa, struktur yang dibentuk trofoblas yaitu vili korialis berbentuk gelembung-
gelembung seperti anggur.

B. EPIDEMIOLOGI
• Prevalensi nya > tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibanding negara – negara
barat
• Asia tenggara mencapai 2 kasus per 1000 kehamilan (Indonesia, Taiwan, Filipina,
China, dan Jepang)
• Angka kejadian tertinggi pada Wanita usia <20 th / >45 th
• If you've had one molar pregnancy, you're more likely to have another. A repeat molar
pregnancy happens, on average, in 1 out of every 100 women.

C. FAKTOR RESIKO
• Usia : Menurut Kruger, Ovum patologis terjadi karena gangguan pada proses meiosis,
sehingga ovum tidak memiliki inti sel
• Riw obstetric : Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita dengan riwayat
aborsi spontan sebelumnya
• Genetik : MH lebih banyak ditemukan kelainan Balance translocation → pada wanita
dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses
meiosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau
intinya tidak aktif
• Rokok : Merokok dilaporkan meningkatkan resiko GTD

D. KLASIFIKASI

E. PATOGENESIS
• Kehamilan yang sempurna terdiri dari unsur maternal (ibu) dan paternal (ayah). Unsur
maternal membentuk bagian embryonal (anak) dan unsur paternal membentuk bagian
ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara seimbang.
1. Complete
• Kromosom dari sel telur (ibu) tidak ada/tidak aktif
• Ovum dibuahi oleh sperma haploid (n) 23 kromosom, yang kemudian
menggandakan kromosomnya sendiri setelah miosis menjadi diploid (2n) 46
kromosom→46 XX
• Atau dalam kasus yang sangat jarang, mola terbentuk dari sel dengan dua buah
spermatozoa yang berbeda→46 XY
2. Parsial
• Kromosom dari sel teluar ada tetapi dari ayah menyediakan 2 set kromosom
• Ovum mempunyai kromosom haploid (n) 23X + 2 set kromosom haploid yakni
23Y dan 23X→69 XXY, 69XXX, 69 XYY
• Triploid dari fertilisasi 2 spermatozoa

F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
• Amenorrhea
• Pendarahan pervaginam → Perdarahan tidak teratur dan berwarna tengguli tua
atau kecoklatan seperti bumbu rujak, Biasanya terjadi pada trimester pertama
dan merupakan gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien
mola→anemia
• Perut terasa membesar→ Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar
dan lebih cepat disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan
sehingga volume vesikuler vilii menjadi besar
• Mual muntah hebat
• Hipertensi kehamilan
• Tanda tiroksikosis→hcg mempunyai struktur sama dengan TSH
• Tanda emboli paru → Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili
keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi, sedemikian banyak sehingga
dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian
2. PX Fisik
• I : mola face (kadang pucat kekuningan), gelembung mola keluar
• Pa : uterus membesar tidak sesuai usia kehamilam, Tidak teraba bagian- bagian
janin dan balotemen gerak janin.
• A : tidak terdengar BJJ (pada parsial bisa terdengar)
• Px dalam : Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-
bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
vagina, serta evaluasi keadaan serviks
3. PX Penunjang
1. B-Hcg : bila meningkat mengindikasikan pertumbuhan ukuran berlebihan dari trofoblastik
dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola. pasien dengan mola parsial jarang
disertai dengan peningkatan hCG yang tinggi.
2. USG
• - MHK : Peningkatan hCG yang tinggi pada saat pemeriksaan ultrasonografi
dapat membantu membedakan MHK dari missed abortion. Sebuah uterus yang terisi
oleh kista multipel dan area ekogenik yang bervariasi ukuran dan bentuknya (snow-
storm appearance) tanpa adanya embrio dan fetus (kantung gestasional tidak ada)
• - MHP : Menunjukkan perubahan vesikular fokal di dalam plasenta dan janin dengan
kantung gestasional (bawah). MHP dicirikan dengan pembesaran plasenta, lebih tebal
4 cm dari insersi corda pada trimester kedua dan terdiri dari banyak area kista (swiss
cheese appearance).
3. Histopatologi - MHK

- MHP : Pada tepi vili terdiri dari sel-sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas yang tersusun
ireguler berbentuk scalloping. Pada vili dapat terjadi fibrosis yang fokal. Derajat atipia dan
proliferasi trofoblas tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan MHK. Pada gambaran
histologi tampak bagian vili yang avaskuler jadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan
lambat, sementara vili yang vaskuler dari sirkulasi darah fetus

G. TATA LAKSANA
1. Perbaiki keadaan umum → Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan
umum penderita harus distabilkan dahulu
1. Pengeluaran jaringan mola
- Kuretase : sebelum kuretase diberikan infus dekstrosa 5%, uterotonika (oksitosin) dan
narkoleptik. Oksitosin diberikan 10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % atau dengan
penyuntikan 2 1⁄2 satuan oksitosin tiap setengah jam sebanyak 6 kali.
- Histerektomi : Histerektomi hanya dilakukan pada penderita umur 35 tahun ke atas
dengan jumlah anak hidup tiga atau lebih
2. Terapi profilaksis dengan sitostatika → Terapi ini diberikan pada kasus mola dengan
risiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya pada umur tua (>35 tahun), riwayat
kehamilan mola sebelumnya, dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan
histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. methotrexate
(MTX) 3 x 5 mg sehari selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali
pemberian, diikuti pemberian as folat
3. Follow Up → 20-30% dari penderita pasca MHK dapat mengalami transformasi
keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional
- Px ginekolog : dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan mola. Pada pemeriksaan ini
dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari
kemungkinan metastase ke vulva, vagina, uretra dan cervix (sekurang2nya diulang tiap 4
minggu)
✓ Gejala-gejala koriokarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola:
perdarahan yang terus menerus, involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang nampak
metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh, dan mudah berdarah
• B-hcg : Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif.
Pemeriksaan kadar β-HCG dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar
menjadi negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan
selama 6 bulan.
✓ Seharusnya kadar β-HCG harus kembali normal dalam 14 minggu setelah evakuasi
• Foto thorax ; dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya metastase penderita
harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
➔ Apabila pemeriksaan fisik, foto toraks, dan kadar β-HCG dalam batas normal, follow
up dapat dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun.
H. KOMPLIKASI
• Perforasi usus : akibat kuratase
• Tirotoksikosis
• Koriokarsinoma : Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20% kasus mola.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


DEFINISI
- Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur
yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri, tetapi
biasanya menempel pada daerah didekatnya
- Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri, terjadi di
luar endometrium dan paling sering terjaid di tuba falopii (98%), ampulla 81%, ismus
12%, fimbriae 5% dan segmen interstisial 2%), dan di bagian lain 1%

EPIDEMIOLOGI
- Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang
spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000
diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7
hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat.
- Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun
1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan

FAKTOR RISIKO
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.Faktor risiko kehamilan
ektopik adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesterone
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan kontrasepsi spiral
(3-4%). Pil yang hanya mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan
ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang
membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
b. Factor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat
dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba
c. Faktor tuba
• Faktor dalam lumen tuba:
- Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk
kantong buntu akibat perlekatan endosalping;
- Pada hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok-kelok panjang dapat
menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi secara baik;
- Pascaoperasi rekanalisasi tuba dan sterilisasi yang tak sempurna.
• Faktor pada dinding tuba:
- Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba
- Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu.
• Faktor di luar dinding tuba
- Perlengketan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur;
- Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
d. Factor ovum
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
e. Factor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

KLASIFIKASI
Kehamilan Ektopik dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kehamilan Pars Interstisial Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba. Keadaan
ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan
ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang
terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum
abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan
melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis
berada.
b. Kehamilan Ektopik Ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan intrauterin.
Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic pregnancy).
Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan.Di Indonesia sudah
dilaporkan beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik yang
terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan tuanya
kehamilan dan 2 korpora lutea.
c. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan
atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni:
• Tuba pada sisi kehamilan harus normal;
• Kantong janin harus berlokasi pada ovarium;
• Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium;
• Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan ovarium
dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi ruptur
pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula
mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi ruptur, ditemukan benjolan
dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, vili korialis
dan mungkin juga selaput mudigah.
d. Kehamilan Servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kavum
servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan
berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.
Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif
oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi
totalis.
e. Kehamilan Ektopik Lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup
zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan sebagainya. Dalam
keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi
sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan
dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan plasenta yang
masih utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat implantasinya yang baru.2,10 Angka
kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967– 1972 yaitu 1 di
antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara 1 : 2000 persalinan
sampai 1 : 8500 persalinan.
GAMBARAN KLINIK
Bervariasi tergantung bagian tuba yang rupture
Gejala Klinik Akut
- Riwayat amenorea
- Nyeri abdomen bagian bawah → mendahului keluhan perdarahan pervaginam biasanya
dimulai di salah satu sisi bawah abdomen dan menyebar ke seluruh abdomen disebabkan
oleh terkumpulnya darah di rongga abdomen → iritasi subdiafragma yang ditandai dengan
nyeri baru dan sinkop
- Periode amenore 6-8 minggu tetapi jika implantasi di pars interstisial akan lebih lama
- Perdarahan dari uterus
- Px: hipotensi sampai syok, takikardi dan gejala peritonism seperti distensi abdomen dan
rebound tenderness
- Px bimanual: nyeri saat porsio digerakkan, forniks posterior vagina menonjol karena darah
terkumpul di kavum Douglasi, atau teraba massa di salah satu sisi uterus
Gejala Klinik Subakut
- Teraba massa di salah satu sisi forniks vagina
- Sulit dibedakan dengan abortus iminens
- Kadar Hb turun, leukosit normal
- Diagnosis dengan USG panggul menunjukkan gambaran kehamilan tuba dan gambaran
cairan bebas intraperitoneal dan untuk menyingkirkan kehamilan intrauterine → bila
tidak ditemukan gambaran kehamilan ektopik dapat dilakukan kuret dan bila hasil
histopatologi menunjukkan adanya desidua dan fenomena ariasstella berarti harus
dilakukan laparoskopi
- Diagnosis dengan hCG dan progesteron → b-hCG level >1500IU/l dan tidak adanya
kantung gestasional di kavitas endometrium pada USG. Pada kehamilan ektopik beta-
hCG akan meningkat sebesar 1000IU/l dalam dua hari. Kadar progesterone serum < 30
IU/l → kadar progesterone < 10 IU/l bisa berarti kehamilan ektopik atau kehamilan
intrauteri non viable.
DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu
demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami 32 Perdarahan Pada
Kehamilan Trimester 1 abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat
bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau
kuldoskopi.
a. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang terdapat gejala
subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama bagian bawah dan perdarahan
pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang
mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan
perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif.
b. Pemeriksaan fisik
Penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda
syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit
menggembung dan nyeri tekan. Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat
didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan
fisik
c. Pemeriksaan Ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan
rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum
Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
d. Pemeriksaan Laboratorium
- Dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin dan
hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali
berturut-turut.
- Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat mendukung diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya
ditemukan anemia; tetapi, harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru
terlihat setelah 24 jam.
- Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila
leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi
pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000
biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir.
e. Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah adalah
dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β-hCG dalam urin atau serum.
Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi
berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan
pada urin ialah 20–50 IU/L.6 Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas
menyebabkan hCG menurun dan menyebabkan tes negatif.2 Tes kehamilan positif juga
tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun demikian, wanita
dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-hCG yang rendah dibandingkan
kehamilan intrauterin.
f. Pemeriksaan Kuldosentesis
adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah dalam kavum
Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
terganggu. Adapun teknik ini terlihat dalam gambar 10. Teknik kuldosentesis yaitu:
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,
kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10
ml dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku
atau berupa bekuan-bekuan kecil.
Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa:
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks
yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah
ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
g. Ultrasonografi (USG)
Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan ektopik adalah
mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk mengkonfirmasi satu
kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan
spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas ini
mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu. Royal College of Obstetricians &
Gynaecologists akhir-akhir ini merekomendasikan bahwa ultrasonografi transvaginal
merupakan alat diagnostik pilihan untuk pemeriksaan kehamilan ektopik. 20 Adapun
gambaran kehamilan ektopik terlihat pada gambar 11.

h. Laparoskopi
Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik
apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur
laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai
keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah
dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi
indikasi untuk dilakukan laparotomi. 3.8 Penatalaksanaa

TATA LAKSANA
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomy (Laparoskopi/
Laparotomi → lebih sedikit berdarah). Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:
a. Kondisi penderita saat itu;
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya;
c. Lokasi kehamilan ektopik;
d. Kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan
tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau
reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi.
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama pada
KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri
dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif
terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.
Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis
kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
Pembedahan → pasien dengan hemodinamik baik sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah
untuk persediaan transfuse, laparotomi dilakukan sesegera mungkin dan mengeluarkan
tuba yang rusak
b. Salpingotomi Linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada kehamilan
tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada
2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk
kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada
harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan
ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis
yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan
menyebabkan perdarahan post operasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi
intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak
ada tegangan yang berlebihan. Tindakan salpingotomi tampak pada gambar 12
Salpingektomi → seluruh tuba falopii dikeluarkan jika tuba mengalami kerusakan hebat
atau tuba kontralateral retak. Merupakan pilihan utama bila tuba rupture, mengurangi
perdarahan dan operasi lebih singkat Dokter memulai prosedur dengan membuat sayatan
kecil di bagian perut, biasanya di dekat pusar. Kemudian, laparoskop, alat yang
menyerupai teleskop kecil, dimasukkan agar dokter dapat mengidentifikasi tuba fallopi
yang perlu diangkat. Alat satelit dimasukkan melalui sayatan kedua di sekitar area
kemaluan, untuk melihat area bedah. Tuba fallopi yang rusak akan dijepit dan dikaterisasi.
Kemudian, dipotong atau dipisahkan dari bagian-bagian sistem reproduksi. Kemudian,
mesosalpinx dan sayatan di daerah perut akan dijahit.

c. Reseksi Segmental
Reseksi segmental dan re-anastomosis end to end telah diajukan sebagai satu alternatif dari
salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi. Tujuan
lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan
perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang
berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya
hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe
d. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur, karena
perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi. Hemoperitonium yang
luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi
suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping
diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi
dengan memotong irisan kecil pada miometrium di daerah kornu uteri, hindari insisi yang
terlalu dalam ke miometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable 0
digunakan untuk menutup miometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan
jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit
sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.
Salpingektomi → seluruh tuba falopii dikeluarkan jika tuba mengalami kerusakan hebat
atau tuba kontralateral retak. Merupakan pilihan utama bila tuba rupture, mengurangi
perdarahan dan operasi lebih singkat Dokter memulai prosedur dengan membuat sayatan
kecil di bagian perut, biasanya di dekat pusar. Kemudian, laparoskop, alat yang
menyerupai teleskop kecil, dimasukkan agar dokter dapat mengidentifikasi tuba fallopi
yang perlu diangkat. Alat satelit dimasukkan melalui sayatan kedua di sekitar area
kemaluan, untuk melihat area bedah. Tuba fallopi yang rusak akan dijepit dan
dikauterisasi. Kemudian, dipotong atau dipisahkan dari bagian-bagian sistem reproduksi.
Kemudian, mesosalpinx dan sayatan di daerah perut akan dijahit.

PROGNOSIS
- Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Hellman dan kawan-kawan (1,971,) melaporkan 1 kematian
di antara 826 kasus, dan Wilson dan kawan-kawan (1,971) 1. anrara 591. Akan tetapi, bila
pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970)
mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus, sedangkan Tarjiman dan kawan-kawan
(1973) 4 dari 138 kehamilan ektopik.
- Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba
yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0% sampai 14,6%.
Untuk perempuan dengan anak sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui oleh suami-isteri
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai