Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH OBSTETRI

“Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaan”

Dosen Pengampu:
dr. Ratna Lestari Habibah, Sp.OG

Disusun Oleh:
Kelas 2A Kelompok 7

Azzahra Salsabila Putri (P17124019006)


Iradatul Muslimah (P17124019019)
Thalita Dewi Cahyani (P17124019035)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA 1
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, berkat rahmat dan karunia Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah tugas kelompok untuk mata kuliah asuhan
Obstetri dengan judul “Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaan” ini tepat
pada waktunya.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis memperoleh banyak dukungan dan


saran dari berbagai pihak. Sehubung dengan itu penulis ingin menyampaikan
terimakasih setinggi-tingginya kepada :
1. Kedua orang tua yang memberi dukungan serta doa yang tak ada henti-
hentinya
2. Kepada dosen pembimbing, dan
3. Teman teman yang membantu menyelesaikan tugas makalah ini

Penulis menyadari bahwa ini maupun penulisan dari tugas ini masih jauh
dari kategori sempurna, oleh karena itu kami dengan hati dan tangan tebuka
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari kesempurnaan tugas
yang akan datang.

Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 24 Juli 2020

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................3

BAB 1 (PENDAHULUAN)1

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................4


B. Rumusan Masalah...................................................................................4
C. Tujuan.....................................................................................................5

BAB II (PEMBAHASAN)

A. Persalinan Normal .................................................................................6


B. Distosia Kelainan Tenaga (HIS).............................................................8
C. Kelainan Bentuk Janin............................................................................12
D. Distosia Panggul.....................................................................................30
E. Ruktur Genitalia.....................................................................................37

BAB III (PENUTUP)

3.1 Kesimpulan..........................................................................................42
3.2 Saran....................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................43

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................44

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi dari dalam uterus
pada umur kehamilan 37–42 minggu dengan ditandai adanya kontraksi uterus
yang menyebabkan terjadinya penipisan dan dilatasi serviks. Proses persalinan
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: kekuatan mendorong janin keluar (power) yang
meliputi his (kekuatan uterus), kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma
dan ligamentum action. Faktor lainnya ialah faktor janin (passanger) dan faktor
jalan lahir (passage). Terjadinya persalinan normal bukan berarti tidak ada
komplikasi, tetapi melainkan banyak kemungkinan hal yang bisa terjadi. Salah
satu komplikasi yang terjadi adalah distosia atau partus macet.
Setiap hari, 830 ibu di dunia (di Indonesia 38 ibu, berdasarkan AKI 305)
meninggal akibat penyakit/komplikasi terkait kehamilan dan persalinan (Maternal
mortality WHO, 2018). Sekitar 15% dari kehamilan atau persalinan mengalami
komplikasi. Kira-kira 75% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan parah
(sebagian besar perdarahan pasca salin), infeksi (biasanya pasca salin), tekanan
darah tinggi saat kehamilan (preeclampsia/eclampsia), partus lama/macet dan
borsi yang tidak aman. Berdasarkan latar belakang diatas kami selaku penulis
mengambil judul makalah “Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaan

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana itu persalinan normal?
2. Apa itu distosia kelainan tenaga (HIS)?
3. Apa itu distosia kelainan bentuk janin?
4. Apa itu distosia panggul?
5. Apa itu distosia rupture genitalia?

4
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari rumusan di atas sebagai berikut:
1. Mengetahui mengenai persalinan normal
2. Mengetahui distosia kelainan tenaga (HIS)
3. Mengetahui distosia kelainan bentuk janin
4. Mengetahui distosia panggul
5. Mengetahui distosia rupture genitalia

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Persalinan Normal
Menurut Sarwono (2009) persalinan normal adalah pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan,
presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam baik
bagi ibu maupun janin.

Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara


spontan,beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama
proses persalinan,bayi lahir secara spontan dalam presentasi belakang
kepala pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah persalinan
ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.

Tahap Persalinan
Menurut Sarwono (2005), persalinan dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Kala I
Kala satu adalah kontraksi persalinan yang ditandai dengan adanya
perubahan serviks yang progresif diakhiri dengan pembukaan lengap
(10 cm) pada Primipara kala 1 berlangsung 13 jam, sedangkan
Multipara 7 jam
Terdapat 2 fase pada kala satu diantaranya:
a. Fase Laten
Berlangsung selama kurang lebih 8jam. Pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai diameter 3cm.
b. Fase Aktif
Dibagi dalam 3 fase.
1) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm kini
menjadi 4 cm

6
2) Fase dilatasi maksimal dlam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4cm menjadi 9cm
3) Fase deselerasi, pemukaan melambat kembali, dalam 2 jam
pembukaan dari 9cm menjadi lengkap 10cm. pembukaan
lengkap berarti bibir serviks dalam keadaan tak teraba dan
diameter lubang serviks adalah 10 cm

Fase diatas dijumpai pada primigravida. Pada multigravida tahapannya


sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya. Kala I selesai
apabila pembukaan serviks telah lengkap. Pada primigravida
berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira 7
jam.

2. Kala II
Pada Kala II his terkoordinasi, kuat, cepat, dan lama pada waktu his
kepala janin mulai, vulva membuka dan perineum meegang. Dengan his
mengedan yang terpimpin akan lahir kepala dengan diikuti seluruh
badan janin. Kala II pada Primi berlangsung 1 ½ jam – 2 jam. Pada
Multipara ½-1 jam (Mochtar, 2002)
Pada permulaan Kala II umumnya kepala janin telah masuk PAP
ketuban yang menonjol biasanya akan pecah sendiri. Apabila belum
pecah, ketuban harus dipecahkan. His datang lebih sering dan kuat maka
penolong harus siap untuk memimpin persalinan. Apabila kepala janin
telah sampai didasar panggul, vulva mulai terbuka, rambut kelihatan.
Penolong harus menahan perineum dengan tangan beralaskan kain
kasan atau kain duk steril supaya tidak terjadi robekan (rupture
perineum). Pada Primigravida dianjurkan melakukan episiotomy.

7
3. Kala III
Pada Kala III dilakukan pengeluaran plasenta yang ditandai dengan
perubahan bentuk dan tinggi fundus, tali pusat memanjang, semburan
darah tiba-tiba. Setelah bayi lahir kontraksi rahim istirahat sebentar.
Beberapa saat kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran uri.
Dalam waktu 5-10 menit plasenta terlepas terdorong ke dalam vagina
akan lahir spontan dari atas simfisi atau fundus uteri. Seluruh proses
biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. (Mochtar, 2002)
Manajemen aktif kala III meliputi pemberian oksitosn segera,
pengendalian tarikan pada tali pusat dan pemijatan uterus setelah
plasenta laihir. Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belu
lahir juga dalam waktu 30 menit periksa kandung kemih dan lakukan
kateterisasi, periksa tanda pelepasan plasnta, berikan oksitosin 10 unit
(intramuscular) dan jahit semua robekan pada serviks dan vagina
kemudian perbaiki episiotomy. (Moh.Wildan dan A. Alimul H, 2008)

4. Kala IV
Kala pengawasan dimulai dari lahirnya plasenta sampai 1 jam.
Periksa fundus uteri setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30
menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat massase uterus
sampai menjadi kuat. Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan
perdarahan setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit
selama jam kedua. (Moh.Wildan dan A. Alimul H, 2008)

B. Distosia Kelainan Tenaga (His)


1. Pengertian Distosia Tenanga

8
Kelainan tenaga atau his adalah his tidak normal/ sifatanya
menyebabkan rintangan pada jalan dan tidak dapat ditasi sehingga
menyebabkan persalinan macet ( Sarwono, 1993)
Kelainan HIS dapat menimbulkan:
a. Kematian
b. Bertambahnya resiko infeksi
c. Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda tanda (nadi dan suhu
meningkat, pernapasan cepat, turgor berkurang, meteorismus, dan
asetonuria

2. Jenis Kelainan HIS


Menurut Sarwono Prawirohardjo,1993 yaitu:
a. Inersia Uteri Hipotonik
His hipotonik disebut juga inersia uteri, yaitu his yang tidak normal,
fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu dari pada bagian lain
Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang. Hisnya
bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his normal. Inersia uteri di
bagi menjadi dua yaitu :
1) Inersia Uteri Primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his
yang tidak adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari
permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk memastikan
apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.

2) Inersia Uteri Sekunder


Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik,
kemudian pada permulaan selanjutnya terdapat gangguan atau
kelainan.

9
Etiologi Inersia Uteri Hipotonik
Menurut Rustam mochtar(1998) sebab-sebab inersia uteri adalah :
1) Sering dijumpai pada primipara
2) Faktor herediter, emosi, dan ketakutan
3) Salah memimpin persalinan dan obat-obattan penenang
4) Kelainan uterus misalnya uterus bikornis unikolis
5) Kehamilan postmatur
6) Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
7) Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia

Manifestasi Klinik Uteri Hipotonik


1) Kontraksi tidak nyeri sama sekali
2) Kontraksi tidak sering dan durasi singkat
3) Tidak ada kemajuan dilatasi serviks atau penurunan janin
karena kontraksi tidak efektif

Faktor Resiko Uteri Hipotonik


1) Anemia
2) Uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion,
kehamilan kembar, macrosomia, grand multipara, primipara
3) Keadaan emosi yang kurang baik

Penatalaksaan
1) Keadaan umum penderita harus segera diperbaiki. Gizi selama
kehamilan harus diperbaiki.

10
2) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan
tentang kemungkinankemungkinan yang ada.
3) Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan
kepala/bokong bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila
his timbul adekuat dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi
bila tidak berhasil maka akan dilakukan section caesarea.

b. Inersia Uteri Hipertonik


Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai
melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian
atas, tengah dan bawah uterus sehingga tidak efisien untuk
membuka serviks dan mendorong bayi keluar.

Etiologi Uteri Hipertonik


Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini, antara lain rangsangan
pada uterus, misalnyanya pemberian oksitosin yang berlebihan,
ketuban pecah lama disertai infeksi, dan sebagainya.

Manifestasi Klinis Uteri Hipertonik


1) Persalinan menjadi lebih singkat
2) Gelisah akibat nyeri terus menerus sebelum dan selama
kontraksi
3) Ketuban pecah dini
4) Distress fetal dan maternal
5) Regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan
sehingga dapat terjadi rupture

Faktor Resiko Uteri Hipotonik


Adanya rangsangan uterus misalnya
1) Pemberian Oksitosin yang berlebihan

11
2) Ketuban pecah lama disertai infeksi

Penatalaksanaan Uteri Hipertonik


Dilakukan pengobatan simptomatis untuk mengurangi tonus otot,
nyeri dan mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus
dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus
diakhiri dengan section caesarea.

c. His Yang Tidak Terkoordinasi


Sifat his yang berubah–ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronisasi
antar kontraksi dan bagian–bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin.
Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak,
sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang
mengakibatkan persalinan tidak maju.

Etiologi His Yang Tidak Terkoordinasi


1) Faktor usia penderita yang relatif tua dan relatif muda
2) Pimpinan persalinan yang salah
3) Karena induksi persalinan dengan oksitosin
4) Rasa takut dan cemas

Penatalaksanaan His Yang Tidak Terkoordinasi


Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot: berikan obat-
obatan anti sakit dan penenang (sedative dan analgetika) seperti
morfin, peidin dan valium. Apabila persalinan berlangsung lama dan

12
berlarut-larut, selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaan
dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forceps atau section caesarea.

C. Distosia Letak dan Bentuk Janin


Malposisi adalah kepala janin relatif terhadap pelvis degan oksiput
sebagai titik referensi, atau malposisi merupakan abnormal dari vertek
kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul
ibu. Dalam keadaan malposisi dapat terjadi partus macet atau partus lama.
Konsep Dasar Kelainan Malposisi Pada

Presentasi Puncak Kepala


Presentasi puncak kepala adalah kelainan
akibat defleksi ringan kepala janin ketika
memasuki ruang panggul sehingga ubun-
ubun besar merupakan bagian terendah.
(Mochtar, 2002).

Etiologi
a. Kelainan Panggul
b. Anak dengan berat badan kecil atau mati
c. Kerusakan dasar panggul

Penanganan
a. Usahakan lahir pervaginam karena kira kira 75% bisa lahir
pervaginam

13
b. Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forcep bisanya anak yang
lahir didapat caput dengan Ubun Ubun Besar

Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala
antara fleksi dan defleksi, sehingga dahi
merupakan bagian teredah. Posisi ini
biasanya akan berubah menjadi letak
muka atau belakang kepala..

Etiologi
a. Panggul sempit
b. Janin besar
c. Multiparitas
d. Kelainan janin
e. Kematian janin intra uterin

Penatalaksanaan Presentasi Dahi


Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal,tidak
akan dapat lahir spontan per vaginam, sehingga harus dilahirkandengan
seksio sesarea. Jika janin kecil dan panggul yang luas dengan presentasi
dahi akan lebih mungkin lahir secara normal

Persentasi Occipito Posterior


Pada persalinan persentasi
belakang kepala, kepala janin
turun melalui Pintu Atas
Panggul dengan sutura

14
sagitaris melintang/miring, sehingga Ubun Ubun Kecil dapat berada di
kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang
atau kanan belakang.

Etiologi
a. Adanya usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk ukuran panggul
b. Otot-otot panggul yang sudah lembek pada multipara 
c. Kepala janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak ada paksaan
pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.

Penatalaksanaan Occipito Posterior


Persalinan perlu pengawasan yang seksama dengan harapan terjadinya
persalinan spontan. Ekstraksi cunam pada persalinan letak belakang
kepala akan lebih mudah jika ubun-ubun kecil berada didepan,maka
perlu diusahakan ubun-ubun diputar kedepan. Jika dalam keadaan janin
posisi letak rendah maka dapat dilakukan ekstraksi vakum.

Presentasi Muka
Keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga
oksiput tertekan pada punggung dan muka yang merupakan terendah
menghadap ke bawah.

Etiologi
a. Defleksi kepala
b. Panggul sempit dan janin besar 
c. Multiparitas
d. Kelainan janin seperti: Anensefalus dan Tumor dileher.
e. Kepala janin yang kecil dan bulat

Penatalaksanaan Presentasi Muka

15
a. Dagu posterior
Bila pembukaan lengkap
1) Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
2) Bila kemajuan persalinan lembut lakukan oksitosin drip
Bila pembukaan belum lengkap
1) Tidak didapatkan tanda obstruksi, lakukkan oksitosin drip.
Lakukan evaluasi persalinan sama dengan persalinan vertek.

b. Dagu anterior
1) Bila pembukaan lengkap Secio Caesaria
2) Bila pembukaan tidak lengkap, lakukan penilaian penurunan
rotasi, dan kemajuan persalinan, jika macet lakukan Sectio
Caesaria
Letak Lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan
dimana janin melintang didalam uterus
dengan sumbu panjang anak tegak
lurus atau hampir tegak lurus pada
sumbu panjang ibu. ( Sastrawinata,
2004: 145).
Letak lintang adalah suatu
keadaan dimana janin
melintang didalam uterus
dengan kepala pada sisi yang
satu, sedangkan bokong berada
pada sisi yang lain ( Marisah dkk, 2010:188).

Klasifikasi Letak menurut Mochtar, 2012 dibagi menjadi 2 macam,


yang dibagi berdasarkan

16
a. Letak kepala
1) Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu.
2) Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu.
b. Letak Punggung
1) Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso –
anterior.
2) Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-
posterior.
3) Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut
dorsosuperior.
4) Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut
dorsoinferior.

Etiologi Menurut Wiknjosastro (2007: 624) dan Sukrisno (2010:


244)
a. Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek
b. Hidrosefalus
c. Pertumbuhan janiun terhambat atau janin mati
d. Kehamilan premature
e. Kehamilan kembar
f. Panggul sempit
g. Tumor di daerah panggul
h. Kelainan bentuk rahim ( uterus arkuatus atau uterus subseptus)
i. Kandung kemih serta rektum yang penuh
j. Plasenta Previa

Diagnosa

17
Untuk menegakan diagnosa maka hal yang harus di perhatikan adalah
dengan melakukan pemeriksaan
a. Inspeksi
Pada saat melakukan pemeriksaan letak lintang dapat diduga hanya
pemeriksaan inspeksi, fundus tampak lebih melebar dan fundus uteri
lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya.
b. Palpasi
Pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi hasilnya adalah fundus
uteri kosong, bagian yang bulat, keras, dan melenting berada di
samping dan di atas simfisis juga kosong, kecuali jika bahu sudah
turun ke dalam panggul atau sudah masuk ke dalam pintu atas
panggul (PAP), kepala teraba di kanan atau di kiri.
c. Auskultasi
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan auskultasi adalah denyut
jantung janin ditemukan di sekitar umbilicus atau setinggi pusat.

d. Pemeriksaan Dalam
Hasil yang di peroleh dari pemeriksaan dalam adalah akan teraba
tulang iga, scapula, dan teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup
ke kanan atau ke kiri.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan ultrasonografi (USG) atau foto rontgen dengan
diperoleh hasil kepala janin berada di samping.

Penatalaksanaan Letak Lintang


Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak lintang
janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4
cm dan ketuban belum pecah atau utuh, umur kehamilan 36 sampai 38

18
minggu, bagian terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan
dari PAP, dan bayi dapat lahir pervagina.
Pada seseorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya
segera dilakukan seksio sesaria. Berdasarkan pertimbangan sebagai
berikut
a. Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik,
sehingga pada seorang 25 primgravida kala I menjadi lama dan
pembukaan serviks sukar menjadi lengkap
b. Tidak ada bagian janin yang menahan tekanan intra – uteri pada
waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum
pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya
prolapsus funikuli
c. Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.

Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung


kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang
bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin
tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan
serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama
menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang
untuk bangun dan meneran.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat
prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban
pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada
tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian
dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio
sesarea.

19
Distosia Bahu
Merupakan kegawat daruratan
obstetric karena terbatasnya
waktu persalinan, terjadi
trauma janin, dan kompikasi
pada ibunya, kejadiannya sulit
diperkirakan setelah kepala
lahir, kepala seperti kura-kura
dan persalinan bahu
mengalami kesulitan (Manuaba, 2001).

Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan
bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia)
disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada
multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan
bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah
melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II
sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

Faktor Resiko
a. Kehamilan lewat waktu
b. Obesitas pada ibu
c. Bayi makrosomia
d. Riwayat distosia bahu sebelumnya
e. Kelahiran lewat operasi
f. Persalinan lama
g. Diabetes yang tidak terkontrol

20
Diagnosis
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya
a. Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tepat berada dekat vulva
b. Dagu tertarik dan menekan perineum
c. Tarikan pada kepala gagal, melahirkan bahu yang terperangkap
dibelakang simfisis pubis.

Penanganan Distosia Bahu


Hindari 4 P
a. Panic
b. Pulling (pada kepala)
c. Pushing (pada Fundus)
d. Pivoting (Memutar kepala secara tajam, dengan kogsigis sebagai
tumpuan)

ALARMER
o A : Ask for help (Minta pertolongan)
o L : Lift/hyperflexi of the legs (Mc Robert’s maneuver)
o A : Anterior shoulder disimpaction
a. Suprapubic pressure (Massanti)
b. Rotate to ablique (Rubin)
o R : Rotation of the posterior shoulder
a. Rubin maneuver
b. Wood’s screw maneuver (Memutar bahu posterior
menjadi anterior)
o M: Manual removal of the posterior arm

21
o E : Episiotomi
o R : Roll woman over onto “all fours”
Membebaskan bahu posterior dan lbh mudah memutarnya ke
anterior

a. Ask for Help


1. Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver
McRoberts dan penekanan suprapubik.
2. Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.

b. Lift/hyperflexi of the legs

Hiperfleksi kedua kaki (Manuver


McRobert), distosia bahu pada
umumnya akan teratasi dengan
manuver ini pada 70% kasus

c. Anterior shoulder
disimpaction
1) Suprapubic Pressure (Manuver Massanti )

22
Tidak boleh menekan fundus
Penanganan abdomen: Penekanan suprapubik dengan ujung
genggaman tangan pada bagian belakang bahu depan untuk
membebaskannya.

2) Rubin Maneuver

1. Adduksi bahu depan


dengan menekan bagian
belakang bahu (bahu
didorong ke arah dada)
sehingga menjadi oblique
2. Lakukan episiotomi jika
diperlukan
3. Tidak boleh menekan
fundus

d. Rotation of the posterior shoulder (Step 1)


1. Penekanan pada bagian
depan bahu belakang
2. Bisa dikombinasi dengan
anterior disimpaction
manoeuvers
3. Tidak boleh menekan
fundus

23
Rotation of the posterior shoulder (Step 2)

Bisa dilakukan secara


simultan dengan anterior
dissimpaction

Rotation of the posterior


shoulder (Step 3)

Bisa diulang bila proses


persalinan tidak tercapai
pada langkah 1 dan 2.

Rotation of the posterior shoulder (Step 4)

e. Manual removal of posterior arm


1. Fleksikan tangan
pada siku
(menekan fosa
cubiti untuk
memfleksikan
tangan)

24
2. Usapkan tangan sepanjang dada.
3. Raih lengan depan atau jari-jari tangan
4. Keluarkan tangan.

f. Roll over onto “all fours”


Langkah ini
memungkinkan posisi bayi
bisa bergeser dan terjadi
disimpaksi bahu anterior.
Hal ini juga
memungkinkan akses yang
lebih mudah untuk
memutar bahu posterior
atau bahkan melahirkannya langsung

Posisi sungsang
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas
pada presen.
tasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan dengan
kaki dan/atau tangan. Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala
bokong memasuki panggul bersamaan dengan tangan.

Faktor yang meningkatkan kejadian presentasi majemuk adalah


prematuritas, multiparitas, panggul sempit, kehamilan ganda, atau
pecahnya selaput ketuban dengan bagian terendah janin yang masih tinggi.

Mekanisme Persalinan

25
Kelahiran spontan pada persalinan dengan presentasi majemuk hanya
dapat terjadi apabila janinnya sangat kecil (sedemikian sehingga panggul
dapat dilalui bagian terendah janin bersamaan ekstrem menyertainya yang,
atau mati mati yang sudah mengalami maserasi. Mekanisme persalinan
dapat terjadi sebagaimana mekanisme persalinan presentasi kepala atau
presentasi bokong apabila terjadi reposisi baik secara spontan maupun
melalui upaya.

Klasifikasi letak sungsang

26
a. Presentasi bokong murni (frank breech)
Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki terangkat ke atas sehingga
ujung kaki setinggi bahu atau kepala janin.
b. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech)
Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki dan tangan menyilang
sempurna dan di samping bokong dapat diraba kedua kaki.
c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incomplete breech)
Yaitu letak sungsang dimana hanya satu kaki di samping bokong,
sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. (Kasdu, 2005)

Diagnosa
a. Pemeriksaan Palpasi Leopold
Leopold 1 : Untuk mengetahui bagian yang berada pada bagian
fundus atas. Pada presentasi bokong akan teraba kepala janin yang
keras, bulat
Leopold 2 : Untuk mengetahui letak janin pada bagian kanan atau
kiri fundus. Bagian kanan dan kiri teraba punggung dan bagian bagian
kecil janin
Leopold 3 : Untuk mengetahui bagian bawah janin. Pada
presentasi bokong akan teraba bokong, agak bulat, dan melenting

Leopold 4 : Setelah terjadi engagement, menunjukkan posisi


bokong di bawah simfisis. (Cunningham,2006)

27
b. Pemeriksaan Auskultasi
Pada pemeriksaan ini punctum maksimum/letak DJJ biasanya
terdengar paling keras pada daerah sedikit atas umbilicus, sedangkan
bila telah terjadi engagement kepala janin, suara jatung terdengar
paling keras di bawah umbilicus

c. Pemeriksaan USG
Untuk memastikan perkiraan klinis dan untuk mengidentifikasi
adanya abnormal janin

Penanganan Letak Sungsang


a. Pervaginam
Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai syarat
yang harus dipenuhi yaitu pembukaan benar-benar lengkap, kulit
ketuban sudah pecah, his adekuat dan tafsiran berat badan janin <
3600 gram.
Persalinan pervaginam tidak dilakukan apabila didapatkan kontra
indikasi persalinan pervaginam bagi ibu dan janin, presentasi kaki,
hiperekstensi kepala janin dan berat bayi > 3600 gram, tidak adanya
informed consent, dan tidak adanya petugas yang berpengalaman
dalam melakukan pertolongan persalinan (Prawirohardjo, 2008).

1. Persalinan spontan (spontaneous breech)


Yaitu janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri
(cara bracht). Pada persalinan spontan bracht ada 3 tahapan yaitu
tahapan pertama yaitu fase lambat, fase cepat, dan fase lambat.

28
a) Fase lambat, yaitu mulai melahirkan bokong sampai pusat
(scapula depan). Disebut fase lambat karena tahapan ini tidak
perlu ditangani secara tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya
pada ibu dan anak yang mungkin terjadi.
b) Fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat sampai lahirnya
mulut. Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga
terjadi oklusi pembuluh darah tali pusat antara kepala dengan
tulang panggul sehingga sirkulasi utero plasenta terganggu.
Disebut fase cepat karena tahapan ini harus terselesaikan dalam
1- 2 kali kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
c) Fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala
lahir. Fase ini disebut fase lambat karena tahapan ini tidak
boleh dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghidari
dekompresi kepala yang terlampau cepat yang dapat
menyebabkan perdarahan intracranial

Berikut ini prosedur melahirkan secara bracht

a) Biarkan persalinan berlangsung dengan sendirinya (tanpa


intervensi apapun) hingga bokong tampak di vulva.
b) Pastikan bahwa pembukaan sudah lengkap sebelum
memperkenankan ibu mengejan. Perhatikan hingga bokong
membuka vulva.

29
c) Lakukan episiotomi bila perlu (pada perineum yang cukup
elastis dengan introitus yang sudah lebar, episiotomi mungkin
tidak diperlukan). Gunakan anastesi lokal sebelumnya.
d) Biarkan bokong lahir, bila tali pusat sudah tampak
dikendorkan. Perhatikan hinggatampak tulang belikat (scapula)
janin mulai tampak di vulva. Jangan melakukan tarikan atau
tindakan apa pun pada tahap ini.
e) Dengan lembut peganglah bokong dengan kedua ibu jari
penolong sejajar sumbu panggul, sedang jari-jari yang lain
memegang belakang pinggul janin
f) Tanpa melakukan tarikan, angkatlah kaki, bokong, dan
badan janin dengan kedua tangan penolong disesuaikan dengan
sumbu panggul ibu sehingga berturut-turut lahir perut,
dada, bahu dan lengan, dagu, mulut dan seluruh kepala
(Saifuddin, 2011)

2. Manual Aid
Janin di lahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu,
sebagian lagi dengan tenaga penolong. Dalam cara ini, terdapat 3
tahap yaitu
a) Tahap pertama: Bokong sampai umbilicus lahir secara spontan
dengan mengunakan kekuatan tenaga ibu sendiri
b) Tahap Kedua: Persalinan bahu dan lengan dibantu penolong.
dengan cara klasik, mueller, lovset.
c) Tahap ketiga lahirnya kepala dengan memakai cara mauriceau.
Dengan cara klasik

30
a. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong
pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh
mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.
b. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke
dalam jalan lahir dengan jari telunjuk menelusuri bahu
janin sampai pada fossa cubiti kemudian lengan bawah
dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
c. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada
pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan
penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama
lengan dapat dilahirkan.   

Dengan cara mueller

a) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil


dilakukan traksi curam ke bawah sejauh mungkin sampai
bahu depan di bawah simfisis dan lengan depan dilahirkan
dengan mengait lengan di bawahnya.

31
b) Setelah bahu dan lengan depan lahir, maka badan janin
yang masih dipegang secara femuro-pelvis ditarik ke atas
sampai bahu belakang lahir.      

Dengan cara lovset

a) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil


dilakukan traksi curam ke bawah badan janin diputar
setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu
depan.
b) Sambil melakukan traksi, badan janin diputar kembali ke
arah yang berlawanan setengah lingkaran demikian
seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di
bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan

Dengan cara mauriceau

32
a) Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin
dimasukkan ke dalam jalan lahir.
b) Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk
serta jari ke empat mencengkeram fossa canina sedangkan
jari yang lain mencengkeram leher.
c) Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong
seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari
ke tiga penolong mencengkeram leher janin dari arah
punggung.
d) Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke
bawah sambil seorang asisten melakukan fundal pressure.
e) Saat sub oksiput tampak di bawah simfisis, kepala janin
dielevasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion
sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata,

dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya seluruh kepala.    

Presentasi Bokong
adalah janin letak memanjang
dengan bagian terendahnya bokong,
kaki, atau kombinasi keduanya.
Presentasi bokong merupaka n
malpresentasi yang paling sering
dijumpai. Sebelum umur kehanilan
28 mingu kejadian presentasi bokong
berkisar antara 25 -30 %, dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi kepala setelah umur
kehamilan 34 minggu.
Etiologi

33
Terjadinya presentasi bokong tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa
faktor risiko selain prema turitas, yaitu abnormalitas struktural uterus,
polihidramnion, plasenta previa, mult paritas, mioma uteri, kehamilan
multipel, anomali janin (anensefali. hidrosefalus), daa riwayat presentasi
bokong sebelumnya.

Mekanisme persalinan
Bokong akan memasuki panggul (engagement dan descent) dengan
diameter bitrokanter dalam posisi oblik. Pinggul janin bagian depan
(anterior) mengalami penurunan lebih cepat dibanding pinggul
belakangnya (posterior). Dengan demikian, pinggul depan akan mencapai
pintu tengah panggul terlebih dahulu. Kombinasi antara tahanan dinding
panggul dan kekuatan yang mendorong ke bawah (kaudal) akan
menghasilkan putaran paksi dalam yang membawa sakrum ke arah
transversal (pukul 3 atau 9), sehingga posisi diameter bitrokanter di pintu
bawah panggul menjadi anteroposterior.
Penurunan bokong berlangsung terus setelah terjadinya putaran paksi
dalam. Perineum akan meregang, vulva membuka, dan pinggul depan
akan lahir terlebih dahulu. Pada saat itu, tubuh janin mengalami putaran
paksi dalam dan penurunan, sehingga mendorong pinggul bawah menekan
perineum. Dengan demikian, lahirlah bokong dengan posisi diameter
bitrokanter anteroposterior, dikuti putaran paksi luar. Putaran paksi luar
akan membuat posisi diameter bitrokanter dari anteroposterior menjadi
transversal. Kelahiran bagian tubuh lain akan terjadi kemudian baik secara
spontan maupun dengan bantuan (manual aid)

Penanganan Presentasi Bokong

a. Prosedur Melahirkan Lengan di Atas Kepala atau di Belakang Leher


(maneuver louset)

34
1) Pegang janin pada pinggulnya (perhatikan cara pegang yang
benar).
2) Putarlah badan bayi setengah lingkaran dengan arah putaran
mengupayakan punggung yang berada di atas (anterior)
3) Sambil melakukan gerakan memutar, lakukan traksi ke bawah
sehingga lengan posterior berubah menjadi anterior, dan
melahirkannya dengan menggunakan dua jari penolong dilengan
atas bayi
4) Putar kembali badan janin ke arah berlawanan (punggung tetap
berada di atas) sambil melakukan traksi ke arah bawah. Dengan
demikian, lengan yang awalnya adalal anterior kembali lagi ke
posisi anterior untuk dilahirkan dengan cara yang sama

b. Prosedur Melabirkan Kepala (Manuver Mauriceau-Smellie- Veit)


1) Janin dalam posisi telungkup menghadap ke bawah, letakkan
tubuhnya di tangan dan lengan penolong sehingga kaki janin berada di
kiri kanan tangan tersebut (atau bila janin belum dalam posisi
telungkup, gunakan tangan yang menghadap wajah janin)
2) Tempatkan jari telunjuk dan jari manis ditulang pipi janin.
3) Gunakan tangan yang lain untuk memegang bahu dari arah punggung
dan dipergunakan melakukan traksi.
4) Buatlah kepala janin fleksi dengan cara minekan tulang pipi janin ke
arah dadanya
5) Bila belum memutar paksi dalam, lakukan gerakan memutar paksi
dengan tetap menjaga tetap fleksi dan traksi pada bahu mengikuti arah
sumbu panggul.
6) Bila sudah terjadi putar paksi dalam, lakukan traksi ke bawah dengan
mempertahankan fleksi kepala janin, dan mintalah asisten untuk
menekan daerah suprasimfisis.

35
7) Setelah suboksiput lahir dibawah simpisis, badan janin sedikit demi
sedikit dielevasi ke atas (kea rah perut ibu) dengan suboksiput sebagai
hipomoklin. Berturut-turut akan lahir dagu, mulut dan seluruh kepala.

1. Makrosomia
Makrosomia atau bayi besar adalah bila berat badan bayi melebihi dari
4000 gram. (Prawirohardjo, 2006). Dalam dunia kedokteran makrosomia
disebut giant baby.

Etiologi
Makrosomia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu terjadinya hiperglikemia
dan hiperinsulinisme pada janin (akibat hiperglikemia Ibu), kehamilan
dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) Ibu di atas normal, Ibu obesitas, dan
bayi lewat bulan. Terdapat tiga faktor utama penyebab makrosomia yaitu
faktor genetik, kenaikan berat badan Ibu yang berlebihan karena pola
makan yang berlebih, dan Ibu hamil yang menderita diabetes mellitus
(Benson, 2009).

Faktor Resiko Makrosomia


a. Usia Ibu
Beberapa penelitian menyatakan, usia optimal untuk reproduksi sehat
adalah 20-30 tahun, dan risiko makin meningkat setelah usia 30 tahun.
Wanita hamil usia tua adalah berusia 35 tahun atau lebih saat
melahirkan. Sedangkan wanita berusia 45 tahun atau lebih saat
melahirkan digolongkan sebagai usia sangat tua (Suswadi, 2000;
Kusumawati dkk., 2012).

Semakin tua usia wanita selalu dihubungkan dengan hasil kehamilan


24 dan persalinan yang kurang baik, misalnya persalinan premature,
makrosomia, kematian janin dalam kandungan yang dapat

36
menyebabkan tingginya angka kematian perinatal (Cunningham et al,
2005).
b. Diabetes mellitus (DM)
Diabetes mellitus mengakibatkan ibu melahirkan bayi besar
(makrosomi) dengan berat lahir mencapai 4000-5000 gram atau
lebih. Namun bisa juga sebaliknya, bayi lahir dengan berat lahir
rendah, yakni dibawah 2000- 2500 gram. Dampak yang lebih
parah yaitu mungkin janin meninggal dalam kandungan karena
mengalami keracunan. Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia
hingga janin juga mengalami gangguan metabolic (hipoglikemia,
hipomagnesemia. Hipokalsemia, hiperbillirubinemia) dan
sebagainya. Seorang ibu dengan riwayat sakit gula, bila hamil
harus melakukan pemeriksaan laboratorium tentang kadar gula
darah untuk mencegah terjadinya komplikasi kematian bayi di
dalam rahim. Pemeriksaan kadar gula darah sebaiknya dilakukan
saat usia kehamilan 24-28 minggu, bila kadar gula darah

c. Keturunan (orang tuanya besar)


Bayi besar dapat disebabkan berat badan ibu yang berlebihan
baik sebelum hamil (obesitas) maupun kenaikannya selama
hamil lebih dari 15 kg. Dalam penelitian yang dipublikasikan
dalam jurnal kebidanan dan kandungan tersebut, peneliti
melibatkan melibatkan partisipan lebih dari 40.000 wanita
Amerika dan bayinya. Setelah dianalisis, diperoleh data bahwa
satu dari lima wanita mengalami peningkatan bobot berlebih
semasa hamil, yang membuatnya berisiko dua kali lipat
melahirkan bayi besar.

d. Multiparitas Dengan Riwayat Makrosomia

37
Bila Ibu hamil punya riwayat melahirkan bayi makrosomia
sebelumnya, maka berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali
melahirkan bayi makrosomia dibandingakn wanita yang belum
pernah melahirkan bayi makrosomia (Rukiyah, 2010).
Pola peningkatan berat pada ibu hamil yang direkomendasikan
mencapai 1 sampai 2 kg selama trimester pertama kemudian
0,4kg per minggu selama trimester kedua dan ketiga. Selama
trimester kedua, peningkatan terutama terjadi pada ibu,
sedangkan pada trimester ketiga, kebanyakan merupakan
pertumbuhan janin. (William. 2001).

Diagnosa
Pemeriksaan yang teliti tentang adanya disproporsi sefalopelvik
dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan besarnya kepala dan tubuh
janin dapat diukur pula secara teliti dengan menggunakan alat
ultrasonografi (Prawirohardjo, 2005)
Pertumbuhan janin yang bersifat makrosomik dari wanita hamil
dapat diidentifikasi menggunakan ultrasonografi setelah kehamilan
30 minggu dengan melihat lemak tambahan yang tersimpan di area
abdomen dan interskapula (Sinclair, 2010).

2. Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini premature terjadi pada 1% kehamilan.
Pecahnya selaput kketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolaggen matriks ekstra selular amnion,

38
karion, dan apoptosis membrane janin. Membrane janin dan desidua
bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput
ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin, dan protein hormone yang merangsang aktifitas.
Mekanisme ketuban pecah dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah:
a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal.
c. Ketuban pecah dini pada kehamilan premature di sebabkan adanya faktor-
faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina, ketuban
pecah dini premature sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten
serviks, solusio plasenta.

Komplikasi
a. Persalinan premature
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dr 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

b. Infeksi
Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm.
Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten

39
c. Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonary.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini
a. Pastikan diagnosis
b. Tentukan umur kehamilan
c. Evaluasi ada tidak nya infeksi maternal maupun infeksi janin
d. Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin

Diagnosis
Tentunya pecah selaput ketuban, dengan adanya cairan di vagina. Penentuan
cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus merah menjadi biru.
Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada
tidaknya infeksi.tentukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik. Tentukan
adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakuakan bila akan dilakukan
penannganan aktif.

3. Prolapse tali pusat


Prolapse tali pusat merupakan komplikasi yang jarang terjadi, kurang Dari 1
per 200 kelahiran, tetapi dapat mengakibatkan tingginya kematian janin. Oleh
karena itu, diperlukan keputusan yang matang dan pengelolaan segera.

Etiologi
a. Presentasi yang abnormal seperti letak lintang atau letak sungsang
terutama presentasi kaki.
b. Prematuritas
c. Kehamilan ganda
d. Polihidramnion
e. Multiparitas predisposisi terjadinya malpresentasi

40
f. Disproporsi janin-panggul
g. Tumor dipanggul yang mengganggu masuknya bagian terendah janin.
h. Tali pusat abnormal panjang (> 75 cm)
i. Plasenta letak rendah
j. Solusio plasenta
k. Ketuban pecah dini

Diagnosis
a. Melihat tali pusat keluar
b. Teraba secara kebetulan tali pusat pada saat pemeriksaan dalam
c. Auskultasi terdengar jantung janin yang ireguler, sering dengan
bradikardi yang jelas, terutama berhubungan dengan kontraksi uterus.
d. Monitoring denyut jantung janin yang berkesinambungan
memperlihatkan adanya deselerasi variable
e. Tekanan pada bagian terendah janin oleh manipulasi eksterna terhadap
pintu atas panggul menyebabkan menurunnya detak jantung secara tiba-
tiba yang menandakan kompresi tali pusat

D. Distosia Kelainan Panggul/Jalan Lahir


1. Kesempitan Pintu Atas Panggul (PAP)
Panggul dibentuk oleh empat buah tulang yaitu: 2 tulang pangkal paha
(os coxae) terdiri dari os illium, os ischium dan os pubis, 1 tulang
kelangkang (os sacrum), dan 1 tulang tungging (os cocygis).

Tulang panggul dipisahkan oleh pintu atas panggul menjadi:


a. Panggul palsu/false pelvis (pelvis mayor), yaitu bagian pintu atas
panggul dan tidak berkaitan dengan persalinan
b. Pintu Atas Panggul (PAP)
Bagian anterior pintu atas panggul, yaitu batas atas panggulsejati
dibentuk oleh tepi atas tulang pubis. Bagian lateral dibentuk oleh linea

41
iliopektenia, yaitu sepanjang tulang inominata. Bagian posteriornya
dibentuk oleh bagian anterior tepi atas sacrum dan promontorium
sacrum.
c. Panggul sejati/ true pelvis (pelvis minor)
Bentuk pelvis menyerupai saluran yang menyerupai sumbu melengkung
ke depan.Pelvis minor terdiri atas: pintu atas panggul (PAP) disebut
pelvic inlet. Bidang tengahpanggul terdiri dari bidang luas dan bidang
sempit panggul.
d. Rongga panggul
Merupakan saluran lengkung yang memiliki dinding anterior (depan)
pendek dandinding posterior jauh lebih cembung dan panjang. Rongga
panggul melekat padabagian posterior simpisis pubis, ischium, sebagian
ilium, sacrum dan koksigeum.
e. Pintu Bawah Panggul, yaitu batas bawah panggul sejati. Struktur ini
berbentuk lonjong agak menyerupaiintan, di bagian anterior dibatasi oleh
lengkung pubis, dibagian lateral oleh tuberosisitas iskium, dan bagian
posterior (belakang) oleh ujung koksigeum

Bidang-bidang panggul
a. Bidang Hodge I : dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas
symphisis dan promontorium.
b. Bidang Hodge II : sejajar dengan Hodge I setinggi pinggir bawah
symphisis.
c. Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina ischiadika
kanan dan kiri.
d. Bidang Hodge IV : sejajar Hodge I, II dan III setinggi os coccygis

Stasion bagian presentasi atau derajat penurunan


a. Stasion 0
Sejajar spina ischiadica.

42
b. Stasion 1
1cm di atas spina ischiadica dan seterusnya sampai Stasion 5.
c. Stasion -1
-1 cm di bawah spina ischiadica dan seterusnya sampai Stasion-5

Ukuran-ukuran panggul

a. Panggul luar
1) Distansia spinarum : jarak antara kedua spina illiaka anterior
superior : 24 – 26 cm.
2) Distansia cristarum : jarak antara kedua crista illiaka kanan dan kiri
: 28 – 30 cm.
3) Konjugata externa (Boudeloque) 18 – 20 cm.
4) Lingkaran Panggul 80-90 cm.
5) Konjugata diagonalis (periksa dalam) 12,5 cm - Distansia Tuberum
(dipakai Oseander) 10,5 cm.

b. Panggul dalam
1) Pintu atas panggul
o Konjugata vera atau diameter antero posterior (depan-
belakang) Konjugata obstetrika
o Diameter transversa (melintang)
o Diameter oblik (miring)

43
2) Bidang tengah panggul
Bidang luas panggul, terbentuk dari titik tengah symfisis pertengahan
acetabulum dan ruas sacrum ke-2 dan ke-3. Merupakan bidang yang
Merupakan bidang yang mempunyai ukuran paling besar, tidak
menimbulkan masalah dalam mekanisme turunnya kepala. Diameter
antero posterior 12,75 cm, diameter transfersa 12,5
Bidang sempit panggul, merupakan bidang yang berukuran kecil,
terbentang dari tepi bawah symfisis, spina ischiadika kanan dan kiri, dan
1-2 cm dari ujung bawah sacrum. Diameter antero-posterior sebesar 11,5
cm dan diameter transversa sebesar 10 cm

3) Inklinatio pelvis
Adalah kemiringan panggul, sudut yang terbentuk antara bidang semu.
Pintu ataspanggul dengan garis lurus tanah sebesar 55-60 derajat.

4) Sumbu panggul
Sumbu secara klasik garis yang menghubungkan titik persekutuan antara
diametertransversa dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan
titik sejenis di hodge II, III,dan IV. Sampai dekat hodge III sumbu itu
lurus sejajar dengan sacrum, untuk seterusnyamelengkung ke depan,
sesuai dengan lengkungan sacrum. untuk seterusnyamelengkung ke depan,
sesuai dengan lengkungan sacrum.

Jenis Panggul Dasar


a. Ginekoid (tipe wanita klasik)
b. Android (mirip panggul pria)
c. Anthropoid (mirip panggul kera anthropoid)
d. Platipeloid (panggul pipih)

44
Macam-macam konjugata

a. K
o
n j
u
g
ata vera atau diameter antero
posterior (depan-belakang) yaitu diameter antara promontorium dan tepi atas
symfisis sebesar 11 cm. Cara pengukuran dengan periksa dalam akan
memperoleh konjugata diagonali yaitu jarak dari tepi bawah symfisis pubis ke
promontorium (12,5 cm) dikurangi 1,5-2 cm.
b. Konjugata obstetrika adalah jarak antara promontorium dengan pertengahan
symfisis pubis
c. Diameter transversa (melintang), yaitu jarak terlebar antara ke dua linia
inominata sebesar 13 cm.
d. Diameter oblik (miring): jarak antara artikulasio sakro iliaka dengan tuberkulum
pubikum sisi yang bersebelah sebesar 12 cm.

45
Mengukur panggul dalam
Pada pemeriksaan dalam ini yang diukur secara langsung adalah konjugata
diagonalis. Cara mengukur konjugata diagonalis adalah jari tengah dan telunjuk
tangan kanan dimasukkan ke dalam vagina untuk meraba promontorium. Jari
telunjuk tangan kiri menandai sejauh mana masuk tangan kanan dan kemudian
diukur dengan penggaris saat tangan dikeluarkan. Ukuran konjugata vera
didapatkan dari konjugata diagonalis dikurangi 1,5 cm, sedangkan ukuran konjugata
obstetic tidak jauh berbeda dari konjugata vera.
Panggul tersebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang
normal. Kesempitan panggul bisa pada pintu atas panggul, ruang tengah panggul,
pintu bawah panggul atau kombinasi ketiganya.
Untuk kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet): Konjugata diagonal (KD)
kira-kira 13,5 cm. Konjugata vera (KV) kira-kira 12.0 cm. Dikatakan sempit bila
KV kurang dari 10 cm atau konjugata diagonalis kurang dari 11,5 cm.

Pembagian tingkatan panggul sempit:


a. Tingkat I : KV 9-10 cm = borderline
b. Tingkat II : KV 8-9 cm = relatif
c. Tingkat III : KV 6-8 cm = ekstrim

46
d. Tingkat IV : KV 6 cm = mutlak
2. Kesempitan Bidang Tengah Pelvis
a. Kesempitan bidang tengah panggul tidak dapat dinyatakan secara
tegas seperti kesempitan PAP, namun kejadian ini lebih sering
terjadi dibanding kesempitan PAP.
b. Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep transverse arrest”
(letak malang melintang rendah) pada perjalanan persalinan dengan
posisi occipitalis posterior (sebuah gangguan putar paksi dalam
akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul).
c. Bidang Obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi
bawah simfisis pubis melalui spina ischiadika dan mencapai sacrum
di dekat pertemuan antara vertebra sacralis 4-5.

3. Kesempitan Pintu Bawah Panggul


a. PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama
(berupa diameter intertuberus) dan tidak terletak pada bidang yang
sama.
b. Berkurangnya diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya
segitiga anterior sehingga pada kala II kepala terdorong lebih kearah
posterior dengan konsekuensi pada persalinan terjadi robekan
perineum yang luas.
c. Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi
mengingat bahwa kesempitan PBP hamper selalu disertai dengan
kesempitan Bidang Tengah Panggul.

E. Distosia Ruktur Genitalia


a. Vulva
Kelainan yang bisa menyebabkan kelainan vulva adalah oedema vulva,
stenosis vulva, kelainan bawaan, varises, hematoma, peradangan,
kondiloma akuminata dan fistula.

47
1) Oedema vulva, bisa timbul pada waktu hamil, biasanya sebagai
gejala preeclampsia akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain
misalnya gangguan gizi. Pada persalinan lama dengan penderita
dibiarkan mengejan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva.
Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran
pervaginam.

2) Stenosis vulva, biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang


yang menyebabkan ulkus-ulkus yang sembuh dengan parut-parut
yang dapat menimbulkan kesulitan. Walaupun pada umumnya dapat
diatasi dengan mengadakan episiotomy, yang cukup luas. Kelainan
congenital pada vulva yang menutup sama sekali hingga hanya
orifisium uretra eksternum yang tampak dapat pula terjadi.
Penanganan ini ialah mengadakan sayatan median secukupnya untuk
melahirkan kepala.

3) Kelainan bawaan Atresia vulva dalam bentuk atresia himenalis yang


menyebabkan hematokolpos, hematometra dan atresia vagina dapat
menghalangi konsepsi.

4) Varises, wanita hamil sering mengeluh melebarnya pembuluh darah


di tungkai, vagina, vulva dan wasir, tetapi dapat menghilang setelah
kelahiran. Hal ini karena reaksi sistem vena pembuluh darah seperti
otot – otot ditempat lain melemah akibat hormone estroid. Bahaya
varises dalam kehamilan dan persalinan adalah bila pecah dapat
menjadi fatal dan dapat pula terjadi emboli udara. Varises yang
pecah harus di jahit baik dalam kehamilan maupun setelah lahir.

5) Hematoma, pembuluh darah pecah sehingga hematoma di jaringan


ikat yang renggang di vulva, sekitar vagina atau ligamentum latum.

48
Hematoma vulva dapat juga terjadi karena trauma misalnya jatuh
terduduk pada tempat yang keras atau koitus kasar, bila hematoma
kecil resorbsi sendiri, bila besar harus insisi dan bekuan darah harus
dikeluarkan.

6) Peradangan, peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan


vagina dan dapat terjadi akibat infeksi spesifik, seperti sifilis,
gonorrhea, trikomoniasis.

7) Kondiloma akuminta, merupakan pertumbuhan pada kulit selaput


lendir yang menyerupai jengger ayam jago. Berlainan dengan
kondiloma akumilatum permukaan kasar papiler, tonjolan lebih
tinggi, warnanya lebih gelap. Sebaiknya diobati sebelum bersalin.
Banyak penulis menganjurkan insisi dengan elektrocauter atau
dengan tingtura podofilin. Kemungkinan ada penyebab rangsangan
tidak diberantas lebih dahulu atau penyakit primernya kambuh.

8) Fistula vesiko vaginal atau fistula rektovaginal biasanya terjadi pada


waktu bersalin sebagai tindakan operatif maupun akibat nekrosis
tekanan. Tekanan lama antara kepala dan tulang panggul gangguan
sirkulasi sehingga terjadi kematian jaringan lokal dalam 5-10 hari
lepas dan terjadi lubang. Akibatnya terjadi inkontinensia alvi.
Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh dengan
sendirinya. Fistula yang sudah tertutup merupakan kontra indikasi
pervaginam.

b. Vagina
Kelainan yang dapat menyebabkan distosia adalah:
1) Kelainan vagina, pada aplasia vagina tidak ada vagina ditempatnya
introitus vagina dan terdapat cekungan yang agak dangkal atau yang
agak dalam. Terapi terdiri atas pembuatan vagina baru beberapa

49
metode sudah dikembangkan untuk keperluan itu, operasi ini
sebaiknya dilakukan pada saat wanita bersangkutan akan menikah.
Dengan demikian vagina dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa
vagina buatan dapat menyempit. Pada atresia vagina terdapat
gangguan dalam kanalisasi sehingga terdapat satu septum yang
horizontal, bila penutupan vagina ini menyeluruh, menstruasi timbul
namun darahnya tidak keluar, namun bila penutupan vagina tidak
menyeluruh tidak akan timbul kesulitan kecuali mungkin pada
partus kala II.

2) Stenosis vagina congenital, jarang terdapat, lebih sering ditemukan septum


vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap pada
bagian kanan atau bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak
menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup
lebar, baik untuk koitus maupun lahirnya janin. Septum tidak lengkap
kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus
dipotong dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat
perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap laku dalam
kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya janin perlu
ditimbangkan section caesarea.

3) Tumor vagina, dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam,


adanya tumor vagina dapat juga menyebabkan persalinan pervaginam
dianggap mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan
besarnya tumor perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat
berlangsung secara pervaginam atau diselesaikan dengan section caesarea.

4) Kista vagina, kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller,
letak lateral dalam vagina bagian proksimal, ditengah, distal dibawah
orifisum uretra eksternal. Bila kecil dan tidak ada keluhan dapat dibiarkan

50
tetapi bila besar dilakukan pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan
setelah lahir.

c. Uterus
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan adalah distosia
servikalis. Karena disfungtional uterine action atau karena parut pada serviks
uteri. Kala I serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi
sehingga merupakan lembaran kertas dibawah kepala janin. Diagnosis dibuat
dengan menemukan lubang kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-
tengah lapisan tipis atau disebut dengan konglutinasio orifisii eksterni bila
ujung, dimasukan ke orifisum ini biasanya serviks yang kaku pada primitua
sebagai akibat infeksi atau operasi.

51
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Distosia adalah suatu persalinan yang sulit, ditandai dengan kemajuan
persalinan yang lambat. Untuk menentukan adanya distosia dapat menggunakan
batasan waktu ataupun kelajuan proses. Distosia dapat terjadi pada kala I ataupun
kala II persalinan. Distosia pada kala I aktif persalinan dapat dikelompokkan
menjadi proses persalinan yang lambat (protraction disorder) ataupun tidak
adanya kemajuan persalinan sama sekali (arrest disorder).
Proses persalinan yang macet (distosia) dapat terjadi akibat adanya gangguan
pada salah satu atau kombinasi dari empat komponen, yaitu gangguan pada
powers (kontraksi uterus dan usaha menerus ibu), gangguan pada passenger
(posisi janin, presentasi janin dan ukuran janin), gangguan pada passege rongga
pelvis dan jaringan lunak pada jalan lahir.

B. Saran
Diharapkan para pembaca terutama mahasiswi kebidanan dapat mengerti dan
memahami komplikasi atau penyulit pada persalinan kala 1,2,3 dan 4 serta
mampu memahami bagaimana etiologi distosia tersebut dan penatalaksanaannya.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Achadi L, E. (2019). Kematian Maternal dan Neonatal Indonesia. Banten:


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

2. dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, S. d. (2006). Buku Ajar Patologi Obstetri
untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

3. Kurniarum, A. S. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.


Jakarta: PPSDM.

4. Kusumawati, Y. (2006). FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH


TERHADAP PERSALINAN DENGAN TINDAKAN (Studi Kasus di RS dr.
Moewardi Surakarta)! (Doctoral dissertation, Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro)

5. Diflayzer, D., Syahredi, S. A., & Nofita, E. (2018). Gambaran Faktor Risiko
Kegawatdaruratan Obstetri pada Ibu Bersalin yang Masuk di Bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUD Dr. Rasidin Padang Tahun 2014. Jurnal Kesehatan
Andalas, 6(3), 634-640

6. Depkes, R. I. (2006). Pedoman Sistem Rujukan Maternal Neonatal

53
LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah perkuliahan dengan pokok pembahasan “Konsep Dasar Asuhan Neonatus,


Bayi dan Balita”. Telah dikoreksi oleh dosen penanggung jawab dan telah dilakukan
revisi oleh tim.

Jakarta, 24 Juli 2020


Dosen Pengampu

dr. Ratna Lestari Habibah, Sp.OG

54
55

Anda mungkin juga menyukai