Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH GENTLE BIRTH

“DAMPAK PERSALINAN DENGAN TINDAKAN BAGI IBU DAN


JANIN”

Disusun Oleh :
Kelompok 6

1. Nindy Febri Yanti (23152010045)


2. Pungki Krisnawati (23152010066)
3. Ika Ariati (23152010043)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SARJANA DAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH TANGERANG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah


memberikan kesehatan dan pengetahuan kepada kami dalam penyusunan
makalah ini, yang merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan. Adapun judul
makalah ini adalah “Dampak Persalinan dengan Tindakan Bagi Ibu dan
Janin”.

Penyusun menyadari bahwa baik dari segi penggunaan bahasa,


cara menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati, penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah
ini.

Semoga Allah SWT memberi karunia kepada kita sehingga


makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Kotabumi, 30 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Persalinan............................................................................ 3
B. Jenis Persalinan..................................................................................... 4
1. Persalinan Normal........................................................................... 4
2. Persalinan Dengan Epidural............................................................ 7
3. Persalinan Sectio Sesarea................................................................ 10
4. Induksi Persalinan............................................................................ 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................. 19
B. Saran ...................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah proses dimana bayi, Plasenta, dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu bersalin. Persalinan yang normal terjadi pada usia kehamilan cukup
bulan/setelah usia kehamilan 37 minggu atau lebih tanpa penyulit. Pada akhir
kehamilan ibu dan janin mempersiapkan diri untuk menghadapi proses persalinan.
Janin bertumbuh dan berkembang dalam proses persiapan menghadapi kehidupan di
luar Rahim. Ibu menjalani berbagai perubahan fisiologis selama masa hamil sebagai
persiapan menghadapi proses persalinan dan untuk berperan sebagai ibu. Persalinan
dan kelahiran adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar Rahim
bagi bayi baru lahir. Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks yang membuka dan menipis dan berakhir dengan lahirnya
bayi beserta plasenta secara lengkap Pengalaman persalinan bisa dialami oleh ibu
pertama kali (primi), maupun kedua atau lebih (multi). (Fauziah, 2015) Primigravida
yaitu wanita yang hamil untuk pertama kali, sedangkan multigravida adalah seorang
ibu yang hamil untuk kedua atau lebih.Tanda-tanda kehamilan primigravida seperti
perut tegang, labla mayora tampak bersatu, hypen seperti pada beberapa tempat,
vagina sempit dengan rugae yang utuh jari, perineum utuh dan baik. Pada serviks
terdapat pembukaan yang di dahului dengan pendataran dan setelah itu baru
pembukaan (pembukaan rata-rata 1 cm dalam 2 jm) Lama kala I untuk primigravida
berlangsung 12 jam sedangkan multigravida lama kala I multigravida 8 jam (Moctar,
1998).
Menurut penelitian (Saryono, 2012) Perbedaan tingkat nyeri persalinan
normal pada Ibu primigravida dan Multigravida, pada Ibu primigravida yang
mengalami nyeri berat melahirkan saat kala 1 sebanyak 61,5% dan 20 responden ibu
Multigravida mengalami nyeri berat melahirkan kala 1 sebanyak 38,5%. Nyeri
melahirkan disebabkan oleh faktor dilatasi serviks yaitu kekuatan primer membuat

2
serviks menipis/effacement, berdilatasi dan janin turun. Dilatasi serviks adalah
pelebaran muara dan saluran serviks, yang terjadi pada kala I persalinan. Diameter
meningkat dari 1 cm sampai dilatasi lengkap (sekitar 10 cm) agar janin aterm dapat
dilahirkan. Apabila dilatasi serviks sudah lengkap menandai akhir kala I persalinan
dan masuk kepada kala II persalinan. Dilatasi serviks terjadi karena komponen
muskulofibrosa tertarik dari serviks kea rah atas, akibat kontraksi uterus yang kuat.
Tekanan yang ditimbulkan cairan amnion selama ketuban utuh atau kekuatan yang
timbul akibat tekanan bagian presentasi juga membantu serviks berdilatasi (Fauziah,
2015.
Wanita yang melahirkan mengharapkan persalinan berlangsung tanpa rasa
nyeri, Berbagai cara dilakukan agar ibu melahirkan tidak selalu merasa sakit dan
merasa nyaman. Saat ini hingga 50% persalinan di seluruh rumah sakit di Indonesia
memilih melakukan operasi cectio caesarea, tingginya operasi caesar disebabkan para
ibu primigravida yang hendak bersalin lebih memilih operasi cectio caesarea karena
tidak kuat dan tidak ingin mengalami nyeri persalinan pada saat kala 1 menurut
penelitian (Jayanthi, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dampak persalinan dengan tindakan bagi ibu dan janin?
2. Bagaimana Resiko epidural?
3. Bagaimana Resiko Sectio secaria (SC)?
4. Bagaimana Resiko induksi persalinan?

C. Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana dan apa saja tindakan yang dapat dilakukan
dalam persalinan, termasuk resiko Resiko epidural, Sectio secaria (SC) dan induksi
persalinan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Persalinan

Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks serta proses


pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa
komplikasi baik ibu maupun janin (Prawirohardjo, 2015).
Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks dan janin
turun ke dalam jalan lahir dan kemudian berakhir dengan pengeluaran plasenta dan
selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau bukaan jalan lahir, dengan
bantuan atau dengan kekuatan ibu sendiri (Annisa dkk, 2017). Persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin, plasenta, dan cairan ketuban) dari uterus ke
dunia luar melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau dengan kekuatan ibu
sendiri (Indrayani & Maudy, 2016).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi dari dalam uterus dengan usia kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) melalui jalan lahir dengan kekuatan ibu sendiri atau dengan
bantuan dan tanpa adanya komplikasi dari ibu maupun janin. Persalinan dibagi empat
kala,yaitu :

1. Kala I: dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10
cm). Proses ini dibagi menjadi dua fase, fase laten (8 jam) serviks membuka
sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm,
kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.

3
2. Kala II: dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Prose ini
biasanya berlangsung dua jam pada primi dan 1 jam pada multigravida.

3. Kala III: dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

4. Kala IV: dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai dua jam pertama pasca
persalinan.

B. Jenis Persalinan

Persalinan pada umumnya merupakan proses yang fisiologis yang


terjadi pada akhir kehamilan. Proses persalinan biasanya diawali dengan
kontraksi uterus yang adekuat yang diikuti dengan adanya pembukaan serviks,
kemudian dilanjutkan dengan pengeluaran hasil konsepsi, dandiakhiri dengan
2 jam post partum (Kurniarum, 2016). Ada beberapa jenis persalinan yaitu:

1. Persalinan Normal

Persalinan normal adalah jenis persalinan dimana bayi lahir melalui


vagina, tanpa memakai alat bantu, tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali
episiotomi) dan biasanya dalam waktu kurang dari 24 jam. Kekuatan mengejan
ibu akan mendorong janin ke bawah masuk ke rongga panggul.
Saat kepala janin memasuki ruang panggul, maka posisi kepala sedikit
menekuk menyebabkan dagu dekat dengan dada janin. Posisi janin ini akan
memudahkan kepala lolos melalui jalan lahir, yang diikuti dengan beberapa
gerakan proses persalinan selanjutnya. Setelah kepala janin keluar, bagian
tubuh yang lain akan mengikuti, mulai dari bahu, badan dan kedua kaki buah
hati anda (Prawirohardjo, 2015).

4
a) Persalinan dengan vakum

Proses persalinan dengan alat bantu vakum adalah dengan meletakkan


alat di kepala janin dan dimungkinkan untuk dilakukan penarikan, tentu
dengan sangat hati-hati. Persalinan ini juga disarankan untuk ibu hamil yang
mengalami hipertensi. Persalinan vakum bisa dilakukan apabila panggul ibu
cukup lebar, ukuran janin tidak terlalu besar, pembukaan sudah sempurna dan
kepala janin sudah masuk ke dalam dasar panggul (Prawirohardjo, 2015).

 Keuntungan ekstraksi vakum


Keuntungan ekstraksi vakum dibandingkan ekstraksi forseps antaralain adalah:
1. Mangkuk dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, Hodge III atau
kurang dengan demikian mengurangi frekuensi seksio sesare.
2. Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, mangkuk dapat dipasang
pada belakang kepala, samping kepala ataupun dahi.
3. Mangkuk dapat dipasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya pada
pembukaan 8 – 9 cm, untuk mempercepat pembukaan. Untuk itu dilakukan
tarikan ringan yang kontinu sehingga kepala menekan pada serviks. Tarikan
tidak boleh terlalu kuat untuk menghindari robekan serviks. Disamping itu
mangkuk tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam untuk menghindari
kemungkinan timbulnya perdarahan otak

5
 Kerugian ekstraksi vakum
Kerugian ekstraksi vakum yaitu memerlukan waktu lebih lama untuk
pemasangan mangkuk sampai dapat ditarik relatif lebih lama daripada forseps
(+ 10 menit) cara ini tidak dapat dipakai apabila ada indikasi untuk melahirkan
anak dengan cepat seperti misalnya pada fetal distres (gawat janin), kelainan
janin yang tidak segera terlihat (neurologis), tidak dapat digunakan untuk
melindungi kepala janin preterm, memerlukan kerjasama dengan ibu yang
bersalin untuk mengejan.

 Bahaya ekstraksi vakum


a. Terhadap ibu : robekan serviks atau vagina karena terjepit antara kepala bayi
dan mangkuk
b. Terhadap anak : perdarahan dalam otak

b) Persalinan dibantu forsep

Persalinan forsep adalah persalinan yang menggunakan alat bantu yang


terbuat dari logam dengan bentuk mirip sendok. Persalinan ini bisa dilakukan
pada ibu yang tidak bisa mengejan karena keracunan kehamilan, asma,
penyakit jantung atau ibu hamil mengalami darah tinggi. Memang persalinan
ini lebih berisiko apabila dibandingkan persalinan dengan bantuan vakum.
Namun bisa menjadi alternatif apabila persalinan vakum tidak bisa dilakukan,

6
dan anda tidak ingin melakukan persalinan sectio caesaria (Prawirohardjo,
2015).
 Keuntungan ekstraksi forsep
a. Membantu dalam kasus bayi yang mengalami hipoksia yang dapat
menyebabkan kerusakan otak bahkan mengakibatkan kematian.
b. Membantu ibu untuk melahirkan bayinya dengan mudah dan tanpa kelelahan
fisik yang berlebihan.

 Kekurangan ekstraksi forsep


a. Dapat menyebabkan laserasi pada cervix, vagina dan perineum ibu.
b. Terjadi kerusakan pada urat syaraf karena tekanan oleh daun forsep sehingga
menyebabkan kelumpuhan kaki.

 Bahaya persalinan dengan forsep


Pada ibu; robekan vulva, vagina, cerviks dan perluasan episiotomi,
rupture uteri, perdarahan, atonia uteri, trauma pada vesika urinaria, infeksi
traktus genitalis dan fraktura os coccygeus. Sementara pada bayi dijumpai
bahaya seperti cephalthematoma, kerusakan otak/perdarahan intracranial,
asfiksia pada janin, fraktura tulang kepala serta paralisisfacial (Andriana,
2007).

2. Persalinan Dengan Epidural

7
Analgesia epidural adalah suatu teknik memasukkan obat anestesi ke
ruang epidural di daerah lumbal tulang belakang dengan menempatkan selang
kateter plastik kecil untuk memasukkan obat anestesi secara berkala sesuai
dengan kebutuhan pasien dan lamanya persalinan. Analgesia epidural biasanya
digunakan pada saat mulainya fase aktif persalinan kala I. Penggunaan
analgesia epidural pada fase laten persalinan dapat memperlambat kemajuan
persalinan, sehingga meningkatkan insiden distonia uteri dan seksio sesarean,
khususnya bagi wanita nullipara.
Menurut Veerandra Koyyalamudi, dkk dalam jurnal New Labor Pain
Treatment Options Curr Pain Headache (2016) 61 % di Amerika persalinan
normal dengan analgesia epidural aman bagi ibu dan bayi dan menurut Snil T.
Pandy dalam Indian Jurnal Of Anasteshesia Vol. 54 Labour Analgesia. Recent
Advances 1: 3 pasien ibu hamil di Inggris memilih persalinan dengan teknik
analgesia epidural. Teknik analgesia epidural mulai diperkenalkan di Jakarta
pada tahun 1977. Sampai sekarang teknik ini masih merupakan salah satu cara
paling efektif untuk menanggulangi nyeri persalinan. Di Jakarta sudah sekitar
5.000 kasus berhasil ditolong menggunakan teknik epidural.

 Keuntungan analgesia epidural


Antara lain dapat mengurangi penggunaan obat nyeri secara sistemik
yang dapat menyebabkan depresi neonatus. Pengurangan nyeri bisa
menurunkan sekresi katekolamin endogen, meningkatkan perfusi
uteroplasenta, menurunkan hiperventilasi selama kontraksi dan mengurangi
penurunan perfusi uteroplasenta sebagai hasil dari alkalosis. Pada analgesi
epidural, ibu dalam kondisi sadar sehingga dapat berpartisipasi pada proses
persalinan dan risiko aspirasi paru lebih rendah dibandingkan dengan general
anestesi.

 Kerugian
Terjadinya hipotensi yang bisa menyebabkan insufisiensi uteroplasenta,

8
persalinan lama, kadang-kadang harus dibantu dengan vakum/forceps, bisa
terjadi reaksi toksik terhadap anestesi lokal, nyeri kepala postdural punksi.
Pemilihan teknik anestesi harus mencerminkan kebutuhan dan pilihan
pasien, pilihan atau keahlian dokter dan ketersediaan fasilitas yang memadai.
Analgesia epidural sifatnya memblok daerah yang disuntik sampai ke bagian
bawah, sehingga ibu tidak merasa nyeri di daerah tersebut, teknik epidural
diblok saraf sensorik. Sedangkan spinal diblok saraf sensorik dan saraf
motorik. Analgesia epidural di pakai untuk persalinan normal tanpa nyeri,
sedangkan spinal dipakai pada saat persalinan dengan operasi caesar. Pada
operasi caesar, nyeri yang dirasakan adalah setelah operasi dilakukan (paska
operasi) akibat luka yang terjadi pada saat proses melahirkan bayi. Nyeri paska
persalinan tersebut pada umumnya dapat dikurangi dengan cara memberikan
obat anti nyeri per oral atau via infus. Sedangkan pada teknik analgesia
epidural, nyeri yang dirasakan pada saat kontraksi rahim dikurangi skala
nyerinya dengan obat injeksi yang dimasukkan bertahap lewat kateter epidural
di tulang belakang.
Anestesi epidural biasanya digunakan pada saat mulainya fase aktif
persalinan kala I. Untuk mendapatkan hasil yang efektif pada kala I persalinan
adalah dengan memblok dermatom Th10-L1 dengan menggunakan obat
anestesi lokal konsentrasi rendah yang kadang-kadang dikombinasikan dengan
menggunakan opioid lipid soluble. 3,17,22 Penggunaan anestesi epidural pada
fase laten persalinan dapat memperlambat kemajuan persalinan, sehingga
meningkatkan insiden distonia uteri dan seksio sesarean, khususnya bagi
wanita nulipara, oleh karena itu diperlukan pemberian oksitosin.
Kontraindikasi penggunaan analgesia epidural antara lain adalah pasien
menolak, gangguan koagulasi, infeksi pada daerah penempatan kateter dan
hipovolemia
Aktivasi epidural untuk persalinan kala I adalah sebagai berikut:
1. Pemberian bolus intravena 500-1000 ml larutan Ringer laktat ketika kateter
epidural dipasang. Keuntungannya dalam mencegah hipotensi masih belum pasti,

9
namun pemberian cairan intravena secara cepat dapat menurunkan aktivitas
uterus.
2. Jika setelah 5 menit tidak didapatkan tanda dilakukan diantara kontraksi untuk
menurunkan positif-palsu dari injeksi intravaskuler.injeksi intravaskular atau
intratekal, berikan 10 ml campuran anestesi lokal dan opioid dengan posisi pasien
lateral dekubitus kiri. Tunggu 1-2 menit untuk mendapatkan level sensori Th10-
L1. bolus inisial biasanya ropivakain 0,1-0,2% atau bupivakain 0,0625-0,125%
dikombinasikan dengan fentanil 50-100 μg atau sulfentanil 10-20 μg.
3. Monitor tekanan darah selama 20-30 menit atau hingga pasien stabil. Oksigen
melalui sungkup muka dapat diberikan jika didapatkan penurunan tekanan darah
atau saturasi oksigen.
4. Ulangi langkah 3 dan 4 jika nyeri kembali muncul hingga persalinan kala I
mencapai dilatasi serviks lengkap.pilihan lain ialah memberikan infus epidural 10
ml/jam bupivakain atau ropivakain (0,0625-0,125 %) dengan fentanil 1-5 μg/ml
atau sulfentanil 0,2-0,5 μg/ml. Selain itu juga dapat dipilih PatientControlled
Epidural Analgesia (PCEA). Dengan PCEA, kebutuhan total obat dapat dikurangi
dan pasien merasa lebih puas dibandingkan teknik lain. Aktivasi epidural selama
persalinan kala II adalah perluasan blok termasuk dermatom S2-S4.

3. Persalinan Seksio Sesaria

10
Persalinan seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada
dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin >1.000 gr
atau umur kehamilan >28 minggu. Keputusan untuk melakukan persalinan
seksio sesaria diharapkan dapat menjamin turunnya tingkat morbiditas dan
mortalitas sehingga sumber daya manusia dapat ditingkatkan (Manuaba, 2012).
1. Indikasi persalinan sectio caesaria
Menurut Baston dan Hall (2013) indikasi persalinan sectio caesaria antara lain:
a. Bedah caesar darurat
Bedah caesar selama persalinan dapat diindikasikan apabila persalinan
terhambat, tidak mengalami kemajuan, terdapat bukti adanya gawat janin,
prolaps tali pusat, perdarahan antepartum atau bukti adanya luka jahitan yang
terbuka (scar dehiscence). Jika persalinan tampaknya akan diakhiri dengan
pembedahan, ibu harus diberitahu bahwa ia mungkin harus masuk ke dalam
ruang operasi.
b. Bedah caesar elektif
Indikasinya bervariasi, bergantung pada keadaan masing-masing ibu, tetapi
mencakup; prosentasi bokong, plasenta previa, kehamilan multipel (tiga atau
lebih), hambatan pertumbuhan janin intrauteri, disfungsi simfisis pubis dan
perdarahan antepartum.

 Risiko persalinan sectio caesaria Menurut Baston dan Hall (2013) :


a. Usia
Persalinan sectio caesaria seiring dengan bertambahnya usia ibu; hanya 7% ibu
berusia dibawah 20 tahun yang menjalani bedah sesar dibandingkan dengan
17% ibu yang berusia diatas 35 tahun
b. Etnisitas
Telah dilaporkan bahwa wanita kulit hitam (Afrika dan Karibia) memiliki
angka kejadian bedah caesar darurat yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan wanita kulit putih. Temuan dari National Sentinal Caesarena Birt
Audit menyimpulkan bahwa proporsi persalinan sectio caesaria lebih tinggi

11
pada apabila ibu adalah wanita kulit hitam Afrika (31%) dengan Karibia
(24%) dibandingkan dengan wanita kulit putih.

c. Primigravida
Paritas juga merupakan suatu faktor yang bermakna dalam kejadian persalinan
sectio caesaria. Hasil National Sentinal Caesarean Birt Audit menunjukkan
bahwa angka bedah caesar primer di Inggris adalah 24% untuk primigravida
dan 10% untuk multipara. Dari beberapa ibu yang pernah menjalani bedah
caesar angka bedah sesar ulang adalah 67%.
d. Status sosio-ekonomi
Status sosial juga merupakan predictor persalinan sectio caesaria, dengan
menggunakan indeks kemiskinan multiple (index of multiple deprivation)
menemukan bahwa ibu yang tinggal di wilayahwilayah yang paling miskin di
Inggris memiliki odss ratio bedah caesar selektif yang menurun secara
bermakna (0,86) bila dibandingkan dengan ibu yang lebih mampu.
e. Permintaan ibu
Permintaan ibu telah sering kali disebutkan sebagai alasan meningkatnya angka
kelahiran caesar. Menurut pra klinisi yang tergabung dalam hasil National
Sentinal Caesarean Birt Audit, 79% caesar dilakukan atas permintaan ibu.

 Risiko dan Dampak Operasi Caesar

Secara spesifik risiko sectio caesarea adalah sebagai berikut:


1) Risiko pada Ibu
a) Risiko jangka pendek
 Infeksi pada bekas jahitan
 Infeksi rahim
 Keloid

12
 Cidera pembulu darah
 Cedera kangsung kemih
 Pendarahan
 Air ketubban masuk pembulu darah
 Pembekuan darah
 Kematian saat persalinan
 Kelumpuhan kandung kemih
 Hematoma ( pendarahan pada rongga tertentu )
 Usus terpilin
 Keracunan darah
b) Risiko jangka panjang
 Masalah psikologis. Berdasarkan penelitian, perempuan yang mengalami
operasi caesar punyaperasaan negatif usai menjalaninya tanpa
memperhatikan kepuasan atas hasil operasi)
 Pelekatan organ bagian dalam. Penyebab pelekatan organ bagian dalam
pasca operasi caesar adalahtidak bersihnya lapisan permukaan dari noda
darah.
 Pembatasan kehamilan dulu. Perempuan yang pernahmenjalani operasi
caesar hanya boleh melahirkantiga kali. Kini, dengan teknik operasi yang
lebihmaju, ibu memang boleh melahirkan lebih dari itu( bahkan sampai
lima kali ). Tapi risikodankomplikasinya makin berat.

2) Risiko pada bayi


a) Tersayat. Ada dua pendapat soal kemungkinan tersayatnya bayi saat operasi
cesar. Pertama, habisnya air ketuban yang membuat volume ruang dalam
rahim menyusut. Akibatnya, ruang gerak bayi berkurang dan lebih mudah
terjangkau piau bedah. Kedua pembedahan lapisan perut selapis demi selapis
yang mengalirkan darah terus menerus.
b) Masalah pernapasan bayi lewat operasi caesar cendrung mempunyai masalah
pernapasan: yaitu napas cepat dan tidak teratur.

13
c) Angka apgar rendah. Rendanya angka apgar merupakan efek anastesi dan
operasi caesar, kondisi bayi yang stes menjelang lahir, atau bayi tak
distimulasi sebagaimana bayi yang lewat persalinan normal

4. Induksi Persalinan

Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelang


aterm, dalam keadaan belum terdapat tanda-tanda persalinan atau belum
inpartu, dengan kemungkinan janin dapat hidup diluar kandungan (umur diatas
28 minggu). Dengan induksi persalinan bayi sudah dapat hidup diluar
kandungan, sebagai upaya untuk menyelamatkan janin dari pengaruh buruk
apabila janin masih dalam kandungan (Manuaba, 2010). Induksi partus adalah
suatu upaya agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah
kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his (Mochtar,
2012).

1. Tujuan Induksi Persalinan


a. Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan
kehamilan.
b. Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan
penurunan janin tanpa menyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi
janin.

14
c. Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan
memaksimalkan kepuasan ibu (Manuaba, 2010).

2. Indikasi Persalinan

Indikasi dari induksi persalinan yaitu kehamilan lewat waktu, ketuban


pecah dini, kematian janin, inersia uiteri, kehamilan dengan hipertensi dan
kehamilan dengan diabetes mellitus (Hanifa, 2010).
a. Indikasi dari ibu yaitu kehamilan dengan hipertensi, kehamilan dengan
diabetes mellitus, ketuban pecah dini.
b. Indikasi dari janin yaitu kehamilan lewat waktu, plasenta previa, solusio
plasenta, kematian intra uteri, kematian berulang dalam rahim, pertumbuhan
janin terhambat (Nugorho, 2012).

3. Kontraindikasi Induksi Persalinan


a. Terdapat distosia persalinan
1) Panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik.
2) Kelainan posisi kepala janin.
3) Terdapat kelainan letak janin dalam rahim.
4) Perkiraan bahwa berat janin > 4000 gram
b. Terdapat kedudukan ganda
1) Tangan bersama kepala
2) Kaki bersama kepala
3) Tali pusat menumbung terkemuka
c. Terdapat overdistensi rahim
1) Kehamilan ganda
2) Kehamilan dengan hidramnion
3) Terdapat bekas operasi pada otot rahim

15
4) Bekas seksio sesaria
5) Bekas operasi mioma uteri
d. Pada grandemultipara atau kehamilan > 5 kali
e. Terdapat tanda atau gejala intrauterine fetal distress (Manuaba, 2010).

4. Metode Induksi

Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :


a. Cara kimiawi
Yaitu dengan cara memberikan obat-obatan yang merangsang timbulnya his.
1) Oksitosin drip
Kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosinon. Pemberiannya dapat secara
suntikkan intramuskular, intravena, infus tetes dan secara bukal. Yang paling
baik dan aman adalah pemberian infus tetes (drip) karena dapat di atur dan di
awasi efek kerjanya.
2) Pemberian larutan hipertonik intraamnion
Cara ini biasanya dilakukan pada kehamilan di atas 16 minggu dimana rahim
sudah cukup besar. Secara amniosentesis ke dalam kantong amnion yaitu di
masukkan larutan garam hipertonik atau larutan gula hipertonik (larutan
garam 20% atau larutan glukosa 50%) sebagai iritasi pada amnion, dengan
harapan akan terjadi his.
3) Pemberian prostaglandin
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot
rahim, prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2
dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan prostaglandin dapat diberikan
secara intravena, oral, vaginal, rektal dan intra amnion. Pengaruh sampingan
dari pemberian prostaglandin ialah mual, muntah, diare (Hanifah, 2007).

b. Cara mekanis
1) Melepaskan selaput ketuban (stripping of the membrane)

16
Dengan jari yang dapat masuk kedalam kanalis servikalis selaput ketuban yang
melekat dilepaskan dari dinding uterus sekitar ostium uteri internum. Cara ini
akan lebih berhasil bila serviks sudah terbuka dan kepala sudah turun.
Dianggap bahwa dengan bersamaan turunnya kepala dan lepasnya selaput
ketuban, selaput ini akan lebih menonjol sehingga akan menekan pleksus
Frankenhauser yang akan merangsang timbulnya his dan terbukanya serviks.
2) Memecahkan ketuban (amniotomi)
Hendaknya ketuban baru dipecahkan kalau memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Serviks sudah matang atau skor pelvis di atas 5,
b) Pembukaan kira-kira 4-5 cm,
c) Kepala sudah memasuki pintu atas panggul. Biasanya setelah 1-2 jam
pemecahan ketuban diharapkan his akan timbul dan menjadi lebih kuat.
Adapun cara amniotomi adalah: lakukan dulu stripping selaput ketuban,
lalu pecahkan ketuban dengan memakai setengah kocher atau alat khusus
pemecah ketuban. Kepala janin disorong masuk pintu atas panggul.
3) Dilatasi serviks uteri
Dilatasi serviks uteri dapat dikerjakan dengan memakai gagang laminaria dan
dilatator (busi) Hegar. Pada beberapa kasus diperlukan pembukaan kanalis
servikalis yang lebih besar (misalnya pada primigravida) untuk mengeluarkan
hasil konsepsi.

c. Cara kombinasi kimiawi dan mekanis


Memakai cara kombinasi antara cara kimiawi diikuti dengan cara
mekanis, misalnya amniotomi dengan pemberian oksitosin drip atau
pemecahan ketuban dengan pemberian prostaglandin per oral dan sebagainya.
Pada umumnya, cara kombinasi memiliki angka keberhasilan yang lebih
tinggi. Kalau induksi partus gagal, sedangkan ketuban sudah pecah dan
pembukaan serviks tidak memenuhi syarat untuk pertolongan operatif per
vaginam, satu- satunya jalan adalah mengakhiri kehamilan dengan seksio
sesarea.

17
5. Komplikasi

a. Terhadap ibu
1) Kegagalan induksi
2) Kelelahan ibu dan krisis emosional
3) Inersia uteri dan partus lama
4) Tetania uteri (tamultous labor) yang dapat menyebabkan solusio plasenta,
ruptur uteri dan laserasi jalan lahir lainnya,
5) Infeksi intrauterin.
b. Terhadap janin
1) Trauma pada janin oleh tindakan,
2) Prolapsus tali pusat,
3) Infeksi intrapartal pada janin (Mochtar, 2012).

18
19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks serta proses


pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa
komplikasi baik ibu maupun janin (Prawirohardjo, 2015).
Ada beberapa jenis persalinan yaitu Persalinan normal, persalinan dengan
vakum, persalinan dibantu forsep, persalinan dengan epidural, persalinan seksio
sesaria dan dengan Induksi Persalinan, masing-masing memiliki kelebihan serta
kekurangannya dan ada berbagai resiko yang timbul dari tindakan tersebut.

B. Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai


penyuluh kesehatan dapat memahami tentang dampak apa saja yang ditimbulkan dari
persalinan dengan tindakan dan apa saja keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan
dari setiap tindakan dan agar dapat memajukan kesehatan masyarakat serta
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Obstetri Operatif. Bandung: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran


Padjadjaran; 2000

Endang Purwoastuti & Elisabeth Siwi Walyani, KesehatanReproduksi & Keluarga


Berencana, ( Yogyakarta: Pustakabarupress, 2015) hlm 135.

Rahmawati Eka, Bedah caesar dengan alasan non Medis, Thesis UIN Maulana Malik
Ibrahim, Agustus 2012.

Jurnal Biomedik, Volume 2, Nomor 2, Juli 2010, hlm. 105-111

Anda mungkin juga menyukai