Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN TUTORIAL PERSALINAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Asuhan Kebidanan Persalinan

DISUSUN OLEH

Nuri Hanisah 2250347109

LINTAS JALUR B

DOSEN TUTOR

Lina Haryanti, SST., M.Keb

PRODI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Askeb Persalinan.
Sholawat beserta salam penulis tujukan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta para keluarga dan para sahabatnya. Dengan keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki, penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan laporan tugas
tutorial kehamilan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini banyak kekurangan, hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik
dan saran pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan tugas tutorial
selanjutnya.

Laporan tutorial ini dapat terselesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak terutama Ibu-Ibu dosen pembimbing mata kuliah Askeb Persalinan
yang telah memberikan arahan dan masukan demi kelengkapan laporan tugas tutorial ini.
Semoga laporan tugas tutorial ini bermanfaat bagi saya sendiri dan teman-teman lainnya,
Amiin.

Cimahi, 12 Desember 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................2
2.1 Definisi Kala III..............................................................................................................2
2.2 Perubahan Fisiologis Kala III.......................................................................................2
2.3 Tanda-tanda Pelepasan Plasenta..................................................................................7
2.4 Manajemen Aktif Kala III.............................................................................................8
2.5 Perubahan Psikologis Kala III....................................................................................11
2.6 Derajat Laserasi Perineum..........................................................................................12
2.7 Asuhan Sayang Ibu.......................................................................................................17
2.8 Kala IV..........................................................................................................................17
2.9 Pemantauan Kala IV....................................................................................................20
2.10 Tanda Bahaya Kala IV..............................................................................................20
BAB III....................................................................................................................................21
Identifikkasi dan Pembahasan Masalah..............................................................................21
3.1 Identifikasi Kasus.........................................................................................................21
3.2 Identifikasi Masalah.....................................................................................................22
BAB IV....................................................................................................................................25
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................25
4.2 Saran..............................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan adalah serangkaian proses dimana jalan lahir disiapkan untuk
memungkinkan bayi bisa keluar dari rongga rahim ke dunia luar. Dalam proses ini
biasanya bisa terlaksana dengan persalinan pervaginam baik secara spontan,
instrumental, dan section caesarean (Capogna, 2015).
Menurut Johariyah (2012) persalinan merupakan proses pergerakan keluar janin,
plasenta, dan membrane dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari
pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat dari kontraksi uterus dengan frekuensi,
durasi, dan kekuatan teratur yang mulamula kecil kemudian terus menerus meningkat
sampai pada puncaknya pembukaan serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran
janin dari rahim ibu. Dalam serangkaian proses pengeluaran hasil konsepsi pada
persalinan tersebut maka ibu bersalin akan mengeluarkan banyak energi yang dapat
mengakibatkan perubahan, baik secara fisiologis maupun psikologis secara alamiah.
Dengan adanya perubahan fisiologis dan psikologis secara alamiah pada proses
persalinan tersebut, ibu bersalin membutuhkan tindakan pendukung dan penenang
selama persalinan, sehingga mampu memberikan efek yang postif baik secara
emosional ataupun fisiologis terhadap ibu dan janin.
Oleh sebab itu, penting bagi seorang tenaga kesehatan (bidan) untuk bisa
memahami perubahan fisiologis dan psikologis ibu bersalin.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Kala III
2. Untuk mengetahui perubahan Fisiologis Kala III
3. Untuk mengetahui tanda-tanda pelepasan plasenta
4. Untuk mengetahui manajemen aktif kala III
5. Untuk mengetahui perubahan Psikologis kala III
6. Untuk mengetahui derajat laserasi perineum
7. Untuk mengetahui asuhan sayang ibu
8. Untuk mengetahui definisi kala IV
9. Untuk mengetahui pemantauan kala IV

1
10. Untuk mengetahui tanda bahaya kala IV

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kala III
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak
diatas pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta
dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit-15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai
dengan pengeluaran darah.
Pada kala III persalinan, terjadi his pelepasan uri yang mengakibatkan tekanan fundus
meningkat sedangkan terjadi pengecilan uterus sehingga perlekatan plasenta di dinding
uterus sangat kecil lalu plasenta terlepas dari dinding uterus. Apabila pada kala III
persalinan terjadi kontraksi uterus yang tidak ade kuat atau gagal yang disebut atonia uteri
maka akan menyebabkan terjadinya risiko perdarahan. Dimana jika hal tersebut tidak
ditanganin dengan cepat dan baik makan akan terjadi perdarahan melebihi batas pasca
persalinan yang disebut dengan perdarahan pascapersalinan(Sukarni K & ZH, 2013).

2.2 Perubahan Fisiologis Kala III


1. Perubahan Uterus
Uterus akan mengalami perubahan saat persalinan, perubahan yang terjadi seperti
kontraksi uterus yang dimulai dari fundus uteri dan menyebar ke depan dan ke bawah
abdomen, Segmen Atas Rahim (SAR) yang dibentuk oleh corpus uteri yang bersifat
aktif dan berkontraksi sehingga dinding akan bertambah tebal dengan majunya
persalinan sehingga mendorong bayi keluar, Segmen Bawah Rahim (SBR) yang
dibentuk oleh istmus uteri yang bersifat relokasi dan dilatasi, dilatasi akan semakin
menipis karena terus diregang dengan majunya persalinan (Kurniarum, 2016).
Pada kala III, otot uterus berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga
uterus setelah lahirnya bayi. Peyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perekatan plasenta. Karena tempat perekatan plasenta menjadi semakin kecil,
sedangkan ukurang plasenta tidak akan berubah maka plasenta akan terlipat, menebal,
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah terlepas plasenta akan turun menuju

2
bagian bawah uterus lalu kedalam vagina.Tempat implantasi plasenta mengalami
pengerutan akibat pengosongan kaum uteri dan kontraksi lanjut sehingga plasenta
dilepaskan dari perekatannya dan pengumplana darah pada ruanng utero – plasenta
akan mendorong plasenta untuk keluar. Pemisahan plasenta ditimbulkan dari
kontraksi dan retraksi miometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan
mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil sehingga plasenta
mulai memisahkan diri dari dinding uterus karena plasenta tidak elastis seperti uterus
dan tidak dapat berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah
retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah tekanan pada plasenta dan
selanjutnya membantu pemisahan. Kontraksi uterus yang selanjutnya akan
melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina
disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta. Ada dua
metode untuk pelepasan plasenta, yaitu sebagai berikut :
Perubahan bentuk pada rahim akan terjadi setiap adanya kontraksi dimana sumbu
panjang rahim bertambah panjang sedangkan ukuran melintang dan ukuran muka
belakang berkurang (Kurniarum, 2016).
Pada kontraksi, fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah
ke depan mendesak dinding perut depan kearah depan. Perubahan letak uterus pada
waktu kontraksi ini penting karena menyebabkan sumbu rahim menjadi searah dengan
sumbu jalan lahir, dengan adanya kontraksi dari ligamentum rotundum, fundus uteri
tertambat sehingga waktu kontraksi fundus tidak dapat naik ke atas (Kurniarum,
2016).
2. Perubahan Serviks
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikslis dari 1-2 cm menjadi
satu lubang saja dengan pinggir yang tipis, diamana pembesaran dari ostium
eksternum yang tadinya berupa suatu lubang dengan diameter beberapa milimeter
menjadi lubang dengan diameter kira-kira 10 cm yang dapat dilalui bayi. Saat
pembukaan lengkap, bibir portio tidak teraba lagi. Segmen bawah rahim, servik, dan
vagina telah merupakan satu saluran (Kurniarum, 2016).
3. Perubahan Pada Sistem Urinaria
Poliuria sering terjadi selama persalinan, hal ini kemungkinan disebabkan karena
peningkatan cardiac output, peningkatan filtrasi glomerolus, dan peningkatan aliran
plasma ginjal. Wanita bersalin mungkin tidak menyadari bahwa kandung kemihnya
penuh karena intensitas kontraksi uterus dan tekanan bagian presentasi janin atau efek

3
anestesia lokal. Kandung kemih yang penuh dapat menahan penurunan kepala janin
dan dapat memicu trauma mukosa kandung kemih selama proses persalinan untuk
mengatasi hal tersebut sebaiknya dengan mengingatkan ibu untuk berkemih di
sepanjang kala I (Kurniarum, 2016).
Trauma yang terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan
sewaktu bayi melewati jalan lahir dapat menyebabkan dinding kandung kemih
mengalami hiperemi dan edema. Kandung kemih yang edema, terisi penuh dan
hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak sempurna dan
urine residual, kecuali jika dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya
pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih. Pemasangan
kateter dapat menimbulkan trauma pada kandung kemih, uretra dan meatus urinarius
(Maritalia, 2017).
4. Perubahan metabolisme
Pada saat mulai persalinan, terjadi penurunan hormon progesteron yang
mengakibatkan perubahan pada sistem pencernaan menjadi lebih lambat sehingga
makanan lebih lama tinggal di lambung, akibatnya banyak ibu bersalin yang
mengalami obstivasi atau peningkatan getah lambung sehingga terjadi mual dan
muntah. Peningkatan ini ditandai dengan adanya peningkatan suhu badan ibu, nadi,
pernafasan, cardiac out put dan hilangnya cairan (Kurniarum, 2016).
5. Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul yang
ditimbulkan oleh bagian depan bayi menjadi saluran dengan dinding yang tipis. Saat
kepala sampai vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas. Dari luar peregangan
oleh bagian depan nampak pada perineum yang menonjol dan menjadi tipis
sedangkan anus menjadi terbuka. Regangan yang kuat ini dimungkinkan karena
bertambahnya pembuluh darah pada bagian vagina dan dasar panggul, tetapi kalau
jaringan tersebut robek akan menimbulkan perdarahan banyak (Kurniarum, 2016).
6. Perubahan Sistem Pernafasan
Pernafasan sedikit meningkat karena adanya kontraksi uterus dan peningkatan
metabolisme dan diafragma tertekan oleh janin. Hiperventilasi yang lama dianggap
tidak normal dan dapat menyebabkan terjadinya alkalosis. Frekwensi pernafasan
normal berkisar antara 18 – 24 kali per menit. Pada saat partus frekwensi pernafasan
akan meningkat karena kebutuhan oksigen yang tinggi unuk tenaga ibu meneran atau
mengejan dan mempertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi.

4
Setelah partus selesai, frekwensi pernafasan akan kembali normal. Keadaan
pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. (Kurniarum, 2016).
7. Suhu Tubuh
Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,50C dari
keadaan normal (36,0C – 37,50C), namun tidak lebih dari 380C. Hal ini disebabkan
karena meningkatnya metabolisme tubuh pada saat proses persalinan. Setelah 12 jam
postpartum, suhu tubuh yang meningkat tadi akan kembali seperti keadaan semula.
Bila suhu tubuh tidak kembali ke keadaan normal atau bahkan meningkat, maka 18
perlu dicurigai terhadap kemungkinan terjadinya infeksi (Maritalia, 2017).

8. Nadi Denyut
Nadi normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada saat proses persalinan
denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah proses persalinan selesai frekwensi
denyut nadi dapat sedikit lebih lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan
kembali normal.
9. Sistem Musculoskeletal
Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi longgar, kendur, dan
melebar selama beberapa minggu atau bahkan sampai beberapa bulan akibat
peregangan yang begitu lama selama hamil. Ambulasi dini, mobilisasi dan senam
nifas sangat dianjurkan untuk mengatasi hal tersebut. Pada wanita yang athenis terjadi
diastasis dari otot rectus abdominalis sehingga seolah-olah sebagian dari dinding perut
di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang
lemah ini menonjol jika berdiri atau mengejan (Maritalia, 2017).
10. Perubahan Sistem Hormon
Dalam proses persalinan, hormon oksitosin akan dikeluarkan dalam jumlah
besar menimbulkan kontrasi, selain itu ada pula hormon stress seperti epipherine,
cortisol, dan adrenalin. Munculnya hormon oksitosin dalam jumlah besar ditambah
dengan hormon stress dan temperatur diruang bersalin menimbulkan reaksi kejut.
Sensasi inilah yang menyebabkan tremor saat persalinan. Dalam persalinan, ada 4
hormon utama yang akan aktif. Hormon-hormon tersebut adalah oksitosin si hormon
cinta. Beta-endrophin si hormon kebahagian, adrenaline dan nonadrenaline
(epinephrine dan norepinephrine) si hormon semangat, dan prolactin si hormon ibu.
Sistem semacam ini ada disemua mamalia dan berasal dari otak mamalia. Semua
sitem ini sangat di pengaruhi oleh lingkungan dan kondisi emosional anda. Inilah

5
mengapa, ada banyak wanita yang mengalami persalinan macet di tengah-tengah
proses persalinan mereka. Tubuh mamalia kita desain untuk melahirkan di alam liar,
yang mana macetnya proses persalinan menjadi suatu keuntungan ketika ada bahaya
karena dengan macetnya persalinan tersebut, kita menjadi punya waktu untuk mencari
tempat yang lebih aman dan nyaman. Maka dari itu jika saat proses persalinan
hormon flight-or-light kita aktif karena persaan takut atau asing atau tidak nyaman,
kontraksi akan melambat dengan sendirinya.
a. Oksitosin, atau hormon cinta merupakan salah satu hormon merupakan salah satu
hormon utama yang aktiff saat proses persalinan, hormon ini akan aktif saat
merasakan cinta, berhubungan seksual, orgasme, melahirkan dan menyusui.
Namun pada saat persalinan, hormon akan berada di puncaknya. Diproses
persalinan hormon ini berfungsi untuk menstimulasi kontraksi, menipiskan dan
membuka serviks, menurunkan kepala bayi. Mengeluarkan plasenta dan
meminimalisir terjadinya perdarahan.
b. Hormon flight-or-fight (catecholamines) dapat menghambat keluarnya hormon
oksitosin pada saat persalinan, namun hormon ini mempunyai peran penting di
fase kedua persalinan.
c. Beta-endorphins merupakan salah satu bentuk dari hormon endrophin yang
dikeluaran otak saat anda merasa sakit atau sress. Hormon ini merupakan hormon
penghilang rasa sakit alami dalam tubuh. Hormon ini membantu ibu untuk
mengatasi rasa sakit pada persalinan. Beta-endorphins bersifat 18 hingga 33 kali
lebih kuat dari pada morphin. Hormon ini juga merupakan penyebab dari ingatan
kita yang luar biasa detail mengenai proses persalinan anda yang sebelumnya.
Namun, penggunaan induksi, obat penghilang rasa sakit, dan intervensi yang lain
dapat menurunkan produksi beta endrophin secara signifikan.
d. Catecholamines (CAs) hormon yang dikenal dengan hormon flight-or-fight ini
terjadi atas hormon adrenaline dan nonadrenaline (epinephrine dan
norepinephrine). hormon ini merupakan hormon yang keluar dari kelenjar adrenal
diatas ginjal yang merupakan reaksi tubuh menjadi ada rasa takut, cemas, lapar,
atau kedinginan.

6
2.3 Tanda-tanda Pelepasan Plasenta
1. Perubahan bentuk uterus menjadi globuler atau berbentk seperti buah alpukat. Setelah
bayi lahir dan sebelum myometrium mulai berkontraksi , uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus sekitar di bawah pusat . setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah , uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada diatas pusat.
2. Semburan darah tiba tiba. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu
mendorong plasenta membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya
gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam ruang diantara dinding uterus dan
permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampunganya maka darah tersembur
keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
3. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.

Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), Fase kala III terdiri dari dua fase, yaitu:
1. Fase Pelepasan
Placenta Beberapa cara pelepasan plasenta antara lain :
a. Metode Schultze
Proses lepasnya placenta sepeerti menutup payung. Cara ini merupakan cara
yang paling sering terjadi (80%). Bagian yang lepas terlebih dulu adalah
bagian tengah, lalu terjadi 30 retroplacental hematoma yang menolak placenta
mula-mula bagian tengah, kemudian seluruhnya.
b. Metode Duncan
Berbeda dengan sebelumnya, pada cara ini lepasnya placenta mulai dari
pinggir 20%. Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban. Pengeluaran
juga serempak dari tengah dan pinggir placenta.
2. Fase pengeluaran
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya plasenta adalah :
a. Kustner
Dengan meletakkan tangan disertai tekanan di atas symphysis, tali pusat
ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta belum lepas. Jika
diam atau maju berarti plasenta sudah lepas.
b. Pasien
Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti
plasenta belum lepas, jika diam atau turun berarti plasenta sudah lepas.

7
c. Strassman
Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta
belum lepas, bila tidak bergetar berarti plasenta sudah lepas

2.4 Manajemen Aktif Kala III


1. Pengertian Manajemen Kala III

Manajemen Aktif Kala III adalah manajemen dengan mengupayakan kontraksi


yang adekuat dari uterus dan mempersingkat waktu kala tiga, mengurangi jumlah
kehilangan darah, menurunkan angka kejadian retensio plasenta (Kemenkes RI,
2015). Penatalaksanaan MAK III merupakan kebijakan sebagai tindakan pencegahan
untuk menurunkan risiko perdarahan post partum tanpa memedulikan status risiko
obstetrik ibu dengan pemberian uterotonik profilaktik baik secara intravena,
intramuscular maupun oral yang dilakukan bersamaan dengan pengkleman tali pusat
segera setelah kelahiran bayi dan pelahiran plasenta dengan menggunakan traksi tali
pusat terkontrol (Manuaba, 2015, 2011).

2. Tujuan Manajemen Kala III

Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan
untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi rahim dan
mencegah perdarahan post partum dengan menghindari atonia uteri (Nora, 2012).

3. Keuntungan Manajemen Kala III


Keuntungan pelaksanaan MAK III (APN, 2008) antara lain :
a. Menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
mempersingkat waktu
b. Mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan
jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus
kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan, dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio
plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan MAK III
c. Persalinan kala III yang lebih singkat
d. Mengurangi jumlah kehilangan darah
e. Mengurangi kejadian Retensio Plasenta.

8
4. Komponen Manajemen Kala III

Komponen manajemen aktif persalinan kala III antara lain (Nora, 2012):
a. Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu dua
menit setelah kelahiran bayi.
b. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan.
c. Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan
melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut. Setelah pelepasan plasenta,
memijat uterus juga dapat membantu kontraksi untuk mengurangi perdarahan

5. Penatalaksanaan Manajemen Kala III

a. Pemberian suntikan oksitosin 10 IU (Internasional Unit)


Letakan bayi baru lahir di atas kain bersih yang sudah disiapkan di
perut bawah ibu dan minta ibu atau pendampingnya untuk membantu
memegang bayi. Pastikan tidak ada bayi lain (janin tunggal) dalam uerus.
Segera suntikan oksitosin 10 iu secara IM (Intra Muskuler) dalam 1 menit
pertama setelah bayi lahir di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu. Penyuntikan oksitosin tidak boleh
dilakukan apabila ada bayi ke 2, karena oksitosin menyebabkan uterus
berkontraksi kuat dan dapat menyebabkan hipoksia berat pada bayi ke dua
atau ruptura uteri, hati-hati jangan sampai menekan kuat dinding korpus uteri
karena akan dapat menyebabkan kontraksi tetanik atau spasme servik
sehingga terjadi plasenta ingkar serata atau kesulitan untuk mengeluarkan
plasenta. Adapun manfaat dari penyuntikan oksitosin 10 iu segera 1 menit
setelah bayi bahir adalah oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi efektif
sehingga akan mempercepat pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan
darah. Lakukan aspirasi sebelum penyuntikan untuk mencegah oksitosin
masuk langsung ke pembuluh darah.

b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali


Memindahkan klem pada tali pusat, meletakkan satu tangan di atas
kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan

9
tangan ini untuk melakukan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan
tangan yang lain. Menunggu uterus berkontraksi dan melakukan penegangan
ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang
berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke
arah atas dan belakang (dorsokranial) dengan hati-hati untuk membantu
mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40
detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi
berikut mulai. Jika uterus tidak berkontraksi maka jangan dilakukan
penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorsokranial secara
serentak pada bagian bawah uterus di atas simpisis pubis karena dapat
menyebabkan inversio uteri.

c. Mengeluarkan plasenta.
Setelah plasenta terlepas, meminta ibu mengejan sedikit, mengeluarkan
plasenta dengan mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan
berlawanan arah pada uterus (dorso kranial) Jika tali pusat bertambah
panjang, pindah kan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva. Jika
plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15
menit:
1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
2) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan
menggunakan teknik aseptik jika perlu.
3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak
kelahiran bayi. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan
kelahiran plasenta dengan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua
tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama.
Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forceps disinfeksi tingkat
tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.

10
6) Masase fundus uteri setelah melahirkan plasenta.
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase
uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
(fundus menjadi keras) (60 Langkah APN, 2012). Masase fundus uteri
segera setelah plasenta lahir yaitu dengan menggosok fundus uteri secara
sirkuler dengan menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga
uterus berkontraksi dengan baik/fundus teraba keras (JNPKKR, 2008).

6. Tindakan yang Keliru dan Kesalahan dalam Penatalaksanaan Manajemen


Aktif Kala III

Tindakan yang keliru sebagai berikut (Sumarah, 2009):


a. Melakukan masase fundus uteri pada saat plasenta belum lahir.
b. Mengeluarkan plasenta, padahal plasenta belum semuanya terlepas.
c. Kurang kompeten dalam mengevaluasi pelepasan plasenta.
d. Rutinitas katerisasi.
e. Tidak sabar menunggu saat lepasnya plasenta

Kesalahan Tindakan Manajemen Aktif Kala III Kesalahan penatalaksanaan kala


tiga adalah penyebab utama perdarahan kala tiga juga menjadi penyebab inversi
uterus serta syok yang mengancam jiwa (Varney, 2008).

Kesalahan MAK III diantaranya (Sumarah, 2009) :

a. Terjadi inverse uteri. Saat menegangkan tali pusat terkendali terlalu kuat
sehingga uterus tertarik keluar dan terbalik.
b. Tali pusat terputus. Terlalu kuat dalam penarikan tali pusat sedangkan
plasenta belum lepas.
c. Syok.

11
2.5 Perubahan Psikologis Kala III
Selama kala III persalinan, perhatian ibu sangat terlihat jelas saat bayi diletakkan di
dada-nya. Jika bayi tidak bisa IMD, ibu akan mengungkapan perhatian dan minatnya
dengan bertanya “Apakah semua baik-baik saja?” “Apa itu?” “Berapa beratnya?”. Ibu
biasanya ingin melihat sendiri bahwa bayinya sehat. Selain itu biasanya ibu ingin
menyentuh dan menggendong bayinya.
Ibu akan merasa gembira, bangga pada dirinya sendiri, lega dan sangat lelah secara
bersamaan. Ibu juga memiki kekhawatiran untuk dirinya sendiri dan sering kali
bertanya apakah perlu penjahitan pada vaginanya.
Adapun perubahan psikologis ibu bersalin yang tampak pada kala III dan IV ini
adalah sebagai berikut:
1. Bahagia
Karena saat-saat yang telah lama di tunggu akhirnya datang juga yaitu
kelahiran bayinya dan ia merasa bahagia karena merasa sudah menjadi wanita
yang sempurna (bisa melahirkan, memberikan anak untuk suami dan
memberikan anggota keluarga yang baru), bahagia karena bisa melihat
anaknya

2. Cemas dan Takut


 Cemas dan takut kalau terjadi bahaya atas dirinya saat persalinan
karena persalinan di anggap sebagai suatu keadaan antara hidup
dan mati
 Cemas dan takut karena pengalaman yang lalu
 Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya

2.6 Derajat Laserasi Perineum


Irianto (2014) menyatakan, laserasi perineum merupakan robekan yang terjadi
saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat-alat tindakan,
robekan ini umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin terlalu cepat keluar. Menurut Maryunani (2016) menyebutkan, laserasi perineum
adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya disebabkan oleh trauma saat
persalinan. Jadi dapat disimpulkan laserasi perineum adalah perlukaan yang terjadi
akibat robekan di jaringan antara vulva dan anus yang terjadi baik secara spontan
maupun dengan tindakan.

12
1. Patofisiologi

Ruptur perineum diawali dengan peregangan pada bagian perineum, terutama


pada saat melahirkan yang akhirnya menyebabkan robekan pada dinding vagina yang
dapat meluas hingga mencapai anus. Kondisi seperti primiparitas dapat menyebabkan
ruptur perineum karena jalan lahir dan perineum belum pernah teregang karena
persalinan sebelumnya. Hal ini menyebabkan kelenturan perineum masih belum
cukup menahan ukuran janin dan tekanan dorongan ibu, sehingga ruptur perineum
akan terjadi. Mekanisme lainnya adalah perineum yang pendek, menyebabkan
tekanan pada perineum tidak dapat ditoleransi dengan maksimal dan meningkatkan
kemungkinan ruptur perineum, yang juga dapat mengakibatkan perdarahan
postpartum. Selain itu, penggunaan instrumen pada persalinan biasanya berhubungan
dengan penarikan, sehingga menyebabkan tekanan dan regangan yang lebih tinggi
pada perineum saat proses persalinan. (Goh, dkk, 2018)

2. Klasifikasi laserasi perineum

Terdapat empat derajat laserasi perineum, yang pada masing-masing derajat


memiliki tingkat keparahan yang berbeda-beda. Adapun empat derajat laserasi
perineum, sebagai berikut :

Derajat Laserasi Prineum Daerah yang Terkena Gambar

Laserasi perineum derajat Robekan pada selaput lendir


satu vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum

Laserasi perineum derajat Robekan sudah mencapai


dua otot perineum.

Robekan sulkus adalah tipe


laserasi derajat dua
melibatkan mukosa vagina
dan jaringan dibawahnya
yang mengalami laserasi
disepanjang satu (unilateral)

13
atau kedua (bilateral) sisi
kolumna posterior vagina.
(Varney, 2007)

Laserasi perineum derajat Robekan sudah mencapai


tiga otot spingter ani

Laserasi perineum derajat Robekan telah mencapai


empat mukosa rectum

3. Faktor penyebab laserasi perineum


Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam, tetapi
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko ruptur derajat 3
sampai 4, diantaranya adalah nullipara, proses persalinan kala II, posisi persisten
oksiput posterior, ras Asia dan penggunaan anestesi lokal (Cunningham, 2013).
Berikut adalah faktor yang mempengaruhi:
1) Paritas
Adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang
pernah dilahirkan hidup maupun mati bila berat badan tidak diketahui maka
dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir
terjadi pada semua persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada
persalinan berikutnya (multipara) (Sumarah, 2010).
2) Berat lahir bayi
Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko
terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir
memiliki berat lebih dari 4000 gram. Hal ini terjadi karena semakin besar
berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan risiko terjadinya
ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan
kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses
kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi

14
ruptur perineum. Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya ibu menderita diabetes mellitus, ibu yang memiliki riwayat
melahirkan bayi besar, faktor genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat
bayi lahir normal adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram (Saifuddin, 2008).
3) Cara Mengejan

Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah direncanakan


untuk memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-pelan. Lahirnya
kepala dengan pelan-pelan dan sedikit demi sedikit mengurangi terjadinya
laserasi. Penolong harus mencegah terjadinya pengeluaran kepala yang
tiba-tiba oleh karena ini akan mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak
teratur, bahkan dapat meluas sampai 14 sphincter ani dan rektum.
Pimpinan mengejan yang benar sangat penting, dua kekuatan yang
bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan
kekuatan mengejan (Oxorn, 2010).

4) Elastisitas perineum

Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan


kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap janin. Juga menyebabkan
robekan perineum yang luas sampai tingkat 3. Hal ini sering ditemui pada
primigravida berumur diatas 35 tahun (Mochtar, 2013).

5) Umur ibu <20 tahun dan >35 tahun

Berdasarkan penelitian responden yang tidak mengalami kejadian


ruptur perineum cenderung berumur tidak beresiko (20-35 tahun),
sedangkan responden yang mengalami ruptur perineum adalah responden
yang berumur resiko tinggi sebanyak 11 orang. Hasil uji statistik diperoleh
nilai korelasi chi square dengan ρ value 0,022 < α 0,05 yang artinya Ho
ditolak, menunjukan ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian ruptur
perineum. Pada umur <20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi
dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan
lebih mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot
perineum dan otot-otot perut belum bekerja optimal, sehingga sering
terjadi persalinan lama atau macet yang memerlukan tindakan. Faktor

15
resiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada
kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada kelompok umur diatas 35
tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-
35 tahun) (Mustika&Suryani, 2010)

4. Tanda dan gejala laserasi perineum

Adapun tanda dan gejala terjadinya laserasi perineum, sebagai berikut :

 Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir


 Kontraksi rahim baik
 Plasenta lahir lengkap
 Wajah pucat dan lemah (Sukarni K, 2013).
5. Dampak laserasi perineum

Terjadinya laserasi perineum dapat menimbulkan beberapa dampak yang,


antara lain :

 Pada 10% ibu merasa nyeri dan tidak nyaman, akan berakhir 3-18 bulan
setelah pelahiran
 Sebanyak 20% ibu akan mengalami dispareuni superfisial (nyeri pada
daerah genital bagian luar saat berhubungan intim) sekitar 3 bulan
 Sebanyak 3-10% ibu melaporkan mengalami inkontinensia usus, biasanya
mengalami masalah flatus
 Sebanyak 20% ibu mengalami inkontinensia urine
 Kerusakan spingter anal terjadi pada 36% setelah pelahiran per vaginam
(Liu, 2010).
 Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan perdarahan dan bisa
mengalami syok hipovolemik akibat perdarahan. Menilai kehilangan darah
yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan
(Sumarah dkk., 2009).
 Infeksi pasca persalinan juga berisiko terjadi sebab luka tidak segera
menyatu sehingga timbul jaringan parut selain itu, laserasi perineum dapat
dengan mudah terkontaminasi feses terutama derajat 3 dan 4 karena
lokasinya dekat dengan anus (Mochtar, 2013).

16
6. Penanganan laserasi perineum

Periksa terlebih dahulu keadaan laserasi secara keseluruhan untuk mengetahui


tingkat keparahan laserasi, kemudian dilakukan teknik penjahitan laserasi
perineum 19 disesuaikan dengan derajat laserasinya. Tindakan yang dilakukan
untuk menangani laserasi perineum, sebagai berikut :

a. Laserasi derajat satu Jika laserasi terjadi di bagian permukaan perineum dan
tidak mengakibatkan perdarahan seperti pada derajat satu, laserasi dapat
dibiarkan, dengan tetap mempertahankan luka dalam keadaan bersih (Liu,
2010).

b. Laserasi derajat dua, tiga dan empat Pada laserasi derajat dua, tiga dan empat
dilakukan tindakan penjahitan. Tujuan penjahitan robekan perineum adalah
untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang
tidak perlu.

2.7 Asuhan Sayang Ibu


Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir.
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah:
1. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera.
2. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.
3. Pencegahan infeksi pada kala III.
4. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan).
5. Melakukan kolaborasi/rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.
6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
7. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III.

2.8 Kala IV
1. Definisi
Kala IV Persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah itu. Setelah plasenta lahir lakukan masase fundus uteri selama 15 detik
untuk merangsang uterus berkontraksi dengan baik dan kuat. Evaluasi tinggi

17
fundus dengan meletakkan jari tangan anda secara melintang dengan pusat sebagai
patokan, periksa kemungkinan kehilangan darah dari robekan. Selama dua jam
pertama pasca persalinan lakukan pemantauan tekanan darah, nadi tinggi fundus,
kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama
dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala empat dan pemantauan temperatur
tubuh setiap jam selama dua jam pertama pascapersalinan.

Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah:

a. Memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan


normal.
b. Membantu ibu untuk berkemih.
c. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan
melakukan massase uterus.
d. Menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.
e. Mengajarkan ibu dan keluarganya ttg tanda-tanda bahaya post partum
seperti perdarahan, demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit
dalam menyusuibayinya dan terjadi kontraksi hebat.
f. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
g. Pendampingan pada ibu selama kala IV.
h. Nutrisi dan dukungan emosional.

2. Fisiologi Kala IV

a. Tanda Vital Dalam dua jam pertama setelah persalinan, tekanan darah, nadi,
dan pernapasan akan berangur kembali normal. Suhu pasien biasanya akan
mengalami sedikit peningkatan, tapi masih dibawah 38 °C, hal inidisebabkan
oleh kurangnya cairan dan kelelahan. Jika intake cairan baik,maka suhu akan
berangsur normal kembali setelah dua jam.
b. Gemetar Kadang dijumpai pasien pasca persalinan mengalami gemetar, hal
ini normal sepanjang suhu kurang dari 38 °C dan tidak dijumpai tanda-tanda
infeksi lain. Gemetar terjadi karena hilangnya ketegangan dan sejumlah
energi selama melahirkan dan merupakan respon fisiologis
terhadap penurunan volume intrabdominal serta pergeseran hematologik.

18
c. Sistem gastrointestinal
Selama dua jam pasca persalinan kadang dijumpai pasien merasa mualsampai
muntah, atasi hal ini dengan posisi tubuh yang memungkinkandapat
mencegah terjadinya aspirasi corpus aleanum kesaluran pernapasan
dengan setengah duduk atau duduk di tempat tidur. Perasaan haus pasti
dirasakan pasien, oleh karena itu hidrasi sangat pentingdiberikan untuk
mencegah dehidrasi.
d. Sistem Renal
Selama 2-4 jam pascapersalinan kandung kemih masih dalam keadaan
hipotonik akibat adanya alostaksis, sehingga sering dijumpai kandung kemih
dalam keadaan penuh dan mengalami pembesaran. Hal inidisebabkan oleh
tekanan pada kandung kemih dan uretra selama persalinan. Kondisi ini dapat
minimalisir dengan selalu mengusahakankandung kemih sebaiknya tetap
kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan terjadi atoni. Uterus yang
berkontraksi dengan burukmeningkatkan perdarahan dan nyeri.
e. Sistem Kardiovaskular
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung aliran
darah yang meningkat yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah
uterus. Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi secara
cepat sehingga mengurangi volume plasmakembali pada proporsi normal.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertamasetelah kelahiran bayi. Pada
persalinan per vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml sedangkan pada
persalinan SC pengeluaran dua kalilipat. Perubahan terdiri dari volume darah
dan kadar Hematokrit. Setelah persalinan. shunt akan hilang dengan tiba-
tiba.Volume darah pasien relative akan bertambah. Keadaan ini akan
menyebabkan beban pada jantung dan akan menimbulkandekompensasio
kaordis pada pasien dengan vitum kardio. Keadaan inidapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan adanyahemokonstrasi sehingga volume darah
kembali seperti kondisi awal. 
f. Serviks
Perubahan pada serviks terjadi segera setelah bayi lahir, bentuk serviks agak
menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uterus yang
dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam

19
cincin. Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan pembuluh
darah. Konsistensi lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan
kecil. Karena robekan kecil terjadi selama berdilatasi, maka serviks tidak
akan pernah kembali lagi kekeadaan seperti sebelum hamil. Muara serviks
yang berdilatasi sampai10cm sewaktu persalinan akan menututp secara
perlahan dan bertahap.Setelah bayi lahir tangan bisa masuk ke dalam rongga
rahim, setelah dua jam hanya dapat dimasuki dua atau tiga jarig.
g. Perenium
Segera setelah melahirkan, perenium menjadi kendur karena
sebelunyateregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju.
h. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan, dan dalam beberapa hari pertamasesu
dah proses tersebut kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.Setelah 3
minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamildan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,seperti labia
menjadi lebih menonjol.

2.9 Pemantauan Kala IV


Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum.
Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan.
Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini
disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV,
pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua
setelah persalinan.
Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa:
a. Rangsang taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus
b. Evaluasi tinggi fundus uteri
c. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan
d. Pemeriksaan perineum dan perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka
episiotomi).
e. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
f. Pendokumentasian

20
1. Penilaian Klinik

No Penilaian Keterangan

1. Fundus dan kontraksi uterus Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk


merangsang terjadinya kontraksi uterus
yang baik. Dalam hal ini sangat penting
diperhatikan tingginya fundus uteri dan
kontraksi uterus

2. Pengeluaran pervaginam Perdarahan: untuk mengetahui apakah


jumlah pendarahan yang terjadi normal atau
tidak. Batas normal pendarahan adalah 100-
300 ml.
Lokhea : jika kontraksi uterus kuat, maka
lokhea tidak lebih dari saat haid

3. Plasenta dan selaput ketuban Periksa kelengkapannya untuk memastikan


ada tidaknya bagian yang tersisa dalam
uterus.

4. Kandung kemih Yakinkan bahwa kandung kemih kosong,


hal ini untuk membantu involusi uteri

5. Perineum Periksa ada tidaknya luka/ robekan pada


perineum dan vagina

6. Kondisi ibu Periksa vital sign, asupan makan dan


minum

7. Kondisi bayi baru lahir Apakah bernafas dengan baik?


Apakah bayi merasa hangat?
Bagaimana pemberian ASI?

2. pemantauan lanjutan kala IV

Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjutan kala IV adalah:

21
a. Vital sign : Tekanan darah normal< 140/90 mmHg : bila TD < 90/60 mmHg,
N>100x/menit ( terjadi masalah) : masalah yang timbul kemungkinan adalah
demam atau perdarahan.
b. Suhu : S> 380C (identifikasi masalah) : kemungkinan terjadi dehidrasi atau
infeksi.
c. Nadi
d. Pernafasan
e. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri : kontraksi tidak baik maka uterus teraba
lembek: TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah : uterus lembek
( lakukan masase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergine).
f. Perdarahan: perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut
atau seperti darah haid yang banyak, jika lebih dari normal identifikasi
penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung kemih).
g. Kandung kemih : nila kandung kemih penuh, uterus akan berkontraksi tidak
baik.

2.10 Tanda Bahaya Kala IV

Tanda-tanda bahaya postpartum adalah suatu tanda yang abnormal yang


mengindikasikan adanya bahaya atau komplikasi yang dapat terjadi selama masa nifas,
apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu. Tanda-
tanda bahaya postpartum, adalah sebagai berikut :

1. Perdarahan Postpartum Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi sebagai


berikut.
1) Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage) adalah perdarahan
lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir, atau perdarahan
dengan volume seberapapun tetapi terjadi perubahan keadaan umum ibu dan
tanda-tanda vital sudah menunjukkan analisa adanya perdarahan. Penyebab utama
adalah atonia uteri, retensio placenta, sisa placenta dan robekan jalan lahir.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan postpartum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage) adalah
perdarahan dengan konsep pengertian yang sama seperti perdarahan postpartum
primer namun terjadi setelah 24 jam postpartum hingga masa nifas selesai.
Perdarahan postpartum sekunder yang terjadi setelah 24 jam, biasanya terjadi

22
antara hari ke 5 sampai 15 postpartum. Penyebab utama adalah robekan jalan lahir
dan sisa placenta.
2. Infeksi Pada Masa Postpartum
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan, Infeksi masa
nifas masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu. Infeksi alat
genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas kesaluran urinari,
payudara, dan pasca pembedahan merupakan salah satu penyebab terjadinya AKI
tinggi. Gejala umum infeksi berupa suhu badan panas, malaise, denyut nadi cepat.
Gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan dan rasa nyeri pada payudara
atau adanya disuria.
3. Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam masa
nifas sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir
waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari bekas melekatnya atau
implantasi placenta).
4. Sub Involusi Uterus (Pengecilan uterus yang terganggu)
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat
rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 mg pada 6 minggu
kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau terganggu di sebut sub involusi.
Faktor penyebab sub involusi, antara lain: sisa plasenta dalam uterus, endometritis,
adanya mioma uteri. Pada keadaan sub involusi, pemeriksaan bimanual di temukan
uterus lebih besar dan lebih lembek dari seharusnya, fundus masih tinggi, lochea
banyak dan berbau, dan tidak jarang terdapat pula perdarahan (wahyuningsih, 2018).
5. Nyeri Pada Perut dan Pelvis
Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat merupakan tanda dan gejala
komplikasi nifas seperti Peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada peritonium,
peritonitis umum dapat menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian karena
infeksi (wahyuningsih, 2018).
6. Pusing dan Lemas yang Berlebihan
Pusing dan lemas yang berlebihan sakit kepala, nyeri epigastrik, dan
penglihatan kabur menurut, pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada nifas. Pusing
bisa disebabkan oleh tekanan darah tinggi (Sistol ≥140 mmHg dan distolnya ≥90
mmHg). Pusing yang berlebihan juga perlu diwaspadai adanya keadaan
preeklampsi/eklampsi postpartum, atau keadaan hipertensi esensial. Pusing dan lemas

23
yang berlebihan dapat juga disebabkan oleh anemia bila kadar 16 haemoglobin< 10
gr/dl lemas yang berlebihan juga tanda-tanda bahaya dimana keadaan lemas dapat
disebabkan oleh kurangnya istirahat dan kurangnya asupan kalori sehingga ibu
kelihatan pucat, tekanan darah rendah.

BAB III

Identifikkasi dan Pembahasan Masalah


3.1 Identifikasi Kasus
1. Kasus 1
Seorang perempuan umur 25 tahun , P1 A1 baru saja (1 menit yang lalu)
melahirkan di tempat praktik mandiri bidan Riwayat persalinan: bayi lahir
langsung menangis dan gerakan aktif, Plasenta belum lahir,hasil anamnesis ibu
masih merasa mulas dan lemas.
hasil pemeriksaan : KU ibu baik composmentis. pemeriksaan abdomen : Fundus 1
jari di bawah pusat teraba keras dan membundar. Tidak ada bayi kedua , kandung
kemih tidak penuh .
09.00 WIB di suntikan Oksitosin 10 IU secara IM di paha kanan bagian luar,
dilakukan pemotongan tali pusat dan dilakukan IMD pada bayi

2. Kasus 2
Hasil pemeriksaan selanjutnya : 09.10 WIB tampak tali pusat memanjang disertai
sedikit pengeluaran darah secara tiba tiba . Bidan melakukan penatalaksanaaan
selanjutnya sesuai dengan prosedur Asuhan . Jam 09.12 WIB Plasenta lahir
Spontan dan lengkap

3. Kasus 3
Hasil pemeriksaan selanjutnya :
Abdomen Palpasi uterus teraba keras , fundus teraba pada 3 jari di bawah pusat,
kandung kemih tidak penuh. tampak luar perdarahan aktif dari jalan lahir , warna
darah merah segar , tampak robekan jalan lahir tidak beraturan pada kulit, mukosa,

24
otot Perineum. jumlah pengeluaran darah 200 mL, badan ibu tampak gemetar. TD
100/70 mmHg , N 90 x/menit P 28 x/menit S 37°C .
Bidan melakukan Asuhan sayang ibu , kemudian menjadi premium dengan
menggunakan anastesi .
Jam 09.30 robekan sudah terjahit ,tidak ada perdarahan aktif. kemudian bidan
melakukan pemantauan kala IV secara rutin pada ibu

3.2 Identifikasi Masalah


1. Case finding
a. Seorang perempuan umur 25 tahun
b. P1A1 baru saja melahirkan 1 menit yang lalu
c. Plasenta belum lahir
d. Hasil anamnesis : ibu masih merasa mules dan lemas
e. Hasil pemfis : KU baik, compos mentis, tfu 1 jari di bawah pusat, teraba keras
dan membundar, tidak ada janin kedua, kandung kemih tidak penuh
f. Jam 09.00 disuntikkan oksitosin 10 IU secara IM di paha kanan bagian luar,
Dilakukan pemotongan tali pusat, Dilakukan IMD pada bayinya
g. Jam 09.10 tampak tali pusat memanjang disertasi sedikit pengeluaran darah
secara tiba-tiba
h. Bidan melakukan penatalaksanaan dan asuhan selanjutnya sesuai dengan
prosedur asuhan
i. Jam 09.12 plasenta lahir spontan dan lengkap
j. Uterus teraba keras
k. Tfu 3 jari di bawah pusat
l. Kandung kemih tidak penuh
m. Tampak keluar perdarahan aktif dari jalan lahir
n. Warna darah merah segar
o. Tampak robekan jalan lahir tidak beraturan pada kulit,mukosa,serta otot
perineum
p. Jumlah pengeluaran darah kurang lebih 200 ml
q. Badan ibu tampak gemetar
r. Hasil pemfis :
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi : 90x/m

25
- Respirasi : 28x/m
- Suhu 37 C
s. Bidan melakukan asuhan sayang ibu, menjahit perineum dengan anastesi
t. Jam 09.30 WIB robekan sudah terjahit, tidak ada perdarahan aktif
u. Bidan melakukan pemantauan Kala IV secara rutin pada ibu

2. Masalah yang ditemukan


a. Lemas dan mules
b. Tampak keluar perdarahan aktif dari jalan lahir
c. Badan ibu tampak gemetar

1. Diagnosa yang bisa ditegakkan


P1A1 Partus Kala III
2. Hipotesis
a. Apakah ada hubungan antara abdomen teraba keras dan membundar, tali pusat
memanjang dan ada pengeluaran darah dengan tanda-tanda pelepasan
plasenta?
Ya ada karena salah satu tanda pelepasan plasenta Perubahan bentuk uterus
menjadi globuler atau berbentk seperti buah alpukat. Setelah bayi lahir dan
sebelum myometrium mulai berkontraksi , uterus berbentuk bulat penuh dan
tinggi fundus sekitar di bawah pusat . setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah , uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada diatas pusat.Semburan darah tiba tiba,Darah yang
terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam
plasenta melebihi kapasitas tampunganya maka darah tersembur keluar dari
tepi plasenta yang terlepas. Tali pusat memanjang, Tali pusat terlihat menjulur
keluar melalui vulva.

b. Apakah ada hubungan antara penyuntikkan oksitosin 10 IU dengan kontraksi


uterus?
Ya ada karena oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi efektif sehingga
akan mempercepat pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah
c. Apakah ada hubungan antara gemetar dengan perubahan fisiologis?
Ya ada karena gemetar kadang dijumpai pasien pasca persalinan mengalami
gemetar, hal ini normal sepanjang suhu kurang dari 38 °C dan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi lain. Gemetar terjadi karena hilangnya ketegangan dan
sejumlah energi selama melahirkan dan merupakan respon fisiologis
terhadap penurunan volume intrabdominal serta pergeseran hematologik.
26
d. Apakah ada hubungan antara keluar perdarahan aktif dengan robekan jalan
lahir?

Ya ada karena tanda dan gejala terjadinya laserasi perineum, sebagai berikut :

 Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir


 Kontraksi rahim baik
 Plasenta lahir lengkap
 Wajah pucat dan lemah

e. Apakah ada hubungan antara TFU 3 jari dibawah pusat dengan perubahan
fisiologis kala III?
f. Apakah ada hubungan antara pemantauan kala IV dengan deteksi dini tanda
bahaya kala IV?
Ya ada karena Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada
masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya
kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi
dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan
eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit
pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan
g. Apakah ada hubungan antara melakukan anastesi dengan asuhan sayang ibu?

3. Asuhan kebidanan yang diberikan


a. Memberitahu hasil pemeriksaan
b. Melakukan Manajemen Aktif Kala III
c. Memberikan nutrisi dan hidrasi pada ibu
d. Memberikan dukungan emosional
e. Melakukan pemantauan kala IV
f. Memberikan asuhan holistic care
g. Memberikan konseling perawatan luka jalan lahir

4. Learning Objektif :
a. Definisi Kala III
b. Perubahan Fisiologis kala iii
c. Tanda-tanda pelepasan plasenta
d. Manajemen Aktif Kala III
e. Perubahan Psikologis Kala III
f. Derajat laserasi perineum
g. Asuhan sayang ibu
h. Definisi Kala IV
i. Pemantaun kala IV
j. Tanda Bahaya Kala IV

27
3.3 Konsep Maps

BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

28
DAFTAR PUSTAKA

Fitriana & Nurwiandan. 2018. Asuhan persalinan: konsep persalinan secara komprehensif
dalam asuhan kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

https://www.academia.edu/11498058/Penyulit_Persalinan_Kala_III

Rohani, S.ST., dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba
Medika

Rosyati. 2017. Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.

29
Sulistian, M. Kes. dkk. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Surakarta. CV Oase Group.

Varney, Helen. 1997. Varney’s Midwifery 3rd Edition. Massachusetts: Jones and Bartlett
Publishers.

. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. http://repo.unand.ac.id.


Akses: 15 Desember 2022.

. 2017. Adaptasi Fisiologi-Psikologi Persalinan. https://www.academia.edu. Akses:


15 Desember 2022.

Wahidah, Nurul J. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Ibu Bersalin. Fakultas Kedokteran
UNS, 2017.
(https://www.academia.edu/32411861/ADAPTASI_FISIOLOGI_PSIKOLOGI_PERS
ALINAN)

Yulizawati, dkk. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Sidoarjo : Indomedia
Pustaka

Yanti, S.ST, M.Keb. 2010. Penuntun Belajar Kompetensi Asuhan Kebidanan Persalinan.
Yogyakarta: Pustaka Rihama

30

Anda mungkin juga menyukai