Anda di halaman 1dari 28

POST PARTUM DAN BAYI BARU LAHIR

Dosen :Angga Arsesiana, SST.,MTr.Keb

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK III

Jekicen 2018.C.10a.0970
Jenny Amsal 2018.C.10a.0971
Julius 2018.C.10a.0973
Lala Veronica 2018.C.10a.0974
Loren 2018.C.10a.0975
Leonardo 2018.C.10a.0976

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat, rahmat,
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Post
Partum Dan Bayi Baru Lahir“. Makalah ini disusun dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.Dan kami mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi teman teman semua, untuk kedepannya dapat memeperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini dalam pengembangan dunia
keperawatan dimasa depan.

Palangka Raya, 12 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................. ............ 1

1.3Tujuan Penulisan ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Fisiologis Postpartum..................................................................... 3

2.2 Konsep Dasar Postpartum .............................................................. 8

2.3 Home Visit....................................................................................... 11

2.4 Perubahan Fisiologis Dan Psikologi Postpartum…......................... 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................... 24

3.2 Saran ............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasca melahirkan (masa nifas) merupakan masa atau keadaan selama enam minggu
atau 40 hari. Pada masa ini, ibu mengalami perubahan fisik dan alat-alat reproduksi yang telah
kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa laktasi (menyusui), maupun perubahan
psikologis menghadapi keluarga baru. Pada masa nifas perawatan payudara merupakan suatu
tindakan yang sangat penting untuk merawat payudara terutama untuk memperlancarkan
pengeluaran ASI. Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama hamil trimester ke 3
sampai masa menyusui. Hal ini karena payudara merupakan satu-satunya penghasil ASI yang
merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga harus dilakukan sendini mungkin.
Dimana tujuan perawatan payudara setelah melahirkan, salah satunya untuk meningkatkan
produksi ASI dengan merangsang kelenjar-kelenjar air susu melalui pemijatan.
Pada negara berkembang khususnya di daerah yang penduduknya berpendidikan
rendah, pengetahuan rendah dan tingkat ekonomi rendah, pengetahuan ibu mengenai
perawatan payudara masih kurang. Umumnya pengetahuan tentang perawatan payudara
diperoleh dari keluarga ataupun teman. Untuk menghindari kebiasaan yang salah, diperlukan
bantuan dari petugas kesehatan yang dapat memberikan pendidikan kesehatan yang benar
tentang perawatan payudara.
Bayi Baru Lahir memerlukan asuhan yang segera yang cepat, tepat, aman dan bersih.
Hal tersebut merupakan bagian esensial bayi baru lahir. Sebagian besar proses persalinan
terfokus pada ibu, tetapi sehubungan dengan proses pengeluaran hasil kehamilan (bayi) maka
penatalaksanaan persalinan baru dikatakan berhasil jikalau ibu dan bayinya dalam kondisi yang
optimal, sehingga selain ibunya bayi yang dilahirkan juga harus dalam keadaan sehat. (Kosim
M Sholeh.2003.hal.1)
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada bulan pertama kehidupannya,
2/3nya meninggal pada minggu pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama
adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti : asfiksia, sepsis neonatorum, dan
komplikasi BBLR.
Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian kematian
dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat. Sebenarnya penggunaan
peralatan canggih tidak diperlukan untuk menolong sebagian besar bayi ini, melainkan
pelayanan dan penanganan yang cepat, tepat, dan aman.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa itu fisiologi post partum ?


2) Apa itu konsep dasar post partum ?
3) Apa itu home visit ?
4) Bagaimana perubahan fisiologi dan psikologi post partum ?

1
1.3 Tujuan Penulisan

1) Mengetahui pengertian post partum


2) Mengetahui sangat pentingnya merawat payudara untuk kelancaran produksi ASI pada
ibu yang baru melahirkan.
3) Mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam merawat bayi yang baru lahir.
4) Mengetahui sikap ibu kepada bayi yang baru lahir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fisiologis Post Partum


A. Pengertian
Post adalah sesudah. (Tiran, Denis, 2006) Partum (partus) adalah persalinan suatu
proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia
luar.(Maimunah, Siti, 2005) Partus spontan adalah persalinan yang berlangsung dengan tenaga
ibu sendiri dengan his dan tenaga mengejan.(Maimunah, Siti, 2005) Post partum adalah masa
atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu
berikutnya,disertai dengan pulihnya organ-organ yang berkaitan dengan kandungan,yang
mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat
melahirkan.(Suherni, Hesti Widyasih, dan Anita Rahmawati, 2009) Post partum merupakan
periode atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil, yang
membutuhkan waktu selama 6 minggu (Farrer, Helen, 1999).
Persalinan dianggap normal jika wanita berada dalam masa aterm, tidak terjadi
komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan persalinan selesai dalam 24
jam.(Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2005) Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa post partum spontan adalah suatu periode sesudah wanita melahirkan 7
janinnya dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar tanpa ada komplikasi, yang berlangsung
dengan tenaga ibu sendiri dengan his dan tenaga mengejan.

B. Adaptasi Fisiologi dan Psikologi


Ibu Post Partum Bobak, Lowdermik dan Jensen, (2005) menyatakan bahwa periode
post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali
ke keadaan sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester ke
empat kehamilan.Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal
dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Berikut adalah perubahan atau adaptasi
fisiologi serta psikologi wanita setelah melahirkan:

a. Sistem Reproduksi Involusio


 Uteri Involusio adalah pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah
kelahiran bayi.(Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2005). Involusio terjadi karena
masing-masing sel menjadi lebih kecil karena sitoplasma yang berlebihan dibuang.

3
Involusio disebabkan oleh proses autolysis, dimana zat protein dinding rahim pecah,
diabsorbsi dan kemudian dibuang sebagai air kencing.
 Involusio Tempat Plasenta Pada pemulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Biasanya luka yang demikian,
sembuh dengan menjadi parut. Hal ini disebabkan karena dilepaskan dari dasar dengan
pertumbuhan endometrium baru di bawah pemukaan luka. Rasa sakit yang disebut after
pains ( meriang atau mules-mules ) disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung
3-4 hari pasca persalinan.( Cunningham, F Gary, Dkk, 2005 )
 Lochea Yaitu sekret dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Lochia dapat dibagi
menjadi beberapa jenis: 9
 Lochea rubra/cruenta Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
 Lochea sanguinolenta Berwarna merah dan kuning berisi darah dan lendir,yang keluar
pada hari ke – 3 sampai ke-7 pasca persalinan.
 Lochea serosa Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lochia rubra. Lochia ini
berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning. Cairan tidak
berdarah lagi pada hari ke -7 sampai hari ke-14 pasca persalinan.
 Lochea alba Dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin sedikit hingga sama
sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih
berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.
 Lochea purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
 Locheastatis Lochea tidak lancar keluarnya. 10
 Serviks Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong berwarna
merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan kecil.
Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui
oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
 Vagina dan perineum Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium
merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya
berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara.
Rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan ) timbul kembali pada minggu ketiga.
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai.Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum.

4
Pada perineum terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya.Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada 11 sirkumferensia suboksipito bregmatika.Bila ada laserasi jalan lahir
atau luka bekas episiotomi lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik.
 Sistem Endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada
sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.

1) Oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang.Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan.Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI
dan sekresi oksitosin.Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.
2) Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari
bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui
bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam
ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya, tingkat sirkulasi
prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar
bawah depan 12 otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.
3) Estrogen Dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara
penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi
memperbesar hormon antidiuretik yang mengikatkan volume darah.Di samping itu,
progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah.Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding
vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.

 Sistem kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali.
Tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg.Jika ada perubahan
5
posisi, ini disebut dengan hipotensi orthostatik yang merupakan kompensasi
kardiovaskuler terhadap penurunan resistensi di daerah panggul.
 Sistem Urinaria
Selama proses persalinan, kandung kemih mengalami trauma yang dapat
mengakibatkan udema dan menurunnya sensitifitas terhadap tekanan cairan, perubahan
ini menyebabkan, tekanan yang berlebihan dan kekosongan kandung kemih yang tidak
tuntas, hal ini bisa 13 mengakibatkan terjadinya infeksi. Biasanya ibu mengalami
kesulitan buang air kecil sampai 2 hari post partum.
 Sistem Gastrointestinal
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak.Hal ini disebabkan
karena pada saat melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan
colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan,
kurang makan, haemoroid, dan laserasi jalan lahir. Sistem Muskuloskeletal Ambulasi
pada umumnya mulai 1-8 jam setelah ambulasi dini untuk mempercepat involusio
rahim. Otot abdomen terus-menerus terganggu selama kehamilan yang mengakibatkan
berkurangnya tonus otot, yang tampak pada masa post partum dinding perut terasa
lembek, lemah, dan kendor.Selama kehamilan otot abdomen terpisah disebut distensi
recti abdominalis, mudah di palpasi melalui dinding abdomen bila ibu telentang.
Latihan yang ringan seperti senam nifas akan membantu penyembuhan alamiah dan
kembalinya otot pada kondisi normal.
 Sistem kelenjar
Mamae Laktasi Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum, cairan yang
disekresi payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari
putting susu. 14 Kolostrum Dibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh
payudara, kolostrum mengandung lebih banyak protein, yang sebagian besar adalah
globulin, dan lebih banyak mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun
demikian kolostrum mengandung globul lemak agak besar di dalam yang disebut
korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli dianggap merupakan sel-sel epitel yang
telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli lain dianggap sebagai fagosit
mononuclear yang mengandung cukup banyak lemak. Sekresi kolostrum bertahan
selama sekitar lima hari, dengan perubahan bertahap menjadi susu matur. Antibodi
mudah ditemukan dalam kolostrum. Kandungan immunoglobulin A mungkin
memberikan perlindungan pada neonatus melawan infeksi enterik.

6
Faktor-faktor kekebalan hospes lainnya, juga immunoglobulin - immunoglobulin,
terdapat di dalam kolostrum manusia dan air susu. Faktor ini meliputi komponen komplemen,
makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim. Air susu Komponen utama air
susu adalah protein, laktosa, air dan lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan laktosa
bertanggung jawab terhadap separuh tekanan osmotik. Protein utama di dalam air susu ibu
disintesis di dalam retikulum endoplasmik kasar sel sekretorik alveoli. Asam amino esensial
berasal dari darah, dan 15 asam- asam amino non-esensial sebagian berasal dari darah atau
disintesis di dalam kelenjar mamae. Kebanyakan protein air susu adalah protein-protein unik
yang tidak ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi ke dalam air susu.
Perubahan besar yang terjadi 30-40 jam post partum antara lain peninggian mendadak
konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari glukosa didalam sel-sel sekretorik alveoli dikatalisis
oleh lactose sintetase.
Beberapa laktosa meluap masuk ke sirkulai ibu dan mungkin disekresi oleh ginjal dan
ditemukan di dalam urin kecuali kalau digunakan glukosa oksidase spesifik dalam pengujian
glikosuria.Asam-asam lemak disintetis di dalam alveoli dari glukosa. Butirbutir lemak
disekresi dengan proses semacam apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu
manusia tetapi dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing-masing meninggi dengan pemberian
makanan tambahan pada ibu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan vitamin K,
pemberian vitamin K pada bayi segera setelah lahir ada manfaatnya untuk mencegah penyakit
perdarahan pada neonatus. Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi, besi
di dalam air susu manusia absorpsinya lebih baik dari pada besi di dalam susu sapi. Simpanan
besi ibu tampaknya tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu. Kelenjar mamae, 16
seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium, yang muncul di dalam air susu. (Cunningham, F
Gary, Dkk, 2005) h. Sistem Integumen Penurunan melanin setelah persalinan menyebabkan
berkurangnya hiperpigmentasi kulit.Hiperpigmentasi pada aerola mammae dan linea nigra
mungkin menghilang sempurna sesudah melahirkan.

7
2.2 Konsep Dasar Post Partum

1. Definisi Post Partum

Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandung seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).

2. Tujuan Asuhan Postpartum (Masa Nifas)

Tujuan Asuhan Postpartum (masa nifas) normal dibagi dua yaitu :

a. Tujuan Umum

Membantu ibu dan pasanagannya selama masa transasi awal mengasuh anak.

b. Tujuan Khusus

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.

2) Melaksanakan Skrining yang komprehensif, Mendeteksi masalah,


mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.

3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,


nutrisi, KB,Menyusui, Pemberian imunisasi,dan perawatan bayi sehat.

4) Memberikan pelayanan keluarga berencana.(Ambarwati, 2009)

c. Tahapan Postpartum (masa nifas)

Tahapan postpartum (masa nifas) terbagi manjadi 3 tahapan, yaitu sebagai


berikut :

1) Periode immediate postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.Pada masa ini
sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karna atonia uteri.Oleh
karna itu, bidan dengan teratur n pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lokia, tekanan darah, dan suhu.

2) Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

8
3) Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu)

Periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-


hari serta konsling KB. (Saleha, 2009)

d. Asuhan kunjungan masa nifas (Postpartum) normal

Asuhan kunjungan masa nifas (Postpartum) terbagi menjadi 4 kunjungan,


yaitu :

1.) Kunjungan I: Asuhan 6-8 jam setelah melahirkan yang bertujuan:

a. Mencegah perdarahan masa nifas (postpartum) karna atonia uteri

b. Pemantau keadaan umum ibu

c. Melakukan hubungan antara bayi dan ibu (Bonding Attatchment)

d. ASI eksklusif

2.) Kunjungan II : Asuhan 6 jam setelah melahirkan, yang bertujuan:

a.Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,


fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda-tanda perdarahan
abnormal

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal

c. Memastikan ibu mendapatkan istirahat yang cukup

d. Memastikan ibu mendapatkan makanan yang bergizi

e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan


tanda-tanda penyulit

3.) Kunjungan III : 2 Minggu setalah Postpartum, yang bertujuan :

a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,


fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda-tanda perdarahan
abnormal

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal

c. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup

d. Memastikan ibu mendapatkan makanan yang bergizi

e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan


tanda-tanda penyulit.

9
4.) Kunjungan IV: 6 Minggu setelah postpartum

a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami

b. Memberikan konsling untuk KB secara dini, Imunisasi, senam nifas,


dan tand-tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi. (Ambarwati,
2009)

10
2.3 Home Visit

1. Definisi Home Visit

Pelayanan kesehatan rumah adalah komponen dari rentang pelayanan kesehatan yang
komprehensif yang di dalamnya terdapat pelayanan kesehatan untuk indiidu dan keluarga di
tempat tinggal mereka dengan tujuan meningkatkan, memelihara atau memulihkan kesehatan
atau meningkatkan kemandirian, menimalkan akibat dari ketidakmampuan dan penyakit
terminal(Warhola,1980).

Pelayanan kesehatan rumah merupakan kunjungan rumah dan bagian integral dari
pelayanan keperawatan, yang dilakukan oleh perawat untuk membantu individu, keluarga, dan
masyarakat mencapai kemandirian dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang mereka
hadapi(Sherwen,1991).

Menurut ANA (1992) pelayanan kesehatan rumah adalah perpaduan perawat kesehatan
masyarakat dan ketrampilan tekhnis yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari
kumpulan perawat komunitas, seperti perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat ibu dan
anak, perawat kesehatan masyarakat, dan perawat medical bedah.

Pelayanan keperawatan yang diberikan meliputi pelayanan primer, sekunder dan tersier
yang berfokus pada asuhan keperawatan klien melalui kerja sama dengan keluarga dan tim
kesehatan lainnya. Pelayanan kesehatan rumah adalah sebuah spektrum kesehatan yang luas
dari pelayanan sosial yang ditawarkan pada lingkungan rumah untuk memulihkan ketidak
mampuan dan membantu klien menyembuhkan yang menderita penyakit kronik
(NAHC,1994).

Dari beberapa definisi di atas komponen utama pada pelayanan kesehatan rumah adala
klien, keluarga, pemberi pelayanan kesehatan yang diberikan secara profesional
(multidisiplin), direncanakan, dikoordinasikan bertujuan membantu klien kembali ketingkat
kesehatan optimum dan mandiri yang dilaksanakan di rumah beradasarkan kontrak dan
merupakan kelanjutan dari pelayanan keperawatan pada tiap tingkat fasilitas pelayanan
kesehatan.

Tujuan dari kegiatan home visit dengan indikator kehamilan resiko tinggi ini adalah sebagai
berikut:
1) Untuk mengetahui kondisi ibu hamil dengan resiko tinggi yang akan menjadi binaan
dalam kegiatan home visit yang ada di wilayah desa terpencil.
2) Untuk melakukan pemeriksaan dan pendidikan kesehatan terkait kehamilan beresiko
tinggi kepada ibu hamil dengan resiko tinggi di wilayah desa terpencil.

11
Karakteristik pelayanan kesehatan rumah antara lain:

a. Pelayanan kesehatan rumah memiliki karakteristik sebagai bentuk pelayanan kesehatan


promotif dan preventif yang menjadi prioritas utama dengan tidak mengabaikan upaya
pengobatan, pencegahan kecacatan yang dilakukan dalam bentuk kegiatan komunikasi,
informasi dan edukasi.

b. Tatacara pelayanan tidak diselenggarakan secara terpisah – pisah, namun dilkukan secara
terpadu (interdisiplin) dalam rangka memenuhi kebutuhan klien.

c. Pendekatan penyelenggaraan pelayanan secara menyeluruh.


Agen adalah pengelola yang bertanggung jawab terhadap seluruh pengelolaan pelayanan
kesehatan rumah baik penyediaan tenaga, sarana dan peralatan serta mekanisme pelayanan
sesuai standar yang ditetapkan.Sejak awal berdirinya pelayanan kesehatan rumah, banyak
organisasi yang telah membuat program pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
klien.

12
2.4 Perubahan Fisiologis Dan Psikologi Postpartum

1. Adaptasi Fisiologis

Pada masa nifas, akan terjadi proses perubahan pada tubuh ibu dari kondisi hamil
kembali ke kondisi sebelum hamil, yang terjadi secara bertahap.1Perubahan ini juga terjadi
untuk dapat mendukung perubahan lain yang terjadi dalam tubuh ibu karena kehamilan, salah
satunya adalah proses laktasi, agar bayinya dapat ternutrisi dengan nutrisi yang paling tepat
yaitu ASI.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses ini, misalnya tingkat energi, tingkat
kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, tenaga kesehatan dan asuhan yang diberikan, maupun
suami dan keluarga disekitar ibu nifas. Adapun perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi
pada masa nifas antara lain perubahan yang terjadi pada organ reproduksi, system pencernaan,
system perkemihan, system musculoskeletal, system endokrin dan lain sebagainya yang akan
dijelaskan berikut ini.

a. Perubahan Pada Sistem Reproduksi


Perubahan yang terjadi pada organ reproduksi yaitu pada vagina, serviks uteri, dan
endometrium.

 Perubahan pada Vagina dan Perineum


Kondisi vagina setelah persalinan akan tetap terbuka lebar, ada kecenderungan vagina
mengalami bengkak dan memar serta nampak ada celah antara introitus vagina. Tonus otot
vagina akan kembali pada keadaan semula dengan tidak ada pembengkakan dan celah vagina
tidak lebar pada minggu 1-2 hari pertama postpartum. Pada minggu ketiga posrpartum rugae
vagina mulai pulih menyebabkan ukuran vagina menjadi lebih kecil. Dinding vagina menjadi
lebih lunak serta lebih besar dari biasanya sehingga ruang vagina akan sedikit lebih besar dari
keadaan sebelum melahirkan. Vagina yang bengkak atau memar dapat juga diakibatkan oleh
trauma karena proses keluarnya kepala bayi atau trauma persalinan lainnya jika menggunakan
instrument seperti vakum atau forceps.

Perineum pada saat proses persalinan ditekan oleh kepala janin, sehingga perineum
menjadi kendur dan teregang. Tonus otot perineum akan pulih pada hari kelima postpartum
mesipun masih kendur dibandingkan keadaan sebelum hamil.

Meskipun perineum tetap intack/utuh tidak terjadi robekan saat melahirkan bayi, ibu tetap
merasa memar pada perineum dan vagina pada beberapa hari pertama persalinan.Ibu mungkin
merasa malu untuk membuka perineumnya untuk diperiksa oleh bidan, kecuali jika ada indikasi
klinis.Bidan harus memberikan asuhan dengan memperhatikan teknik asepsis dan antisepsis,
dan lakukan investigasi jika terdapat nyeri perineum yang dialami.Perineum yang mengalami
robekan atau di lakukan episiotomy dan dijahit perlu di periksa keadaannya minimal satu
minggu setelah persalinan.

13
 Perubahan pada Serviks Uteri

Perubahan yang terjadi pada serviks uteri setelah persalinan adalah menjadi sangat lunak,
kendur dan terbuka seperti corong.Korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks uteri tidak
berkontraksi sehingga seolah-olah terbentuk seperti cincin pada perbatasan antara korpus uteri
dan serviks uteri.

Tepi luar serviks yang berhubungan dengan ostium uteri ekstermun (OUE) biasanya
mengalami laserasi pada bagian lateral.Ostium serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa
hari setelah persalinan ostium uteri hanya dapat dilalui oleh 2 jari.Pada akhir minggu pertama,
ostium uteri telah menyempit, serviks menebal dan kanalis servikalis kembali terbentuk.
Meskipun proses involusi uterus telah selesai, OUE tidak dapat kembali pada bentuknya
semula saat nullipara. Ostium ini akan melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi
menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas servis pada wanita yang
pernah melahirkan/para.

 Perubahan pada Uterus

Perubahan fisiologi pada uterus yaitu terjadi proses involusio uteri yaitu kembalinya uterus
pada keadaan sebelum hamil baik ukuran, tonus dan posisinya.Proses involusio juga dijelaskan
sebagai proses pengecilan ukuran uterus untuk kembali ke rongga pelvis, sebagai tahapan
berikutnya dari proses recovery pada masa nifas. Namun demikian ukuran tersebut tidak akan
pernah kembali seperti keadaan nullipara. Hal ini disebabkan karena proses pagositosis
biasanya tidak sempurna, sehingga masih tertinggal sedikit jaringan elastis. Akibatnya ketika
seorang perempuan pernah hamil, uterusnya tidak akan kembali menjadi uterus pada keadaan
nullipara.

Pada jam-jam pertama pasca persalinan, uterus kadang-kadang bergeser ke atas atau ke
kanan karena kandung kemih.Kandung kemih harus dikosongkan sebelum mengkaji tinggi
fundus uteri (TFU) sebagai indikator penilaian involusi uteri, agar dapat memperoleh hasil
pemeriksaan yang akurat.

Uterus akan mengecil menjadi separuh dalam satu minggu, dan kembali ke ukuran normal
pada minggu kedelapan postpartum dengan berat sekitar 30 gram. Jika segera setelah
persalinan TFU akan ditemukan berada setinggi umbilicus ibu, maka hal ini perlu dikaji labih
jauh, karena merupakan tanda dari atonia uteri disertai perdarahan atau retensi bekual darah
dan darah, serta distensi kandung kemih, tidak bisa berkemih. Ukuran uterus dapat dievaluasi
melalui pengukuran TFU yang dapat dilihat pada table dan gambar berikut ini.

14
Sementara itu, tinggi fundus uteri dilaporkan menurun kira-kira 1 cm per hari, yang dapat
dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Proses Involusio Uteri Pasca Persalinan.

Proses involusi terjadi karena :

 Iskemia: terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus, yang membatasi aliran darah ke
uterus
 Phagositosis: proses penghancuran serat dan elastisitas jaringan
 Autolisis: digestasi jaringan otot oleh ensim proteolitik
 Semua buangan proses masuk ke peredaran darah dan dieliminasi melalui ginjal
 Lapisan desidua uterus dikeluarkan melalui darah vagina (Lochia) dan endometrium
yang baru dibentuk selama 10 hari setelah persalinan dan selesai pada minggu ke 6
postpartum

15
Involusi uterus lebih lambat terjadi pada persalinan dengan tindakan seksio sesarea,
demikian juga akan terlambat pada kondisi retensio plasenta atau gumpalan darah (stoll cell)
yang tertinggal biasanya berhubungan dengan infeksi, sereta keadaan lain misalnya adanya
mioma uteri.

Lokia adalah cairan uterus yang berasal dari pelepasan desidua uterus.Lokia berisi serum
dan darah serta lanugo, verniks kaseosa juga berbagai debris dari hasil produksi
konsepsi.Secara Mikroskopik lokia terdiri dari eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel dan
bakteri. Mikroorganime ditemukan pada lokia yang menumpuk di vagina dan pada sebagian
besar kasus juga ditemukan bahkan jika keluaran /dischargediambil pada pada rongga
uterus.Jumlah total pengeluaran seluruh periode lokia rata-rata 240-270ml.

Lokia bagi menjadi 4 klasifikasi karena terus terjadi perubahan hingga minggu ke 4-8 pasca
persalinan yaitu:

 Lokia Rubra (merah): hari pertama sampai hari ketiga /keempat mengandung cukup
banyak darah.
 Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): hari 4-7 postpartum, berwarna merah
kecoklatan dan berlendir.
 Lokia Serosa (pink): hari 8-14, mengandung serum, lekosit dan robekan/laserasi
plasenta.
 Lokia Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 postpartum, berwarna putih karena banyak
mengandung sel darah putih dan berkurangnya kandungan cairan.
Sumber lain mengatakan bahwa terdapat bermacam-macam variasi dari jumlah, warna dan
durasi pengeluaran lokia.Oleh karena itu, teori tersebut diatas belum tentu dialami oleh semua
ibu nifas secara tepat.

 Perubahan pada Endometrium

Stratum superfisial menjadi nekrotik bersama lokia, sedangkan stratum basal yang
bersebelahan dengan myometrium tetap utuh dan yang menjadi sumber pembentukan
endometrium baru.

Endometrium terbentuk dari proliferasi sisa-sisa kelenjar endometrium dan stroma


jaringan ikat antar kelenjar tersebut.

Proses pembentukan kembali endometrium berlangsung secara cepat selama masa nifas,
kecuali pada tempat insersi plasenta. Dalam satu minggu atau lebih permukaan bebas menjadi
tertutup kembali oleh epitel endometrium dan pulih kembali dalam waktu 3 minggu.

16
 Perubahan sistem pencernaan
Setelah mengalami proses persalinan, ibu akan mengalami rasa lapar dan haus akibat
banyak tenaga yang terkuras dan juga stress yang tinggi karena melahirkan bayinya.Tetapi
tidak jarang juga ditemui ibu yang tidak memiliki nafsu makan karena kelelahan melahirkan
bayinya. Jika ditemukan keadaan seperti itu, perlu menjadi perhatian bidan agar dapat
memotivasi ibu untuk makan dan minum pada beberapa jam pertama postpartum, juga kajian
lebih lanjut terhadap keadaan psikologis ibu.

Jika keadaan ini menjadi persisten selama beberapa jam setelah persalinan, waspada
terhadap masalah perdarahan, dan komplikasi lain termasuk gangguan psikologi pada masa
nifas. Demikian juga beberapa keyakinan maupun adat istiadat atau budaya setempat
yangmasih diyakini oleh ibu untuk dijalani termasuk kebiasaan makan dan minum setelah
melahirkan bayinya.

Proses menyusui, serta pengaruh progesterone yang mengalami penurunan pada masa nifas
juga dapat menyebabkan ibu konstipasi. Keinginan ini akan tertunda hingga 2-3 hari
postpartum. Tonus otot polos secara bertahap meningkat pada seluruh tubuh, dan gejala
heartburn / panas di perut / mulas yang dialami wanita bisa hilang.Sembelit dapat tetap menjadi
masalah umum pada ibu nifas selama periode postnatal.

Kondisi perineum yang mengalami jahitan juga kadang menyebabkan ibu takut untuk
BAB. Oleh karena itu bidan perlu memberikan edukasi agar keadaan ini tidak menyebabkan
gangguan BAB pada ibu nifas dengan banyak minum air dan diet tinggi serat serta informasi
bahwa jahitan episiotomy tidak akan terlepas jika ibu BAB.

 Perubahan sistem perkemihan


Perubahan pada system perkemihan termasuk terjadinya diuresis setelah persalinan terjadi
pada hari 2-3 postpartum, tetapi seharusnya tidak terjadi dysuria.Hal ini dapat disebabkan
karena terjadinya penurunan volume darah yang tiba-tiba selama periode posrpoartum.Diuresis
juga dapat tejadi karena estrogen yang meingkat pada masa kehamilan yang menyebabkan sifat
retensi pada masa postpartum kemudian keluar kembali bersama urine.Dilatasi pada saluran
perkemihan terjadi karena peningkatan volume vascular menghilang, dan organ ginjal secara
bertahap kembali ke keadaan pregravida.

Segera setelah persalinan kandung kemih akan mengalami overdistensi pengosongan yang
tidak sempurna dan residu urine yang berlebihan akibat adanya pembengkakan kongesti dan
hipotonik pada kandung kemih. Efek ini akan hilang pada 24 jam pertama postpartum.Jika
Keadaan ini masih menetap maka dapat dicurigai adanya gangguan saluran kemih.

Bladder dan uretra dapat terjadi kerusakan selama proses persalinan, yang menyebabkan
kurangnya sensasi untuk mengeluarkan urine pada dua hari pertama. Hal ini dapat
menyebabkan retensi urin karena overflow, dan dapat meningkatkan nyeri perut bagian bawah
dan ketidaknyamanan, infeksi saluran kemih dan sub involusi uterus, yang menjadi kasus
primer dan sekunder dari perdarahan postpartum.

17
 Perubahan sistem muskuloskeletal/ diastasis recti abdominis
Sistem muskuloskelatal kembali secara bertahap pada keadaan sebelum hamil dalam
periode waktu selama 3 bulan setelah persalinan.Kembalinya tonus otot dasar panggung dan
abdomen pulih secara bersamaan.Pemulihan ini dapat dipercepat dengan latihan atau senam
nifas. Otot rectus abdominismungkin tetap terpisah (>2,5 cm) di garis tengah/umbilikus,
kondisi yang dikenal sebagai Diastasis Recti Abdominis (DRA), sebagai akibat linea alba dan
peregangan mekanis pada dinding abdomen yang berlebihan, juga karena pengaruh hormone
ibu.

Gambar 2. Diaktasis Rekti Abdominal

Kondisi ini paling mungkin terjadi pada ibu dengan grandemultipara atau pada ibu
dengan kehamilan ganda atau polihidramnion, bayi makrosomia, kelemahan abdomen dan
postur yang salah.Peregangan yang berlebihan dan berlangsung lama ini menyebabkan serat-
serat elastis kulit yang putus sehingga pada masa nifas dinding abdomen cenderung lunak dan
kendur.Senam nifas dapat membantu memulihkan ligament, dasar panggung, otot-otot dinding
perut dan jaringan penunjang lainnya.

Mahalaksimietal (2016) melaporkan bahwa latihan yang diberikan untuk mengoreksi


diaktasis rekti pada penelitian yang dilakukan di India terbukti secara signifikan bermanfaat
mengurangi diaktasis rekti, demikian juga nyeri pinggang atau low back pain.Low back
painjuga merupakan masalah postnatal umum pada ibu nifas.

Selain senam nifas atau berbagai latihan dan tindakan fisioterapi yang diberikan untuk
mengoreksi DRA. Michalsa et al (2018) menginformaskan Teknik seperti a cruch exercise
pada posis supine, tranversus abdominis training dan Nobel techniquedilaporkan dapat
memperbaiki kondisi DRA.Sesuai dengan budaya di Indonesia, ibu dapat dianjurkan
menggunakan stagen, namun demikian exercise lebih signifikan pengaruhnya terhadap
pemulihan DRA.

18
Dampak dari diaktasis rekti ini dapat menyebabkan hernia epigastric dan umbilikalis.Oleh
karena itu pemeriksaan terhadap rektus abdominal perlu dilakukan pada ibu nifas, sehingga
dapat diberikan penanganan secara cepat dan tepat.

 Perubahan sistem endokrin


Perubahan sistem endokrin yang terjadi pada masa nifas adalah perubahan kadar hormon
dalam tubuh. Adapaun kadar hormon yang mengalami perubahan pada ibu nifas adalah
hormone estrogen dan progesterone, hormone oksitosin dan prolactin. Hormon estrogen dan
progesterone menurun secara drastis, sehingga terjadi peningkatan kadar hormone prolactin
dan oksitosin.

Hormon oksitosin berperan dalam proses involusi uteri dan juga memancarkan ASI,
sedangkan hormone prolactin berfungsi untuk memproduksi ASI.Keadaan ini membuat proses
laktasi dapat berjalan dengan baik. Jadi semua ibu nifas seharusnya dapat menjalani proses
laktasi dengan baik dan sanggup memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

Hormone lain yang mengalami perubahan adalah hormone plasenta. Hormone plasenta
menurun segera setelah plasenta lahir. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun
dengan cepat dan menetap sampai 10% pada 3 jam pertama hingga hari ke tujuh postpartum.

 Perubahan tanda-tanda vital


Terjadi perubahan tanda-tanda vital ibu nifas yakni:

 Suhu: normal range 36-37°C, dapat juga meningkat hingga 37,5°C karena kelelahan
dan pengeluaran cairan yang cukup banyak. Peningkatan suhu tubuh hingga 38°C harus
merupakan tanda adanya komplikasi pada masa nifas seperti infeksi/sepsis puerperalis.
 Nadi: normal 65-80 dpm, peningkatan nadi menandakan adanya infeksi
 Pernapasan: Normal 12-16 kali/menit. Jika suhu tubuh dan nadi meningkat, maka akan
meningkat pula frekuensi pernapasan ibu. Jika respirasi meningkat hingga 30kali/menit
merupakan tanda-tanda shock.
 Tekanan darah: sudah harus kembali normal dalam 24 jam pertama postpartum
(<140/90 mmHg). Jika terus meningkat, merupakan tanda adanya preeklampsia.
Monitor tekanan darah secara teratur perlu dilakukan jika tekanan darah masih terus
tinggi.

 Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Terjadi kehilangan darah sebanyak 200-500ml selama proses persalinan normal, sedangkan
pada persalinan seksio sesarea bisa mencapai 700-1000 cc, dan histerektomi 1000-1500 cc (a/i
atonia uteri) .Kehilangan darah ini menyebabkan perubahan pada kerja jantung.Peningkatan
kerja jantung hingga 80% juga disebabkan oleh autotransfusi dari uteroplacenter. Resistensi

19
pembuluh darah perifer meningkat karena hilangnya proses uteroplacenter dan kembali normal
setelah 3 minggu.

Pada 2-4 jam pertama hingga beberapa hari postpartum, akan terjadi diuresis secara cepat
karena pengaruh rendahnya estrogen (estrogen bersifat resistensi cairan) yang menyebabkan
volume plasma mengalami penurunan. Keadaan ini akan kembali normal pada minggu kedua
postpartum.

Ibu nifas dapat juga mengalami udem pada kaki dan pergelangan kaki/ankle, meskipun
tidak mengalami udem pada masa hamil.Pembengkakan ini harus terjadi secara bilateral dan
tidak menimbulkan rasa nyeri.Jika pembengkakan terjadi hanya pada salah satu kaki disertai
nyeri, dapat dicurigai adanya thrombosis.Ibu nifas harus menghindari berdiri terlalu lama atau
menggantungkan kaki pada posisi duduk yang lama saat menyusui untuk menghindari udem
pada kaki.

Ibu nifas juga tidak jarang ditemukan berkeringat dingin, yang merupakan mekanisme
tubuh untuk mereduksi banyaknya cairan yang bertahan selama kehamilan selain
diuresis.Pengeluaran cairan yang berlebihan dari tubuh dan sisa-sisa produk melalui kulit
menimbulkan banyak keringat.Keadaan ini disebut diaphoresis yang dialami pada masa early
postpartum pada malam hari, yang bukan merupakan masalah pada masa nifas.

Ibu bersalin juga sering ditemukan menggigil setelah melahirkan, hal ini dapat
disebabkan karena respon persarafan atau perubahan vasomotor.Jika tidak diikuti dengan
demam, menggigil, maka hal tersebut bukan masalah klinis, namun perlu diupayakan
kenyamanan ibu.

Kondisi ketidaknyamanan ini dapat diatasi dengan cara menyelimuti ibu dan memberikan teh
manis hangat. Jika keadaan tersebut terus berlanjut, dapat dicurigai adanya infeksi
puerperalis.

 Perubahan sistem hemotologi


Terjadinya hemodilusi pada masa hamil, peningkatan volume cairan pada saat persalinan
mempengaruhi kadar hemoglobin (Hb), hematocrit (HT), dan kadar erisrosit pada awal
postpartum. Penurunan volume darah dan peningkatan sel darah pada masa hamil berhubungan
dengan peningkatan Hb dan HT pada hari ketiga – tujuh postpartum. Pada minggu keempat –
lima postpartum akan kembali normal. Lekosit meningkat hingga 15.000 selama beberapa hari
postpartum (25.000-30.000) tanpa menjadi abnormal meski persalinan lama.Namun demikian
perlu diobservai dan dilihat juga tanda dan gejala lainnya yang mengarah ke infensi karena
infeksi mudah terjadia pada masa nifas.

20
2. Adaptasi Psikologis

a. Adaptasi Psikologis Normal

Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami oleh ibu jika memiliki pengalaman
yang baik terhadap persalinan, adanya tanggung jawab sebagai ibu, adanya anggota keluarga
baru (bayi), dan peran baru sebagai ibu bagi bayinya. Ibu yang baru melahirkan membutuhkan
mekanisme penanggulangan (coping) untuk mengatasi perubahan fisik karena proses
kehamilan, persalinan dan nifas, bagaimana mengembalikan postur tubuhnya seperti sebelum
hamil, serta perubahan yang terjadai dalam keluarga.

Dari berbagai hasil penelitian ditemukan copingyang baik pada ibu didapatkan dari
adanya dukungan emosional dari seseorang serta ketersediaan informasi yang cukup dalam
menghadapi situasinya.

Reva Rubin (1963) membagi fase-fase adaptasi psikologis pasca persalinan menjadi 3
tahapan antara lain:

1. Taking In Phase(Perilaku dependen)

Fase ini merupakan periode ketergantungan, dan ibu mengharapkan pemenuhan


kebutuhan dirinya dapat dipenuhi oleh orang lain dalam hal ini suami, keluarga atau tenaga
kesehatan dalam seperti bidan yang menolongnya. Kondisi ini berlangsung selama 1-2 hari
postpartum, dan ibu lebih fokus pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan, ia akan
menangguhkan keterlibatannya terhadap tanggung jawabnya. Fase taking in atau disebut juga
fase menerima dalam 1-2 hari pertama postpartum ini perlu diperhatikan agar ibu yang baru
melahirkan mendapat perlindungan dan perawatan yang baik, demikian juga kasih
sayang.Disebutkan juga fase dependen dalam 1-2 hari pertama persalinan karena pada waktu
ini ibu menunjukan kebahagiaan atau kegembiraan yang sangat dalam menceritakan
pengalaman melahirkannya. Ibu akan lebih sensitive dan cenderung pasif terhadap
lingkungannya karena kelelahan. Kondisi ini perlu dipahami dengan cara menjaga komunikasi
yang baik. Pemenuhan nutrisi yang baik perlu diperhatikan pada fase ini karena ibu akan
mengalami nafsu makan yang meningkat.

2. Taking Hold Phase(Perilaku dependen-independen)

Pada fase ini terdapat kebutuhan secara bergantian untuk mendapat perhatian dalam
bentuk perawatan serta penerimaan dari orang lain, dan melakukan segala sesuatu secara
mandiri. Fase ini berlangsung salaam 3-10 hari.Ibu sudah mulai menunjukan kepuasan yang
terfokus kepada bayinya, mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya, terbuka menerima
perawatan dan pendidikan kesehatan bagi dirinya serta bayinya, juga mudah didorong untuk
melakukan perawatan terhadap bayinya. Ibu akan memberikan respon dengan penuh semangat
untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih bagaimana merawat bayinya, dan timbul
keinginan untuk merawat bayinya sendiri. Oleh karena itu, waktu yang tepat untuk memberikan
Pendidikan kesehatan bagi ibu dalam merawat bayi serta dirinya adalah pada fase taking
holdini, terutama pada ibu yang seringkali kesulitan menyesuaikan diri seperti primipara,

21
wanita karier, ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk berbagi, ibu yang masih remaja, ibu
single parent.

3. Letting Go Phase(Perilaku Interdependen)

Fase ini merupakan fase yang dapat menerima tanggung jawab sebagai ibu, biasanya
dimulai pada hari kesepuluh postpartum.Ibu sudah menyesuaikan diri terhadap ketergantungan
bayinya, adanya peningkatan keinginan untuk merawat bayi dan dirinya dengan baik, serta
terjadi penyesuaian hubungan keluarga dalam mengobservasi bayinya.Hubungan dengan
pasangan juga memerlukan penyesuaian dengan kehadiran bayi sebagai anggota keluarga baru.

b. Adaptasi Psikologis yang memerlukan rujukan

Postpartum Blues / Baby Blues / maternity blues

Keadaan ini merupakan kemurungan dimasa nifas dan depresi ringan yang umum
terjadi pada ibu nifas. Keadaan ini tidak menetap dan akan pulih dalam waktu 2 minggu
postpartum.Kondisi baby bluesini tidak memerlukan penanganan khusus, tetapi perlu
diobservasi. jika keadaan ini menetap, akan menjurus pada psikosis postpartum. Statistik
menunjukan 10% kondisi maternal blues berlanjut menjasi psikosis postpartum.

Dari hasil penelitian Ho et al (2013) pada ibu yang mengalami postpartum blues di
Taiwan, ditemukn faktor ibu merasa kurang kompeten untuk merawat bayinya, partisipasi
suami dalam merawat bayi dan lingkungan merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya
postpartum blues pada ibu nifas.

Temuan yang berbeda dilaporkan oleh Ozturk et al (2017) dari penelitian yang
dilakukan di Turky bahwa faktor social demografi (pendidikan, pekerjaan, income, keamanan
social), intention/niat terhadap kehamilan, jumlah kehamilan serta atribut kesehatan dalam hal
ini pendidikan kesehatan pada masa antenatal berhubungan dengan adaptasi motherhoodpada
periode postpartum.

1. Depresi Postpartum

Merupakan depresi serius yang terjadi setelah melahirkan bayinya, yang merupakan
kelanjutan dari depresi pada awal kehamilan, akhir kehamilan dan baby blues. Penyebab pasti
belum diketahui, tetapi dilaporkan factor yang berisiko terhadap kejadian depresi postpartum /
Postpartum Depresion (PPD) adalah factor biological, psikologi, social ekonomi, dan factor
budaya. Factor yang konsisten terhadap berat-ringannya PPD adalah depresi prenatal. Preterm
bayi memberikan 70% morbiditas dan mortalitas bayi yang dapat meningkatkan stress pada
ibu nifas, karena ketiadaan kepastian kehidupan bayinya. Kecemasan memberikan risiko 2,7
kali terhadap PPD pada ibu yang melahirkan preterm dibandingkan ibu yang melahirkan bayi
aterm.

Factor lain yang berperan terhadap PPD adalah Chronic prenatal pain, pregnancy loss
(IUFD), tinggal di urban area, self-esteem yang rendah, kurangnya dukungan social, kehamilan

22
yang tidak direncanakan, kehamilan pada remaja, pendapatan yang rendah, status pekerjaan
(partime), persalinan yang dialami tanpa dukungan keluarga, kebingungan terhadap bayi yang
menangis terus menerus, konflik marital.

Adanya gejala seperti rasa sedih, berkurangnya nafsu makan hingga terjadi perubahan
pola makan, ibu merasa Lelah, sensitive dan kesepian, emosi yang labil, menangis terus
menerus, tanpa penyebab serta memiliki pikiran ekstrim untuk membahayakan diri sendiri atau
anaknya merupakan tanda adanya depresi postpartum.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Tangxia Community, Guangzou


menginformasikan bahwa factor yang berkorelasi positif dengan DPP adalah status persalinan,
hubungan dengan mertua dan saudara ipar, jenis kelamin bayi (one child policy), sedangkan
kondisi rumah berkorelasi negative dengan DPP. Social support, dapat mereduksi secara
signifikan terhadap kejadian DPP pada ibu nifas.

2. Psikosis Postpartum

Psikosis postpartum adalah gangguang jiwa serius yang dialami ibu postpartum ditandai
dengan adanya ketidakmampuan membedakan antara khayalan dan kenyataan.Kondisi
gangguan jiwa ini biasanya telah terjadi sebelum bayinya dilahirkan.

Ibu dengan psikosis postpartum memiliki keyakinan bahwa anaknya dapat mencelakakan
dirinya.Demikian juga ibu merasa bahwa anak yang dilahirkannya bukanlah anaknya sendiri,
melainkan anak dari titisan orang tua yang sudah meninggal sehingga ibu merasa yakin bahwa
anak tersebut harus dibunuh.

Psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri postpartum yang terberat.Kondisi ini


jarang dan terjadi pada 1-2 dari 1000 wanita setelah persalinan.Wanita yang paling beresiko
tinggi adalah yang memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode psikosis postpartum
sebelumnya. Psikosis postpartum memilki onset yang dramatis, secepatnya terjadi pada 48-72
jam pertama postpartum, atau pada umumnya terjadi sekitar 2 minggu pertama postpartum.

Kondisinya berupa episode manik atau campuran dengan gejala seperti keletihan dan
insomnia, mudah tersinggung, mood yang sangat mudah berubah, dan perilaku yang tidak
teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan dengan anaknya (seperti anaknya
diculik atau sekarat, anaknya setan atau Tuhan) atau mungkin mengalami halusinasi
pendengaran yang menyuruhnya untuk melindungi dirinya dari sang anak.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Post adalah sesudah. Partum (partus) adalah persalinan suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus spontan
adalah persalinan yang berlangsung dengan tenaga ibu sendiri dengan his dan tenaga mengejan.
Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim,
sampai enam minggu berikutnya,disertai dengan pulihnya organ-organ yang berkaitan dengan
kandungan,yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat
melahirkan.

3.2 SARAN

1. Bagi Hamil Dan Keluarga


Ibu diharapkan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan atau kebidanan
yang telah diberikan sehingga dapat menambah pengalaman. Keluarga juga di harapkan
dapat membantu memenuhi kebutuhan ibu, memberikan dukungan psiologis,
mejalankan peran dan fungsi keluarga untuk tetap mempertahankan kesehatan ibu dan
anak.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Petugas kesehan di harapkan dapat memberikan asuhan kebidanan sesuai
dengan standar asuhan kebidanan dan keperawatan serta mengikuti program
pemerintah supaya upaya untuk memanau dan mendeteksi secara dini penyulit dan
komplikasi pada proses kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir.
3. Bagi Penulis
Penulis diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam
menerapkan asuhan kebidanan dan keperawatan secara konprensif sesuai standar
asuhan pelayanan kebidanan dan keperawatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Medforth J, Battersby S, Evans M, Marsh B, Walker A. Oxford Handbook of Midwifery.


Oxford: Oxford University Press; 2006.

Maryunani A. Asuhan Pada Ibu Nifas. Jakarta: Trans Info Media; 2009.

Kriebs JM, Gregor CL. Varney’s Pocket Midwife. Second ed. Sudbury: Jones and Bartlett
Publishers,Inc; 2005.

Muchtar A, Rumiatun D, Mulyati E, Nurrochmi E, Saputro H, Sursilah I, et al. Buku Ajar


Kesehatan Ibu dan Anak; Continuum of Carelife Cycle. Mulati E, Royati OF,
Widyaningsih Y, editors. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan;
2014.

Kebidanan: Teori dan Asuhan. Nifas Normal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2018.

Klein S, Miller S, Thomson F. A Book for Midwives: Care for Pregnancy, Birth and
Women’s Health: Macmillan Education; 2007.

Koenig Kathleen Blais dkk, 2006, Pratik Keperawatan Profesional, Edisi 4, EGC, Jakarta

Effendy Nasrul, 1998, dasar Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat,Edisi 2, EGC,


Jakarta

Varney H. Postpartum Care. In: King TL, Brucker MC, Kriebs JM, Fahey JO, gregor CL,
editors. Varney’s Midwifery. 5 ed. Burlington: Jones and Bartlett Learning; 2015.

Cunningham FG, Grant NF, Leveno KJ, III LCG, Haunt JC, Wenstrom KD. Masa Nifas.
Obstetri Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.

Bick D. Mayes’ Midwifery; A Textbook for Midwives. henderson C, Macdonald S,


editors. London: Bailliere Tindal; 2004.

Saleha S. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009.

Chapter 17: Postpartum Physiologic Adaptation. Available


from: https://www.nccwebsite.org/resources/docs/Postpartumchges.pdf.

25

Anda mungkin juga menyukai