Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN NORMAL

Pembimbing Akademik :
Dr. Muthia Mutmainnah, M.Kep, Sp.Mat.
Ns. Sri Mulyani, S.Kep., M.Kep.
Ns. Meinarisa, S. Kep., M.Kep.

Pembimbing Klinik :
Rozita Agvianty S, SST.
Asnimar, STr.Keb

Disusun Oleh :
Vinola Adiesty Pratami
G1B223025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2023
PERSALINAN NORMAL

1. Definisi
Persalinan adalah proses pengeluaran kelahiran hasil konsepsi yang dapat
hidup diluar uterus melalui vagina ke dunia luar yang terjadi pada kehamilan
yang cukup bulan (37-42 minggu) dengan ditandai adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan terjadinya penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar
melalui jalan lahir dengan presentase belakang kepala tanpa alat atau bantuan
(lahir spontan) serta tidak ada komplikasi pada ibu dan janin (Indah &
Firdayanti, 2019).
Persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm
(bukan premature atau postmatur), mempunyai onset yang spontan (tidak
diinduksi), selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan
partus presipitatus atau partus lama), mempunyai janin (tunggal) dengan
presentasi vertex (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis
terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forsep), tidak mencakup komplikasi
(seperti perdarahan hebat), dan mencakup pelahiran plasenta yang normal (Sari
dan Kurnia, 2015).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan
cukup bulan, letak memanjang atau sejajar sumbu badan, presentasi belakang
serta dengan tenaga ibu sendiri. (Saifuddin, 2014).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persalinan normal
adalah proses pengeluaran bayi yang cukup bulan melalui vagina, ditandai
dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks sehingga
mendorong bayi keluar melalui jalan lahir tanpa bantuan alat dan tidak terjadi
komplikasi pada ibu ataupun pada janin dengan presentasi belakang kepala
berlangsung dalam kurang dari 24 jam.

2. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,
pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011).

2
a. Teori Penurunan Hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone
dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim
dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
progesterone turun.
b. Teori Placenta Menjadi Tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori Distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d. Teori Iritasi Mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul
kontraksi uterus.
e. Induksi Partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser,
amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin
menurut tetesan perinfus.

3. Tanda dan Gejala


Tanda – tanda seorang ibu memasuki masa persalinan menurut (Harini & Fitri,
2018) adalah:
a. His persalinan
Timbulnya his persalinan adalah terasanya nyeri melingkar dari punggung
memancar ke perut depan semakin lama semakin pendek intervalnya dan
semakin kuat intensitasnya

3
b. Body show (lendir disertai darah dari jalan lahir)
Pembukaan dari canalis cervikalis keluar disertai dengan lendir darah yang
sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian bawah
segmen bawah rahim hingga beberapa kapiler darah terputus.
c. Premature rupture of membrane
Keluarnya cairan banyak dari jalan lahir yang disebabkan ketuban pecah atau
selaput janin robek ketuban pecah pada saat pembukaan lengkap atau
keluarnya cairan merupakan tanda yang lambat tetapi ketuban pecah pada
pembukaan kecil tetapi dengan demikian diharapkan persalinan akan lahir
dalam 24 jam setelah air ketuban keluar.

4. Patofisiologi
Proses terjadinya persalinan karena adanya kontraksi uterus yang dapat
menyebabkan nyeri. Ini dipengaruhi oleh adanya keregangan otot rahim,
penurunan progesteron, peningkatan oxytoksin, peningkatan prostaglandin, dan
tekanan kepala bayi. Dengan adanya kontraksi maka terjadi pemendekan SAR
dan penipisan SBR. Penipisan SBR menyebabkan pembukaan servik.
Penurunan kepala bayi yang terdiri dari beberapa tahap antara lain enggament,
descent, fleksi, fleksi maksimal, rotasi internal, ekstensi, ekspulsi kepala janin,
rotasi eksterna. Semakin menurunnya kepala bayi menimbulkan rasa mengejan
sehingga terjadi ekspulsi. Ekspulsi dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan
lahir akibatnya akan terasa nyeri.
Setelah bayi lahir kontraksi rahim akan berhenti 5-10 menit, kemudian akan
berkontraksi lagi. Kontraksi akan mengurangi area plasenta, rahim bertambah
kecil, dinding menebal yang menyebabkan plasenta terlepas secara bertahap.
Dari berbagai implantasi plasenta antara lain mengeluarkan lochea, lochea dan
robekan jalan lahir sebagai tempat invasi bakteri secara asending yang dapat
menyebabkan terjadi risiko tinggi infeksi. Dengan pelepasan plasenta maka
produksi estrogen dan progesteron akan mengalami penurunan, sehingga
hormon prolaktin aktif dan produksi laktasi dimulai.

4
5. Pathway

6. Kala Persalinan
Persalinan dibagi dalam empat kala menurut Prawirohardjo (2006) yaitu:
1) Kala I (kala pembukaan)
In partu (partu mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah,
servik mulai membuka dan mendatar, darah berasal dari pecahnya pembuluh
darah kapiler, kanalis servikalis.
Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase:
a. Fase laten
Pembukaan servik berlangsung lambat, sampai pembukaan berlangsung
2 jam, cepat menjadi 9 cm.
b. Fase aktif
Berlangsung selama 6 jam dibagi atas 3 sub fase:

5
 periode akselerasi: berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
 periode dilatasi maksimal (steady) selama 2 jam, pembukaan
berlangsung 2 jam, cepat menjadi 9 cm.
 periode deselerasi berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan
menjadi 10 cm.
Akhir kala I servik mengalami dilatasi penuh, uterus servik dan vagina
menjadi saluran yang continue, selaput amnio ruptur, kontraksi uterus kuat
tiap 2-3 menit selama 50-60 detik untuk setiap kontraksi, kepala janin turun
ke pelvis.

2) Kala II (pengeluaran janin)


His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali, kepala
janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah tekanan pada
otot-otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan rasa ngedan karena
tekanan pada rectum sehingga merasa seperti BAB dengan tanda anus
membuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan
perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan
diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi
0.5 jam.
Mekanisme persalinan:
Janin dengan presentasi belakang kepala, ditemukan hampir sekitar
95% dari semua kehamilan.Presentasi janin paling umum dipastikan dengan
palpasi abdomen dan kadangkala diperkuat sebelum atau pada saat awal
persalinan dengan pemeriksaan vagina (toucher). Pada kebanyakan kasus,
presentasi belakang kepala masuk dalampintu atas panggul dengan sutura
sagitalis melintang. Oleh karena itu kita uraikan dulu mekanisme persalinan
dalam presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil melintang
dan anterior.
Karena panggul mempunyai bentuk yang tertentu , sedangkan
ukuran-ukuran kepala bayi hampir sama besarnya dengan dengan ukuran
dalam panggul, maka jelas bahwa kepala harus menyesuaikan diri dengan

6
bentuk panggul mulai dari pintu atas panggul, ke bidang tengah panggul dan
pada pintu bawah panggul, supaya anak dapat lahir. Misalnya saja jika
sutura sagitalis dalam arah muka belakang pada pintu atas panggul, maka
hal ini akan mempersulit persalinan, karena diameter antero posterior adalah
ukuran yang terkecil dari pintu atas panggul. Sebaliknya pada pintu bawah
panggul, sutura sagitalis dalam jurusan muka belakang yang
menguntungkan karena ukuran terpanjang pada pintu bawah panggul ialah
diameter antero posterior.
Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah:
 Penurunan kepala
Pada primigravida, masuknya kepala ke dalam pintu atas
panggul biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan,
tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan
persalinan. Masuknya kepala ke dalam PAP, biasanya dengan sutura
sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan. Masuknya kepala
melewati pintu atas panggul (PAP), dapat dalam keadaan asinklitismus
yaitu bila sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di
antara simpisis dan promontorium.
Pada sinklitismus os parietal depan dan belakang sama tingginya. Jika
sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke
belakang mendekati promontorium, maka dikatakan kepala dalam
keadaan asinklitismus, ada 2 jenis asinklitismus yaitu :
a) Asinklitismus posterior : Bila sutura sagitalis mendekati simpisis
dan os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan.
b) Asinklitismus anterior : Bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os
parietal belakang.
Derajat sedang asinklitismus pasti terjadi pada persalinan normal,
tetapi kalau berat gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi
sepalopelvik dengan panggul yang berukuran normal sekalipun.

7
Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala I dan kala II
persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan retraksi
dari segmen atas rahim, yang menyebabkan tekanan langsung fundus
pada bokong janin. Dalam waktu yang bersamaan terjadi relaksasi dari
segmen bawah rahim, sehingga terjadi penipisan dan dilatasi servik.
Keadaan ini menyebabkan bayi terdorong ke dalam jalan lahir.
Penurunan kepala ini juga disebabkan karena tekanan cairan intra
uterine, kekuatan mengejan atau adanya kontraksi otot-otot abdomen
dan melurusnya badan anak.
a) Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di antara
simpisis dan promontorium.
b) Sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal belakang lebih
rendah dari os parietal depan
c) Sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal
depan lebih rendah dari os parietal belakang
 Fleksi
Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan fleksi yang ringan.
Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada
pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat ke arah dada janin sehingga
ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar hal ini disebabkan
karena adanya tahanan dari dinding seviks, dinding pelvis dan lantai
pelvis. Dengan adanya fleksi, diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm)
menggantikan diameter suboccipito frontalis (11 cm). sampai di dasar
panggul, biasanya kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.
 Rotasi dalam (putaran paksi dalam)
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian
rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan janin memutar ke
depan ke bawah simpisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang
terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan
memutar ke depan kearah simpisis. Rotasi dalam penting untuk
menyelesaikan persalinan, karena rotasi dalam merupakan suatu usaha

8
untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya
bidang tengah dan pintu bawah panggul.
 Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil
berada di bawah simpisis, maka terjadilah ekstensi dari kepala janin.
Hal ini di sebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan
fleksi untuk melewatinya. Kalau kepala yang fleksi penuh pada waktu
mencapai dasar panggul tidak melakukan ekstensi maka kepala akan
tertekan pada perineum dan dapat menembusnya. Subocciput yang
tertahan pada pinggir bawah simpisis akan menjadi pusat pemutaran
(hypomochlion), maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas
perineum: ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan dagu bayi dengan
gerakan ekstensi.
 Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simpisis dan
menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua
bahu bayi lahir , selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah
dengan sumbu jalan lahir.
Dengan kontraksi yang efektif, fleksi kepala yang adekuat, dan janin
dengan ukuran yang rata-rata, sebagian besar oksiput yang posisinya
posterior berputar cepat segera setelah mencapai dasar panggul, dan
persalinan tidak begitu bertambah panjang. Tetapi pada kira-kira 5-10
% kasus, keadaan yang menguntungkan ini tidak terjadi. Sebagai
contoh kontraksi yang buruk atau fleksi kepala yang salah atau
keduanya, rotasi mungkin tidak sempurna atau mungkin tidak terjadi
sama sekali, khususnya kalau janin besar.
 Rotasi luar ( putaran paksi luar)
Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu kepala
bayi memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan
torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Bahu melintasi

9
pintu dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan
menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di
dasar panggul setelah kepala bayi lahir, bahu mengalami putaran dalam
dimana ukuran bahu (diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam
diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul. Bersamaan dengan
itu kepala bayi juga melanjutkan putaran hingga belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadikum sepihak.
3) Kala III (pengeluaran plasenta)
Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras
dengan fundus uteri sehingga pucat, plasenta menjadi tebal 2x sebelumnya.
Beberapa saat kemudian timbul his, dalam waktu 5-10 menit, seluruh plasenta
terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir secara spontan atau dengan
sedikit dorongan dari atas simpisis/fundus uteri, seluruh proses berlangsung
5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan
pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
4) Kala IV
Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir, mengamati
keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Dengan
menjaga kondisi kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus-menerus.
Tugas uterus ini dapat dibantu dengan obat-obat oksitosin.

5) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi pemeriksaan
golongan darah, pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan
protein dan urin, pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan darah malaria di
wilayah endemis malaria, pemeriksaan tes sifilis di daerah dengan risiko tinggi
dan ibu hamil yang diduga Sifilis, pemeriksaan HIV terutama untuk daerah
dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV, dan
pemeriksaan BTA pada Ibu hamil yang dicurigai menderita Tuberkulosis.

10
a. Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui
jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon
pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi
kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali
pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak
selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses
tumbuh kembang janin dalam kandungan.
c. Pemeriksaan protein dan urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester
kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui
adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu
indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
d. Pemeriksaan kadar gula darah
Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan
pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester
pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga
(terutama pada akhir trimester ketiga).
e. Pemeriksaan darah Malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah
Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non
endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.
f. Pemeriksaan tes Sifilis
Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu
hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini
mungkin pada kehamilan.

11
g. Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan
ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani
konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri
keputusannya untuk menjalani tes HIV.
h. Pemeriksaan BTA
Ibu hamil yang dicurigai menderita Tuberkulosis dilakukan pemeriksaan
BTA sebagai pencegahan agar infeksi Tuberkulosis tidak mempengaruhi
kesehatan janin.
i. Pemeriksaan USG

7. Penatalaksanaan
a. Melihat tanda dan gejala kala II
 Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
 Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
Perineum menonjol
 Vulva vagina dan sfingter ani membuka
 Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
 Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
 Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan
tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
 Memakai satu sarung tangan dengan DTT atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
 Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai
sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan
kembali di partus set/ wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa
mengkontaminasi tabung suntik).

12
 Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hatihati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah
dibasahi air desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum, atau
anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan
seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas
atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti
sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan
tersebut dengan benar di dalam larutan terkontaminasi).
 Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukkan serviks sudah lengkap. Bila
selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap,
lakukan amniotomi.
 Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan yang kotor ke dalam larutan klorin 0,5%
dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
 Mencuci kedua tangan.
 Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/ menit).
 Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan
keinginannya.
b. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan
pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan
pedoman persalinan aktif dan dekontaminasikan temuan-temuan.
c. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung
dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
d. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
e. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.

13
 Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk
meneran.
 Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
 Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya.
 Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
 Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada
ibu.
 Menilai DJJ setiap 5 menit.
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam
waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1
jam) untuk ibu multipara, merujuk segera. Jika ibu tidak mempunyai
keinginan untuk meneran.
 Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, anjurkan ibu
untuk mulai meneran pada pncak kontraksi-kontraksi tersebut dan
beristirahat di antara kontraksi.
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran atau kelahiran bayi belum akan
terjadi segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
 Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
 Meletakkan kain yang bersih yang dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong
ibu.
 Membuka partus set.
 Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
 Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan
yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-
lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas
cepat saat kepala lahir.

14
 Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau
kasa yang bersih.
 Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal
itu terjadi, kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi.
 Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian
atas kepala bayi.
 Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat
dan memotongnya.
 Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar sacara
spontan.
 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di
masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat
kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke
arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah arcus pubis dan
kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk
melahirkan bahu posterior.
 Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai dari kepala
bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu
dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran
siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian
bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan
tangan anterior untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat
keduanya lahir.
 Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi dengan hati-hati membantu
kelahiran kaki.
 Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi
di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari
tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang
memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi.

15
 Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan
kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikkan oksitosin/ im.
 Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan
memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama.
 Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting
dan memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut.
 Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi
dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian
kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan
bernapas, ambil tindakan yang sesuai.
 Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk
bayinya dengan memulai memberikan ASI jika ibu menghendakinya.
 Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen
untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
 Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
 Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin
10 unit/ im di gluteusatau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
 Memindahkan klem pada tali pusat.
 Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas
tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi
kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem
dengan tangan yang lain.
 Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke
arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang
berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus
ke atas dan belakang (dorsokranial) dengan hati-hati untuk membantu
mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-
40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi

16
berikut mulai. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
 Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik
tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurva
jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva.
 Jika plasentanya tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat
selama 15 menit: 1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit/ im 2)
Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kandung kemih
dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu 3) Meminta keluarga
untuk menyiapkan rujukan 4) Mengulangi penegangan tali pusat selama
15 menit berikutnya 5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu
30 menit sejak kelahiran bayi.
 Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua
tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
 Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi.
 Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin
dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik
atau tempat khusus.
 Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
 Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
 Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke larutan
klorin 0,5% membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan

17
tersebut dengan air desinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkan dengan
kain yang bersih dan kering.
 Menempatkan klem tali pusat DTT atau steril atau mengikatkan tali DTT
dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
 Mengikatkan satu lagi simpul mati di bagian pusat yang bersebarangan
dengan simpul mati yang pertama.
 Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin
0,5%.
 Menyelimutikan kembali bayi dengan menutupi bagian kepalanya.
Memastikan handuk atau kainnya bersih dan kering.
 Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
 Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam.
a). 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan a) Setiap 15 menit
pada 1 jam pertama pasca persalinan b) Setiap 20-30 menit pada jam
kedua pasca persalinan c) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik,
laksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri d)
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan
dengan anestesi lokal dan menggunakan teknik yang sesuai
 Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus
dan memeriksa kontraksi uterus.
 Mengevaluasi kehilangan darah
 Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15
menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama
jam kedua pasca persalinan. 1 Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali
setiap jam selama 2 jam pertama persalinan. 2. Melakukan tindakan yang
sesuai untuk temuan yang tidak normal.
 Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi. (54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke
dalam tempat sampah yang sesuai.

18
 Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan cairan
ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih
dan kering.
 Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan kelurga untuk memberikan ibu minuman dan makanan
yang diinginkan.
 Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan
larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
 Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luardan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
 Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
 Melengkapi partograf. (Saifuddin, 2010).

19
ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN NORMAL

1. Pengkajian
Anamnesa
a. Identitas Ibu
Nama, nama panggilan, alamat, bahasa yang digunakan. Usia ibu dalam
kategori usia subur (15-49 tahun). Bila didapatkan terlalu muda (kurang 32
dari 20 tahun) atau terlalu tua (lebih dari 35 tahun) merupakan kelompok
resiko tinggi. Pendidikan dan pekerjaan klien.
b. Keluhan Utama
Berisi keluhan ibu sekarang saat pengkajian dilakukan. Pada umumnya,
klien akan mengeluh nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, adanya
his yang makin sering, teratur, keluarnya lendir dan darah, perasaan selalu
ingin buang air kecil, bila buang air kecil hanya sedikit-sedikit.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu dikaji untuk mengetahui apakah ibu
mempunyai riwayat penyakit seperti diabetes mellitus, dll. Riwayat penyakit
keluarga dikaji untuk mengetahui adakah riwayat penyakit menurun atau
menular, adakah riwayat keturunan kembar atau tidak.
d. Riwayat penyakit
 Riwayat penyakit sekarang
Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan antara
38-42 minggu disertai tanda-tanda menjelang persalinan yaitu nyeripada
daerah pinggang menjalar ke perut, his makin sering, teratur, kuat,
adanya show (pengeluaran darah campur lendir), kadang ketuban
pecahdengan sendirinya.
 Riwayat penyakit sistemik
Untuk mengetahui apakah adanya penyakit jantung, hipertensi, diabetes
mellitus, TBC, hepatitis, penyakit kelamin, pembedahan yang pernah
dialami, dapat memperberat persalinan
 Riwayat penyakit keluarga

20
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakitmenular seperti TBC dan hepatitis, menurun seperti jjantung dan
DM.
 Riwayat Obstetri
 Riwayat haid : Ditemukan amenorrhea (aterm 38-42 minggu), premature
kurang dari 37 minggu.
 Riwayat kebidanann : Adanya gerakan janin, rasa pusing, mual muntah,
dan lain-lain. Pada primigravida persalinan berlangsung 13-14 jam
dengan pembukaan 1 cm/ jam, sehingga pada multigravida berlangsung
8 jam dengan 2 cm/ jam.
 Riwayat keturunan kembar : Untuk mengetahui ada tidaknya keturunan
kembar dalam keluarga.
 Riwayat operasi : Untuk mengetahui riwayat operasi yang pernah
dijalani.
 Riwayat perkawinan : Untuk mengetahui status perkawinan klien dan
lamanya perkawinan.
 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Kehamilan : Untuk mengetahui berapa umur kehamilan ibu dan hasil
pemeriksaan kehamilan
Persalinan : Spontan atau buatan, lahir aterm atau prematur, ada
perdarahan atau tidak, waktu persalinan ditolong oleh siapa, dimana
tempat melahirkan.
Nifas : Untuk mengetahui hasil akhir persalinan (abortus, lahir hidup,
apakah dalam kesehatan yang baik) apakah terdapat komplikasi atau
intervensi pada masa nifas, dan apakah ibu tersebut mengetahui
penyebabnya.
 Riwayat kehamilan sekarang : Riwayat kehamilan sekarang perlu dikaji
untuk mengetahui apakah ibu resti atau tidak, meliputi :
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : Digunakan untuk mengetahui
umur kehamilan
Hari Perkiraan Lahir (HPL) : Untuk mengetahui perkiraan lahir

21
Keluhan-keluhan : Untuk mengetahui apakah ada keluhan-keluhan pada
trimester I,II dan II
Ante Natal Care (ANC) : Mengetahui riwayat ANC, teratur / tidak,
tempat ANC, dan saat kehamilan berapa
 Riwayat keluarga berencana : Untuk mengetahui apakah sebelum
kehamilan ini pernah menggunakan alat kontrasepsi atau tidak, berapa
lama penggunaan nya (Nursalam, 2013)
e. Pemeriksaan fisik
(1) Keadaan Umum : Untuk mengetahui keadaan umum baik, sedang, jelek.
Pada kasus persalinan normal keadaan umum pasien baik
(2) Kesadaran : Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien composmentis,
apatis, somnolen, delirium, semi koma dan koma. Pada kasus ibu bersalin
dengan persalinan normal kesadarannya composmentis
(3) Tanda vital
Tekanan darah : Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi dan hipotensi.
Batas normalnya 120/80 mmHg
Nadi : Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit. Batas
normalnya 69-100x/ menit
Respirasi : Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung
dalam 1 menit Batas normalnya 12-22x/ menit
Suhu : Untuk mengetahui suhu tubuh klien, memungkinkan febris/infeksi
dengan menggunakan skala derajat celcius. Suhu wanita saat bersalin
tidak lebih dari 38°C (Wiknjosastro, 2009). Suhu tubuh pada ibu bersalin
dengan persalinan normal 38°C
f. Pemeriksaan fisik B1-B6
Breath (B1)
Inspeksi : Respirasi rate normal (20x/ menit), tidak ada retraksi otot bantu
nafas, tidak terjadi sesak nafas, pola nafas teratur, tidak menggunakan alat
bantu nafas, terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi
areola mammae dan papilla mammae.
Palpasi :Pergerakan dinding dada sama

22
Auskultasi : Suara nafas regular, tidak ada suara tambahan seperti wheezing
dan ronchi
Perkusi : Suara perkusi sonor
Blood (B2)
Inspeksi : Anemis (jika terjadi syok akibat perdarahan post partum)
Palpasi : Pulsasi kuat, tidak ada pembesaran vena jugularis, CRT < 2 detik,
akral hangat, takikardi (jika terjadi syok)
Auskultasi : Pada auskultasi didapatkan suara jantung normal (S1 dan S2
normal), S1 ; Lup dan S2 ; Dup
Brain (B3)
Inspeksi : Kesadaran : Composmentis, GCS : (eyes : 4, verbal: 5, motorik :
6), tidak ada kejang
Palpasi : Tidak ada kaku kuduk, tidak ada brudzinsky
Bladder (B4)
Inspeksi : Disuria, perineum menonjol, vagina dan vulva berwarna
kemerahan dan agak kebiru-biruan (livide), cairan ketuban keluar
pervaginam berwarna putih keruh mirip air kelapa atau sudah berwarna
kehijauan.
Palpasi : Kandung kemih biasanya kosong, pada VT terdapat pembukaan
lengkap
Bowel (B5)
Inspeksi : Mulut bersih, mukosa lembab, keadaan anus terbuka, ada strie dan
linea
Palpasi : Distensi abdomen, TFU 3 jari dibawah prosesus xifoideus, nyeri
perut karena kontraksi uterus.
Pada pemeriksaan Leopold :
(1) Leopold I : TFU : Teraba 3 jari dibawah prosesus xifoideus dan di bagian
fundus uteri teraba bulat lunak tidak melengking (bagian bokong janin)
(2) Leopold II : Umumnya saat di palpasi bagian kanan teraba keras
memanjang (punggung janin), dan bagian kecil janin (ekstremitas) di
sepanjang sisi kiri

23
(3) Leopold III : Di palpasi bagian terendah janin teraba keras bulat
(presentasi kepala)
(4) Leopold IV : Di palpasi teraba sudah masuk PAP
Pada tahapan persalinan :
(1) Kala 1 : Umumnya HIS ; 3-4x dalam 10 menit lama kekuatan 30 detik
dengan frekuensi kuat, Pemeriksaan Leopold : Leopold 1 TFU : Umumnya
teraba 3 jari dibawah prosesus xifoideus dan di bagian fundus uteri teraba
bulat lunak tidak melengking (bagian bokong janin), Leopold II: Pada
umumnya saat di palpasi bagian kanan teraba keras memanjang (punggung
janin), dan bagian kecil janin (ekstremitas) di sepanjang sisi kiri, Leopold
III : Di palpasi bagian terendah janin teraba keras bulat (presentasi kepala),
Leopold IV : Di palpasi teraba sudah masuk PAP, umumnya cairan ketuban
merembes, pemeriksaan VT pembukaan lengkap
(2) Kala 2 : Perineum menonjol, vulva-vagina dan sfingter ani membuka,
dan meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah.
(3) Kala 3 : Keluar nya plasenta disertai dengan keluarnya darah pada vulva,
umumnya darah yang keluar tidak lebih dari 50-100 cc
(4) Kala 4 : Normalnya keadaan ibu baik, tidak ada penurunan kesadaran,
TTV dalam keadaan normal, serta terjadinya perdarahan (keluarnya darah
nifas) yang tidak lebih dari 400-500 cc
Auskultasi : DJJ < 120x/ menit atau > 160x/ menit
Bone (B6)
Inspeksi : Kemampuan pergerakan sendi bebas, warna kulit sawo matang,
tidak terdapat oedema, kebersihan kulit bersih
Palpasi : Akral hangat, tidak terdapat fraktur, turgor kulit elastis, kulit pasien
lembab, kekuatan otot : 5
(Prawirohardjo, 2010).
g. VT (pemeriksaan dalam)
Untuk mengetahui keadaan vagina, portio keras atau lunak, pembukaan
servik berapa, penurunan kepala, UKK dan untuk mendeteksi panggul
normal atau tidak (Prawirohardjo, 2010)

24
h. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah meliputi haemoglobin, faktor Rh, jenis penentuan, waktu
pembekuan, hitung darah lengkap, dan kadang-kadang pemeriksaan serologi
untuk sifilis.

2. Diagnosa
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
2) Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat
peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan

3. Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
Tujuan: diharapkan ibu mampu mengendalikan nyerinya dengan kriteria
evaluasi ibu menyatakan menerima rasa nyerinya sebagai prosesfisiologis
persalinan
Intervensi:
a) Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan (awitan, frekuensi, durasi,
intensitas, dan gambaran ketidaknyamanan)
Rasional: untuk mengetahui kemajuan persalinan dan ketidaknyamanan
yang dirasakan ibu
b) Kaji tentang metode pereda nyeri yang diketahui dan dialam
Rasional: nyeri persalinan bersifat unik dan berbeda–beda tiap individu.
Respon terhadap nyeri sangat tergantung budaya, pengalaman terdahulu dan
serta dukungan emosional termasuk orang yang diinginkan
c) Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap nyeri
Rasional: mengidentifikasi jalan keluar yang harus dilakukan
d) Kurangi dan hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri
Rasional: tidak menambah nyeri klien
e) Jelaskan metode pereda nyeri yang ada seperti relaksasi, massage, pola
pernafasan, pemberian posisi, obat – obatan

25
Rasional: memungkinkan lebih banyak alternative yang dimiliki oleh ibu
oleh karena dukungan kepada ibu untuk mengendalikan rasa nyerinya (Rajan
dalam Henderson, 2006)
f) Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi ingin di
tempat tidur anjurkan untuk miring ke kiri
Rasional: nyeri persalinan bersifat sangat individual sehingga posisi nyaman
tiap individu akan berbeda, miring kiri dianjurkan karena memaksimalkan
curah jantung ibu.
g) Beberapa teknik pengendalian nyeri Relaksasi Massage
Rasional : Bertujuan untuk meminimalkan aktivitas simpatis pada system
otonom sehingga ibu dapat memecah siklus ketegangan-ansietas-nyeri.
Massage yang lebih mudah diingat dan menarik perhatian adalah yang
dilakukan orang lain.
2) Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat
peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
Tujuan : Diharapkan ibu tidak mengalami keletihan dengan kriteria evaluasi:
nadi:60-80x/menit(saat tidak ada his), ibu menyatakan masih memiliki cukup
tenaga
Intervensi:
a) Kaji tanda – tanda vital yaitu nadi dan tekanan darah
Rasional: nadi dan tekanan darah dapat menjadi indicator terhadap status
hidrasi dan energy ibu.
b) Anjurkan untuk relaksasi dan istirahat di antara kontraksi
Rasional: mengurangi bertambahnya keletihan dan menghemat energy yang
dibutuhkan untuk persalinan
c) Sarankan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu
Rasional: dukungan emosional khususnya dari orang – orang yang berarti
bagi ibu dapat memberikan kekuatan dan motivasi bagi ibu
d) Sarankan keluarga untuk menawarkan dan memberikan minuman atau
makanan kepada ibu

26
Rasional: makanan dan asupan cairan yang cukup akan memberi lebih
banyak energy dan mencegah dehidrasi yang memperlambat kontraksi atau
kontraksi tidak teratur.
3) Risiko infeksi maternal b/d prosedur invasive berulang, trauma jaringan,
pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau pecah ketuban
Tujuan : diharapkan tidak terjadi infeksi dengan
kriteria evaluasi : Tidak ditemukan tanda-tanda adanya infeksi.
Intervensi :
a) Lakukan perawatan parienal setiap 4 jam.
R/ Membantu meningkatkan kebersihan , mencegah terjadinya infeksi
uterus asenden dan kemungkinan sepsis.ah kliendan janin rentan pada
infeksi saluran asenden dan kemungkinan sepsis.
b) Catat tanggal dan waktu pecah ketuban.
R/ Dalam 4 jam setelah ketuban pecah akan terjadi infeksi .
c) Lakukan pemeriksaan vagina hanya bila sangat perlu, dengan
menggunakan tehnik aseptic
R/ Pemeriksaan vagina berulang meningkatkan resiko infeksi endometrial.
d) Pantau suhu, nadi dan sel darah putih.
R/ Peningkatan suhu atau nadi > 100 dpm dapat menandakan infeksi.
e) Gunakan tehnik asepsis bedah pada persiapan peralatan.
R/ Menurunkan resiko kontaminasi.
Kolaborasi :
f) Berikan antibiotik sesuai indikasi
R/ Digunakan dengan kewaspadaan karena pemakaian antibiotic dapat
merangsang pertumbuhan yang berlebih dari organisme resisten

27
DAFTAR PUSTAKA

Hafifah. 2011. Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Persalinan Normal

Indah, & Firdayanti. (2019). Manajemen Asuhan Kebidanan. Jurnal MIDWIFERY,


Mitayani. (2013). Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta : Salemba Medika
PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan
II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Buku Acuan nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC

Rohani, Saswita, R. Marisah. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan.


Jakarta: Salemba Medika
Sari, E.P dan Kurnia. 2015. Asuhan Kebidanan Persalinan (Intranatal Care).
Jakarta: TIM

Saifuddin, Abdul. Bari (ed). 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal. Jakarta: YBPSP.

28

Anda mungkin juga menyukai