PEMBIMBING LAPANGAN:
Ns. Endah Pramukti, S.Kep.
Neliwati, SST
DISUSUN OLEH :
FERA AFRI SANTHI G1B223040
3. Patofisiologi
Kehamilan (37-42 Minggu)
Tanda-Tanda Inpartu
Proses persalinan
Kelelahan (O2 )
Gangguan Respirasi
4. Klasifikasi
a. Persalinan spontan: bila persalinan seluruhnya dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan: bila persalinan dengan bantuan tenaga dari luar yaitu alat
forceps, vacum, dan sectio caesarea
c. Persalinan anjuran: bila kekuatan untuk persalinan diambilkan dari luar dengan
jalan rangsangan seperti dengan induksi, amniotomi, dan lain-lain.
5. Gejala Klinis
a. Penipisan dan pembukaan serviks
b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit)
c. Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina.
3) KALA II
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Tanda dan gejala kala II persalinan, yaitu
sebagai berikut:
Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau vaginanya
Perineum terlihat menonjol
Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka
Peningkatan pengeluaran lendir dan darah
Lamanya kala II (sejak pembukaan lengkap sampai lahir), rata-rata
berlangsung 50 menit untuk primigravida dan 30 menit pada multigravida, tetapi
hal ini dapat sangat bervariasi. Kemampuan ibu untuk menggunakan otot-otot
abdomennya dan posisi bagian presentasi berpengaruh pada durasi kala II.
Beberapa proses kala II persalinan yaitu:
1) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik.
2) Menjelang akhir kala I ketuban pecah dan ditandai dengan pengeluaran cairan
secara mendadak.
3) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan
mengejan karena tertekannya pleksus Frankenhauser.
4) Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga
terjadi kepala membuka pintu, suboksiput bertindak sebagai hipomoglion
berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka, dan kepala
seluruhnya.
5) Kepala lahir seluruhnya diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuaian kepala
terhadap punggung.
6) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan
jalan: kepala dipegang pada os oksiput dan di bawah dagu, ditarik curam ke
bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke atas untuk melahirkan
bahu belakang, setelah kedua bahu lahir ketika dikait untuk melahirkan sisa
badan, bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
Gangguan yang mungkin terjadi pada kala II persalinan:
1) Distosia Bahu, kesulitan melahirkan bahu setelah kepala lahir.
2) Ruptura Uteri, robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan
dimana umur kehamilan > 28 minggu.
3) Atonia Uteri, kegagalan miometrium untuk berkontraksi sehingga uterus
dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek, tidak mampu menjalankan
fungsi, oklusi pembuluh darah.
4) Laserasi Jalan Lahir, diskontinuitas jaringan tubuh (dengan segala akibatnya)
yang disebabkan oleh trauma proses persalinan atau tindakan yang diterapkan,
yang terjadi pada serviks, vagina, vulva dan perineum.
5) Terjadinya syok, tanda dan gejala yaitu nadi cepat, lemah (110 kali/ menit atau
lebih), tekanan darah rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg), pucat pasi,
berkeringat dingin, kulit lembab, napas cepat (lebih dari 30 kali/menit), cemas,
tidak sadar, produksi urine sedikit (kurang dari 30 ml/ jam).
6) Dehidrasi
Tanda dan gejala yaitu perubahan nadi (100 kali/menit atau lebih), urine pekat,
produksi urine sedikit(< 30 ml/jam).
7) Adanya infeksi
Tanda dan gejala yaitu nadi cepat (110x/menit/ lebih), temperature tubuh lebih
dari 380C, menggigil, air ketuban atau cairan vagina yang berbau.
8) Pre eklamsia ringan
Tanda dan gejala yaitu tekanan darah diastolic 90-110 mmHg, proteinuria 2+
9) Pre eklamsia berat/ eklamsia
Tanda dan gejala yaitu tekanan darah diastolic 110 mmHg atau lebih, tekanan
darah diastolic 90 mmHg atau lebih dengan kejang, nyeri kepala, gangguan
penglihatan, kejang setiap saat.
10) Inersia uteri
Tanda dan gejala yaitu kurang dari 3 kontraksi dalam 10 menit masing-masing
kontraksi berlangsung kurang dari 40 detik.
11) Adanya gawat janin
Tanda dan gejala yaitu DJJ kurang dari 120 atau lebih dari 160 x/ menit, mulai
waspada tanda awal gawat janin, DJJ kurang dari 100 atau lebih dan 180 x/
menit.
12) Distorsia
Tanda dan gejala yaitu kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar, kepala
bayi tersangkut di perineum (kepala kura-kura), bahu bayi tidak lahir.
13) Cairan ketuban bercampur mekonium.
Tanda dan gejala yaitu cairan ketuban berwarna hijau yang menandakan cairan
ketuban mengandung mekonium.
14) Tali pusat menumbung, dimana tanda dan gejalanya yaitu tali pusat teraba atau
terlihat saat pemeriksaan dalam.
15) Lilitan tali pusat yang melilit leher bayi
c. KALA III
Kala III adalah dimulai ketika bayi lahir dan berakhir pada saat plasenta
seluruhnya sudah dilahirkan. Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan menjadi semkin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah
maka pasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.
Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.
Pengeluaran plasenta bisertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200cc.
Gangguan yang mungkin terjadiadalah perdarahan post partum. Hal-hal yang
menyebabkan perdarahan post partum ialah:
1) Atonia uteri
2) Retensio plasenta
3) Inversio Plasenta
d. KALA IV
Kala IV (observasi) dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya syok hipovolemia pada ibu yang dapat mengancam
jiwa. Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah itu. Observasi dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan
postpartum. Observasi yang dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi
uterus dan terjadinya pendarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila
jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc. Adapun 7 pokok penting yang harus
diperhatikan pada persalinan kala IV, diantaranya adalah:
1) Kontraksi uterus harus baik
2) Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain
3) Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap
4) Kandung kencing harus kosong
5) Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma
6) Resume keadaan umum bayi meliputi Appearance, Pulse, Grimace, Activity,
Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan,
dan pernapasan)
7) Resume keadaan umum ibu
Gangguan-gangguan yang mungkin muncul pada kala IV persalinan:
a) Laserasi jalan lahir
b) Robekan serviks
c) Perdarahan post partum
7. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan
bayinya serta kenyamanan fisik ibu bersalin, meliputi pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
a. Pemeriksaan abdomen digunakan untuk:
- Menentukan tinggi fundus uterus
- Memantau kontraksi usus
- Memantau denyut jantung janin
- Menentukan presentasi
- Menentukan penurunan bagian terbawah janin
b. Pemeriksaan dalam diperlukan untuk menilai:
- Vagina, terutama dindingnya, apakah ada bagian yang menyempit, serta
melihat keadaan dan pembukaan serviks
- Kapasitas panggul
- Ada atau tidak adanya penghalang (tumor) pada jalan lahir
- Sifat fluor albus dan apakah ada alat yang sakit umpamanya bartholmitis,
urethritis, sistitis, dan sebagainya.
- Pecah tidaknya ketuban
- Presentasi kepada janin
- Turunnya kepala dalam ruang panggul
- Penilaian besarnya kepala terhadap panggul
- Apakah partus telah mulai atau sampai dimanakah partus telah berlangsung
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan urine protein (Albumin)
Untuk mengetahui adanya risiko pada keadaan preeklamsi maupun adanya
gangguan pada ginjal dilakukan pada trimester II dan III.
b. Pemeriksaan urin gula
Menggunakan reagen benedict dan menggunakan diastic.
c. Pemeriksaan darah
2) Ultrasonografi (USG)
Alat yang menggunakan gelombang ultrasound untuk mendapatkan gambaran dari
janin, plasenta dan uterus.
3) Stetoskop Monokuler
Mendengar denyut jantung janin, daerah yang paling jelas terdengar DJJ, daerah
tersebut disebut fungtum maksimum.
4) Memakai alat Kardiotokografi (KTG)
Kardiotokografi adalah gelombang ultrasound untuk mendeteksi frekuensi jantung
janin dan tokodynomometer untuk mendeteksi kontraksi uterus kemudian
keduanya direkam pada kertas yang sama sehingga terlihat gambaran keadaan
jantung janin dan kontraksi uterus pada saat yang sama.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Persalinan Kala I
1. Berikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi parturien
2. Berikan informasi mengenai jalannya proses persalinan kepada parturien dan
pendampingnya.
3. Pengamatan kesehatan janin selama persalinan
Pada kasus persalinan resiko rendah, pada kala I DJJ diperiksa setiap 30
menit dan pada kala II setiap 15 menit setelah berakhirnya kontraksi uterus
( his ).
Pada kasus persalinan resiko tinggi, pada kala I DJJ diperiksa dengan
frekuensi yang lbih sering (setiap 15 menit ) dan pada kala II setiap 5
menit.
4. Pengamatan kontraksi uterus
Meskipun dapat ditentukan dengan menggunakan kardiotokografi, namun
penilaian kualitas his dapat pula dilakukan secara manual dengan telapak
tangan penolong persalinan yang diletakkan diatas abdomen (uterus) parturien.
5. Tanda vital ibu
Suhu tubuh, nadi dan tekanan darah dinilai setiap 4 jam.
Bila selaput ketuban sudah pecah dan suhu tubuh sekitar 37.50 C
(“borderline”) maka pemeriksaan suhu tubuh dilakukan setiap jam.
Bila ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan antibiotika profilaksis.
6. Pemeriksaan VT berikut
Pada kala I keperluan dalam menilai status servik, stasion dan posisi
bagian terendah janin sangat bervariasi.
Umumnya pemeriksaan dalam (VT) untuk menilai kemajuan persalinan
dilakukan tiap 4 jam.
Indikasi pemeriksaan dalam diluar waktu yang rutin diatas adalah:
a. Menentukan fase persalinan.
b. Saat ketuban pecah dengan bagian terendah janin masih belum masuk
pintu atas panggul.
c. Ibu merasa ingin meneran.
d. Detak jantung janin mendadak menjadi buruk (< 120 atau > 160 dpm).
7. Makanan oral
Sebaiknya pasien tidak mengkonsumsi makanan padat selama persalinan
fase aktif dan kala II. Pengosongan lambung saat persalinan aktif
berlangsung sangat lambat.
Penyerapan obat peroral berlangsung lambat sehingga terdapat bahaya
aspirasi saat parturien muntah.
Pada saat persalinan aktif, pasien masih diperkenankan untuk
mengkonsumsi makanan cair.
8. Cairan intravena dengan keuntungan pemberian selama inpartu, yaitu:
Bilamana pada kala III dibutuhkan pemberian oksitosin profilaksis pada
kasus atonia uteri.
Pemberian cairan glukosa, natrium dan air dengan jumlah 60–120 ml per
jam dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan asidosis pada ibu.
9. Posisi ibu selama persalinan
Pasien diberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih posisi yang paling
nyaman bagi dirinya.
Berjalan pada saat inpartu tidak selalu merupakan kontraindikasi.
10. Analgesia
Kebutuhan analgesia selama persalinan tergantung atas permintaan pasien.
11. Lengkapi partogram
Keadaan umum parturien ( tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan ).
Pengamatan frekuensi – durasi – intensitas his.
Pemberian cairan intravena.
Pemberian obat-obatan.
12. Amniotomi
Bila selaput ketuban masih utuh, meskipun pada persalinan yang
diperkirakan normal terdapat kecenderungan kuat pada diri dokter yang
bekerja di beberapa pusat kesehatan untuk melakukan amniotomi dengan
alasan:
Persalinan akan berlangsung lebih cepat.
Deteksi dini keadaan air ketuban yang bercampur mekonium ( yang
merupakan indikasi adanya gawat janin ) berlangsung lebih cepat.
Kesempatan untuk melakukan pemasangan elektrode pada kulit kepala
janin dan prosedur pengukuran tekanan intrauterin.
Namun harus dingat bahwa tindakan amniotomi dini memerlukan
observasi yang teramat ketat sehingga tidak layak dilakukan sebagai tindakan
rutin.
13. Fungsi kandung kemih
Distensi kandung kemih selama persalinan harus dihindari oleh karena dapat:
Menghambat penurunan kepala janin
Menyebabkan hipotonia dan infeksi kandung kemih
Persalinan pervaginam mengalami komplikasi retensio urinae ( 1 : 200
persalinan ).
Faktor resiko terjadinya retensio urinae pasca persalinan adalah persalinan
pervaginam operatif dan pemberian analgesia regional
b. Penatalaksanaan Persalinan Kala II
Tujuan penatalaksanaan persalinan kala II:
1. Mencegah infeksi traktus genitalis melalui tindakan asepsis dan antisepsis.
2. Melahirkan “well born baby”.
3. Mencegah agar tidak terjadi kerusakan otot dasar panggul secara berlebihan.
Penentuan kala II: Ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan vaginal toucher
yang acapkali dilakukan atas indikasi :
1. Kontraksi uterus sangat kuat dan disertai ibu yang merasa sangat ingin
meneran.
2. Pecahnya ketuban secara tiba-tiba.
Pada kala II sangat diperlukan kerjasama yang baik antara parturien dengan
penolong persalinan.
1. Persiapan :
Persiapan set “pertolongan persalinan” lengkap.
Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih bila teraba kandung
kemih diatas simfisis pubis.
Membersihkan perineum, rambut pubis dan paha dengan larutan
disinfektan.
Meletakkan kain bersih dibagian bawah bokong parturien.
Penolong persalinan mengenakan peralatan untuk pengamanan diri
( sepatu boot, apron, kacamata pelindung dan penutup hidung & mulut).
2. Pertolongan persalinan :
Posisi pasien sebaiknya dalam keadaan datar diatas tempat tidur
persalinan.
Untuk pemaparan yang baik, digunakan penahan regio poplitea yang tidak
terlampau renggang dengan kedudukan yang sama tinggi.
3. Persalinan kepala:
Setelah dilatasi servik lengkap, pada setiap his vulva semakin terbuka
akibat dorongan kepala dan terjadi “crowning”.
Anus menjadi teregang dan menonjol. Dinding anterior rektum biasanya
menjadi lebih mudah dilihat.
Bila tidak dilakukan episiotomi, terutama pada nulipara akan terjadi
penipisan perineum dan selanjutnya terjadi laserasi perineum secara
spontan.
Episotomi tidak perlu dilakukan secara rutin dan hendaknya dilakukan
secara individual atas sepengetahuan dan seijin parturien.
4. Membersihkan nasopharynx:
Perlu dilakukan tindakan pembersihan muka, hidung dan mulut anak setelah
dada lahir dan anak mulai mengadakan inspirasi,
5. Lilitan talipusat
Setelah bahu depan lahir, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat
dileher anak dengan menggunakan jari telunjuk. Lilitan talipusat terjadi pada
25% persalinan dan bukan merupakan keadaan yang berbahaya. Bila terdapat
lilitan talipusat, maka lilitan tersebut dapat dikendorkanmelewati bagian atas
kepala dan bila lilitan terlampau erat atau berganda maka dapat dilakukan
pemotongan talipusat terlebih dulu setelah dilakukan pemasangan dua buah
klem penjepit talipusat.
6. Menjepit talipusat:
Klem penjepit talipusat dipasang 4–5 cm didepan abdomen anak dan penjepit
talipusat (plastik) dipasang dengan jarak 2–3 cm dari klem penjepit.
Pemotongan dilakukan diantara klem dan penjepit talipusat.
c. Penatalaksanaan Persalinan Kala III
Persalinan Kala III adalah periode setelah lahirnya anak sampai plasenta lahir.
Segera setelah anak lahir dilakukan penilaian atas ukuran besar dan konsistensi
uterus dan ditentukan apakah ini aalah persalinan pada kehamilan tunggal atau
kembar.
Bila kontraksi uterus berlangsung dengan baik dan tidak terdapat perdarahan
maka dapat dilakukan pengamatan atas lancarnya proses persalinan kala III.
Penatalaksanaan kala III FISIOLOGIS:
Teknik melahirkan plasenta:
1. Tangan kiri melakukan elevasi uterus (seperti tanda panah) dengan tangan
kanan mempertahankan posisi talipusat.
2. Parturien dapat diminta untuk membantu lahirnya plasenta dengan meneran.
3. Setelah plasenta sampai di perineum, angkat keluar plasenta dengan menarik
talipusat keatas.
4. Plasenta dilahirkan dengan gerakan memelintir plasenta sampai selaput
ketuban agar selaput ketuban tidak robek dan lahir secara lengkap oleh karena
sisa selaput ketuban dalam uterus dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
pasca persalinan.
d. Penatalaksanaan kala III AKTIF :
Penatalaksanaan aktif kala III ( pengeluaran plasenta secara aktif ) dapat
menurunkan angka kejadian perdarahan pasca persalinan.
Penatalaksanaan aktif kala III terdiri dari :
1. Pemberian oksitosin segera setelah anak lahir
2. Tarikan pada talipusat secara terkendali
Masase uterus segera setelah plasenta lahir dengan teknik :
1. Setelah anak lahir, ditentukan apakah tidak terdapat kemungkinan adanya
janin kembar.
2. Bila ini adalah persalinan janin tunggal, segera berikan oksitosin 10 U i.m
(atau methergin 0.2 mg i.m bila tidak ada kontra indikasi)
3. Regangkan talipusat secara terkendali (“controlled cord traction”):
Telapak tangan kanan diletakkan diatas simfisis pubis. Bila sudah terdapat
kontraksi, lakukan dorongan bagian bawah uterus kearah dorsokranial
Tangan kiri memegang klem talipusat , 5–6 cm didepan vulva.
Pertahankan traksi ringan pada talipusat dan tunggu adanya kontraksi
uterus yang kuat.
Setelah kontraksi uterus terjadi, lakukan tarikan terkendali pada talipusat
sambil melakukan gerakan mendorong bagian bawah uterus kearah
dorsokranial.
e. Penatalaksanaan Persalinan Kala IV
Dua jam pertama pasca persalinan merupakan waktu kritis bagi ibu dan neonatus.
Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik luar biasa dimana ibu baru
melahirkan bayi dari dalam perutnya dan neonatus sedang menyesuaikan kehidupan
dirinya dengan dunia luar.
Petugas medis harus tinggal bersama ibu dan neonatus untuk memastikan bahwa
keduanya berada dalam kondisi stabil dan dapat mengambil tindakan yang tepat dan
cepat untuk mengadakan stabilisasi.
Langkah-langkah penatalaksanaan persalinan kala IV:
1. Periksa fundus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam
kedua.
2. Periksa tekanan darah – nadi – kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit
pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua.
3. Anjurkan ibu untuk minum dan tawarkan makanan yang dia inginkan.
4. Bersihkan perineum dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.
5. Biarkan ibu beristirahat.
6. Biarkan ibu berada didekat neonatus.
7. Berikan kesempatan agar ibu mulai memberikan ASI, hal ini juga dapat
membantu kontraksi uterus .
8. Bila ingin, ibu diperkenankan untuk ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Pastikan bahwa ibu sudah dapat buang air kecil dalam waktu 3 jam pasca
persalinan.
9. Berikan petunjuk kepada ibu atau anggota keluarga mengenai cara mengamati
kontraksi uterus dan tanda-tanda bahaya bagi ibu dan neonatus.
Ibu yang baru bersalin sebaiknya berada di kamar bersalin selama 2 jam dan
sebelum dipindahkan ke ruang nifas petugas medis harus yakin bahwa:
a) Keadaan umum ibu baik.
b) Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan.
c) Cedera perineum sudah diperbaiki.
d) Pasien tidak mengeluh nyeri.
e) Kandung kemih kosong.
10. Komplikasi
a. Persalinan lama
b. Perdarahan pasca persalinan
c. Malpresentasi dan malposisi
d. Distosia bahu
e. Distensi uterus
f. Persalinan dengan parut uterus
g. Gawat janin
h. Prolapsus tali pusat
i. Demam dalam persalinan
j. Demam pasca persalinan
Bobak, Lowdermilk & Jensen. (2017). Buku ajar keperawatan maternitas. Edisi
4, Alih Bahasa Maria A. Wijayanti. Peter 1 Anugerah. Jakarta: EGC
Manuaba, IBG. (2017). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB. Jakarta:
EGC
A. PENDAHULUAN
Bayi baru lahir atau neonatus adalah manusia yang memiliki rentang
umur 0 – 28 hari. Bayi yang baru keluar dari Rahim seorang ibu, memiliki
resiko yang tinggi terhadap paparan lingkungan yang baru di rasakannya.
Fungsi fisiologis dari bayi perlu waktu untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungan baru tersebut. Banyak kasus kematian bayi terjadi pada umur ini
karena kegagalan dari bayi untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Adaptasi lingkungan bayi dipengaruhi oleh banyak factor. Kesehatan
ibu, perawatan saat ibu hamil, perawatan saat bayi baru lahir mempengaruhi
keadaan selanjutnya dari bayi.
Untuk itu, seorang perawat hendaknya dapat mengerti tentang bayi
baru lahir. Sehingga dapat merawat bayi dengan baik dan menurunkan angka
kematian dan kecacatan pada bayi.
B. DEFINISI
Bayi baru lahir adalah bayi yang pada usia kehamilan 37-42 minggu dan
berat badan 2.500-4.000 gram, Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir
dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500
gram sampai 4000 gram.
Neonatus (bayi baru lahir) adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4
minggu lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu, Jadi asuhan
keperawatan pada bayi baru lahir adalah asuhan keperawatan yang diberikan
pada bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri
dari kehidupan intra uteri kekehidupan ekstra uteri hingga mencapai usia 37-
42 minggu dan dengan berat 2.500-4.000 gram.
C. ETIOLOGI
1. His(Kontraksi otot rahim)
2. Kontraksi otot dinding perut
3. Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
4. Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
E. PATOFISIOLOGI
Adaptasi Fisiologis
Baru lahir terjadi perubahan fungsi organ yang meliputi:
1. Sistem pernapasan
Selama dalam uterus janin mendapat oksigen dari pertukaran melalui
plasenta.Setelah bayi lahir pertukaran gas terjadi pada paru-paru (setelah tali
pusat dipotong).Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama ialah akibat
adanya tekanan mekanis pada toraks sewaktu melalui jalan lahir, penurunan
tekanan oksigen dan peningkatan karbondioksida merangsang kemoreseptor
pada sinus karotis.Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan
alveoli adanya surfaktan adalah menarik nafas, mengeluarkan dengan
menjerit sehingga oksigen tertahan di dalam.Fungsi surfaktan untuk
mempertahankan ketegangan alveoli.
Masa alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku. Pernapasan pada
neonatus biasanya pernapasan diafragma dan abdominal.Sedangkan
respirasi setelah beberapa saat kelahiran yaitu 30 – 60 x / menit.
2. Jantung dan Sirkulasi Darah
Di dalam rahim darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi berasal dari
plasenta masuk ke dalam tubuh janin melalui vena umbilikalis, sebagian
besar masuk ke vena kava inferior melalui duktus dan vena sasaranti, darah
dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta penuh dengan sisa-sisa
pembakaran dan sebagian akan dialirkan ke plasenta melalui umbilikalis,
demikian seterusnya.
Ketika janin dilahirkan segera, bayi menghirup dan menangis kuat,
dengan demikian paru-paru akan berkembang, tekanan paru-paru mengecil
dan darah mengalir ke paru-paru, dengan demikian duktus botali tidak
berfungsi lagi, foramen ovale akan tertutup. Penutupan foramen ovale
terjadi karena pemotongan tali pusat.
3. Saluran Pencernaan
Pada kehamilan 4 bulan, pencernaan telah cukup terbentuk dan janin
telah dapat menelan air ketuban dalam jumlah yang cukup banyak.Absorpsi
air ketuban terjadi melalui mukosa seluruh saluran pencernaan, janin minum
air ketuban dapat dibuktikan dengan adanya mekonium (zat yang berwarna
hitam kehijauan). Mekonium merupakan tinja pertama yang biasanya
dikeluarkan dalam 24 jam pertama.
4. Hepar
Hepar janin pada kehamilan 4 bulan mempunyai peranan dalam
metabolisme hidrat arang, dan glikogen mulai disimpan di dalam hepar,
setelah bayi lahir simpanan glikogen cepat terpakai, vitamin A dan D juga
sudah disimpan dalam hepar.
Fungsi hepar janin dalam kandungan segera setelah lahir dalam
keadaan imatur (belum matang).Hal ini dibuktikan dengan
ketidakseimbangan hepar untuk meniadakan bekas penghancuran darah dari
peredaran darah. Enzim hepar belum aktif benar pada neonatus, misalnya
enzim UDPGT (Uridin Disfosfat Glukoronide Transferase) dan enzim
GGFD (Glukosa 6 Fosfat Dehidrogerase) yang berfungsi dalam sintesis
bilirubin sering kurang sehingga neonatus memperlihatkan gejala ikterus
fisiologis.
5. Metabolisme
Pada jam-jam pertama energi didapat dari pembakaran karbohidrat dan
pada hari kedua energi berasal dari pembakaran lemak. Energi tambahan
yang diperlukan neonatus pada jam-jam pertama sesudah lahir diambil dari
hasil metabolisme lemak sehingga kadar gula darah dapat mencapai 120
mg/100 ml.
6. Produksi Panas
Pada neonatus apabila mengalami hipotermi, bayi mengadakan
penyesuaian suhu terutama dengan NST (Non Sheviring Thermogenesis)
yaitu dengan pembakaran “Brown Fat” (lemak coklat) yang memberikan
lebih banyak energi daripada lemak biasa.Cara penghilangan tubuh dapat
melalui konveksi aliran panas mengalir dari permukaan tubuh ke udara
sekeliling yang lebih dingin.Radiasi yaitu kehilangan panas dari permukaan
tubuh ke permukaan benda yang lebih dingin tanpa kontak secara
langsung.Evaporasi yaitu perubahan cairan menjadi uap seperti yang terjadi
jika air keluar dari paru-paru dan kulit sebagai uap dan konduksi yaitu
kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan benda yang lebih
dingin dengan kontak secara langsung.
7. Kelenjar Endoktrin
Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu, pada waktu
bayi baru lahir kadang-kadang hormon tersebut masih berfungsi misalkan
pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai haid perempuan.Kelenjar
tiroid sudah terbentuk sempurna sewaktu lahir dan mulai berfungsi sejak
beberapa bulan sebelum lahir.
8. Keseimbangan Air dan Ginjal
Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar
natrium relatif lebih besar daripada kalium. Hal ini menandakan bahwa
ruangan ekstraseluler luas.Fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah
nefron matur belum sebanyak orang dewasa dan ada ketidakseimbangan
antara luas permukaan glomerulus dan volume tubulus proksimal, renal
blood flow (aliran darah ginjal) pada neonatus relatif kurang bila
dibandingkan dengan orang dewasa.
9. Susunan Saraf
Jika janin pada kehamilan sepuluh minggu dilahirkan hidup maka
dapat dilihat bahwa janin tersebut dapat mengadakan gerakan
spontan.Gerakan menelan pada janin baru terjadi pada kehamilan empat
bulan.Sedangkan gerakan menghisap baru terjadi pada kehamilan enam
bulan.
Pada triwulan terakhir hubungan antara saraf dan fungsi otot-otot
menjadi lebih sempurna.Sehingga janin yang dilahirkan diatas 32 minggu
dapat hidup diluar kandungan.Pada kehamilan 7 bulan maka janin amat
sensitif terhadap cahaya.
10. Imunologi
Pada sistem imunologi Ig gamma A telah dapat dibentuk pada
kehamilan 2 bulan dan baru banyak ditemukan segera sesudah bayi
dilahirkan. Khususnya pada traktus respiratoris kelenjar liur sesuai dengan
bakteri dapat alat pencernaan, imunoglobolin G dibentuk banyak dalam
bulan kedua setelah bayi dilahirkan. Ig A, Ig D dan Ig E diproduksi secara
lebih bertahap dan kadar maksimum tidak dicapai sampai pada masa kanak-
kanak dini. Bayi yang menyusui mendapat kekebalan pasif dari kolostrum
dan ASI.
11. Sistem Integumen
Kulit bayi baru lahir sangat sensitif dan mudah mengelupas, semua
struktur kulit ada pada saat lahir tetapi tidak matur.Epidermis dan dermis
tidak terikat dengan erat dan sangat tipis, vernik keseosa juga bersatu
dengan epidermis dan bertindak sebagai tutup pelindung dan warna kulit
bayi berwarna merah muda.
12. Sistem Hematopoiesis.
Saat bayi lahir nilai rata-rata Hb, Ht, SDM dan Leukosit lebih tinggi
dari nilai normal orang dewasa. Hb bayi baru lahir 14,5 – 22,5 gr/dl, Ht 44
– 72%, SDM 5 – 7,5 juta/mm3 dan Leukosit sekitar 18000/mm3. Darah
bayi baru lahir mengandung sekitar 80% Hb janin.Presentasi Hb janin
menurun sampai 55% pada minggu kelima dan 5% pada minggu ke 20.
13. Sistem Skelet
Arah pertumbuhan sefalokaudal terbukti pada pertumbuhan tubuh
secara keseluruhan.Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat
panjang tubuh.Lengan sedikit lebih panjang daripada tungkai.Wajah relatif
kecil terhadap ukuran tengkorak yang jika dibandingkan lebih besar dan
berat.Ukuran dan bentuk kranium dapat mengalami distorsi akibat molase.
Pada bayi baru lahir lutut saling berjauhan saat kaki diluruskan dan
tumit disatukan sehingga tungkai bawah terlihat agak melengkung.Saat
baru lahir tidak terlihat lengkungan pada telapak kaki.Ekstremitas harys
simetris, terdapat kuku jari tangan dan kaki, garis-garis telapak tangan dan
sudah terlihat pada bayi cukup bulan.
F. KOMPLIKASI
1. Sebore
2. Ruam
3. Moniliasis
4. Ikterus fisiologi
5. gangguan sistem saraf pusat: koma,menurunnya reflex mata(seperti
mengdip)
6. Cardiovascular: penurunan tekanan darah secara berangsur,
menghilangnya tekanan darah sistolik
7. Pernafasan: menurunnya konsumsi oksigen
8. Saraf dan otot: tidak adanya gerakan, menghilangnya reflex perifer
G. PATHWA Bayi baru lahir
Perubahan fisiologis
Interpretasi skor:
0–3 : asfiksia berat
4–6 : asfiksia sedang
7 – 10 : asfiksia ringan
3. INTERVENSI
Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola nafas
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah dilakukan intervensi keperawatan pola
nafas BBL kembali efektif
Kriteria hasil:
Kemudahan bernafas dan kedalaman inspirasi
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Tidak ada bunyi nafas tambahan
Nafas pendek tidak ada
INTERVENSI RASIONAL
Observasi adanya pucat dan sianosis Sianosis menunjukkan adanya gangguan
pada pernafasan BBL
Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan Mengetahui perkembangan kondisi BBL
usaha respirasi
Auskultasi bunyi nafas, perhatikan area Mengetahui adanya kelainan dalam
penurunan/tidak adanya ventilasi dan pernafasan BBL
adanya bunyi nafas tambahan
Lakukan pengisapan sesuai dengan Secret yang menumpuk dapat
kebutuhan untuk membersihkan sekresi mengakibatkan ketidakefektifan pola nafas
Kolaborasi:
Berikan Non re-breathing mask dengan Memenuhi kebutuhan oksigen BBL
oksigen
INTERVENSI RASIONAL
Kaji keefektifan pemberian oksigen dan Mengevaluasi keberhasilan terapi yang
perawatan yang lain diberikan
Auskultasi bagian dada anterior dan Bunyi tambahan seperti ronkhi
posterior untuk mengetahui adanya mengindikasikan adanya secret yang
penurunan atau tidak adanya ventilasi menyumbat jalan nafas
dan adanya bunyi tambahan
Pantau status oksigen BBL Jika SaO2 < 80% mengindikasikan adanya
ketidakefektifan jalan nafas
Jelaskan pada BBL dan keluarga tentang Meningkatkan pemahaman keluarga
penggunaan peralatan: O2, suction,
inhalasi
Lakukan fisioterapi dada sesuai Memudahkan dalam pengeluaran secret
kebutuhan
Kolaborasi:
Berikan udara/oksigen yang telah Kelembaban menurunkan kekentalan secret
dihumidifikasi
Diagnosa 3: Hipotermia
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah dilakukan intervensi keperawatan
hipotermia tidak terjadi
Kriteria hasil
BBL menunjukkan termoregulasi neonates (keseimbangan antara panas
yang dihasilkan, peningkatan panas, dan kehilangan panas selama periode
neonatus)
INTERVENSI RASIONAL
Pantau suhu paling sedikit setiap 2 jam, Suhu tubuh bayi baru lahir mudah
sesuai kebutuhan mengalami penurunan
Pantau suhu bayi lahir sampai stabil Suhu tubuh bayi baru lahir mudah
mengalami penurunan
Ajarkan indikasi hipotermia dan tindakan Pemahaman tentang kondisi hipotermi
kedaruratan yang diperlukan sesuai dengan dapat mencegah terjadinya hipotermi
kebutuhan
Selimuti bayi segera setelah dilahirkan Mencegah kehilangan panas
Gunakan tutup kepala pada bayi baru lahir Mencegah kehilangan panas
Tempatkan bayi baru lahir dalam incubator Menjaga suhu tubuh agar tetap hangat
atau dibawah penghangat sesuai kebutuhan
Diagnosa 4: Resiko infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam resiko
infeksi tidak menjadi aktual
Kriteria hasil
BBL bebas dari tanda dan gejala infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
Pantau tanda/gejala infeksi (missal.suhu Mengetahui tanda infeksi secara dini
tubuh, denyut jantung, pembuangan, memungkinkan pencegahan terhadap
penampilan luka, sekresi, penampilan urin, infeksi dan mengurangi keparahan infeksi
suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise) yg mungkin sudah terjadi
Kaji faktor yg meningkatkan serangan Faktor pemberat dapat mengakibatkan
infeksi (missal.usia lanjut, tanggap imun infeksi berkembang leboh cepat
rendah, dan malnutrisi)
Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung Perubahan hasil laboratorium
granulosit absolut, hasil-hasil yg berbeda, mengidentifikasikan adanya infeksi
protein serum, dan albumin)
Ajarkan keluarga BBL teknik mencuci Cuci tangan dengan benar dapat mencegah
tangan yg benar transmisi organism
Ajarkan kepada keluarga BBL tanda/gejala Perubahan hasil laboratorium dapat
infeksi dan kapan harus melaporkannya ke mengindikasikan adanya infeksi
pusat Kesehatan
Berikan terapi antibiotic bila diperlukan Mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA