Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK


PERSALINAN

Oleh :
META ARDIANA
NIM : P1337424818068

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Persalinan Fisiologis telah diperiksa dan

disahkan pada tanggal Oktober 2018

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi


LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK PERSALINAN

I. TINJAUAN TEORI MEDIS PERSALINAN


A. Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir, dengan bantuan atau
tanpa bantuan (Manuaba, 2010)
Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan,
beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan bayi
dilahirkan secara spontan dengan presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara
37 hingga 42 minggu lengkap
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari
rahim Ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup
bulan (37 Minggu) tanpa disertai dengan penyulit (JNPK-KR, 2008).
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil
konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh
perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan pelahiran plasenta (Varney H, Jan
M.K, 2010).
B. Etiologi
Menurut (Sarwono, 2010) sebab terjadinya persalinan ada beberapa teori :
1. Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone dan
estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone turun.
2. Teori distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
3. Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini
digeser dan ditekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
4. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam kanalis
servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan
ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
C. Tanda dan Gejala Menjelang Persalinan
Menurut (Wiyati & Sumarah, 2009), ada sejumlah tanda dan gejala peringatan yang
akan meningkatkan kesiagaan saat mendekati waktu bersalin. Ibu hamil mungkin
mengalami semua gejala atau bahkan tidak sama sekali.
Tanda dan gejala menjelang persalinan antara lain :
1. Lightening
Lightening menyebabkan tinggi fundus menurun ke posisi yang sama dengan posisi
fundus pada usia kehamilan 8 bulan. Lightening yang mulai dirasa kira-kira dua minggu
sebelum persalinan adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis minor,
dan memperkuat firasat ibu bahwa kelahiran bayi yang telah dinanti akan segera tiba
(Varney, 2010).
2. Perubahan serviks
Mendekati persalinan, serviks akan semakin matang. Dalam hal ini serviks berubah
lunak, mengalami sedikit penipisan dan kemungkinan sedikit dilatasi. Perubahan ini
disebabkan oleh peningkatan intensitas kontraksi brakston his.
3. Persalinan palsu
Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang memberi pengaruh
yang signifikan terhadap serviks. Kontraksi pada persalinan palsu sebenarnya timbul
akibat kontraksi brakston hiks yang tidak nyeri, yang telah terjadi sejak sekitar 6 minggu
kehamilan.
4. Ketuban pecah dini
Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala I persalinan. Apabila terjadi
sebelum persalinan, kondisi tersebut disebut ketuban pecah dini.
5. Bloody show
Lendir disekresi serviks sebagai hasil proliferasi kelenjar lendir serviks pada awal
kehamilan. Plak ini melindungi dan menutup jalan lahir selama kehamilan. Bloody show
ini berupa lendir yang bercampur dengan darah.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut (indonesia & bidan, 2017), faktor yang mempengaruhi persalinan adalah :
1. Power
Power dalam persalinan adalah kontraksi uterus, dinding perut dan daya meneran. Ibu
melakukan kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan
janin dan plasenta dari uterus.
Power terdiri atas :
a. His (kontraksi uterus)
b. His palsu
2. Passage
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar
panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir
tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal. Passage terdiri dari:
a. Bagian keras tulang-tulang panggul
b. Bagian lunak : otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen
c. Pintu panggul
d. Bidang-bidang
3. Passanger
Penumpang dalam persalinan adalah janin, plasenta dan air ketuban. Sedangkan janin
bergerak disepanjang jalan lahir akibat interaksi beberapa faktor yaitu ukuran kepala
janin, presentasi letak kepala, letak janin, dan posisi janin.
E. Mekanisme Persalinan Normal
1. Engagement
Kondisi dimana diameter biparietal kepala melewati pintu atas panggul, kepala
dikatakan telah menancap (engaged) pada pintu atas panggul.
2. Penurunan
Penurunan adalah gerakan bagian presentasi melewati panggul. Penurunan terjadi
akibat tiga kekuatan yaitu tekanan dari cairan amnion, tekanan langsung kontraksi
fundus pada janin, dan kontraksi diafragma serta otot-otot abdomen ibu pada tahap
kedua persalinan.
3. Fleksi
Segera setelah kepala yang turun tertahan oleh serviks, dinding panggul, atau dasar
panggul, dalam keadaan normal fleksi terjadi dan dagu didekatkan kearah dada janin.
4. Putaran paksi dalam
Putaran paksi dalam dimulai pada bidang setinggi spina ischiadika. Setiap kali terjadi
kontraksi kepala janin diarahkan kebawah lengkung pubis dan kepala hampir selalu
berputar saat mencapai otot panggul.
5. Ekstensi
Saat kepala janin mencapai perineum, kepala akan defleksi kearah anterior dan
perineum. Mula-mula oksiput melewati permukaan bawah simfisis pubis kemudian
kepala muncul keluar akibat ekstensi.
6. Restitusi dan putaran paksi luar
Restitusi adalah gerakan berputar setelah kepala bayi lahir hingga mencapai posisi
yang sama dengan saat ia memasuki pintu atas. Putaran paksi luar terjadi saat bahu
engaged dan turun dengan gerakan mirip dengan gerakan kepala.
7. Ekspulsi
Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ketas tulang pubis ibu dan badan bayi
dikeluarkan dengan gerakan fleksi lateral kearah simfisis pubis.
F. Tahapan Persalinan
Menurut Sofian (2012), proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu:
1) Kala I (Kala Pembukaan)
Waktu pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm. Partus
dimulai dengan keluarnya lendir bercampur darah (boody show) karena serviks mulai
membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Kala pembukaan dibagi menjadi 2
fase, yaitu:
a) Fase Laten: pembukaan serviks yang berlangsung lambat sampai pembukaan
3cm, lamanya 7-8 jam.
b) Fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase yakni:
 Fase Akselerasi: berlangsung 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
 Fase Dilatasi Maksimal: berlangsung 2 jam pembukaan serviks berlangsung
sangat cepat menjadi 9 cm.
 Fase Deselerasi: pembukaan serviks berlangsung menjadi lambat, dalam
waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm (lengkap).
Pada serviks wanita nulipara seharusnya berdilatasi sekurang-kurangnya 1,2 cm/jam,
dan serviks wanita multipara seharusnya berdilatasi sekurang-kurangnya 1,5 cm/jam
(Reeder, 2014).
Perubahan Fisiologis Kala I
Perubahan fisiologis ibu bersalin kala I menurut Varney (2010) yaitu :
a) Tekanan darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi disertai peningkatan sistolik rata-rata
15 (10-20) mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Di antara kontraksi-kontraksi,
tekanan darah akan turun seperti sebelum masuk persalinan. Mengubah posisi
tubuh dari telentang ke posisi miring, perubahan tekanan darah selama kontraksi
dapat dihindari. Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan
tekanan darah.
b) Metabolisme
Selama persalinan baik metabolisme karbohidrat aerob maupun anaerob
meningkat dengan kecepatan tetap, disebabkan karena ansietas dan aktivitas otot
rangka..
c) Suhu
Sedikit meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan segera setelah
melahirkan. Dianggap normal apabila peningkatan suhu tidak lebih dari 0,5
samapai 1 ºC, mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan.
d) Denyut nadi
Frekuensi denyut nadi di antara kontraksi sedikit lebih tinggi dibanding selama
periode menjelang persalinan. Penurunan yang mencolok selama puncak
kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita berada pada posisi miring, bukan
telentang.
e) Pernapasan
Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal. Hiperventilasi yang
memanjang adalah temuan abnormal dan dapat menyebabkan alkalosis.
f) Perubahan pada ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan, disebabkan peningkatan lebih lanjut
curah jantung selama persalinan dan kemungkinan laju filtrasi glomerulus dan
aliran plasma ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi telentang, karena
membuat aliran urine berkurang selama kehamilan.
g) Perubahan pada saluran cerna
Motilitas dan absorpsi lambung terhadap makanan padat jauh berkurang. Jika
kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi asam lambung selama
persalinan, maka saluran cerna bekerja dengan lambat sehingga waktu
pengosongan lambung menjadi lebih lama. Mual dan muntah umum terjadi selama
fase transisi, yang menandai akhir fase pertama persalinan.
Selain diatas ada lagi perubahan fisiologis menurut Reeder (2014) adalah
nyeri, selama kala I persalinan nyeri disebabkan karena dilatasi serviks dan
distensi segmen utrus bawah . nyeri pada kala II disebabkan oleh distensi dan
gangguan pada bagian bawah vagina dan perineum. Pada awal kala I, sensasi
nyeri biasanya berlokasi di punggung bawah, kemudian menjalar ke sekelilingnya,
seperti korset/ikat pinggang, sampai ke bagian anterior abdomen. Saat persalinan
ke fase aktif, wanita sering kali memilih untuk tetap di tempat tidur, dan menjadi
terpengaruh oleh sensasi di dalam tubuhnya dan cenderung menarik diri dari
lingkungan sekitar. Saat dilatasi serviks mencapai 8-9 cm, kontraksi mencapai
intensitas puncak, dan wanita memasuki fase transisi. Fase transisi merupakan
waktu yang paling sulit dan sangat nyeri bagii wanita. Wanita menjadi semakin
sensitif dan kehilangan kontrol, biasanya ditandai dengan meningkatnya show
akibat ruptur pembulu darah.
Perubahan Psikologis Kala I
Menurut Varney (2010), kondisis psikologis keseluruhan seorang wanita yang
sedang menjalani persalinan sangat bervariasi, tergantung pada persiapan dan
bimbingan antisipasi yang diterima selama menghadapi persalinan;dukungan yang
diterima wanita dari pasangannya, orang terdekat lain, keluarga, dan pemberi
pearwatan; lingkungan tempat wanita tersebut berada; dan apakah bayi yang
dikadungnya merupakan bayi yang diinginkan. Apabila kehadiran bayi tidak
diharapkan bagaimanapun, psikologis ibu akan mempengaruhi perjalanan persalinan.
Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang wanita di lingkungan
tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka yang mendampinginya, sangat
mempengaruhi, aspek psikologisnya pada saat setiap kali kontraksi timbul juga pada
saat nyerinnya timbul secara kontinu. Kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri dan
kemampuan untuk “melepaskan dan mengikuti arus” sangat dibuthkan sehingga
merasa diterima dan memiliki rasa sejahtera. Tindakan memberi dukungan dan
kenyamanan merupakan ungkapan kepedulian, kesabaran, sekaligus
mempertahankan keberadaan orang lain menemaninya.
Penatalaksanaan pada persalinan kala I
Dukungan dan upaya menyamankan perasalinan pada kala I terdapat lima
kebutuhan wanita pada persalinan yaitu: perawatan tubuh atau fisik, ada individu yang
senantiasa hadir, babas dari nyeri, menerima sikap dan perilaku, serta informasi dan
pemastian hasil akhir yang aman bagi dirinya dan bayinya.
Menurut Varney (2010), dukungan dan upaya menyamankan yang dapat
diberikan dalam proses persalinan yaitu:
a) Pengaturan posisi
Ibu yang akan bersalin harus mempunyai posisi yang senyaman mungkin untuk
di lakukan persiapan persalinan nantinya.
Berdasarkan penelitian Zainiyah (2015) yang berjudul Perbedaan
Kemajuan Persalinan Kala I Fase Aktif pada Ibu Bersalin yang Diberikan Posisi
Miring Kiri dan Posisi Berdiri Tahun 2015 didapatkan hasil bahwa ibu bersalin
yang diberikan posisi berdiri hampir seluruhnya (87,5%) yaitu ibu bersalin
multipara yang mengalami kemajuan persalinannya berlangsung secara cepat,
karena dengan adanya gaya gravitasi dapat menambah dimensi PAP dan
menurunkan bagian terendah janin lebih cepat, sehingga terjadi his yang lebih
adekuat, lebih sering dan lebih sakit, maka ibu mengalami pembukaan serviks ≥
2cm setiap 1 jam. Sedangkan ibu bersalin yang diberikan posisi miring kiri
sebagian besar (56,25%) yaitu ibu bersalin primipara yang mengalami kemajuan
persalinan secara normal. Sehingga ada perbedaan kemajuan persalinan kala I
fase aktif pada ibu bersalin yang diberikan posisi miring kiri dan posisi berdiri di
wilayah kerja Puskesmas Klampis.
b) Kontrol nyeri ibu selama persalinan
Menurut Varney (2010), Kontrol nyeri selama persalinan dapat dilakukan dengan
cara seperti latihan relaksasi, latihan bernapas, usapan pada punggung dan
abdomen, kompres panas atau dingin, dan sterile water papule.
 Kompres
Kompres panas dan dingin telah digunakan untuk meredakan nyeri dan juga
dapat memberikan kenyamanan pada ibu bersalin. Panas baik untuk
meredakan ketegangan dan meningkatkan relaksasi secara keseluruhan.
Sedangkan dingin membuat daerah byang nyeri menjadi kebas (mati rasa)
dan mengontriksi pembuluh darah serta memperlambat transmisi impuls
nyeri di sepanjang alur saraf (Reeder dkk, 2014).
Hasil penelitian (Manurung et al., 2013), menyatakan bahwa pemberian
terapi kompres hangat sangat efektif dalam menurunkan nyeri persalinan.
Sebagai rekomendasi terapi kompres hangat perlu diberikan bagi semua ibu
melahirkan sebagai salah satu intervensi terapi nyeri non farmakologi di
pelayanan kesehatan yakni rumah sakit, puskesmas maupun klinik bersalin.
 Pijatan
Pijatan merupakan tindakan pereda nyeri yang efektif (Reeder, 2014).
Pijatan adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya
otot, tendon atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan
posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan
memperbaiki sirkulasi (Mander, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Aryani and Evareny, 2015)
masase pada punggung berpengaruh terhadap intensitas nyeri dan kadar
endorfin ibu bersalin kala I fase laten persalinan normal serta kadar endorfin
berkorelasi dengan intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal, hasil
uji korelasi di peroleh r = 0,795 dan nilai p< 0,005.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Atun Raudotul Ma’rifah, 2013) juga
menunjukan mayoritas nyeri pada ibu melahirkan sebelum diberikan teknik
Endorphin Massage adalah nyeri berat sebanyak 6 responden (54,5%) dan
5 responden dengan nyeri berat sekali (45,5%). Setelah dilakukan Endorphin
Massage yang awalnya ditemukan nyeri berat sekali tidak ditemukan lagi
namun mayoritas rata-rata terjadi pada nyeri berat sebanyak 7 responden
(73,6%) dan 4 responden (36,4%) mengalami nyeri sedang.
 Relaksasi
Relaksasi tidak diragukan lagi dapat meredakan nyeri yang disebabkan oleh
hal lain, bergantung pada individu itu sendiri. Untuk beberapa wanita dalam
persalinan, usaha untuk relaks dapat mengalihkan perhatian dari nyeri
(Reeder dkk, 2014). Menurut Steer, relaksasi adalah metode pengendalian
nyeri non farmakologi yang paling sering digunakan di Inggris. Steer
melaporkan bahwa 34% wanita menggunakan metode relaksasi (Mander,
2012).
Menurut (Herawati, 2016) relaksasi pernapasan adalah suatu cara
untuk menurunkan bahkan menghilangkan rasa nyeri dengan cara mengatur
pernafasan setiap waktu. Bernafas adalah suatu keharusan dalam hidup
manusia. Seiring setiap tarikan napas, manusia menghirup oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida. Cara bernapas yang salah akan
mengakibatkan kurang maksimalnya pembuangan karbondioksida, yang
menyebabkan seseorang jadi mudah stress, panik, depresi, tegang, sakit
kepala, dan cepat lelah.
Berdasarkan penelitian (Novita, Rompas and Bataha, 2017)
mengemukakan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
respon nyeri ibu inpartu kala I fase aktif di Puskesmas Bahu Kota Manado.
c) Menjamin privasi
Menjaga privasi merupakan upaya untuk menghormati hak wanita atau mejaga
suasana persalinan yang nyaman bersifat pribadi.
d) Penjelasan proses dan kemajuan persalinan
Saat yang paling efektif untuk memberikan informasi kepada ibu dan kelurga,
yaitu informasi yang paling lazim di sampaikan adalah mengenai berapa cm
pembukaan serviks serta bagaimana kondisi janinnya. Penting juga untuk di
sampaikan bahwa lamnya pembukaan 0-5 cm relative lebih lama dari pada
pembukaan 5-10 cm namun intensitas rasa sakit akan meningkat pada
pembukaan 6-10 cm.
e) Kandung kemih yang kosong
Kandung kemih yang penuh dapat mengganggu kemajuan persalinan dan fakta
bahwa kandung kemih dapat menyebabkan nyeri pada abdomen bawah
(Varney, 2010)
f) Menjaga kebersihan dan kondisi yang kering.
Kebersihan dan kondisi kering meningkatkan kenyamanan dan relaksasi
sertamenurunkan risiko infeksi (Varney, 2010).
g) Orang terdekat lainnya
Kehadiran orang terdekat lain merupakan hal terpenting di antara semua upaya
mendukung dan menyamankan (Varney, 2010).
2) Kala II
Kala dua persalinan dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. Selama kala
II petugas harus memantau tiga hal, yaitu tenaga atau usaha mengedan dan kontraksi
uterus, janin yaitu penurunan presentasi janin dan kembali normalnya detak jantung
janin setelah kontraksi, serta kondisi ibu.
3) Kala III
Menurut (Saifuddin, 2009), kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Manajemen aktif kala III
persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi
perdarahan postpartum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunita (2010) dalam jurnal Pengaruh
Pemberian Rangsangan Puting Susu Dengan Pemilinan Pada Manajemen Aktif Kala
III Terhadap Waktu Kelahiran Plasenta Dl Kota Surakarta menyatakan bahwa
pemberian rangsangan puting susu dengan pemilinan dapat mempengaruhi
hipotalamus agar mengeluarkan hormon oksitosin yang akan mempercepat kontraksin
uterus sehingga mengurangi perdarahan post partum.
Hasil penelitian yang sama pun diungkapkan dalam jurnal (Herawati, 2013)
tentang keterkaitan inisiasi menyusui dini terhadap kelancaran proses pengeluaran
plasenta di Vk Ponek Rsud Jombang, dapat disimpulkan bahwa penerapan inisiasi
menyusui yang sedini mungkin dengan meletakkan bayi diatas dada ibu akan
bermanfaat bagi ibu dan bayinya. Hentakkan kepala bayi diatas dada ibu, sentuhan
tangan bayi diputing susu dan sekitarnya, emutan/isapan, dan jilatan bayi pada putting
susu ibu akan merangsang pengeluaran hormone oksitosin yang juga akan
mempengaruhi jaringan otot polos rahim berkontraksi sehingga mempercepat
lepasnya plasenta dari dinding rahim dan membantu mengurangi perdarahan setelah
melahirkan.
Menurut (Khairani Leli, Komariah and Mardiah, 2012) dalam jurnal penelitiannya
menyimpulkan bahwa ada pengaruh pijat oksitosin terhadap
involusi uterus pada ibu post partum di Ruang Post Partum Kelas III RSHS Bandung,
melalui uji statistik Chi-square dengan nilai p < 0.05.
4) Kala IV
Menurut (Saifuddin, 2009), kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2
jam pertama postpartum. Masa postpartum merupakan saat paling kritis untuk
mencegah kematian ibu, terutama kematian disebabkan oleh perdarahan. Selama
kala IV petugas harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah
kelahiran plasenta dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Adapun
hal-hal yang harus diperhatikan antara lain kontraksi uterus, kelengkapan plasenta,
kelengkapan selaput ketuban, laserasi perineum, pengeluaran darah, lokhia, kandung
kemih, kondisi ibu dan kondisi bayi baru lahir. Saat ini perdarahan masih menjadi
penyebab tiga teratas terjadinya kematian ibu di Indonesia, banyak hal yang
menyebabkan terjadinya perdarahan pada ibu saat hamil, bersalin dan nifas, baik
penyebab secara langsung dan penyebab secara tidak langsung.
Menurut (Wardini Sri, 2011) bayi yang sejak dini melakukan sentuhan, emutan
dan jilatan pada puting susu ibu akan merangsang keluarnya hormon oksitosin.
Manfaat hormon oksitosin untuk mengeringkan rahim, meningkatkan kontraksi otot-
ototnya yang terajut satu sama lain seperti jaring, dan serat otot-otot yang terjaring
tersebut berkontraksi sedemikian rupa sehingga menyempitkan celah-celah rajutan
tersebut yang diantara matanya terdapat kantong darah lembut dan mengeluarkan
darah. Hal ini menyebabkan berhentinya perdarahan secara bertahap.
G. Penatalaksanaan
Asuhan persalinan normal dilakukan oleh petugas kesehatan sesuai dengan 58
langkah APN (Asuhan Persalinan Normal)
1) Asuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan Normal (APN) adalah persalinan yang bersih dan aman serta
mencegah terjadinya komplikasi. Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan
infeksi selama danpasca persalinan terbukti mampu mengurangi kesakitan atau
kematian ibu dan bayi baru lahir. APN bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup
dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui upaya
yang terimtegrasi dan lengkap tetapi dengan ntervensi yang seminimal mungkin agar
prinsip pelayanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan.
2) Lima Benang Merah APN
Menurut (Saifuddin, 2009), terdapat 5 aspek dasar yang penting dalam asuhan
persalinan yang bersih dan aman. Aspek tersebut adalah sebagai berikut :
a) Membuat keputusan klinik
Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan
digunakan dalam asuhan bagi ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan suatu
proses sistematis dalam mengumpssulkan dan menganalisis informasi,
membuat diagnosis kerja, membuat rencana tindakan sesuai diagnosis,
melaksanakan rencana tindakan dan mengevaluasi hasil asuhan atau tindakan
yang telah diberikan kepada ibu atau bayi baru lahir. Langkah dalam
pengambilan keputusan klinik yaitu pengumpulan data, diagnosis,
penatalaksanaan asuhan dan evaluasi.
b) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu
adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan
dan kelahiran bayi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putri
and Syakrani, 2015) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara asuhan
sayang ibu terhadap penurunan tingkat kecemasan ibu dalam menghadapi
proses persalinan.
Menurut (Sari, 2014) dalam penelitiannya yang berjudul Dukungan Suami
Dengan Tingkat Kecemasan Pada Ibu Primigravida Dalam Menghadapi
Persalinan menyatakan, bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan pada ibuprimigravida dalam menghadapi persalinan di RSUD
Dr. Wahidin Sudirohusodo Mojokerto dengan tingkat sig. 0.003.
c) Pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi harus diterapkan dalam aspek asuhan untuk
melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lainnya dengan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan
oleh bakteri, virus dan jamur. Contoh tindakan pencegahan infeksi yaitu mencuci
tangan, memakai sarung tangan, memakai alat pelindung diri, menggunakan
teknik aseptik, memproses alat bekas pakai dan menjaga kebersihan dan
kerapihan lingkungan.
d) Pencatatan dan dokumentasi
Pencatatan adalah bagian penting dalam membuat keputusan klinik karena
penolong persalinan harus selalu memperhatikan asuhan yang diberikan selama
proses persalinan dan kelahiran bayi.
e) Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas kesehatan rujukan
atau yang memiliki sarana yang lebih lengkap diharapkan mampu
menyelamatkan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
H. Langkah-Langkah Asuhan Persalinan Normal (60 Langkah)
Mengenali Gejala dan Tanda Kala II
Kenali Tanda dan Gejala Kala II
1. Dengarkan, lihat dan periksa gejala dan tanda Kala Dua

 Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran


 Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
 Perineum tampak menonjol
 Vulva dan sfinger ani membuka.
Siapkan Pertolongan Persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia: tempat
tidur datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan
jarak 60 cm dari tubuh bayi

 Gelarlah kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi
 Siapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

3. Kenakan atau pakai celemek plastik.


4. Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan
air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang
bersih dan kering.
5. Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (Gunakan tangan yang memakai sarung
tangan DTT dan steril. Pastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik).
Pastikan Pembukaan Lengkap dan Kondisi Janin Baik
7. Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan
menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT. Jika introitus vagina, perineum
atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang

 Buang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia


 Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam
dalam larutan klorin 0,5% – Langkah 9)

8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.

 Bila selaput ketuban dalam belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka
lakukan amniotomi.

9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam
keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangah setelah
sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/ menit)

 Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal


 Dokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

Siapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran


11. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu
dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya

 Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan sesuai temuan yang ada
 Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.

12. Pinta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (Bila ada rasa ingin meneran
dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada dorongan kuat untuk
meneran:

 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif


 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila
caranya tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
 Berika cukup asupan cairan per-oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam)
meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan
yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya
kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal
itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi

 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong
diantara klem tersebut.

21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu
untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah
atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong
dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang
masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
Penanganan Bayi Baru Lahir
25. Lakukan penilaian (selintas):

 Apakah bayi menangis kuat dan/ atau bernapas tanpa kesulitan?


 Apakah bayi bergerak dengan aktif?
 Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan resusitasi
(Langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir
dengan asfiksi).

26. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu

 Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa
membersihkan verniks) kecuali bagian tangan
 Ganti handuk basah dengan handuk kering
 Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.

27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil
tunggal).
28. Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus
berkontraksi baik).
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di
1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30. Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir pada sekitar 3
cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah
distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

 Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan
pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian lingkarkan
kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan
benang dengan simpul kunci
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.

32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan
posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan
baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi.
Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang
lain mendorong uterus ke arah belakang – atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi
prosedur di atas.

 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga
untuk melakukan stimulasi puting susu.

37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)

 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10
cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:

- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM


- Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
- Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.

 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril
untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)

 Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik
melakukan rangsangan taktil/ masase.

Penilaian Perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Masukkah plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan.
Asuhan Pasca Persalinan
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu – bayi (di dada ibu paling sedikit 1
jam)

 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu
30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi
cukup menyusu dari satu payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu.

44. Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan
vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit
ibu – bayi.
45. Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1) di paha
kanan anterolateral.

 Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan


 Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam
satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
 46. Lanjutkan permantauan kontraksi dan mencegah perdarahan per vaginam
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk
menatalaksana atonia uteri.

47.Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangann darah.
49. Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama 2 jam pertama persalinan

 Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-
60 kali/ menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5).
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan
darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman, Bantu ibu memerikan ASI. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam
keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan
tissue atau handuk yang kering dan bersih.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala
IV.
II. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
Menurut (Muslihatun, 2010) prinsip pendokumentasian manajemen kebidanan ada dua, yaitu :
A. Konsep Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis
data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah Berikut merupakan langkah-langkah
manajemen kebidanan yang dijelaskan oleh Varney:
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya, meninjau catatan terbaru
atau catatan sebelumnya, dan meninjau data laboratorium dan membandingkannya
dengan hasil studi.
Dalam melakukan pengkajian data dasar pasien kita sebagai bidan harus tahu
alasan tau rasionalisasi pengkajian data tersebut. Berikut ini rasionalisasi/alasan
pengkajian pada asuhan kebidanan :
1) Identitas ibu, terdiri dari
a) Nama
Mengkaji nama untuk mengenal ibu dan membantu menjalin keakraban
dengan ibu serta melengkapi identitas ibu.
b) Umur
Untuk deteksi dini komplikasi pada usia ibu. Apakah termasuk rentang
usia reproduksi sehat atau tidak, yaitu pada usia terlalu tua atau terlalu
muda.
c) Pendidikan
Data ini digunakan agar bidan dapat mengetahui tingkat intelektual ibu
karena tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang
dan menyesuaikan pemberian konseling pada ibu dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan tingkat pengetahuan ibu.
d) Pekerjaan
Untuk mengetahui beban aktivitas ibu sehari-hari (apakah ibu beraktivitas
diluar rumah, berapa banyak ia berjalan, membawa beban berat atau
tidak, aktivitas tersebut akan mempengaruhi kehamilannya atau tidak)
serta untuk menentukan apakah ada keseimbangan antara beban fisik
dari pekerjaan ibu dengan istirahat yang ibu lakukan dengan asupan
makanan ibu.
e) Agama
Untuk menentukan dukungan spiritual yang akan diberikan bidan,
mengetahui perintah atau larangan dalam agama yang berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan ibu. Data ini juga dapat digunakan untuk
melakukan pendekatan dalam asuhan kebidanan yang diberikan.
f) Suku bangsa
Untuk mengetahui adat istiadat/kebiasaan yang dilaksanakan oleh ibu,
apakah kebiasaan itu membahayakan untuk ibu dan janin.
g) Identitas suami
Digunakan untuk mengenal suami dan memudahkan dalam melibatkan
suami dalam pemberian asuhan kebidanan.
h) Alamat
Data ini dapat digunakan untuk mengukur jarak dari tempat tinggal ibu ke
pelayanan kesehatan dan untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal
ibu.
2) Keluhan utama
Data ini digunakan untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu secara
fisik maupun psikologis sehingga klien datang ke tenaga kesehatan,
mengidentifikasi keluhan tersebut fisiologis/patologis, dan mendeteksi adanya
tanda bahaya atau komplikasi yang mungkin muncul.
3) Riwayat kesehatan
Data ini dapat digunakan untuk mengetahui status kesehatan ibu.
Apakah ibu sedang menderita penyakit tertentu yang dapat berpengaruh
terhadap kondisi ibu.
4) Riwayat kehamilan sekarang
a) HPHT
Untuk mengetahui umur kehamilan dan kapan tanggak perkiraan lahir.
b) Tanda bahaya
Untuk membantu menentukan diagnosa/masalah potensial yang
kemungkinan terjadi pada ibu.
c) Imunisasi TT
Untuk mengetahui apakah ibu sudah mendapatkan proteksi dari penyakit
tetanus.
d) Kekhawatiran khusus
Digunakan untuk mellihat apakah klien mengalami kekhawatiran
tertentu yang berakibat pada diri dan janinnya, serta membantu bidan
dalam memberikan konseling yang tepat sesuai dengan kebutuhan ibu.
5) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a) Jumlah kehamilan
Untuk mengetahui apakah kehamilan ibu termasuk kehamilan beresiko
atau tidak.
b) Jenis persalinan
Untuk menentukan apakah ibu termasuk golongan resiko tinggi atau tidak.
Dan menentukan asuhan yang akan diberikan.
c) Berat bayi
Untuk membantu menentukan riwayat kesehatan ibu dalam kehamilan
yang lalu misalnya apakah ibu menderita DM atau tidak.
6) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Pengkajian pada pola nutrisi sangat penting untuk mengetahui gambaran
bagaimana ibu mencukupi asupan gizinya selama hamil dan nifas serta untuk
mengetahui apakah ibu berpantang makan tau tidak. Sehingga membantu
bidan dalam menentukan asuhan yang diberikan.
7) Riwayat psikososial
Untuk membantu bidan mendapatkan gambaran psikologis ibu dan membantu
dalam memberikan asuhan serta untuk mempersiapkan persalinan yang aman
untuk ibu.
2. Langkah II : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang
telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Standar nomenklatur diagnosis
kebidanan tersebut adalah diakui dan telah disyahkan oleh profesi, berhubungan
langsung dengan praktis kebidanan, memiliki ciri khas kebidanan, didukung oleh
clinical judgement dalam praktek kebidanan, dan dapat diselesaikan dengan
pendekatan manajemen kebidanan.
3. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini dilakukan identifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil
mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis/ masalah
potensial ini benar-benar terjadi.
4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan
penanganan segera.
Dalam langkah ini diperlukan tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/ atau untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain
sesuai dengan kebutuhan klien. Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi.
Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus
bertindak segera untuk kepentingan keselamatan ibu dan anak.
5. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini
informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Semua keputusan yang
dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid
berdasarkan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan
atau tidak akan dilakukan klien.
6. Langkah VI : Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah ke lima harus
dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau anggota tim kesehatan lain. Manajemen yang efisien akan menyingkat
waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.
7. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefktifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan
diagnosis. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut lebih efektif
sedang sebagian belum efektif.
B. Pendokumentasian SOAP
Menurut Mushlihatun (2010), dokumentasi SOAP adalah catatan tentang interaksi
antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim kesehatan tentang hasil
pemeriksaan, prosedur tindakan, pengobatan pada pasien, pendidikan pasien, dan respon
pasien terhadap semua asuhan yang telah diberikan.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang
telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, di dalamnya tersirat proses berfikir bidan
yang simetris dalam menghadapi seseorang pasien sesuai langkah-langkah manajemen
kebidanan. Prinsip dari metode SOAP merupakan proses pemikiran penatalaksanaan
manajemen yaitu:
1. Data Subjektif (S)
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang
diperoleh melalui annamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah
dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan
keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan
menguatkan diagnosis yang akan di susun.
2. Data Objektif (O)
Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh
melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan
laboratorium/ pemeriksaan diagnostik lainnya. Catatan medik di informasi dari
keluarga atau orang lain dapat di masukkan dalam data objektif ini. Data ini akan
memberikan bukti gejala klinis pasien data fakta yang berhubungan dengan
diagnosis.
3. Analisa (A)
Analisa merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut
Helen Varney langkah kedua, ketiga, dan keempat sehingga mencakup hal-hal
sebagai berikut: diagnosis/ masalah kebidanan, diagnosis/ masalah potensial
serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi
diagnosis/ masalah potensial.
4. Penatalaksanaan (P)
Pendokumentasian menurut Helen Varney langkah kelima, keenam, dan
ketujuh. Pendokumetasian P dalam SOAP ini adalah pelaksanaan asuhan sesuai
rencana yang telah di susun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi
masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, Y. and Evareny, L. (2015) ‘Pengaruh Masase pada Punggung Terhadap Intensitas Nyeri Kala
I Fase Laten Persalinan Normal Melalui Peningkatan Kadar Endorfin’, 4(1), pp. 70–77.
Atun Raudotul Ma’rifah, S. (2013) ‘Efektifitas Tehnik Counter Pressure Dan Endorphin Massage
Terhadap Nyeri Persalinan Kala 1 Pada Ibu Bersalin’, pp. 2–9.
C, V., & M, J. (2010). Buku Ajar Asuhan Kebidanan (4 ed.). Jakarta: EGC.
Herawati, B. (2013) ‘Hubungan Inisiasi Menyusui Dini’, Jurnal Riset Kesehatan, 6(5), pp. 289–294.

Herawati, R. (2016) ‘Evaluasi Tehnik Relaksasi Yang Paling Efektif Dalam Penatalaksanaan Nyeri
Persalinan Kala I Terhadap Keberhasilan Persalinan Normal’, 2(2), pp. 102–113.

indonesia, d. k., & bidan. (2017). kebidanan teori dan asuhan. jakarta: EGC.
JNPK-KR. (2008). Asuhan Persalinan Normal & inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Khairani Leli, Komariah, M. and Mardiah, W. (2012) ‘Pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus
pada ibu post partum di ruang post partum kelas iii rshs bandung’, pp. 1–14
Kusyati, E., Astuti, L. P., & Pratiwi, D. D. (2012). Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Tingkat Nyeri Persalinan Kala 1 di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Semarang. I,
93-100.
Mander. 2012. Nyeri Persalinan. Jakarta. EGC

Manurung, S. et al. (2013) ‘Pengaruh Tehnik Pemberian Kompres Hangat Terhadap Perubahan
Skala Nyeri Persalinan Pada Klien Primigravida dan Puskesmas Cilandak Jakarta Selatan’,
4(1), pp. 1–8.

Muslihatun. (2010). Dokumentasi Kebidanan. yogyakarta: fitramaya.


Novita, K. R., Rompas, S. and Bataha, Y. (2017) ‘Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas dalam terhadap
Respon Nyeri pada Ibu Inpartu Kala I Fase Aktif di Puskesmas Bahu Kota Manado’, 5, pp. 1–
4.

Putri, D. and Syakrani, F. (2015) ‘Kecemasan Ibu Dalam Menghadapi Proses Ambacang Bukittinggi
Tahun 2015’.

Reeder. 2014. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga Edisi 18. Jakarta: EGC

Saifuddin, A. B. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonataal.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sari, E. N. (2014) ‘Dukungan Suami Dengan Tingkat Kecemasan Pada Ibu Primigravida Dalam
Menghadapi Persalinan Di Rsud Dr. Wahidin Sudirohusodo Mojokerto 2014’, (May), pp. 1–7.

Sarwono, P. (2010). Ilmu Kebidanan (2 ed.). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka sarwono prawirohardjo.
Sofian. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Edisi 3, Jilid 1.
Jakarta. EGCAryani, Y. and Evareny, L. (2015) ‘Pengaruh Masase pada Punggung Terhadap
Intensitas Nyeri Kala I Fase Laten Persalinan Normal Melalui Peningkatan Kadar Endorfin’,
4(1), pp. 70–77.

Varney H, Jan M.K, C. (2010) Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 4th edn. 2010: EGC.
Wardini Sri (2011) ‘volume perdarahan kala IV terdapat perbedaan volume perdarahan pada kala IV
pada IMD dan tidak IMD’, 3(2), pp. 79–94.

Wiyati, N., & Sumarah. (2009). Perawatan ibu bersalin (asuhan kebidanan pada ibu bersalin).
yogyakarta: fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai