Disusun oleh :
NIKEN PRATIWI
201210104310
AISYIYAH YOGYAKARTA
TAHUN 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target
yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium pada tujuan ke 5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai tahun 2015 adalah
mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Salah satu upaya Depkes dalam
mempercepat penurunan AKI adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap
ibu yang membutuhkan, seperti penyedian pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang berkualitas . (APN 2008).
Angka kematian ibu provinsi jawa tengah untuk tahun 2009 berdasarkan
laporan dari kabupaten atau kota sebesar 117,02 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
tersebut telah memenuhi target dalam indikator sehat 2010 sebesar 150 per 100.000
dan mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2008 sebesar
114,42 per 100.000 kelahiran hidup.
WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000
meninggal saat hamil atau bersalin. Berdasarkan hasil SDKI 2007 derajat kesehatan ibu dan
anak di Indonesia masih perlu ditingkatkan, ditandai oleh Angka Kematian Ibu (AKI)
yaitu 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan pada MDGs tujuan ke-5 diharapkan
menjadi 102/100.000 KH. Pada tahun 2008 sekitar 4.692 jiwa ibu melayang dimasa
kehamilan, persalinan, dan nifas. Menurut dr. Sri Hermiyanti, penyebab langsung kematian ibu
adalah pendarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, abortus 5% (SKRT
2001).
Beberapa hal tersebut diakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat
mengambil keputusan, terlambat sampai di tempat pelayanan dan terlambat
mendapatkan pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda,
terlalu banyak, terlalu rapat jarak kelahiran).
Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu
meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi a d a l a h P r o g r a m P e r e n c a n a a n
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program dengan
menggunakan stiker ini, dapat meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga),
keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman.
Tiga penyebab klasik kematian ibu adalah infeksi, pre eklamsia dan
perdarahan. Perdarahan adalah penyebab tersering kematian ibu.
Perdarahan tersebut bisa dialami oleh ibu baik ketika sedang hamil, pada
saat persalinan dan dalam masa pemulihan selama 40 hari setelah
melahirkan ( masa nifas ).
Perdarahan pasca persalinan bukanlah suatu diagnosis tetapi suatu
kejadian yang harus dicari kausalnya. Misal perdarahan pasca persalinan
karena atonia uteri, robekan jalan lahir, karena sisa plasenta atau oleh
gangguan pembekuan darah. Sifat perdarahan pasca persalinan bisa banyak
, bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau merembes sedikit
demi sedikit tanpa henti.
Perdarahan pasca persalinan yang menyebabkan kematian ibu 45 %
terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu
setelah bayi lahir dan 82-88 % dalam dua minggu setelah bayi lahir.
Selama kehamilan ibu yang akan memasuki persalinan dianjurkan
untuk melakukan latihan-latihan. Setiap bentuk latihan yang memperbaiki
tonus otot perlu dianjurkan, asalkan hal ini tidak berbahaya dan tidak
berlebihan.
Robekan jalan lahir atau yang biasa disebut dalam dunia medis
adalah ruptur perineum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perdarahan pasca persalinan. Bila perdarahan pasca persalinan tidak
mendapat penanganan semestinya akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu.(Prawirohardjo, 2009)
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun
episiotomi perineum .Episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi
antara lain bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak,
persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum.
Ruptur Perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu
persalinan dan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain posisi
persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan, berat badan bayi baru lahir
dan keadaan perineum. (Enggar, 2010)
Ruptur yang terjadi bisa ringan (lecet/laserasi), bisa juga berat
sampai derajat tiga dan empat. Oleh karena itu setiap persalinan harus
dilakukan inspeksi secara teliti.
Pada kala 2 persalinan perlu adanya perhatian yang seksama dalam
melahirkan kepala bayi. Diameter kepala janin sekecil mungkin yang
diperbolehkan untuk meregangkan vulva dan perineum. Bidan harus tetap
menahan perinium dengan tangannya. Penanganan ini boleh jadi
menyebabkan memar jaringan yang telah sangat teregang dan memudahkan
untuk robek.
Salah satu prosedur yang dianggap mengurangi konsekuensi tersebut
adalah persiapan fisik misalnya masase perineum (Labreque, et al 1999).
Peregangan dan masase perineum selama kala dua persalinan telah
dianjurkan untuk melenturkan perineum dari kemungkinan terjadinya
robekan perineum atau terjadinya episiotomi. Akan tetapi masase perineum
saat persalinan tidak bermakna dalam mengurangi ruptur perineum (Stamp,
et al 2001)
Melakukan masase perineum juga dipercaya bermanfaat untuk
membuat jaringan tersebut lebih lentur. Pemijatan perineum sebaiknya
sudah mulai dilakukan sejak enam minggu sebelum hari-H persalinan, ibu
bisa mulai memijat daerah perineum, area di antara vagina dan anus.
Pijatan pada perineum ini dapat meningkatkan kemampuan meregang area
ini, sehingga kemungkinan ibu mengalami episiotomi (sayatan pada pintu
vagina untuk mempermudah keluarnya bayi) maupun robekan akibat
persalinan jadi lebih kecil.
Tujuh puluh persen wanita yang melahirkan pervaginam sedikit
banyak mengalami trauma perineal yang berhubungan dengan morbiditas
post natal dengan robekan yang mengenai sfingter ani yang tidak
terlaporkan. Robekan ini bisa berhubungan dengan inkontinensia tetap
post partum yang menyengsarakan (Sultan et al, 2002).
Dari beberapa penelitian bahwa dengan melakukan massage atau
pijat pada daerah perineum memberikan manfaat dalam hal mengurangi
kejadian operasi episiotomi. Seperti yang ditulis dalam sebuah artikel di
American Journal of Obtetrics and Gynaecology tahun 1999 yang ditulis
oleh dr. Labrecque M, seorang dokter kandungan di Watford General
Hospital Inggris, yang menganjurkan persalinan alami pada mereka yang
tidak mengalami masalah selama masa kehamilannya. Beliau melakukan
riset tentang efektivitas dan manfaat massage perineum (yang dimulai
pada minggu ke 34) dalam mencegah terjadinya perobekan serta
mengurangi episiotomi pada proses persalinan alami dan menyimpulkan
bahwa dengan melakukan massage perineum dapat mengurangi
dilakukannya episiotomi.
Kesimpulan Labrecque didukung riset serupa oleh dr. Richard
Johanson, MRCOG, dokter kandungan dari North Staffordshire Maternity
Hospital, Inggris. Ia mencatat, ibu-ibu yang rajin melakukan pijat
perineum sejak 3 bulan sebelum hari-H persalinan, terbukti hampir tidak
ada yang memerlukan tindakan episiotomi. Kalaupun terjadi perobekan
perineum secara alami, maka luka pulih dengan cepat.
Dalam Al-Quran pun sudah dijelaskan ayat tentang rasa kurang
nyaman dalam persalinan yaitu Surah Maryam ayat 23 yang artinya
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada
pangkal pohon kurma, dia berkata : Aduhai , alangkah baiknya aku mati
sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.
Dari surat tersebut dapat diambil himahnya yaitu setiap ibu ketika sedang
berjuang melahirkan anaknya memang suatu perjuangan yang sangat
hebat dan untuk itu ibu yang melahirkan diharapkan kuat menjalani
karena ada balasan dari Allah jika dia ikhlas menjalaninya.
Pada penelitian (Tengku royani, 2009) yang berjudul Efektifitas
pijat perineum terhadap ruptur perineum di RB Fatimah Ali I dan Fatimah
Ali 2 didapatkan hasil bahwa pemijatan perineum sangat efektif terhadap
kejadian ruptur perineum. Penting diinformasikan dan diterapkan bahwa
pemijatan perineum merupakan salah satu intervensi non farmakologik
untuk mencegah terjadinya ruptur perineum di berbagai pelayanan
kesehatan baik di rumah sakit, klinik, puskesmas maupun masyrakat.
Pada bulan lalu dilakukan studi pendahuluan di BPS Sang timur klaten
diperoleh data bahwa angka ruptur perineum lebih banyak terjadi pada primigravida
dikarenakan masih belum mempunyai pengalaman dalam persalinan serta perineum
yang masih kaku mengakibatkan terjadi ruptur perinium derajat 2. Dari 15 orang
yamg bersalin pada bulan oktober. Primipara ada 8 orang dan 7 orang multipara. 5
dari 8 orang primipara yang melahirkan mengalami ruptur derajat dua , 3 orang hanya
derajat satu. 2 dari 7 orang multipara ruptur derajat dua dan 5 orang ruptur derajat
satu.
Untuk itu penulis ingin mengetahui pengaruh pemijatan perineum pada
persalinan kala 2 terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin di BPS Sang
Timur Klaten Tahun 2012.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin mengetahui apakah ada pengaruh
pemijatan perineum pada persalinan kala 2 terhadap kejadian ruptur perineum pada
ibu bersalin di BPS Sang Timur Klaten.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh pemijatan perineum pada persalinan kala 2 terhadap
ruptur perineum pada ibu bersalin di BPS Sang Timur Klaten.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan pemijatan perineum pada
persalinan kala 2 di BPS Sang Timur Klaten.
b. Diketahuinya derajat ruptur perineum pada kelompok yang dilakukan
pemijatan perineum pada persalinan kala 2
c. Diketahuinya derajat ruptur perineum pada kelompok kontrol
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi BPS Sang Timur
Dapat mengurangi resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan khususnya
ruptur perineum pada ibu bersalin dengan menerapkan pemijatan perineum.
Sehingga mengurangi angka kejadian trauma pada ibu bersalin.
2. Bagi masyarakat/ibu bersalin
Untuk para ibu muda yang akan memasuki persalinan dianjurkan untuk
banyak mendapatkan informasi tentang persalinan agar tidak merasa khawatir saat
persalinan tiba. Dan dianjurkan untuk banyak latihan seperti senam hamil dan
pemijatan perineum yang bisa dilakukan saat memasuki usia 34 minggu.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini bisa dijadikan dasar penelitian selanjutnya. Dan
diharapkan penelitian selanjutnya dapat menggali lebih banyak tentang cara
mengurangi trauma pada persalinan.
E. RUANG LINGKUP
1. Lingkup materi
Penelitian ini mengambil materi tentang pemijatan perineum, persalinan kala 2
dan ruptur perineum.
2. Lingkup responden
Penelitian ini mengambil semua ibu bersalin yang dilakukan pemijatan
perineum pada persalinan kala II dan yang tidak dilakukan pemijatan.
3. Lingkup waktu
Penelitian dilakukan mulai dari penyusunan sampai dengan pengumpulan hasil
akhir.
4. Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di BPS Sang Timur, kec.Kalikotes , Kab. Klaten
karena di BPS tersebut masih banyak ibu yang mengalami ruptur perineum.
F. KEASLIAN PENELITIAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
kepala dan tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
2) Persalinan spontan adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu
caesarea.
c. Faktor penting yang berperan pada persalinan adalah :
1) Kekuatan yang ada pada ibu (Power)
2) Keadaan jalan lahir (Passage)
3) Keadaan janin (Passenger)
4) Psikis ibu (Psicology)
5) Penolong persalinan (Provider)
(Sumarah, 2008).
d. Mekanisme Persalinan
1) Penurunan terjadi selama persalinan oleh karena daya dorong dari kontraksi
ini, diameter terkecil dari kepala janin dapat masuk kedalam panggul dan
terus menuju dasar panggul. Pada saat kepala berada dasar panggul
anteroposterior dari panggul ibu. Kepala akan berputar dari arah diameter
kanan miring kearah diameter AP dari panggul. Tetapi bahu tetap miring ke
kiri . Dan dengan demikian, hubungan normal antara poros panjang kepala
janin dengan poros panjang dari bahu akan berubah dan leher akan berputar
45 derajat. Hubungan antara kepala dan panggul ini akan terus berlangsung
selama kepala janin masih berada di dalam panggul. Pada umumnya, rotasi
penuh dari kepala ini akan terjadi ketika kepala telah mencapai dasar
panggul atau segera setelah itu. Perputaran kepala interna dini kadang-
kadang bias terjadi pada wanita multipara atau wanita lainnya yang
terjadi oleh karena gaya tahanan dari dasar panggul dimana gaya tersebut
bawah symphysis pubis dan bekerja sebagai titik poros. Uterus yang
membuka lebar.
6) Rotasi adalah perputaran kepala sejauh 45 derajat baik ke arah kiri atau
bahu. Pada saat kepala janin mencapai dasar panggul, bahu akan mengalami
perputaran dalam arah yang sama dengan kepala janin agar terletak di dalam
diameter yang besar dari rongga panggul (AP). Bahu anterior akan terlihat
pubis.
8) Bahu posterior kemudian akan meregangkan perineum dan kemudian
dilahirkan dengan cara fleksi lateral. Setelah bahub dilahirkan, sisa tubuh
(PUSDIKNAKES, 2003)
mendatar dan dinding depannya dapat dilihat dan anus mengalami dilatasi yang
vagina yang mengikuti lingkungan yang sama dengan kanalis pelvis. Ekspulsi
fetus dibantu oleh usaha ibu dalam gerakan melahirkan. Pada saat persalinan
Perineum adalah bagian permukaan pintu bawah panggul, yang terletak antara
vulva dan anus (Dorland, 1998). Perineum adalah bagian yang terletak antara
b. Pengertian Ruptur perineum adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa,
(Dorland, 1994). Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh
rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu
pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga
perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada
Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama,
karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan
melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu
lama. Perineum berperan dalam persalinan karena merupakan bagian luar dari
Ruptur perineum spontan adalah perlukaan jalan lahir atau robekan perineum
secara tidak sengaja karena sebab sebab tertentu. Luka ini terjadi pada saat
perineum adalah :
1) Kulit perineum mulai meregang dan tegang
2) Ketika kucuran darah keluar dari liang vagina, ini sering mengindikasikan
yaitu :
1) Perineum
Daerah perineum bersifat elastic, tapi dapat juga ditemukan perineum
yang kaku, terutama pada nullipara yang baru mengalami kehamilan pertama
(primigravida). Perineum kaku adalah tidak elastisnya lantai falfis dan struktur
perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-
nafas saat meneran atau tidak boleh meneran sambil menahan nafas. Penolong
kontraksi, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi agar ibu tidak kelelahan
perineum
b) Merangkak
Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit
pada perineum.
c) Jongkok /berdiri
Memudahkan penurunan kepala janin, memperluas panggul sebesar
2007)
(Waspodo, 2008).
menyilang dengan jaringan superfisial corpus perinei. Fungsi dari otot ini
membrane sfingter urethrae. Fasia otot ini membantu mengisi ruang anterior
externum.
5) Otot-otot yang mengendalikan ostium urethrae externum
Merupakan muara dari uretra bagian distal yang ditekan oleh serabut- serabut
otot. Sfingter ini analog dengan sfingter pada pria, dan mempunyai nama
yang sama, tetapi pada wanita sfingter ini lebih lemah dan merupakan struktur
yang kurang penting. Ostium ini mempunyai tepi yang melewati ke eversi
yang kadang- kadang sulit ditemukan apabila ingin memasukan kateter urine.
Ostium ini harus dibedakan dari klotoris yang harus didefinisikan terlebih
dahulu.
6) Ligamenta Triangulares
Dua daerah tri angular terletak didepan dan dibatasi oleh musculus
jaringan musculo membranosa dan mempunyai fascia yang terdiri atas lamina
inferior dan superior, yang merupakan perluasan dari fascia musculus
arcus pubis
7) Fossa Ischiorectalis
Fossa ischiorectalis dibatasi oleh musculus gluteus maximus, ditutupi oleh
musculus bulbocavernosus pada sisi yang lain. Daerah ini terisi oleh lemak.
Vascularisasi dari cabang-cabang arteria dan vena iliace interna. Drainase dari
otot-otot Profundal Dasar Pelvis. Otot-otot ini terletak lebih dalam pada pelvis,
diatas lapisan otot-otot superficial. Otot ini berada sedalam 5 mm. Masing
tersebut.
h. Anatomi perineum dan dasar pelvis
Gambar jaringan penyusun perineum
i. Komplikasi dan bahaya ruptur perineum
1) Perdarahan
Perdarahan pada ruptur perineum dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur
derajat dua dan tiga atau jika ruptur meluas kesamping atau naik ke vulva
mengenai klitoris.
2) Infeksi
Karena dekat dengan anus, laserasi perineum dapat dengan mudah
terkontaminasi feses. Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera
4) Estetika
Saat pasca persalinan seringkali timbul luka parut pada vagina. Itu dapat
rasa tidak nyaman pada ibu maupun suami akibat berkurangnya keelastisitasan
perineum.
5) Fistula
Pada laserasi perineum dilakukan penjahitan secara menyeluruh dan teliti,
karena jika menjahitnya tidak teliti dan terdapat ruang kosong maka akan
(APN, 2008)
j. Penatalaksanaan Ruptur Perineum
Menurut Wiknjosastro (2005) penatalaksanaan ruptur perineum adalah sebagai
berikut :
1) Robekan Perineum Tingkat 1
Dijahit dengan menggunakan benang catgut yang dijahitkan secara jelujur atau
dengan angka delapan.
2) Robekan Perineum Tingkat 2
Jika ditemukan pinggiran robek tidak rata atau bergerigi harus diratakan
terlebih dahulu, baru dilakukan penjahitan , mula-mula otot dijahit dengan
catgut kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-
putus atau jelujur. Penjahitan vagina dimulai dari puncak robekan.
3) Robekan Perineum Tingkat 3
Mula-mula dinding depan rektum yang dijahit , kemudian fasis perirektal dan
fasis septum rektovaginal dijahit dengan cromik, sehingga bertemu kembali.
4) Robekan Perineum Tingkat 4
Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan di klem
dengan klem lurus, kemudian dikaitkan dengan 2-3 jahitan catgut cromic
sehingga bertemu kembali, selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti
menjahit robekan perineum tingkat 1.
AKIBAT :
1. Pendaraha
n
2. Infeksi
3. Fistula
4. Dispareuni
a
5. Estetika/dis
fungsi
KERANGKA KONSEP
Variabel pengganggu
1. FAKTOR IBU
- Paritas
- Perineum kaku
- Cara meneran
2. FAKTOR BAYI
- Berat badan bayi
- Kelainan letak
3. FAKTOR BIDAN
- pimpinan
persalinan
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: arah hubungan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu penelitian yang
subjeknya diberi perlakuan (treatment) kemudian diukur akibat dari perlakuan
tersebut pada diri subjek penelitian.
Metode penelitian dengan menggunakan True Eksperimen dengan rancangan
post-test only group design dimana kasus pada kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol diambil dengan cara random. Tekhnik pengambilan sample dengan
menggunakan Simple Random Sampling dimana setiap anggota populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sample dan hanya boleh dilakukan
apabila populasinya homogen.
B. Variabel penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemijatan perineum pada persalinan
kala II
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ruptur perineum
3. Variabel pengganggu
Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah Paritas, Perineum kaku, Cara
meneran, Berat badan bayi, Kelainan letak, pimpinan persalinan
Variabel pengganggu dikendalikan dengan cara :
1) Paritas tidak dikendalikan karena menggunakan Primigravida dan
multigravida yang masing-masing digunakan sebagai kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol.
2) Perineum kaku dikendalikan dengan memilih ibu bersalin yang memiliki
perineum kaku atau yang tidak elastis.
3) Cara meneran tidak dikendalikan
4) Berat badan bayi dikendalikan dengan memilih bayi dengan berat lahir 2500-
3500 gram sesuai dengan batas berat lahir normal.
5) Kelainan letak dikendalikan dengan memilih bayi yang lahir dengan letak
belakang kepala.
6) Pimpinan persalinan dikendalikan dengan cara memilih bidan yang sabar dan
mempunyai pengetahuan baik tentang asuhan persalinan normal.
C. Definisi Operasional
1. Pemijatan perineum
Massage perineum merupakan pijatan pada area perineum atau penguluran
(stretching) lembut yang dilakukan pada minggu-minggu terakhir dari kehamilan
sekitar minggu ke 34 atau minggu ke-35. Dan bisa juga dilakukan pada saat proses
persalinan saat tidak ada kontraksi supaya jaringan pada perineum lebih elastis.
Dapat dikategorikan :
a. Dilakukan pemijatan perineum pada persalinan kala II
b. Tidak dilakukan pemijatan perineum pada persalinan kala II
Skala data : Nominal
2. Ruptur Perineum
Kejadian ruptur perineum adalah luka pada yang terjadi pada proses persalinan
yang disebabkan oleh spontan ataupun disengaja (episiotomi). Dapat diketahui
secara langsung pada saat persalinan kala II. Dikategorikan menjadi :
a. Ruptur perineum spontan : robekan perineum pada saat kepala janin lahir
dalam proses persalinan.
a) Ruptur perineum tingkat I : Robekan hanya pada selaput lendir vagina,
kommisura posterior dengan atau tanpa mengenai kulit perineum, sekitar
1-1,5 cm. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka
baik.
b) Ruptur perineum tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina,
kommisura posterior, kulit perineum dan otot perineum.
c) Ruptur perineum tingkat III : robekan mengenai elaput lendir vagina,
kommisura posterior, kulit perineum dan otot perineum, otot sfingter ani.
d) Ruptur perineum tingkat IV : robekan mengenai elaput lendir vagina,
kommisura posterior, kulit perineum dan otot perineum, otot sfingter ani
dan dinding depan rektum.
b. Ruptur perineum episiotomi : suatu tindakan pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan
pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasis perineum dan kulit sebelah
depan perineum.
Skala data : Ordinal
D. Populasi dan Sample
1. Populasi
Dalam penelitian ini yang termasuk populasi adalah seluruh ibu yang bersalin
normal dengan ruptur perineum di BPS Sang Timur Klaten tahun 2013.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang bersalin normal di BPS Sang
Timur Klaten tahun 2013. Tekhnik pengambilan sampelnya dengan Simple
Random Sampling (Agus Riyanto, 2011).
Kriteria Inklusi :
a. Ibu bersalin normal
b. Bersedia menjadi responden
E. Etika Penelitian
Beberapa prinsip penelitian pada manusia yang harus dipahami antara lain:
1. Prinsip Manfaat
manusia memiliki hak dalam menentukan pilihan antara mau atau tidak untuk
3. Prinsip Keadilan
menghargai hak dan memberikan pengobatan secara adil, baik menjaga privasi
manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. masalah etika yang harus
a. Lembar Persetujuan
persetujuan untuk mejadi responden dengan tujuan agar subjek mengerti maksud
dan tujuan penelitian jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
b. Anonimity
dengan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data sehingga
nama rersponden bisa dirahasiakan, cukup dengan memakai kode pada masing-
c. Confidentaly
Penelitian menjamin kerahasiaan masalah-masalah reponden yang
dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
Alat penelitan (instrumen penelitian) adalah suatu alat yang digunakan untuk
Intervensi.
2. Metode Pengumpulan Data
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari responden
3. Jalannya penelitian
a. Tahap Persiapan
b. Permohonan ijin studi pendahuluan
c. Penyusunan proposal penelitian
d. Tahap penelitian
Pelaksanaan penelitian di BPS Sang Timur Klaten tahun 2013. Tata cara
pelaksanaan penelitian:
1) Pengurusan surat izin penelitian, yaitu dengan meminta surat rekomendasi
angka 1 dan tidak pemijatan dengan angka 2. Tidak ruptur dengan angka 0,
angka 5.
c. Tabulating (tabulasi)
Kegiatan yang dilakukan dalam tabulasi adalah menghitung secara
t hitung = d
Sd / n
Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada
ruptur perineum. Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha di tolak
yang berarti Tidak ada pengaruh pemijatan perineum pada persalinan kala
Al-Quran dan terjemahan QS. Maryam 23 (2008). Bandung : Sinar Baru Alyesindo.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik : Jakarta. Rhineka Cipta.
Enggar P, Y. . 2010. Hubungan berat badan lahir dengan kejadian ruptur perineum pada
persalinan normal di RB Harapan Bunda di Surakarta. Surakarta : Jurnal kesehatan.
Labreque, M. (1999). Randomized Control Trial of prevention of perineal Trauma by
Perineal Massage During Pregnancy. AM Jobstetri Gynecology. 180 : 593-600
Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan Kandungan dan KB. Jakarta : EGC.
Prawiroharjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Pusdiknakes, WHO. 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Fisiologis Bagi Dosen
Diploma III Kebidanan. Jakarta : JHPIEGO.
Saifudin A.B. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sultan, et al. 2004. Anal Sphincter Trauma During Instrumental Delivery Int J, Obgyn, 43 (3)
: 263
Stamp, et al. 2001. Perineal Massage in Labour and Prevention of Perineal Trauma, http
://bmj.Bmjjournals.com.
Veralls, S. 2003. Anatomi dan Fisiologi Terapan dalam Kebidanan. Jakarta : EGC
Waspodo A.R, dan Danuatmaja, B. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro H., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo.