Anda di halaman 1dari 39

Spotting

a. Definisi

Spotting adalah perdarahan inter-menstrual yang jumlahnya sedikit

sekali sehingga tidak memerlukan pemakaian tampon atau kain atau

kassa pembalut (Hartanto, 2015).

Spotting yaitu perubahan pola haid berupa perdarahan bercak

ringan (Sulistywati, 2014). Spotting adalah perdarahan yang tidak ada

hubungan dengan haid dan dapat disebabkan kelainan organik dan

kelainan hormon (Dewi Kurnia, 2013).

b. Penyebab

Disebabkan karena penurunan kadar estrogen yang menyebabkan

terhambatnya pembentukan endometrium dan menimbulkan perdarahan


yang tidak teratur sama sekali, penyebab lain stres psikologi serta

komplikasi dan pemakaian alat kontrasepsi (Irianto, 2015).

c. Penatalaksanaan kasus spotting

Menurut Handayani (2010), penatalaksanaan kasus spotting

adalah Spotting sering ditemukan terutama pada tahun pertama

pemakaian implan bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak

diperlukan tindakan apapun. Bila klien mengeluh dapat diberikan :

1) Kotrasepsi oral kombinasi (30-50 µg) selama 1 siklus.

2) Ibuprofen (hingga 800 mg 3 kali sehari x 5 hari). Terangkan pada

klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis.

3) Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil

kombinasi selama 3-7 hari dan lanjutkan dengan satu siklus pil

kombinasi.
Penatalaksanaan kasus spotting menurut Saifuddin, (2006)

adalah:

1) Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama pada

tahun pertama. Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak

diperlukan tindakan apapun.

2) Bila klien tetap saja mengeluh masalah perdarahan dan ingin

melanjutkan pemakaian implan dapat diberikan pil kombinasi satu

siklus, atau ibuprofen 3x800 mg selama lima hari. Terangkan pada

klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis.

3) Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil

kombinasi untuk 3-7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan satu

siklus pil kombinasi, atau dapat juga diberikan 50 µg etinilestradiol,


atau 1,25 mg estrogen equen konjugasi 14-21 hari.

B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Menurut Tresnawati (2013), manajemen kebidanan adalah suatu

pendekatan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode

untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,

temuan, keterampilan, dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk

mengambil suatu keputusan yang berfokus pada klien.

2. Proses Manajemen Kebidanan 7 Langkah Varney

Proses manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah

yang memperkenalkan sebuah metode atau pemikiran dan tindakan-

tindakan dengan urutan yang logis sehingga pelayanan komprehensif dan


aman dapat tercapai (Ambarwati, 2010). Menurut Helen Varney, proses

manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan, dimulai dari :

a. Langkah 1 : Pengkajian

Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan

semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien

(Ambarwati dan Wulandari, 2010).

1) Data subjektif

Data subjektif diperoleh dengan cara melakukan anamnesa.

Anamnesa adalah pengkajian dalam rangka mendapatkan data pasien

dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bagian penting dari

anamnesa adalah data subjektif pasien yang meliputi : biodata

identitas pasien dan suami pasien, alasan masuk dan keluhan,


riwayat haid atau menstruasi, riwayat perkawinan lalu, riwayat

obstetri (riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu), riwayat

persalinan sekarang, riwayat dan perencanaan keluarga berencana,

riwayat kesehatan (kesehatan sekarang, kesehatan yang lalu,

kesehatan keluarga), pola kebisaaan (pola makan dan minum, pola

eliminasi, pola aktivitas dan istirahat, personal hygiene), data

pengetahuan, psikososial, spiritual, dan budaya (Tresnawati, 2013).

a) Identitas pasien

Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), identitas

meliputi :

(1) Nama : nama jelas dan lengkap bila perlu nama

panggilan sehari-hari agar tidak keliru

dalam memberikan penanganan.


(2) Umur : dicatat dalam tahun untuk mengetahui

adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun,

alat-alat reproduksi belum matang, mental

dan psikisnya belum siap.

(3) Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut

untuk membimbing atau mengarahkan

pasien dalam berdoa.

(4) Pendidikan : berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan

untuk mengetahui sejauh mana tingkat

intelektualnya (kecerdasan), sehingga bidan

dapat memberi konseling sesuai dengan

pendidikannya.
(5) Pekerjaan : gunanya untuk mengetahui dan mengukur

tingkat sosial ekonominya, karena ini juga

mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.

(6) Suku/bangsa : berpengaruh pada adat istiadat atau

kebiasaan sehari-hari.

(7) Alamat : ditanya untuk mempermudah kunjungan

rumah bila diperlukan.

b) Alasan kunjungan atau keluhan utama

Keluhan utama untuk mengetahui masalah yang dihadapi

yang berkaitan dengan kondisi pasien (Ambarwati dan Wulandari,

2010). Keluhan utamanya adalah perdarahan bercak (spotting)

yang dialami akseptor KB implan.


c) Riwayat perkawinan

Ini penting untuk dikaji karena dari data ini akan

mendapatkan gambaran mengenai suasana rumah tangga

pasangan, kawin umur berapa tahun, status pernikahan, lama

pernikahan, dan suami yang keberapa (Sulistyawati, 2011).

d) Riwayat menstruasi

Pada riwayat menstruasi dianamnesis pertama kali klien

mendapatkan haid pada usia berapa, lamanya haid berapa hari,

siklus haidnya berapa hari dan nyeri yang menyertai haid

(dismenorhoe) (Irianto, 2015). Pada akseptor KB implan dengan

spotting riwayat menstruasi berupa perdarahan bercak.

e) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu


Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak,

cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas

yang lalu (Ambarawati dan Wulandari, 2010).

f) Riwayat KB

Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan

kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama

menggunakan kontrasepsi serta rencana KB (Ambarawati dan

Wulandari, 2010).

g) Riwayat penyakit

(1) Riwayat kesehatan sekarang

Untuk mengetahui ibu menderita penyakit menular

(TBC, hepatitis, dan malaria), penyakit keturunan (DM,

jantung, hipertensi) (Sulistyawati, 2011).


(2) Penyakit yang sedang diderita

Tanyakan kepada klien penyakit apa yang sedang ia

derita sekarang. Hal ini diperlukan untuk menentukan

bagaimana asuhan berikutnya (Astuti, 2012).

(3) Riwayat kesehatan keluarga

Dengan menyebutkan nama penyakit berat yang pernah

diderita oleh keluarga dan dikhususkan terhadap riwayat

kesehatan terutama penyakit genetik dan penyakit keturunan,

misalnya kejadian diabetes, penyakit jantung, tekanan darah

tinggi, stroke, epilepsi dan lain-lain (Setiadi, 2012).

(4) Riwayat keturunan kembar

Dikaji untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada


yang mempunyai riwayat keturunan kembar (Ambarwati dan

Wulandari, 2010).

(5) Riwayat operasi

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu pernah dilakukan

tindakan operasi atau belum (Ambarwati dan Wulandari,

2010).

b) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), pemenuhan

kebutuhan sehari-hari adalah :

(1) Pola nutrisi

Menggambarkan tentang pola makan dan minum,

frekuensi, banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan.


(2) Pola eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan

buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi, dan

bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,

jumlah.

(3) Pola istirahat

Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa

jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur.

(4) Pola hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga

kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.

(5) Aktivitas sehari-hari

Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada


pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap

kesehatannya.

C) data psikologis

Data psikologis ini untuk mengetahui keadaan psikologis

pasien akseptor KB implan dengan spotting. Pasien merasa cemas

atau tidak dengan adanya bercak darah yang keluar (Sulistyawati,

2014).

2) Data objektif

Data objektif dapat diperoleh melalui pemeriksaan fisik

sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara

inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi (Tresnawati, 2013).


a) Status generalis :

(1) Keadaan umum

Menurut Sulistyawati (2011), keadaan umum dibagi

menjadi dua, yaitu :

(a) Baik

Jika pasien memperlihatkan respon yang baik

terhadap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik

pasien tidak mengalami ketergantungan dalam

berjalan.

(b) Lemah

Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang

atau tidak memberikan respon yang baik terhadap


lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah tidak

mampu lagi untuk berjalan sendiri.

(2) Kesadaran

Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran

pasien, dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran

mulai dari keadaan composmentis (kesadaran maksimal)

sampai dengan coma (pasien tidak dalam keadaan sadar

(Sulistyawati, 2011). Menurut Astuti, (2012) tingkat

kesadaran dibedakan menjadi :

(a) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,

sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan

tentang keadaan sekelilingnya.


(b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk

berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak

acuh.

(c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,

waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,

kadang berhayal.

(d) somnolen (Obtundasi, letargi), yaitu kesadaran

menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah

tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,

mampu memberi jawaban verbal.

(e) Stupor (sopora koma), yaitu keadaan seperti tertidur

lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.


(f) coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak

ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin

juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya.

(3) tanda-tanda vital

Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi tekanan

darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh (Suparmi, 2012).

(a) Tekanan darah

Mengukur tekanan darah bertujuan untuk menilai

sistem kardiovaskuler (Kusmiyati, 2010).

(b) Suhu

Mengukur suhu tubuh bertujuan untuk mengetahui

keadaan pasien apakah suhu tubuhnya normal


(36,5ºC-37,5ºC) atau tidak (Kusmiyati, 2010).

(c) Pernapasan

Menghitung pernapasan dilakukan selama 1 menit

penuh. Tujuan untuk mengetahui sistem fungsi

pernapasan yang terdiri dari mempertahankan

pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-

paru dan pengaturan keseimbangan asam basa

(Kusmiyati, 2010).

(d) Nadi

Denyut nadi adalah loncatan aliran darah yang

dapat teraba pada berbagai titik tubuh (Setiadi, 2012).

(4) Tinggi badan


Mengukur tinggi badan bertujuan untuk mengetahui

tinggi badan pasien, membantu menegakkan diagnosa,

menentukan prognosis (Kusmiyati, 2010).

(5) Berat badan

Pengukuran ini dimaksudkan untuk menghitung

indeks masa tubuh (BMI), karena dengan mengetahui

(BMI) seseorang dapat melihat apakah seseorang termasuk

dalam kategori kurus, normal, obesitas (Suparmi, 2012).

b) Pemeriksaan sistematik

(1) Inspeksi

Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan fisik yang

paling mudah karena tidak memerlukan peralatan khusus, hanya mengandalkan penglihatan
dan kemampuan
menangkap tanda dan isyarat yang ditampilkan pasien

(Suparmi, 2012). Pemeriksaan inspeksi antara lain adalah :

(a) Rambut

Untuk mengetahui adanya kuantitas, distribusi,

tekstur. Secara kuantitas, untuk mengetahui tipis atau

tebal, distribusi untuk mengetahui adanya alopesia

(kerontokan) sebagian atau total, dan tekstur untuk

mengetahui kasar atau halus (Suparmi, 2012).

(b) Muka

Untuk mengetahui simetris wajah, gerakkan

involunter (gerakan spontan), oedema dan adanya

massa (Niman, 2013).


(c) Mata

Pemeriksaan mata dilakukan dengan teknik inspeksi

terhadap adanya kelainan, warna konjungtiva dan

sclera mata, kekeruhan lensa mata, reaksi dan ukuran

pupil, gerakan bola mata, dan ketajaman pengelihatan

(Suparmi, 2012).

(d) Hidung

Untuk mengetahui kebersihan hidung, adanya polip

atau tidak, dan alergi debu atau tidak (Sulistyawati,

2011).

(e) Telinga

Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran


atau tidak dan kebersihan telinga (Sulistyawati, 2011).

(f) Mulut

Pemeriksaan ini untuk mengetahui ada tidaknya

luka atau peradangan gusi, bibir, lidah dan faring,

keadaan gigi geligi, keadaan tonsil, keadaan lidah, dan

bau mulut (Suparmi, 2012).

(g) Leher

Pemeriksaan fisik leher meliputi otot, kelenjar getah

bening, kelenjar tiroid dan trakea (Niman, 2013).

(h) Dada dan mammae

Meliputi pemeriksaan pembesaran, simetris, aerola,

putting, kolostrum, dan tumor (Astuti, 2012).


(i) Axilla

Untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar

ketiak, massa dan nyeri tekan (Astuti, 2012).

(j) Abdomen

Meliputi pemeriksaan luka bekas operasi,

pembesaran perut, linea nigra, strie gravidarum

(Astuti, 2012).

(k) Genetalia

Meliputi pemeriksaan varises, luka, kemerahan,

pengeluaran pervaginam, kelenjar bartholini

(bengkak, massa) (Astuti, 2012). Pada kasus spotting

pemeriksaan inspekulo juga dilakukan untuk

memastikan bahwa pengeluaran berupa darah yang


sedikit-dikit tersebut memang benar keluar melalui

jalan lahir (Affandi, 2010).

(l) Anus

Meliputi pemeriksaan hemoroid (Astuti, 2012).

(m) Ekstremitas

Meliputi pemeriksaan oedema, varices, kuku jari

dan reflek patella (Astuti, 2012).

(2) Palpasi

Palpasi merupakan salah satu teknik yang

mengandalkan kemampuan dalam mempergunakan

sensasi tangan dan kemampuan tanda serta

mempersepsikan temuan yang diperoleh (Suparmi, 2012).


(a) Muka

Meliputi pemeriksaan oedema dan cloasma

gravidarum (Astuti, 2012).

(b) Leher

Pemeriksaan fisik leher meliputi otot, kelenjar getah

bening, kelenjar tiroid dan trakea (Niman, 2013).

(c) Payudara

Palpasi payudara untuk mengetahui kontur keras

atau lunak, adanya benjolan atau tumor, adanya cairan

darah, pus, cairan bening, air susu (Suparmi, 2012)

(d) Abdomen

Palpasi dilakukan dengan tujuan mencari adanya


tahanan, keras, lembut dan massa (Niman, 2013).

Pada kasus spotting dilakukan pemeriksaan abdomen

untuk mengetahui ada nyeri tekan atau tidak, dan ada

pembesaran tidak.

(e) Genetalia

Meliputi pemeriksaan varises, luka, kemerahan,

pengeluaran pervaginam, kelenjar bartholini

(bengkak, massa) (Astuti, 2012). Pada kasus spotting

untuk mengetahui perdarahan dan bercak darah

berupa flek-flek berwarna merah.

(3) Perkusi

Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara


mengetuk. Tujuan perkusi adalah menentukan batas-batas

organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya
gerakan yang diberikan

ke bawah jaringan (Priharjo, 2006).

(a) Ekstremitas

Meliputi pemeriksaan oedema, varices, kuku jari

dan reflek patella (Astuti, 2012).

(4) Auskultasi

Auskultasi merupakan metode pengkajian yang

menggunakan stetoskop untuk memperjelas pendengaran

(Priharjo, 2006).

(a) Tekanan darah

Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat


tensimeter dan stetoskop. Tekanan darah normal,

sistolik antara 110 sampai 140 mmHg dan diastolik

antara 70 sampai 90 mmHg (Astuti, 2012).

(b) Nadi

Teknik pengukuran vital sign pulse (nadi) pada

lokasi tertentu di mana dapat dirasakan gelombang

darah yang disebabkan oleh pemompaan atau

kontraksi ventrikal kiri jantung. Normalnya frekuensi

nadi adalah 60-100 kali/menit (Niman, 2013).

c) Data penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan urine


untuk mengetahui kadar protein dan glukosanya, danpemeriksaan darah untuk mengetahui
faktor rhesus, golongan

darah, Hb (normal ≥ 11gr %) (Astuti, 2012). Pada kasus KB

implan dengan spotting dilakukan pemeriksaan kehamilan

untuk memastikan pasien hamil atau tidak dan pemeriksaan Hb

(Arum dan Sujiyatini, 2009).

b. Langkah II : Interpretasi data

Interpretasi data merupakan identifikasi terhadap diagnosa,

masalah dan kebutuhan pasien berdasarkan interpretasi yang benar atas

data-data yang telah dikumpulkan (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

Interprestasi data meliputi :

1) Diagnosa kebidanan

Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan para, abortus,


anak hidup, umur ibu dan keadaan nifas (Ambarwati dan Wulandari,

2010).

Diagnosa : Ny... P…A… umur…tahun akseptor KB implan dengan

spotting.

Data dasar meliputi :

(a) Data subjektif

Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah

abortus atau tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu

tentang keluhan (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

(1) Ibu mengatakan bernama….

(2) Ibu mengatakan memakai KB implan sejak….

(3) Ibu mengatakan mengalami bercak-bercak dari


kemaluannya sejak…..

(b) Data objektif

Hasil pemeriksaan tentang pengeluaran pervaginam, hasil

pemeriksaan tanda-tanda vital (Ambarwati dan Wulandari,

2010).

(1) Keadaan umum, untuk mengetahui keadaan umum apakah

baik atau lemah (Sulistyawati, 2011).

(2) Tanda-tanda vital, pemeriksaan tanda-tanda vital adalah

melakukan pengukuran suhu tubuh (temperature), nadi

(pulse), pernapasan (respirasirate), tekanan darah

(bloodpressure) dan pengkajian terhadap nyeri (pain) pada

tubuh (Niman, 2013).


(3) Genetalia, Untuk mengetahui adanya pembengkakan,

indurasi, nyeri dan sekret dari kelenjar bartholini (Niman,

2013).

2) Masalah

Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien

(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Masalah sering berhubungan

dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap

diagnosisnya (Sulistyawati, 2011). Masalah yang dialami pada kasus

KB implan dengan spotting adalah :

(a) Rasa tidak nyaman pada daerah genetalia.

(b) Rasa cemas pada perdarahan bercak (spotting).

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum


terindikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan

melakukan analisa data (Kusbandiyah, 2010). Pada kasus KB implan

dengan spotting kebutuhan yang diperlukan menurut Sulistyawati,

(2014) yaitu, Penjelasan tentang gangguan pola haid pada pemakaian

implan berupa amenorea dan spotting.

c. Langkah III : Diagnosa potensial

Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa

potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal ini

membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu

mengamati dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar terjadi

(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Diagnosa potensial yang mungkin

terjadi pada kasus implan dengan spotting adalah terjadinya anemia


(Arum dan Sujiyatini, 2009).

d. Langkah IV : Antisipasi masalah

Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen

kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh

bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani

bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi

pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Antisipasi pada anemia perlu

diberikan preparat besi dan anjurkan mengkonsumsi makanan yang

banyak mengandung zat besi (Arum dan Sujiyatini, 2009).

e. Langkah V : Perencanaan

Langkah ini ditentukan dari hasil kajian pada langkah sebelumnya.

Jika ada informasi atau data yang tidak lengkap bisa dilengkapi.
Merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa

yang telah diidentifikasi atau diantisipasi yang sifatnya segera atau rutin

(Tresnawati, 2013). Rencana tindakan yang dapat dilakukan pada

akseptor KB implan dengan spotting menurut (Saifuddin, 2006) :

1) Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama pada

tahun pertama. Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak

diperlukan tindakan apapun.

2) Bila klien tetap saja mengeluh masalah perdarahan dan ingin

melanjutkan pemakaian implan dapat diberikan pil kombinasi satu

siklus, atau ibuprofen 3x800 mg selama lima hari. Terangkan pada

klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis.

3) Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil
kombinasi untuk 3-7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan satu

siklus pil kombinasi, atau dapat juga diberikan 50 µg

etinilestradiol, atau 1,25 mg estrogen equen konjugasi 14-21 hari.

f. Langkah VI : Pelaksanaan

Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan

pada klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencanaasuhan secara efisien pada
pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

Pada langkah ini bidan melaksanakan langsung tindakan yang telah di

rencanakan pada akseptor KB implan dengan spotting menurut

Saifuddin (2011), yaitu sebagai berikut :

1) Menjelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama

pada tahun pertama. Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil,

tidak diperlukan tindakan apapun.


2) Bila klien tetap saja mengeluh masalah perdarahan dan ingin

melanjutkan pemakaian implan dapat diberikan pil kombinasi satu

siklus, atau ibuprofen 3x800 mg selama lima hari.

3) Menjelaskan pada klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil

kombinasi habis. Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa,

berikan 2 tablet pil kombinasi untuk 3-7 hari dan kemudian

dilanjutkan dengan satu siklus pil kombinasi, atau dapat juga

diberikan 50 µg etinilestradiol, atau 1,25 mg estrogen equen

konjugasi 14-21 hari.

g. Langkah VII : Evaluasi

Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa

yang telah dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang


diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap

setiap aspek asuhan yang dilaksanakan tapi belum efektif atau

merencanakan kembali yang belum terlaksana (Ambarwati dan Wulan,

2010)

Evaluasi yang ingin dicapai pada akseptor KB implan dengan

spotting menurut Sulistyawati (2011), yaitu :

1) Klien sudah tahu bahwa spotting adalah efek samping KB implan.

2) Ibu tetap menggunakan KB implan.

3) Terapi pil kombinasi atau etinilestradiol sudah diberikan dan ibu

bersedia untuk meminumnya

Anda mungkin juga menyukai