PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas (postpartum) merupakan masa pemulihan dari sembilan bulan kehamilan
dan proses persalinan. Dengan pengertian lainnya, masa nifas yang biasa disebut juga masa
puerpurium ini dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil.Setelah persalinan wanita akan mengalami masa
puerperium, untuk mengembalikan alat genetalia interna kedalam keadaan normal, dengan
tenggang waktu sekitar 42 hari atau enam minggu atau satu bulan tujuh hari.
Perawatan masa nifas mencakup berbagai aspek mulai dari pengaturan
dalam mobilisasi, anjuran untuk kebersihan diri , pengaturan diet, pengaturan miksi dan
defekasi, perawatan payudara (mammae) yang ditujukan terutama untuk kelancaran
pemberian air susu ibu guna pemenuhan nutrisi bayi, dan lain – lain.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah praktek klinik kebidanan diharapkan mahasiswa mampu melakukan perawatan
dan asuhan kebidanan secara komprehensif kepada ibu pada masa nifas dengan
pendekatan manajemen kebidanan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian kepada kasus nifas patologis
b. Dapat merumuskan diagnosa dan masalah aktual pada ibu nifas patologis
c. Dapat menyusun rencana asuhan secara menyeluruh pada ibu nifas patologis
d. Melaksanakan tindakan secara menyeluruh sesuai dengan diagnosa dan masalah
pada ibu nifas patologis
e. Dapat melakukan evaluasi dari diagnosa yang telah ditentukan sebelumnya.
1.3 Metode Pengumpulan Data
Manajemen kebidanan komprehensif ini menggunakan metode pengumpulan data sebagai
berikut :
a. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data wawancara langsung responden yang diteliti, metode ini
diberikan hasil secara langsung dalam metode ini dapat digunakan instrumen berupa
pedoman wawancara kemudian daftar periksa atau cheklist.
b. Observasi
c. Yaitu cara pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung
kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang telah di teliti.
Studi dokumentasi
Yaitu merupakan cara pengumpulan data dengan melihat data dan riwayat ibu direkam
medic.
d. Pemeriksaan Fisik
Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pada klien secara
langsung meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi untuk mendapatkan data yang
objektif
e. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan mengambil literatur dengan buku-buku, makalah
dan dari internet.
1.4 Sistematika Penulisan
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Format Laporan Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.2.1 Umum
1.2.2 Khusus
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Pengertian Nifas
2.1.2 Tinjauan Khusus Tentang Sectio Cesarea
a. Pengertian Sectio Caesarea
b. Kalsifikasi operasi Sectio Caesarea
c. Indikasi Sectio Caesarea
2.1.3 Pre Eklampsia
2.1.4 Nifas dengan Preeklampsia Berat
2.2 Penatalaksanaan Konsep Manajemen Kebidanan Ibu Pada Masa Nifas
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN
Berisi analisis tentang kesenjangan antara teori dan praktik
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
c) tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan bila tekanan darah tinggi atau
rendah karena terjadi kelainan seperti perdarahan dan preeklamsia
(Mansyur, 2014).
d) pernafasan
Frekuensi pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24 kali per
menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal.
Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat,
kemungkinan ada tanda-tanda syok
(Rukiyah, 2010)
d. Perubahan Psikologis Masa Nifas
1) Fase Talking In
Fase taking ini merupakan periode ketergantungan, periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai hari ke dua.Pada fase ini, ibu
sedang fokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali
menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
Ketidak nyamanan fisik yang dialami seorang ibu pada fase ini seperti
rasa mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari.Hal ini membuat ibu cenderung
menjadi pasif terhadap lingkungannya.
2) Fase Talking Hold
Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari.Pada fase ini ibu
timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya
dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga
mudah tersinggung dan mudah marah.Kita perlu berhati-hati menjaga
komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase
ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai
penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.Tugas
kita adalah mengajarkan cara merawat bayi,cara menyusui yang
benar,cara merawat luka jahitan,senam nifas,memberikan pendidikan
kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi,istirahat,kebersihan diri dll.
3) Fase Letting Go
Yaitu periode menerima tamnggung jawab akan peran barunya.Fase
ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.Ibu memahami
bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi
kebutuhan bayinya.Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah
meningkat pada fase ini.Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani
peran barunya.Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada fase
sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu.Ibu lebih mandiri dalam
memenuhu kebutuhan diri dan bayinya.Dukungan suami dan keluarga
masih sangat dibutuhkan ibu.Suami dan keluarga dapat membantu
merawat kebutuhan bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga
ibu tidak terlalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup
sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat
bayinya.
e. Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali, kunjungan masa nifas
dilakukan untuk menilai status kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Saifuddin,
2010). Berikut waktu dan kunjungan masa nifas.
1. 6-8 jam setelah persalinan
- Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
- Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
- b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila
perdarahan berlanjut.
- c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga, bagaimana mencegah perdarahan masa nifaskarena
atonia uteri.
- d.Pemberian ASI awal.
- e. Melakukan hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi baru
lahir.
- f. Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi.
- Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal
dengan ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah kelahiran atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
Preeklamsia
No Temuan ringan Preeklamsia berat
1 Tekanan darah ≥ 140 mmHg ≥ 160 mmHg
Sistolik
2 Tekanan darah ≥ 90 mmHg ≥ 110 mmHg+
Diastolic
3 Proteinuria 1+ ≥ 2+
4 Oliguria Tidak ada Ada, < 400 ml per 24
Jam
5 Edema paru Tidak ada Ada
6 Nyeri Tidak ada Ada
epigastrium
7 Gangguan Tidak ada Ada
penglihatan
8 Nyeri kepala Tidak ada Ada
Hebat
9 Trombositopenia Tidak ada Ada, < 100.000
sel/mm3
10 Pertumbuhan Tidak ada Ada
janin terhambat
c. Patofisiologi
Preeklamsia didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria, namun
preeklamsia dapat memengaruhi sistem tubuh yang berbeda dan mengakibatkan terjadinya
berbagai macam gejala preeklamsia. Perubahan yang terjadi pada preeklamsia tampaknya
disebabkan oleh gabungan kompleks antara abnormalitas genetik, faktor imunologis, dan faktor
plasenta. Akibat plasentasi yang buruk, terjadi disfungsi organ dan terjadi gambaran klasik
preeklamsia disertai dengan gejalanya seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri
epigastrik ( Bothamley, 2012).
Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat
dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar
oksigenisasi jaringan dapat dicukupi. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme areriola sehingga
terjadi perubahan pada glomelurus (Mochtar, 2013).
d. Faktor Predisposisi
- usia : primigravida dengan usia di bawah 20 tahun dan semua ibu dengan usia di atas 35
tahun dianggap lebih rentan,
- paritas : primigravida memiliki insiden hipertensi hampir 2 kali lipat,
- status sosial ekonomi : preeklamsia dan eklamsia lebih umum ditemui di kelompok sosial
ekonomi rendah.
- komplikasi obstetrik : kehamilan kembar, kehamilan mola atau hydrops fetalis,
- kondisi medis yang sudah ada sebelumnya : hipertensi kronis, penyakit ginjal, diabetes
mellitus, sindrom antifosfolipid antibodi (Noels,2013).
e. Faktor Risiko
Bila preeklamsia tidak tertangani dengan benar dapat meningkatkan risiko aktifitas kejang
yang diawali dengan gejala skotomata dan hiperefleksia. Kejang-kejang eklamsia terjadi sekitar
1% dari pasien preeklamsia. Tidak diketahui mekanismenya tetapi mungkin disebabkan oleh
edema serebral, vasospasme atau iskemia sementara. (Noels, 2013).
Faktor risiko lain meliputi terkenanya ginjal atau jantung, serta restriksi pertumbuhan janin
yang nyata, yang menunjukkan durasi preeklamsia berat.
f. Keluhan Subjektif
Pada kasus preeklamsia biasanya ibu mengeluhkan nyeri kepala, gangguan penglihatan
sehingga menjadi kabur,dan nyeri pada ulu hati (Varney, 2007). Selain itu dikeluhkan juga adanya
gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium (PPGDON, 2012)
Sedangkan menurut Tanto (2014) pasien preeklamsia dapat mengeluhkan sesak napas,
bengkak pada kedua kaki ataupun wajah, nyeri perut kuadran kanan atas atau epigastrium.
b. Data Obyektif
Data obyektif yang perlu dikaji adalah keadaan umum ibu dengan
melihat ekspresi wajah ibu kelihatan menahan sakit, mata dikedip-kedipkan
supaya penglihatan lebih jelas (Sulistyawati, 2009). Selain itu perlu
dilakukan pemeriksaan khusus yaitu :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui lokasi edema
Auskultasi : mengukur tekanan darah pasien untuk mengetahui tekanan
darah pasien ≥160/110 mmHg sebagai salah satu tanda gejala
preeklamsia berat dan auskultasi paru untuk mencari
tanda-tanda edema paru.
Perkusi : untuk mengetahu refleks patella
(Trisnawati, 2012 , Mansyur, 2014).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan preeklamsia perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang: tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur
2 kali dengan interval 6 jam, pemeriksaan laboratorium protein urin dengan
kateter (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau 2+ hingga lebih pada skala
kualitatif), kadar hematokrit menurun, dan serum kreatinin meningkat
(Trisnawati, 2012).
2. Langkah II. Interpretasi Data Dasar
Interpretasi data dasar yaitu diagnosa masalah yang ditegakkan
berdasarkan data subyektif dan data obyekrif yang dikumpulkan atau
disimpulkan.
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa yang dapat ditegakkan adalah ” Ny.T P1A0 post SC dengan
preeklampsia berat”. Data dasar yang .telah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga dapat merumuskan diagnosa didapatkan melalui data subjektif dan
data objektif.
b. Masalah
Masalah yang sering timbul pada ibu nifas dengan preeklamsia berat.
c. Kebutuhan
Kebutuhan ibu nifas dengan preeklamsia berat.
(Rukiyah, 2014).
secara menyeluruh yang dibatasi oleh standar asuhan kebidanan pada masa
persalinan
(Rukiyah, 2014).
Hasil asuhan dalam bentuk konkret dari perubahan kondisi pasien dan
keluarga. Asuhan dikatakan efektif jika ibu nifas dengan preeklamsia berat
kondisinya menjadi: tekanan darah menjadi normal (120/80 mmHg) secara
menetap dan teratasinya kepala pusing sehingga nifas preeklampsia berat tidak
berlanjut ke komplikasi yaitu eklamsia
(Varney, 2007)
2. O = Obyektif
Data objektif pada kasus ibu nifas dengan preeklamsia berat diperoleh
melalui pemeriksaan umum dan fisik pasien berupa: tekanan darah sistolik ≥160
mmHg, diastolik ≥110 mmHg, proteinuria ≥ 2+, oliguria < 400 cc/24 jam, kadar
kreatinin darah melebihi 1,2 mg/dl kecuali telah diketahui meningkat
sebelumnya, enzim hati yang meningkat (SGOT, SGPT, LDH), trombosit <
100.000/mm3 (Edwin, 2013).
3. A = Analisa / Assesment
4. P = Penatalaksanaan
Nugroho, Taufan.,dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: C.V Andi
Offset.
Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC.
Saifudin, Abdul Bari, 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo, Jakarta:
Trisada Printer
Rukiyah, Aiyeyeh dan DKK. Asuhan Kebidanan III (nifas). Jakarta: CV. Trans Info
Media, 2010
Purwoastuti, Endang, dkk. Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui:
Yogyakarta: Pustaka Baru Presss, 2015.
Mansyur, Nurliana, dan A.Kasrinda Dahlan. Asuhan Kebidanan Masa Nifas.
Malang: Selaksa Media, 2014
2.2.3 Bagan alur berfikir Varney dan pendokumentasian secara SOAP
Proses Manajemen
Kebidanan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan