Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK BAYI BARU LAHIR

Oleh :
EKKI NOVIANA
NIM : P1337424818009

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Bayi baru lahir Fisiologis telah


diperiksa dan disahkan pada tanggal Maret 2019

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

Handayani, S.Kep, Ns Sri Wahyuni M, SKp.Ns.M.Kes


NIP.19770510 200212 2 008 NIP.19710217 199803 2 001
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK BAYI BARU LAHIR

I. TINJAUAN TEORI MEDIS BAYI BARU LAHIR


A. Definisi
Bayi baru lahir adalah individu yang sedang bertumbuh dan baru saja
mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri
dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Bayi baru lahir normal
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dan berat
badannya 2500 – 4000 gram (Dewi, 2010). Bayi baru lahir (neonatus) adalah
bayi usia 0-28 hari (Kemenkes RI, 2010)

B. Perubahan Fisiologi Bayi Baru Lahir


1. Sistem respirasi
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari pertukaran
oksigen melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran oksigen harus
terjadi melalui paru.
a. Perkembangan paru
Paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari faring yang
bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur
percabangan bronkus. Paru yang tidak matang akan mengurangi
kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini
disebabkan keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan
sistem kapiler paru, dan tidak tercukupinya jumlah surfaktan.
b. Awal adanya nafas
Faktor – faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi
adalah :
1) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik
lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan otak.
2) Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi
paru selama persalinan, yang merangsang masuknya udara ke
dalam paru secara mekanis. Interaksi antara sistem pernafasan,
kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan
pernafasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut
yang diperlukan untuk kehidupan.
3) Penimbunan karbondioksida
Setelah bayi lahir, kadar karbondioksida meningkat dalam
darah dan akan merangsang pernafasan. Berkurangnya oksigen
akan mengurangi gerakan pernafasan janin, tetapi sebaliknya
peningkatan karbondioksida akan menambah frekuensi dan
tingkat gerakan pernafasan janin.
4) Perubahan suhu  Keadaan dingin akan merangsang
pernafasan.
c. Surfaktan dan upaya pernapasan
Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk
mengeluarkan cairan dalam paru dan mengembalikan jaringan
alveolus paru-paru untuk pertama kali.
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan
(lemak lesitin/sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru.
Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan, dan
jumlahnya meningkat sampai paru matang (sekitar 30-34 minggu
kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tekanan
permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding
alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernafasan.
Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveolus kolaps setiap
saat akhir pernafasan yang menyebabkan sulit bernafas.
Peningkatan kebutuhan ini memerlukan penggunaan lebih banyak
oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan
stress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
Bayi cukup bulan mempunyai cairan di parunya. Pada saat
bayi melewati jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga
cairan ini diperas keluar dari paru – paru. Seorang bayi yang
dilahirkan secara sectio sesaria kehilangan keuntungan dari
kompresi rongga dada dan dapat menderita paru – paru basah
dalam jangka waktu lebih lama. Dengan beberapa kali tarikan
nafas yang pertama udara memenuhi ruangan trakea dan bronkus
BBL. Sisa cairan di paru – paru dikeluarkan dari paru – paru dan
diserap oleh pembuluh limfe dan darah.
Selama 1 jam pertama kehidupannya, system limfe
melanjutkan pengeluaran cairan dari paru. Proses ini juga
merupakan akibat perbedaan tekanan alveoli ke jaringan
interstisiil ke kapiler. Penurunan tahanan vaskuler memungkinkan
aliran cairan paru tersebut. Pernafasan abnormal dan kegagalan
pengembangan paru yang maksimal memperlambat perpindahan
cairan paru dan interstisiil ke sirkulasi. Retensi cairan
mengganggu kemampuam bayi untuk mempertahankan oksigenasi
yang adekuat. Lingkar dada ± 30-33 cm saat lahir, sehingga fungsi
respirasi bayi lebih banyak menggunakan kontraksi diafragma ari
pada costae.
2. Sistem Sirkulasi
Sistem sirkulasi mengalami perubahan pada saat bayi dilahirkan.
Terdapat dua perubahan yang harus terjadi untuk mendapatkan sistem
sirkulasi yang baik, yaitu menutupnya foramen ovale pada atrium dan
ductus arteriosus antara paru dan aorta. Perubahan sirkulasi ini terjadi
akibat perubahan tekanan pada seluruh sistem vaskular. Oksigen
menyebabkan sistem vaskular mengubah tekanan dengan cara
mengurangi atau meningkatkan resistensinya, sehingga mengubah aliran
darah.
Terdapat dua peristiwa yang dapat merubah tekanan dalam system
pembuluh darah, yaitu:
a. Pada saat tali pusat dipotong resistensi pembuluh sistemik meningkat
dan tekanan atrium kanan menurun, tekanan atrium menurun kerena
berkurangnya aliran darah ke atrium kanan tersebut. Hal ini
menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan. Kedua
kejadian ini membantu darah dengan sedikit kandungan oksigen
mengalir ke paru untuk menjalani proses oksigenisasi ulang.
b. Pernafasan pertama menurunkan resistensi pada pembuluh darah
paru dan meningkatkan tekanan pada atrium kanan. Oksigen pada
pernafasan pertama ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya sistem
pembuluh darah paru. Peningkatan sirkulasi ke paru mengakibatkan
peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan dengan
peningkatan tekanan atrium kanan ini dan penurunan pada atrium
kiri, foramen ovale secara fungsional akan menutup.
Frekuensi nadi BBL ±120-160x/menit, kadang mengalami
murmur yang akan hilang pada usia 6 bulan. Tekanan darah bayi
bervariasi ± 78/42 mmHg. Menangis menyebabkan peningkatan
tekanan sistolik. Volume darah ± 80-110 cc/kg/BB, menjadi 2x lipat
pada akhir tahun pertama.
Perubahan yang terjadi pada sistem peredaran darah (sistem sirkulasi)
antara lain:
Struktur Sebelum Lahir Setelah Lahir
Vena umbilikus Membawa darah dari Menutup, menjadi
arteri ke hati dan ligamentum teres hepatis
jantung
Arteri umbilikalis Membawa darah arteri Menutup, menjadi
venosa ke placenta ligamentum vesikale
pada dinding abdominal
anterior
Duktus venosus Pirau darah a. ke v. kava Menutup, menjadi
inferior ligamentum venosum
Duktus arteriosus Pirau darah a.dan Menutup, menjadi lig.
sebagian darah v. dari a. Arteriosum
pulmonalis ke aorta
Foramen ovale Menghubungkan atrium Biasanya menutup
kanan dan kiri
Paru Tidak ada udara, sedikit Berisi udara dengan
darah, berisi cairan suplai darah yang baik
Arteri pulmonalis Membawa sedikit darah Membawa banyak darah
ke paru ke paru
Aorta Menerima darah dari Menerima darah hanya
kedua ventrikel dari ventrikel kiri
Vena cava Membawa darah dari Membawa darah hanya
inferior tubuh dan darah arteri ke atrium kanan
ke plasenta

3. Termoregulasi
Pengendalian panas adalah cara kedua untuk menstabilkan
fungsi pernafasan dan sirkulasi bayi. Termoregulasi adalah upaya
mempertahankan keseimbangan antara produksi dan pengeluaran
panas. Bayi bersifat homeothermic yang artinya berusaha menstabilkan
suhu badan internal dalam rentang yang pendek. Hipotermi dan
kehilangan panas yang berlebihan merupakan kejadian yang
membahayakan.
Termogenesis pada bayi dipenuhi oleh brown fat dan
meningkatkan aktivitas metabolisme otak, jantung dan liver. Brown fat
terletak diantara kedua scapula dan axial, serta di dalam pintu masuk
dada, sekitar ginjal dan vertebra. Lemak tersebut banyak mengandung
pembuluh darah dan saraf daripada lemak biasa. Panas diproduksi
dengan metabolisme dalam lemak tersebut. Lemak tersebut ada sampai
beberapa minggu setelah kelahiran dan berkurang dengan suhu dingin.
Semakin matur janin semakin banyak brown fat.
Mekanisme kehilangan panas pada bayi meliputi :
1) Konveksi
Bayi mengalami kehilangan panas karena panas mengalir dari
permukaan tubuh ke suhu udara yang lebih dingin di sekitarnya
2) Radiasi
Bayi mengalami kehilangan panas dari permukaan tubuh ke
permukaan benda padat yang dekat dengan bayi tetapi tidak dengan
kontak langsung.
3) Evaporasi
Bayi mengalami kehilangan panas saat kulitnya basah. Kehilangan
panas terjadi oleh karena penguapan kulit tersebut.
4) Konduksi
Bayi kehilangan panas dari permukaan tubuhnya ke permukaan
benda padat yang menempel ditubuhnya.
Mekanisme tubuh bayi saat mengalami kedinginan yaitu :
Cold Stress

Meningkatkan frekuensi nafas karena kebutuhan oksigen meningkat akibat konsumsi


oksigen pada waktu dingin. Konsumsi oksigen dan energi yang sebelumnya dipakai untuk
mempertahankan fungsi otak, jantung dan pertumbuhan dipakai untuk termoregulasi untuk
mempertahankan hidup

Vasokonstriksi perifer
Vasokonstriksi pulmoner
Penurunan oksigen pada jaringan
Penurunan uptake oksigen

Glikolisis anaerob

RDS
Asidosis metabolik Membuka right to left
sunt
Memisahkan bilirubin dari
ikatan dengan albumin pH darah menurun
Asidosis
respiratorik
Hyperbilirubinemia
4. Sistem Hematologi
Saat bayi lahir, nilai rata-rata hemoglobin, SDM, dan hematokrit
lebih tinggi dari dewasa. Hemoglobin BBL berkisar antara 14,5 sampai
22,5 gram/dl. Hematokrit bervariasi dari 44% sampai 72% dan hitung
SDM berkisar antara 5 sampai 7,5 juta/mm3. WBC 18.000/mm. Hb
turun 11-17 gr/dl dan RBC turun menjadi 4,2-5,3 pada akhir bulan
pertama.
5. Sistem Renal
Pada kehamilan cukup bulan, ginjal menempati sebagian besar
dinding abdomen posterior. Kandung kemih berada di dekat dinding
abdomen anterior. Pada bayi baru lahir, hampir semua massa yang
teraba di abdomen berasal dari ginjal. Fungsi renal seperti orang dewasa
baru dapat dipenuhi saat bayi berusia 2 bulan. Bayi baru lahir memiliki
rentang keseimbangan kimia dan rentang keamanan yang kecil. Infeksi,
diare, atau pola makan yang tidak teratur secara cepat dapat
menimbulkan asidosis dan ketidakseimbangan cairan, seperti dehidrasi
atau edema. Ketidakseimbangan ginjal juga membatasi kemampuan
bayi baru lahir untuk mengekskresi obat. Saat lahir biasanya bayi akan
BAK sedikit dan kemudian tidak BAK selama 12-2 jam, kemudian akan
BAK 6-10x/hari. Urine berwarna kuning jernih, berjumlah 15-60
cc/kgBB/hari. Kadang- kadang ada noda sedikit merah karena kristal
urat.
6. Sistem Gastrointestinal
Bayi baru lahir cukup bulan (aterm) sudah mampu menelan,
mencerna, memetabolisme, dan mengabsorbsi protein dan karbohidarat
sederhana serta mengemulsi lemak. Mukosa mulut basah, berwarna
merah muda, pipi penuh karena perkembangan bantalan menghisap
yang baik. Bayi tidak dapat memindahkan makanan dari bibir ke farink,
oleh karena itu puting susu harus diletakkan tepat diatas lidah dekat
dengan farink. Aktivitas peristaltic esofhagus belum terorganisasi,
kemudian polanya akan menjadi teratur sehingga bisa mulai menelan
dengan baik. Tidak ada bakteri pada GIT pada saat lahir, bakteri akan
masuk setelah lahir melalui orifisium ovale anal dan udara. Kapasitas
lambung bayi 30-90 cc tergantung besarnya bayi. Keasaman lambung
lebih rendah dalam beberapa minggu sampai usia 2-3 bulan.
Saat lahir perut bawah dipenuhi oleh mekonium yang dibentuk
setelah janin di dalam uterus. Mekonium dibentuk dari cairan amnion,
zat-zat yang didalamnya (sel-sel epidermis, lanugo yang ditelan bayi),
sekresi saluran cerna dan pecahan sel dari mukosa. Warna hijau
kehitaman dan lengket, warna tersebut adalah akibat pigmen empedu.
Keluaran mekonium yang pertama adalah steril. Mekonium akan
berganti dengan feses dalam 12-24 jam. Distensi otot abdomen
mempengaruhi relaksasi dan kontraksi otot kolon sehingga sering bayi
segera BAB setelah makan.
7. Sistem Hepatika
Hati dan kandung empedu dibentuk pada minggu keempat
kehamilan. Pada bayi baru lahir, hati dapat dipalpasi sekitar 1 cm di
bawah batas kanan costae karena hati berukuran besar dan menempati
sekitar 40% rongga abdomen. Hati bertanggung jawab terhadap
metabolisme billirubin. 50% bayi aterm mengalami hyperbillirubinemia
fisiologis. Ikterik neonates terjadi akibat produksi bilirubin dengan
kecepatan yang lebih besar dari dewasa dan terdapat cukup banyak
reabsorbsi bilirubin pada usus halus neonatus.
Kriteria ikterik fisiologis atara lain:
a. Bayi tampak normal
b. Pada bayi aterm, jaundice muncul setelah 24 jam lalu hilang hari ke7
c. Pada bayi preterm, jaundice muncul setelah 48 jam lalu hilang pada
hari ke-9/10
d. Jumlah bilirubin indirect < 12mg/100ml
e. Jumlah bilirubin direct <1-1,5 mg/ml
f. Peningkatan bilirubin tidak melebihi 5 mg/100ml perhari
8. Sistem Integument
Vernix caseosa, suatu lapisan putih seperti keju, menutupi kulit
bayi saat lahir, fungsinya masih belum jelas. Dalam 24 jam vernix
caseosa akan diabsorbsi kulit dan hilang seluruhnya, jadi tidak perlu
dibersihkan. Kulit bayi sangat sensitive dan mudah rusak, warnanya
agak merah beberapa jam setelah lahir. Pada wajah, bahu dan punggung
ditumbuhi rambut lanugo. Bayi baru lahir tampak montok, lemak
subkutan terakumulasi sejak trimester III.
9. Sistem Imunologi
Sel-sel yang menyuplai imunitas bayi berkembang pada awal
kehidupan janin, tetapi sel-sel ini tidak aktif selama beberapa bulan.
Selama tiga bulan pertama kehidupan, bayi dilindungi oleh imunitas
pasif yang diperoleh dari ibu. Barier alami, seperti asam lambung atau
produksi pepsin dan tripsin, yang tetap mempertahankan kestterilan usus
halus, belum berkembang dengan baik sampai tiga atau empat minggu.
IgA tidak terdapat pada saluran pernapasan, traktus urinarius, dan GIT.
IgA aka nada pada GIT jika bayi mendapatkan ASI. Bayi baru
mensintesis IgG dan mencapai 40% kadar IgG orang dewasa pada usia 9
bulan. IgA, IgD, dan IgE diproduksi secara bertahap dan tidak mencapai
kadar optimal pada masa kanak-kanak dini. Bayi yang mendapatkan
ASI mendapat imunitas pasif dari kolostrum dan ASI.
10. Sistem musculoskeletal
Pertumbuhan tulang terjadi chepalocaudal. Kepala mempunyai
panjang ¼ dari panjang badan bayi, dengan lengan lebih panjang sedikit
dari kaki. Ukuran dan bentuk kepala dapat sedikit berubah akibat
penyesuaian dengan jalan lahir. Ubun-ubun (fontanel) anterior teraba
lunak akan menutup pada bulan ke 12-18. Lingkar kepala bervariasi 33-
37 cm. vertebra harus dicek adanya dimple (bengkok), mungkin
berhubungan dengan spina bifida.
11. Sistem Reproduksi
a. Wanita
1) Ovarium sudah berisi ribuan sel-sel primitive (folikel
primordial).
2) Peningkatan estrogen selama kehamilan didikuti dengan
penurunan yang tiba-tiba saat kelahiran menyebabkan terjadinya
pengeluaran darah atau mucus dari vagina disebut
pseudomenstruasi.
3) Genetalia eksterna edema dan hiperpigmentasi.
4) Labia mayor dan minor sudah menutupi vestibulum.
5) Vernix caseosa terdapat dikedua labia.
b. Pria
1) Testis sudah turun kedalam scrotum pada 90 % bayi.
2) Spermatogenesis belum terjadi, baru terjadi saat pubertas.
3) Preputium bisa berisi smegma yaitu suatu substansi putih seperti
keju
4) Genetalia eksterna membengkak dan hiperpigmentasi sebagai
efek dari hormone ibu
5) Sering terjadi hidroceles yaitu akumulasi cairan disekitar testis,
bisa sembuh sendiri.
C. Reflex pada Bayi Baru Lahir
1. Reflek Moro
Reflek ini terjadi karena adanya reaksi miring terhadap rangsangan
mendadak. Refleksnya simetris dan terjadi pada 8 minggu pertama setelah
lahir. Tidak adanya refleks moro menandakan terjadinya kerusakan atau
ketidakmatangan otak.
2. Refleks Rooting / Refleks Dasar
Dalam memberikan reaksi terhadap belaian di pipi atau sisi mulut, bayi
akan menoleh ke arah sumber rangsangan dan membuka mulutnya siap
untuk menghisap.
3. Refleks Menyedot dan Menelan / Refleks Sucking
Berkembang dengan baik pada bayi normal dan dikoordinasikan dengan
pernafasan. Ini penting untuk pemberian makan yang aman dan gizi yang
memadai.
4. Refleks Mengedip dan Refleks Mata
Melindungi mata dari trauma.
5. Refleks Graps / Plantar
Genggaman tangan diperoleh dengan menempatkan jari atau pensil di
dalam telapak tangan bayi yang akan menggenggam dengan erat. Reaksi
yang sama dapat ditunjukkan dengan membelai bagian bawah tumit
(genggam telapak kaki).
6. Refleks Walking / Berjalan dan Melangkah
Jika disangga secara tegak dengan kaki menyentuh permukaan yang rata,
bayi akan terangsang untuk berjalan.
7. Refleks Tonik Neck
Pada posisi terlentang lengan disamping tubuh tempat kepala menoleh
kearah itu terulur sedangkan lengan sebelah terkulai.

D. Tahapan Bayi Baru Lahir


Menurut Varney (2007), periode transisi adalah waktu ketika bayi
menjadi stabil dan menyesuaikan diri dengan kemandirian ekstrauterin.
Keberhasilan transisi ke kehidupan ekstra uterin dievaluasi dengan skor apgar.
Tabel Sistem Penilaian Apgar
Tanda 0 1 2
Frekuensi Tidak ada Lambat di Di atas 100
jantung bawah 100
Usaha napas Tidak ada Lambat tidak Menangis
teratur dengan baik
Tonus otot Flaksid Beberapa fleksi Gerakan aktif
ekstermitas
Reflex mudah Tidak ada Menyeringai Menangis
terjadi kuat
Warna Biru pucat Tubuh merah Merah muda
muda, seluruhnya
ekstermitas biru
Periode transisi dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1) Periode reaktifitas pertama
Periode ini di mulai pada saat bayi baru lahir dan berlangsung selama 30
menit. Periode reaktifitas pertama setelah lahir, mata bayi baru lahir
terbuka, bayi mungkin menangis, terkejut, atau mencari putting susu
ibu. Selama periode terjaga setiap usaha harus dilakukan untuk
memfasilitasi kontak antara ibu dan bayi baru lahir. Banyak bayi akan
menyusu selama periode reaktifitas pertama ini. Menyusu harus
dianjurkan ketika bayi baru lahir berbeda pada tahap terjaga penuh
sebagai perlindungan terhadap hipoglikemia fisiologis yang terjadi
setelah bayi lahir. Bayi sering sekali mengeluarkan feses segera setelah
lahir dan bising usus biasanya muncul 30 menit setelah bayi lahir.
Bising usus menunjukkan sistem perencanaan mampu berfungsi.
2) Periode tidur yang tidak berespon
Tahap kedua transisi berlangsung sekitar 30 menit setelah kelahiran bayi
sampai 2 jam. Frekuensi jantung bayi baru lahir menurun selama
periode ini hingga kurang dari 140 kali permenit. Frekuensi pernapasan
bayi menjadi lebih lambat dan tenang. Bayi berada dalam tahap tidur
nyenyak. Bising usus ada, tetapi kemudian berkurang.
3) Periode reaktifitas kedua
Selama periode reaktifitas kedua dimulai dari usia 2 sampai 6 jam,
frekuensi jantung bayi labil dan perubahan warna terjadi dengan cepat,
hal ini dikaitkan dengan stimulus lingkungan. Frekuensi pernapasan
bervariasi dan tergantung aktifitas. Frekuensi napas harus tetap di bawah
60 kali permenit dan seharusnya tidak lagi ada ronkhi. Pemberian makan
segera sangat penting untuk mencegah hipoglikemia sehingga dapat
menstimulasi pengeluaran feses untuk mencegah ikterus.

E. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir


1. Asuhan Bayi Baru Lahir
Menurut Kemenkes RI (2010: 20-21), asuhan bayi baru lahir, meliputi :
a) Pencegahan infeksi (PI)
Pencegahan infeksi adalah bagian terpenting dari setiap komponen
keperawatan bayi batu lahir yang sangat rentan terhadap infeksi karena
sistem imunnya yang masih belum sempurna.
b) Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
Nilai apgar merupakan metode yang obyektif dan cepat untuk menilai
kondisi bayi baru lahir, berguna untuk memberikan informasi
mengenai keadaan bayi secara menyeluruh dan untuk mengevaluasi
keberhasilan tindakan resusitasi.
c) Pemotongan dan perawatan tali pusat
Banyak pendapat tentang cara terbaik dalam merawat tali pusat.
Telah dilaksanakan beberapa uji klinis untuk membandingkan cara
perawatan tali pusat agar tidak terjadi peningkatan infeksi, yaitu
dengan membiarkan luka tali pusat terbuka dan membersihkan luka
hanya dengan air bersih.
Menurut jurnal yang diterbitkan oleh Cochrane pada tahun 2007
yang berjudul Topical Umbilical cord care at birth. Tujuan dari
penelitian adalah untuk menilai kefektifan perawatan tali pusat jika
menggunakan obat topical jika dibandingkan dengan perawatan tali
pusat tanpa apapun.
Hasil dari penelitian menunjukan tidak adanya bukti yang cukup
apakah dengan menggunakan antiseptic atau antibiotik akan
memberikan keuntungan yang lebih agar tali pusat bersih dan kering.
Pelepasan tali pusat lebih cepat terjadi tanpa obat topical.
Dari penelitian ini menunjukan tidak ada bukti perawatan tali
pusat yang terbaik untuk bayi yang berada di lingkungan yang
beresiko tinggi terkontaminasi bakteri. Penelitian ini
merekomendasikan apabila bayi berada dilingkungan yang beresiko
tinggi terjadi kontaminasi bakteri disarankan menggunakan antiseptic
topical. Akan tetapi bukti tersebut tidak merekomendasikan antiseptic
atau regimen yang terbaik untuk perawatan tali pusat.
d) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Manfaat dilakukan IMD yaitu mencegah hipotermi, bounding
(ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan terjalin dengan lebih
baik, bayi mendapatkan ASI kolostrum pertama kali dan bayi yang
diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui eksklusif dan
akan lebih lama disusui (Roesli, 2008). Sedangkan menurut penelitian
yang dilakukan oleh Hutagaol, dkk (2014), bahwa terdapat pengaruh
IMD terhadap suhu aksila pada bayi setelah satu jam kelahiran. Suhu
kulit berbeda dengan suhu inti, dapat naik dan turun sesuai dengan
suhu lingkungan. Suhu inti cenderung dipertahankan selalu konstan.
Suhu kulit merupakan suhu yang penting apabila merujuk pada
kemampuan kulit untuk melepaskan panas ke lingkungan, sehingga
bila terjadi perubahan pada suhu lingkungan eksternal maka tubuh
akan melakukan pengaturan untuk mempertahankan keseimbangan
suhu. Kontak kulit ke kulit pada bayi baru lahir sama efektifnya
dengan pemanas bayi yang dapat mencegah kehilangan panas pada
bayi baru lahir aterm.
e) Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam,
kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
Tindakan seperti membuka baju bayi, kontak kulit dengan udara dan
menyabuni bayi saat mandi berhubungan dengan kehilangan panas
secara radiasi, konveksi dan evaporasi.
f) Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal
di paha kiri.
Menurut petunjuk teknis pemberian vitamin K1 pada BBL
yang diterbitkan oleh Depkes (2011), tujuan umum diberikan injeksi
Vitamin K1 adalah menurunkan angka kesakitan, kecatatan dan
kematian bayi akibat perdarahan akibat defisiensi Vitamin K. Cara
pemberiananya adalah masukkan vitamin K1 ke dalam semprit sekali
pakai steril 1ml, kemudian disuntikkan secara intramuskular di paha
kiri bayi bagian anterolateral sebanyak 1mg dosis tunggal, diberikan
paling lambat 2 jam setelah lahir.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Izzah dan Syarif
(2008), didapatkan hasil bahwa defisiensi vitamin K menyebabkan
rendahnya kadar faktor pembekuan darah yang tergantung pada
vitamin K, dimana hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
pedarahan intra kranial pada bayi yang biasanya dihubungkan dengan
Hemorhagic disease of the newborn (HDN).
g) Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB O)
Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan
sebanyak 0,5 cc secara IM setelah penyuntikan Vitamin K1 yang
bertujuan untuk encegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke
bayi yang berakibat menimbulkan kerusakan pada hati. Pemberian
Hb0 idealnya diberikan dalam 24 jam setelah lahir atau selambat-
lambatnya satu minggu setelah lahir.
h) Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika
dosis tunggal.
Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan
segera setelah proses IMD dan bayi selesai menyusu, sebaiknya 1 jam
setelah lahir. Pencegahan infeksi mata dianjurkan menggunakan salep
mata antibiotik tetrasiklin 1% (Kemenkes RI, 2010).
i) Pemeriksaan bayi baru lahir dan pemberian ASI Esklusif
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin
kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan
sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24
jam pertama (Kemenkes RI, 2010: 23).2.
2. Kunjungan Neonatal
Menurut Kemenkes (2010), kunjungan neonatal adalah pelayanan
kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu kunjungan neonatal I
(KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir, kunjungan
neonatal II (KN2) pada hari ke 3 sampai dengan 7 hari dan kunjungan
neonatal III (KN3) pada hari ke 8-28 hari.
Setelah bayi dilahirkan dan berhasil melalui adaptasi dari intra ke
ekstra uterin, perawatan neonatal esensial yang dilakukan yaitu menjaga
bayi tetap hangat dengan memakaikan pakaian yang lembut, hangat,
kering dan bersih, bila perlu bayi memakai tutup kepala, sarung tangan
dan kaos kaki. Menjaga ruangan tetap hangat juga diperlukan agar bayi
tetap hangat. Selain itu sebaiknya bayi tidur dengan ibu untuk
memudahkan ibu menyusui bayinya.
Pemeriksaan bayi setelah lahir perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah seorang bayi baru lahir dalam keadaan sehat atau sakit.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memeriksa tanda dan gejala utama
pada bayi. Berdasarkan tanda dan gejala tersebut kemudian
diklasifikasikan kemungkinan penyakit yang diderita.
Perawatan metode kanguru merupakan salah satu cara agar BBLR
terpenuhi kebutuhan khusus mereka terutama dalam mempertahankan
kehangatan suhu tubuh dan nutrisi dari ASI. Satu cara untuk menolong
bayi mendapatkan kebutuhan ini adalah menjaga bayi tetap kontak kulit
dengan kulit ibunya.
Memeriksa status penyuntikan vitamin K dan status imunisasi pada
bayi muda merupakan hal yang harus dilakukan dalam kunjungan
neonatal. Selain itu konseling bagi ibu tentang jadwal kunjungan dan
tanda bahaya bayi baru lahir juga perlu untuk disampaikan kepada ibu
sebelum meninggalkan klinik.
Petugas kesehatan memberikan nasehat kepada ibu tentang cara
pemberian ASI. Disamping itu anjurkan kepada ibu untuk memberikan
ASI eksklusif kepada bayinya, mengajari ibu cara menyusui yang benar,
cara meningkatkan produksi ASI, mengatasi masalah pemberian ASI,
perawatan payudara, cara memerah ASI, dan cara menyimpan ASI serta
mengajari ibu cara merawat tali pusat.
Menurut Kemenkes (2010), bayi yang lahir di fasilitas kesehatan
seharusnya dipulangkan minimal 24 jam setelah lahir apabila selama
pengawasan tidak dijumpai kelainan.

II. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN


Prinsip pendokumentasian manajemen kebidanan ada dua, yaitu :
A. Konsep Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Muslihatun, dkk, 2010: 112).
Menurut Varney dalam Muslihatun, dkk (2010: 114), proses manajemen
kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah
disempurnakna secara periodik. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara
lengkap, yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya, dan
meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi.
Dalam melakukan pengkajian data dasar pasien kita sebagai
bidan harus tahu alasan tau rasionalisasi pengkajian data tersebut.
Berikut ini rasionalisasi/alasan pengkajian pada asuhan kebidanan :
1) Identitas ibu, terdiri dari
a) Nama
Mengkaji nama untuk mengenal ibu dan membantu menjalin
keakraban dengan ibu serta melengkapi identitas ibu.
b) Umur
Untuk deteksi dini komplikasi pada usia ibu. Apakah termasuk
rentang usia reproduksi sehat atau tidak, yaitu pada usia terlalu
tua atau terlalu muda.
c) Pendidikan
Data ini digunakan agar bidan dapat mengetahui tingkat
intelektual ibu karena tingkat pendidikan mempengaruhi
perilaku kesehatan seseorang dan menyesuaikan pemberian
konseling pada ibu dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan tingkat pengetahuan ibu.
d) Pekerjaan
Untuk mengetahui beban aktivitas ibu sehari-hari (apakah ibu
beraktivitas diluar rumah, berapa banyak ia berjalan, membawa
beban berat atau tidak, aktivitas tersebut akan mempengaruhi
kehamilannya atau tidak) serta untuk menentukan apakah ada
keseimbangan antara beban fisik dari pekerjaan ibu dengan
istirahat yang ibu lakukan dengan asupan makanan ibu.
e) Agama
Untuk menentukan dukungan spiritual yang akan diberikan
bidan, mengetahui perintah atau larangan dalam agama yang
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan ibu. Data ini juga
dapat digunakan untuk melakukan pendekatan dalam asuhan
kebidanan yang diberikan.
f) Suku bangsa
Untuk mengetahui adat istiadat/kebiasaan yang dilaksanakan
oleh ibu, apakah kebiasaan itu membahayakan untuk ibu dan
janin.
g) Identitas suami
Digunakan untuk mengenal suami dan memudahkan dalam
melibatkan suami dalam pemberian asuhan kebidanan.
h) Alamat
Data ini dapat digunakan untuk mengukur jarak dari tempat
tinggal ibu ke pelayanan kesehatan dan untuk mengetahui
lingkungan tempat tinggal ibu.
2) Keluhan utama
Data ini digunakan untuk mengetahui keluhan yang dirasakan
ibu secara fisik maupun psikologis sehingga klien datang ke tenaga
kesehatan, mengidentifikasi keluhan tersebut fisiologis/patologis,
dan mendeteksi adanya tanda bahaya atau komplikasi yang
mungkin muncul.
3) Riwayat kesehatan
Data ini dapat digunakan untuk mengetahui status kesehatan
ibu. Apakah ibu sedang menderita penyakit tertentu yang dapat
berpengaruh terhadap kondisi ibu.
4) Riwayat kehamilan sekarang
a) HPHT
Untuk mengetahui umur kehamilan dan kapan tanggal
perkiraan lahir.
b) Tanda bahaya
Untuk membantu menentukan diagnosa/masalah potensial yang
kemungkinan terjadi pada ibu.
c) Imunisasi TT
Untuk mengetahui apakah ibu sudah mendapatkan proteksi dari
penyakit tetanus.
d) Kekhawatiran khusus
Digunakan untuk mellihat apakah klien mengalami
kekhawatiran tertentu yang berakibat pada diri dan janinnya,
serta membantu bidan dalam memberikan konseling yang
tepat sesuai dengan kebutuhan ibu.
5) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a) Jumlah kehamilan
Untuk mengetahui apakah kehamilan ibu termasuk kehamilan
beresiko atau tidak.
b) Jenis persalinan
Untuk menentukan apakah ibu termasuk golongan resiko tinggi
atau tidak. Dan menentukan asuhan yang akan diberikan.
c) Berat bayi
Untuk membantu menentukan riwayat kesehatan ibu dalam
kehamilan yang lalu misalnya apakah ibu menderita DM atau
tidak.
6) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Pengkajian pada pola nutrisi sangat penting untuk mengetahui
gambaran bagaimana ibu mencukupi asupan gizinya selama hamil
dan nifas serta untuk mengetahui apakah ibu berpantang makan tau
tidak. Sehingga membantu bidan dalam menentukan asuhan yang
diberikan.
7) Riwayat psikososial
Untuk membantu bidan mendapatkan gambaran psikologis ibu dan
membantu dalam memberikan asuhan serta untuk mempersiapkan
persalinan yang aman untuk ibu.
2. Langkah II : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis
yang spesifik. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan tersebut adalah
diakui dan telah disyahkan oleh profesi, berhubungan langsung dengan
praktis kebidanan, memiliki ciri khas kebidanan, didukung oleh clinical
judgement dalam praktek kebidanan, dan dapat diselesaikan dengan
pendekatan manajemen kebidanan.
3. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini dilakukan identifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat
bersiap-siap bila diagnosis/ masalah potensial ini benar-benar terjadi.
4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan
penanganan segera
Dalam langkah ini diperlukan tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan/ atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kebutuhan klien. Data baru mungkin saja
dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi
yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan ibu dan anak.
5. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi,
pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus
rasional dan benar-benar valid berdasarkan teori yang up to date serta sesuai
dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien.
6. Langkah VI : Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah ke lima
harus dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau anggota tim kesehatan lain. Manajemen yang
efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari
asuhan klien.
7. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefktifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut lebih efektif sedang sebagian
belum efektif.

B. Pendokumentasian SOAP
Menurut Mushlihatun (2010), dokumentasi SOAP adalah catatan
tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim
kesehatan tentang hasil pemeriksaan, prosedur tindakan, pengobatan pada
pasien, pendidikan pasien, dan respon pasien terhadap semua asuhan yang
telah diberikan.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai
asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, di dalamnya
tersirat proses berfikir bidan yang simetris dalam menghadapi seseorang
pasien sesuai langkah-langkah manajemen kebidanan. Prinsip dari metode
SOAP merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen yaitu:
a. Data Subjektif (S)
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data),
terutama data yang diperoleh melalui annamnesis. Data subjektif ini
berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien
mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan
langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan
diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang
akan di susun.
b. Data Objektif (O)
Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang
diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan diagnostik lainnya. Catatan medik
di informasi dari keluarga atau orang lain dapat di masukkan dalam data
objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien data fakta
yang berhubungan dengan diagnosis.
c. Analisa (A)
Analisa merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga, dan keempat sehingga
mencakup hal-hal sebagai berikut: diagnosis/ masalah kebidanan,
diagnosis/ masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan
tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/ masalah potensial.
d. Penatalaksanaan (P)
Pendokumentasian menurut Helen Varney langkah kelima,
keenam, dan ketujuh. Pendokumetasian P dalam SOAP ini adalah
pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah di susun sesuai dengan
keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi V. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Izzah & Syarif. 2015. Perdarahan Intrakranial pada Bayi di Rumah Sakit M.Djamil .
Diakses dari www.Jurnalmka.fk.unand.ac.id pada tanggal 13 Juli 2017 jam
22.45 WIB.
Kemenkes RI. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta:
Kementrian Kesehatan
-----------------. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi baru Lahir Berbasis
Perlindungan Anak. Jakarta: Direktorat Kesehatan Anak Khusus
Lowdermilk et al. 2012. Maternity and Women’s Health care. USA : Mosby
Muslihatun W, Mufdlilah & Nanik S. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta:
Fitramaya; 2010.
Roesli, Utami. 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka
Bunda
Saifuddin, Abdul Bari. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.
Varney H, Jan M. K & Carolyn L. G. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed. 4 Volume 1.
Jakarta: EGC; 2007.
-----------------------------------------------------------. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed.
4 Volume 2. Jakarta: EGC; 2007.
Zupan. 2004. Topical Umbilical Cord Care at Birth. Diakses dari
www.ncbi.nlm.nih.gov tanggal 23 Juli 2017 jam 20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai