Anda di halaman 1dari 25

Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Dengan Asfiksia

Di Ruang NICU RSU Haji Surabaya

Oleh :
SILVY NANDYA SAPUTRI
011913243012

PROGRAM STUDI PROFESI PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO) 2012, setiap tahunnya
120 juta bayi lahir di dunia, Kira-kira 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi
mengalami asfiksia neonatorum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal .
Di Indonesia, Asfiksia pada pada bayi baru lahir menjadi penyebab kematian
19% dari 5 juta kematian bayi baru lahir setiap tahun.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa angka
kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh asfiksia (20-60%), infeksi (25-
30%), bayi dengan berat lahir rendah (25-30%), dan trauma persalinan (5-
10%) di kawasan Asia Tenggara menempati urutan kedua yang paling tinggi
yaitu sebesar 142 kematian per 1000 kelahiran setelah Afrika. Indonesia
merupakan negara dengan AKB dengan asfiksia tertinggi kelima untuk negara
ASEAN pada tahun 2011 yaitu 35 kematian per 1000 kelahiran, dimana
Myanmar 48 kematian per 1000 kelahiran, Laos dan Timor Laste 48 kematian
per 1000 kelahiran, Kamboja 36 kematian per 1000 kelahiran (Maryunani
2013). Data tersebut mengungkapkan bahwa kira-kira 10% bayi baru lahir
membutuhkan bantuan untuk mulai bernafas, dari bantuan ringan sampai
resusitasi lanjut yang ekstensif, 5% bayi pada saat lahir membutuhkan
tindakan resusitasi yang ringan seperti stimulasi untuk bernafas, antara 1%
sampai 10% bayi baru lahir dirumah sakit membutuhkan bantuan ventilasi dan
sedikit saja yang membutuhkan intubasi dan kompresi dada (Saifudin, 2012).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir
yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. Salah satu faktor kegagalan
pernapasan dapat disebabkan oleh adanya gangguan sirkulasi dari ibu ke janin
karena ketuban telah pecah atau ketuban pecah dini.
Asfiksia dapat menyebabkan kerusakan organ berat dan berakibat fatal
pada bayi baru lahir. Redistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien
hipoksia dan iskemia akut telah memberikan gambaran yang jelas mengapa
terjadi disfungsi berbagai organ tubuh pada bayi asfiksia. Gangguan fungsi
berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung pada lamanya asfiksia terjadi
dan kecepatan penanganan. Berdasarkan hasil penelitian lanjut Riskesdas,
asfiksia merupakan penyebab kematian kedua pada bayi setelah infeksi.
Upaya dalam menurunkan angka kematian bayi baru lahir yang
diakibatkan asfiksia salah satunya dengan cara melakukan suatu pelatihan
keterampilan resusitasi kepada para tenaga kesehatan agar lebih terampil
dalam melakukan resusitasi dan menganjurkan kepada masyarakat ataupun
ibu khususnya, agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kemampuan dan keterampilan (Depkes RI, 2013).
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus dengan
asfiksia dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen
kebidanan kompetensi bidan dan pendokumentasian menggunakan SOAP.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian data subjektif dan data
obyektif pada neonatus dengan asfiksia
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa aktual pada neonatus
dengan asfiksia
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial
pada neonatus dengan asfiksia
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera
5. Mahasiswa mampu mengembangkan rencana tindakan asuhan
kebidanan secara menyeluruh pada neonatus dengan asfiksia
6. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan
yang menyeluruh sesuai kebutuhan neonatus dengan asfiksia
7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan yang
diberikan pada neonatus dengan asfiksia
8. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan dengan
menggunakan dokumentasi SOAP.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep dasar Asfiksia
2.1.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir
dilahirkan tidak segera Bernafas spontan dan teratur setelah dilahirkan
(JNPK-KR. 2008).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal nafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010).
Asfiksia merupakan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia yang terjadi pada bayi
biasanya merupakan kelanjutan dari anoksida/hipoksia janin. Diagnosis
anoksida/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin (Maryunani 2013).
Asfiksia berarti hipoksia progresif penimbunan CO2 dan asidosis jika
prosese ini berlangsung terlalu jauh dapat mengaibatkan kerusakan otak
atau kematian, mempengaruhi fungsi vital lainnya. Asfiksia lahir ditandai
dengan hipoksemia (PaO2 menurun) dan hiperkarbia (peningkatan
PaCO2) (Latief, 2007).

2.1.2 Etiologi
1. Faktor Ibu
1) Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan asfiksia, baik akibat
kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta
maupun infeksi.Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang
terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan terlebih lagi pada bayi
kurang bulan,7 dengan infeksi keduanya saling mempengaruhi.
Ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi asenden. Infeksi
tersebut dapat berupa amnionitis dan korionitis atau gabungan
keduanya disebut korioamnionitis. Selain itu korioamnionitis dapat
dihubungkan dengan lama pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa
dalam dan pola kuman terutama grup Staphylococus. Sepsis awitan
dini sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan sepsis
awitan lambat sering dihubungkan dengan infeksi pascanatal terutama
nosokomial (Adriana, 2013).
2) Hipoksia
Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anestesia dalam gangguan aliran darah uterus.
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin (Rochmah,dkk, 2012).
3) Diabetes pada ibu
4) Hipertensi dalam kehamilan
5) Hipertensi kronik
6) Perdarahan TM II dan III
7) Ibu dengan penyakit ginjal, jantung, paru, tiroid, kelainan nerologi
8) Polihidramnion dan oligohidramnion
9) Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lama (>18 jam sebelum
persalinan)
10) Kehamilan ganda
11) Terapi obat seperti MgSO4 , beta blocker
12) Ibu penggunan bius
13) Tanpa periksa antenatal
14) Usia ibu <16 atau >35 tahun
15) SC darurat
16) Persalinan dengan tindakan (vacuum atau forceps)
17) Partus presipitatus
18) Korioamnionitis
19) Partus lama (>24 jam)
20) Kala II lama (>2jam)
21) Hiperstimulus uterus
22) Perdarahan intrapartum
23) Kehamilan lewat waktu
24) Kehamilan kurang bulan
2. Faktor Bayi
1) Anemia janin atau isoimunisasi
2) Hidrops fetalis
3) Berat janin tidak sesuai asfiksiaa kehamilan
4) Malforasfiksiai dan anomaly janin
5) Letak sungsang atau presentasi abnormal
6) Makrosomia
7) Bradikardi janin persisten
8) Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
9) Air ketuban bercampur mekonium
3. Faktor Plasenta
1) Prolaps tali pusat
2) Solusio plasenta
3) Plasenta previa
4) Lilitan tali pusat
(Kosim,et.al.2012)
Menurut Dewi (2013), penggolongan penyebab asfiksia pada bayi adalah :

1) Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin disebabkan oleh :

a) Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan

dengan adanya lilitan tali pusat, tekanan yang kuat pada tali
pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat

menumbang, dan kehamilan lebih bulan (post-term).

b) Adanya pengaruh obat misalnya pada tindakan SC yang

menggunakan narkosa.

2) Faktor dari ibu selama kehamilan

a) Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang dapat

menyebabkan hipertoni.

b) Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta

yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara

mendadak.

c) Vosakontruksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan dan

preeklamsi dan eklamsia.

d) Kasus solusio plasenta yang dapat menyebabkan gangguan

pertukaran gas (oksigen dan zat asam arang).


2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia, bayi akan mengalami asidosis, sehingga
memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pembentukan oksigen
terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan
natrium bikarbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan
cairan glukosa 40% 1-2 ml per kg berat badan, diberikan melalui vena
umbilicus. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia adalah sebagai
berikut :
1) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit.
2) Tidak ada usaha nafas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai
berikut :
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.
2) Usaha nafas lambat.
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
5) Bayi tampak sianosis.
6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan.
c. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah
sebagai berikut :
1) Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit.
2) Bayi tampak sianosis.
3) Adanya retraksi sela iga.
4) Bayi merintih (grunting).
5) Adanya pernafasan cuping hidung.
6) Bayi kurang aktifitas.
7) Auskultasi diperoleh hasil ronchi rales, dan wheezing positif
(Maryunani 2013).

Tabel 2.1 APGAR Score

(sumber: Rukiyah dan Yulianti, 2014)


2.1.4 Patofisiologi
Menurut Safrina, (2013) dalam Lia Yulianti (2015), segera setelah
lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini
paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan mengembang
udara akan masuk dan cairan yang ada di dalam alveoli akan
meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru
akan mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara
memadai (Yulianti, 2012).
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurang O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama epneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat berekasi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan
(Yulianti 2012).
Gambar 2.1 Diagram patofisiologi asfiksia
2.1.5 Manifestasi klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan
tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala Tonus otot buruk
karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain.
c. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
d. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen
pada otot-otot jantung atau sel-sel otak.
e. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan.
f. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru
atau nafas tidak teratur/megap-megap.
g. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.
h. Penurunan terhadap spinkters.
i. Pucat (Lockhart,2014).
2.1.6 Komplikasi

1. Otak kejang dan hipoglikemia


Kejang BBL adalah perubahan proksimal dari fungsi neurologic (misalnya
perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom system saraf) yang terjadi
sampai dengan 28 hari. Asfiksi menyebabkan kerusakan langsung susunan
saraf pusat berupa degenerasi dan nekrosis atau tidak langsung
menyebabkan kerusakan endotel vascular dengan akibat perdarahan.
Trauma jalan lahir dan asfiksia biasanya disertai gangguan metabolisme
seperti hipoglikemia. Hipoglikemia adalah kadar glukosa serum yang
kurang dari 45mg% selama beberapa hari pertama kehidupan. Keadaan ini
bersifat sementara akibat kekurangan glukosa (Lina, 2012).

2. Paru-paru: sindrom gawat napas Masalah yang biasa terjadi:


a. Frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/menit
b. Frekuensi nafas bayi kurang dari 40x/menit
c. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir)
d. Bayi apnu (nafas berhenti lebih 20 detik)
3. Asfiksi berat
4. Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa
yang terjadi karena meningkatya kadar bilirubin dalam darah.
2.1.7 Diagnosis
1. Anamnesis : Gangguan / kesulitan bernafas setelah lahir / tidak
menangis.
2. Pemeriksaan fisik
Tabel 2.2 Penilaian APGAR Score
Klinis 0 1 2

Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat
Reflek saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk / bersin
nafas dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat
ekstremitas gerak aktiv
Warna kulit Biru pucat (lemah) Merah seluruh
Tubuh merah tubuh
ekstremitas biru
(Mochtar,1998)
Klasifikasi nilai Apgar
 Nilai 0-3 : Asfiksia berat
 Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
 Nilai 7-10 : Normal
3. Pemeriksaan Penunjang
 USG kepala
 Laboratorium : darah lengkap, analisa gas darah, serum
elektrolit
 Gula darah sewaktu
 Baby gram (Ro. Dada)
 Kardiotokografi
 Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi
 Ureum kreatinin dan laktat
(IDAI.2008)
2.1.8 Alogaritma Resusitasi di RS

2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah sebagai
berikut :
1. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sistem jantung dan
parudengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup,
serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam
2. Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik
 Asfiksia ringan APGAR skor (7-10)
Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat agar tidak terjadi
hipotermi
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut
kemudian hidung
3. Bersihkan badan dan tali pusat
4. Lakukan observasi tanda vital tiap 2 jam, pantau APGAR skor
5. Asfiksiaukkan dalam inkubator
 Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)
Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :
1. Bersihkan jalan napas
2. Berikan oksigen 2 liter per menit
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila
belum ada reaksi bantu pernapasan dengan asfiksiaker
(ambubag)
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi asfiksiaih sianosis,
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa
40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena umbilikus secara
perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakranial
meningkat karena perubahan pH mendadak
 Asfiksia berat APGAR skor (0-3)
Cara mengatasinya adalah sebagai berikut:
1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit
3. Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (enditracheal
tube)
4. Bersihkan jalan napas melalui ETT
5. Apabila bayi sudah bernapas tetapi masih sianosis berikan
natrium biarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Selanjutnya berikan
dekstrosa 40% sebanyak 4cc (Hidayat.2008).
Kesimpulan tindakan sebagai berikut :
1. Menerima bayi dengan kain hangat
2. Letakkan bayi pada posisi sedikit ekstensi
3. Bersihkan jalan napas dengan penghisap lendir pada mulut
kemudian hidung
4. Bila tidak berhasil dirangsanng lagi dengan menepuk telapak
kaki atau menekan dada
5. Bila tidak berhasil juga gunakan penlon bag dengan pemompaan
40-60x/menit
6. Bila tidak berhasil pasang ETT lalu bantu dengan alat
pernapasan (respirator)
7. Bila napas positif tetapi masih biru dapat diberikan suntikan
natrium nikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa 40% sebanyak
4cc disuntikkan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan.
Tindakan koreksi natrium bikarbonat dan dekstrosa hanya
dilakukan bila pernapasan sudah ada walaupun belum teratur.
8. Bila pada tindakan resusitasitidak terdapat penlon bag (ambubag)
lakukan resusitasi dengan cara mouth to mouth atau disebut juga
pernafasan kodok dengan syarat: pada bayi peniupan hanya
dilakukan dengan peniupan mulut yang dikembungkan, karena
paru bayi asfiksiaih kecil, jadi tidak dengan bantuan kekuatan
peniupan dari perut
9. Bila bayi hendak dikirim sebaiknya diinfus dengan dekstrosa 5%
dicampur natrium bikarbonat 7,5% dengan erbandinganb 4:1
dengan menggunakan burret mikro 6-8 tetes/menit untuk berat
badan rata-rata 3000 gram
10. Bila bayi mengalami hipoglikemia suntikan dekstosa 40%
sebanyak 2cc/KgBB melalui vena umbilikalis, bila diberikan
melalui vena perifer harus diencerkan lagi dengan perbandingan
1:1 yaitu dekstrosa 40% sebanyak 6cc dicampur dengan
dekstrosa 5% sebanyak 6 cc (Ilyas.2012).
2.1.10 Prognosis
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam
otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikir
kemungkinan menderita cacat mental seperti epilepsi (Mochtar,2011)
2.1.11 Pencegahan
Yang harus diperhatikan :
1. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta
pemberian pituitarin dalam dosis tinggi
2. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan biala ada perdarahan
berikan O2dan darah segar
3. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan
menunggu terlalu lama pada kala II (Mochtar.2011).
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan
menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia.
Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi
saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya
peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu
intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita
adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah,
kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan
kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.
Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar
tenaga obstetri di kamar bersalin.Perlu diadakan pelatihan untuk
penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi
pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat
mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan
kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat.
Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk
meningkatkan maturitas paru janin (IDAI.2008)
2.2.Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Neonatus dengan Asfiksia
2.2.1. Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Biodata/Identitas
- Umur ibu
Biasanya terjadi padi ibu dengan usia ekstrim <16 atau>35 tahun
(Kosim,et.al.2012)
- Agama
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap
kebiasaan kesehatan klien. Dengan diketahui agama pasien akan
memudahkan bidan melakukan pendekatan dalam melaksanakan
asuhan kebidanan. (Depkes RI, 2013)
- Suku/bangsa
Untuk mengetahui latar belakang sosial budaya yang
mempengaruhi kesehatan klien.
- Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu atau taraf
kemampuan berpikir ibu, sehingga bidan bisa menyampaikan
penyuluhan KIE pada pasien dengan lebih mudah. (Depkes RI,
2013)
- Pekerjaan
Ditanyakan pekerjaan suami dan ibu sendiri untuk mengetahui
bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi penderita agar nasehat
yang diberikan sesuai.
- Alamat
Untuk mengetahui ibu tinggal dimana dan diperlukan bila
mengadakan kunjungan rumah (home care/home visit) ke ibu.
2. Keluhan Utama
Gangguan / kesulitan bernafas/ tidak menangi segera setelah lahir.
3. Riwayat Antenatal
Asfiksia neonatorum dapat terjadi pada ibu dengan diabetes dalam
kehamilan, hipertensi, perdarahan TM II dan III, infeksi, penyakit
seperti penyakit jantung, ginjal, tiroid, atau kelainan nerologi,
polihidramnion, oligohidramnion, kehamilan ganda, KPD, ketuban
pecah lama, kehamilan lewat waktu.
4. Riwayat Intranatal
Perhatikan umumnya bayi dengan asfiksia dapat dilahirkan secara
spontan dengan melihat kondisi ibu (riwayat penyakit ibu). Usia
gestasi pada asfiksia umumnya terjadi pada postmatur bahkan
dismatur. Saat persalinan terjadi gawat janin karena persalinan yang
lama, ketuban pecah premature dan warna ketuban yang keruh serta
kehijauan (mekonial). Dan Apgar skore ≤ 5
5. Riwayat Postnatal
Riwayat setelah 2 jam kelahiran bayi. riwayat BAB,BAK, nutrisi
dan lain-lain
B. Data Obyektif
1) Keadaan umum : umumnya pada kasus asfiksia bayi lemah
2) Antropometri : umumnya pada kasus bayi asfiksia, keadaan
normal
BB lahir : BB tidak sesuai asfiksiaa kehamilan bisa <2500gr atau
>4000 gr
PB : PB normal 48-50cm
LD : sesuai dengan berat badan, normalnya 34-35 cm
LK : bisa normal antara 33-35 cm, bila terjadi malforasfiksiai
atau anomali bisa <33cm
3) APGAR skor
Asfiksia berat (0-3)
Asfiksia sedang (4-6)
Asfiksia ringan (7-10)
4) Tanda-tanda Vital
1. Suhu
Ada resiko terjadi ketidakseimbangan suhu tubuh, dapat terjadi
hipotermi <36,5˚C
2. Nadi
Denyut jantung <100x/menit dan terus menurun
3. Pernafasan
Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x
pernafasan per menit)
5) Pemeriksaan Fisik
Kulit : umumnya pada bayi asfiksia mengalami sianosis pada
kasus berat dan banyak terdapat sisa mekonial.
Rambut lanugo sedikit untuk bayi postmatur
sedangkan bayi dismatur rambut lanugo lebih
banyak dan vernik kaseosa lebih banyak.
Kepala : umumnya normal atau ada caput succedaneum atau
cephal hematom pada persalinan dengan vacum atau
forceps
Mata : umumnya pada bayi asfiksiaconjungtiva merah muda
dan sclera putih.
Hidung : adanya cuping hidung mengembang
Mulut : mukosa merah biru dan kering
Telinga :umumnya pada bayi asfiksiakeadaan tulang rawan
menentukan maturitas bayi (normal)..
Dada : Kadang-kadang terdengar ronchi pada kedua paru,
adanya retraksi dada, hiperekspansi dada dan
terdapat peningkatan suara nafas dengan crakles,
tergantung dari jumlah meconium dalam paru
Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah
arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak
teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus
timbul 1 sampai 2 jam setelah asfiksia kelahiran
bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum
sempurna.
Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak,
adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
Genetalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki –
laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan. Pada bayi prematur testis belum turun
pada laki-laki dan labia mayora belum menutupi
labia minora
Anus :Tidak ada atresia ani dan perhatikan adanya darah
dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari feses.
Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf
atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks : Reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat
member keterangan mengenai keadaan susunan
syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar
Wahidiyat, 1991 dan Potter Patricia, 1996 ).
6) Pemeriksaan Penunjang
 USG kepala
 Laboratorium : darah lengkap, analisa gas darah (untuk
mengevaluasi status oksigenasi kardiopulmonal), serum
elektrolit
 Gula darah sewaktu
 Baby gram (Ro. Dada) : di gunakan untuk melihat paru
dalam memastikan status paru
 Kardiotokografi
 Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi
 Ureum kreatinin dan laktat
2.2.2. Analisa Data
Diagnosa : NA/NP usia… dengan Asfiksia
Masalah : pernafasan kurang, bayi tampak sianosis, gangguan
pernafasan, Gangguan pemenuhan nutrisi (Saifuddin, 2012).
Kebutuhan : Kebutuhan pada bayi lahir dengan asfiksia antara lain

pemberian O2, rasa nyaman, kehangatan dan pemenuhan

nutrisi menurut (Varney,2009)

2.2.3. Identifikasi diagnose dan masalah potensial


Langkah ini diambil berdasarkan diagnose atau asfiksiaalah yang telah
ditemukan berdasarkan data yang ada kemungkinan menimbulkan
keadaan yang gawat, pada neonatus dengan asfiksiadapat terjadi hipoksia,
iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis, hipertensi pulmonal
persisiten pada neonatus perdarahan paru dan edema paru, elekrokolitis
nekrotikans, tubular nekrosi acut, dan DIC
2.2.4. Identifikasi kebutuhan tindakan segera
 Termoregulasi
 Berikan O2
 Resusitasi
2.2.5. Perencanaan
1 Informasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga tentang kondisi
bayinya
R/ Penjelasan hasil pemeriksaan membuat ibu mengetahui keadaan
bayinya.
2 Jaga kehangatan bayi
R/ tindakan yang dilakukan pada bayi dapat menyebabkan hipotermi
3 Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital bayi
R/deteksi dini untuk mengetahui adanya masalah pada bayi
4 Lakukan pencegahan infeksi pada bayi
R/ Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.
5 Letakkan bayi pada posisi sedikit ekstensi
R/ membebaskan jalan nafas
6 Bersihkan jalan napas dengan penghisap lendir pada mulut kemudian
hidung
R/ membersihkan jalan nafas agar bayi dapat bernafas spontan dan teratur
7 Bila tidak berhasil dirangsang lagi dengan menepuk telapak kaki atau
menekan dada
R/ merangsang pernafasan bayi
8 Bila tidak berhasil juga gunakan penlon bag dengan pemompaan 40-
60x/menit
R/ bantuan pernafasan untuk bayi
9 Berikan oksigen 4-5 liter per menit
R/ mencegah sianosis dan asidosis respiratorik
10 Pasang ETTlalu bantu dengan alat pernapasan (respirator)
R/ membersihkan jalan nafas lebih dalam agar jalan nafas bebas dari
sekret
11 Berikan suntikan natrium nikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa 40%
sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan.
Tindakan koreksi natrium bikarbonat dan dekstrosa hanya dilakukan bila
pernapasan sudah ada walaupun belum teratur (tindakan kolaborasi)
R/ pemberian terapi segera untuk mencegah komplikasi
12 Berikan suntikan dekstosa 40% sebanyak 2cc/KgBB melalui vena
umbilikalis, bila diberikan melalui vena perifer harus diencerkan lagi
dengan perbandingan 1:1 yaitu dekstrosa 40% sebanyak 6cc dicampur
dengan dekstrosa 5% sebanyak 6 cc bila bayi mengalami hipoglikemia
R/ meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan status gizi bayi
2.2.6. Implementasi
Melakukan asuhan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat
2.2.7. Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah tindakan pengukuran antara keberhasilan dan

rencana. Jadi tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan tindakan kebidanan yang dilakukan (Estiwidani dkk, 2008).

Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan

asfiksia adalah bayi sudah bisa bernafas dengan baik, bayi sudah bisa

menangis, kehangatan bayi sudah terjaga, nutrisi bayi terpenuhi, dan bayi

mulai bergerak aktif.

Hasil penanganan setelah asfiksia adalah orang tua/ibu sudah

mengetahui cara membersihkan, meneteki bayi yang benar, merawat tali

pusat, memandikan bayi, dan mengobservasi pernafasan bayi. Dan ibu

sudah mengetahui pentingnya pemberian ASI sampai usia 2 tahun, makanan

bergizi bagi ibu, dan makanan tambahan bagi bayi diusia kurang lebih 4

bulan, juga mengikuti program KB.

Anda mungkin juga menyukai