Oleh :
SILVY NANDYA SAPUTRI
011913243012
2.1.2 Etiologi
1. Faktor Ibu
1) Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan asfiksia, baik akibat
kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta
maupun infeksi.Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang
terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan terlebih lagi pada bayi
kurang bulan,7 dengan infeksi keduanya saling mempengaruhi.
Ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi asenden. Infeksi
tersebut dapat berupa amnionitis dan korionitis atau gabungan
keduanya disebut korioamnionitis. Selain itu korioamnionitis dapat
dihubungkan dengan lama pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa
dalam dan pola kuman terutama grup Staphylococus. Sepsis awitan
dini sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan sepsis
awitan lambat sering dihubungkan dengan infeksi pascanatal terutama
nosokomial (Adriana, 2013).
2) Hipoksia
Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anestesia dalam gangguan aliran darah uterus.
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin (Rochmah,dkk, 2012).
3) Diabetes pada ibu
4) Hipertensi dalam kehamilan
5) Hipertensi kronik
6) Perdarahan TM II dan III
7) Ibu dengan penyakit ginjal, jantung, paru, tiroid, kelainan nerologi
8) Polihidramnion dan oligohidramnion
9) Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lama (>18 jam sebelum
persalinan)
10) Kehamilan ganda
11) Terapi obat seperti MgSO4 , beta blocker
12) Ibu penggunan bius
13) Tanpa periksa antenatal
14) Usia ibu <16 atau >35 tahun
15) SC darurat
16) Persalinan dengan tindakan (vacuum atau forceps)
17) Partus presipitatus
18) Korioamnionitis
19) Partus lama (>24 jam)
20) Kala II lama (>2jam)
21) Hiperstimulus uterus
22) Perdarahan intrapartum
23) Kehamilan lewat waktu
24) Kehamilan kurang bulan
2. Faktor Bayi
1) Anemia janin atau isoimunisasi
2) Hidrops fetalis
3) Berat janin tidak sesuai asfiksiaa kehamilan
4) Malforasfiksiai dan anomaly janin
5) Letak sungsang atau presentasi abnormal
6) Makrosomia
7) Bradikardi janin persisten
8) Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
9) Air ketuban bercampur mekonium
3. Faktor Plasenta
1) Prolaps tali pusat
2) Solusio plasenta
3) Plasenta previa
4) Lilitan tali pusat
(Kosim,et.al.2012)
Menurut Dewi (2013), penggolongan penyebab asfiksia pada bayi adalah :
dengan adanya lilitan tali pusat, tekanan yang kuat pada tali
pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat
menggunakan narkosa.
menyebabkan hipertoni.
mendadak.
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat
Reflek saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk / bersin
nafas dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat
ekstremitas gerak aktiv
Warna kulit Biru pucat (lemah) Merah seluruh
Tubuh merah tubuh
ekstremitas biru
(Mochtar,1998)
Klasifikasi nilai Apgar
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
3. Pemeriksaan Penunjang
USG kepala
Laboratorium : darah lengkap, analisa gas darah, serum
elektrolit
Gula darah sewaktu
Baby gram (Ro. Dada)
Kardiotokografi
Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi
Ureum kreatinin dan laktat
(IDAI.2008)
2.1.8 Alogaritma Resusitasi di RS
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah sebagai
berikut :
1. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sistem jantung dan
parudengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup,
serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam
2. Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik
Asfiksia ringan APGAR skor (7-10)
Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat agar tidak terjadi
hipotermi
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut
kemudian hidung
3. Bersihkan badan dan tali pusat
4. Lakukan observasi tanda vital tiap 2 jam, pantau APGAR skor
5. Asfiksiaukkan dalam inkubator
Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)
Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :
1. Bersihkan jalan napas
2. Berikan oksigen 2 liter per menit
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila
belum ada reaksi bantu pernapasan dengan asfiksiaker
(ambubag)
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi asfiksiaih sianosis,
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa
40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena umbilikus secara
perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakranial
meningkat karena perubahan pH mendadak
Asfiksia berat APGAR skor (0-3)
Cara mengatasinya adalah sebagai berikut:
1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit
3. Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (enditracheal
tube)
4. Bersihkan jalan napas melalui ETT
5. Apabila bayi sudah bernapas tetapi masih sianosis berikan
natrium biarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Selanjutnya berikan
dekstrosa 40% sebanyak 4cc (Hidayat.2008).
Kesimpulan tindakan sebagai berikut :
1. Menerima bayi dengan kain hangat
2. Letakkan bayi pada posisi sedikit ekstensi
3. Bersihkan jalan napas dengan penghisap lendir pada mulut
kemudian hidung
4. Bila tidak berhasil dirangsanng lagi dengan menepuk telapak
kaki atau menekan dada
5. Bila tidak berhasil juga gunakan penlon bag dengan pemompaan
40-60x/menit
6. Bila tidak berhasil pasang ETT lalu bantu dengan alat
pernapasan (respirator)
7. Bila napas positif tetapi masih biru dapat diberikan suntikan
natrium nikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa 40% sebanyak
4cc disuntikkan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan.
Tindakan koreksi natrium bikarbonat dan dekstrosa hanya
dilakukan bila pernapasan sudah ada walaupun belum teratur.
8. Bila pada tindakan resusitasitidak terdapat penlon bag (ambubag)
lakukan resusitasi dengan cara mouth to mouth atau disebut juga
pernafasan kodok dengan syarat: pada bayi peniupan hanya
dilakukan dengan peniupan mulut yang dikembungkan, karena
paru bayi asfiksiaih kecil, jadi tidak dengan bantuan kekuatan
peniupan dari perut
9. Bila bayi hendak dikirim sebaiknya diinfus dengan dekstrosa 5%
dicampur natrium bikarbonat 7,5% dengan erbandinganb 4:1
dengan menggunakan burret mikro 6-8 tetes/menit untuk berat
badan rata-rata 3000 gram
10. Bila bayi mengalami hipoglikemia suntikan dekstosa 40%
sebanyak 2cc/KgBB melalui vena umbilikalis, bila diberikan
melalui vena perifer harus diencerkan lagi dengan perbandingan
1:1 yaitu dekstrosa 40% sebanyak 6cc dicampur dengan
dekstrosa 5% sebanyak 6 cc (Ilyas.2012).
2.1.10 Prognosis
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam
otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikir
kemungkinan menderita cacat mental seperti epilepsi (Mochtar,2011)
2.1.11 Pencegahan
Yang harus diperhatikan :
1. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta
pemberian pituitarin dalam dosis tinggi
2. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan biala ada perdarahan
berikan O2dan darah segar
3. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan
menunggu terlalu lama pada kala II (Mochtar.2011).
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan
menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia.
Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi
saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya
peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu
intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita
adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah,
kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan
kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.
Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar
tenaga obstetri di kamar bersalin.Perlu diadakan pelatihan untuk
penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi
pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat
mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan
kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat.
Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk
meningkatkan maturitas paru janin (IDAI.2008)
2.2.Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Neonatus dengan Asfiksia
2.2.1. Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Biodata/Identitas
- Umur ibu
Biasanya terjadi padi ibu dengan usia ekstrim <16 atau>35 tahun
(Kosim,et.al.2012)
- Agama
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap
kebiasaan kesehatan klien. Dengan diketahui agama pasien akan
memudahkan bidan melakukan pendekatan dalam melaksanakan
asuhan kebidanan. (Depkes RI, 2013)
- Suku/bangsa
Untuk mengetahui latar belakang sosial budaya yang
mempengaruhi kesehatan klien.
- Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu atau taraf
kemampuan berpikir ibu, sehingga bidan bisa menyampaikan
penyuluhan KIE pada pasien dengan lebih mudah. (Depkes RI,
2013)
- Pekerjaan
Ditanyakan pekerjaan suami dan ibu sendiri untuk mengetahui
bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi penderita agar nasehat
yang diberikan sesuai.
- Alamat
Untuk mengetahui ibu tinggal dimana dan diperlukan bila
mengadakan kunjungan rumah (home care/home visit) ke ibu.
2. Keluhan Utama
Gangguan / kesulitan bernafas/ tidak menangi segera setelah lahir.
3. Riwayat Antenatal
Asfiksia neonatorum dapat terjadi pada ibu dengan diabetes dalam
kehamilan, hipertensi, perdarahan TM II dan III, infeksi, penyakit
seperti penyakit jantung, ginjal, tiroid, atau kelainan nerologi,
polihidramnion, oligohidramnion, kehamilan ganda, KPD, ketuban
pecah lama, kehamilan lewat waktu.
4. Riwayat Intranatal
Perhatikan umumnya bayi dengan asfiksia dapat dilahirkan secara
spontan dengan melihat kondisi ibu (riwayat penyakit ibu). Usia
gestasi pada asfiksia umumnya terjadi pada postmatur bahkan
dismatur. Saat persalinan terjadi gawat janin karena persalinan yang
lama, ketuban pecah premature dan warna ketuban yang keruh serta
kehijauan (mekonial). Dan Apgar skore ≤ 5
5. Riwayat Postnatal
Riwayat setelah 2 jam kelahiran bayi. riwayat BAB,BAK, nutrisi
dan lain-lain
B. Data Obyektif
1) Keadaan umum : umumnya pada kasus asfiksia bayi lemah
2) Antropometri : umumnya pada kasus bayi asfiksia, keadaan
normal
BB lahir : BB tidak sesuai asfiksiaa kehamilan bisa <2500gr atau
>4000 gr
PB : PB normal 48-50cm
LD : sesuai dengan berat badan, normalnya 34-35 cm
LK : bisa normal antara 33-35 cm, bila terjadi malforasfiksiai
atau anomali bisa <33cm
3) APGAR skor
Asfiksia berat (0-3)
Asfiksia sedang (4-6)
Asfiksia ringan (7-10)
4) Tanda-tanda Vital
1. Suhu
Ada resiko terjadi ketidakseimbangan suhu tubuh, dapat terjadi
hipotermi <36,5˚C
2. Nadi
Denyut jantung <100x/menit dan terus menurun
3. Pernafasan
Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x
pernafasan per menit)
5) Pemeriksaan Fisik
Kulit : umumnya pada bayi asfiksia mengalami sianosis pada
kasus berat dan banyak terdapat sisa mekonial.
Rambut lanugo sedikit untuk bayi postmatur
sedangkan bayi dismatur rambut lanugo lebih
banyak dan vernik kaseosa lebih banyak.
Kepala : umumnya normal atau ada caput succedaneum atau
cephal hematom pada persalinan dengan vacum atau
forceps
Mata : umumnya pada bayi asfiksiaconjungtiva merah muda
dan sclera putih.
Hidung : adanya cuping hidung mengembang
Mulut : mukosa merah biru dan kering
Telinga :umumnya pada bayi asfiksiakeadaan tulang rawan
menentukan maturitas bayi (normal)..
Dada : Kadang-kadang terdengar ronchi pada kedua paru,
adanya retraksi dada, hiperekspansi dada dan
terdapat peningkatan suara nafas dengan crakles,
tergantung dari jumlah meconium dalam paru
Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah
arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak
teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus
timbul 1 sampai 2 jam setelah asfiksia kelahiran
bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum
sempurna.
Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak,
adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
Genetalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki –
laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan. Pada bayi prematur testis belum turun
pada laki-laki dan labia mayora belum menutupi
labia minora
Anus :Tidak ada atresia ani dan perhatikan adanya darah
dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari feses.
Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf
atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks : Reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat
member keterangan mengenai keadaan susunan
syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar
Wahidiyat, 1991 dan Potter Patricia, 1996 ).
6) Pemeriksaan Penunjang
USG kepala
Laboratorium : darah lengkap, analisa gas darah (untuk
mengevaluasi status oksigenasi kardiopulmonal), serum
elektrolit
Gula darah sewaktu
Baby gram (Ro. Dada) : di gunakan untuk melihat paru
dalam memastikan status paru
Kardiotokografi
Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi
Ureum kreatinin dan laktat
2.2.2. Analisa Data
Diagnosa : NA/NP usia… dengan Asfiksia
Masalah : pernafasan kurang, bayi tampak sianosis, gangguan
pernafasan, Gangguan pemenuhan nutrisi (Saifuddin, 2012).
Kebutuhan : Kebutuhan pada bayi lahir dengan asfiksia antara lain
Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
asfiksia adalah bayi sudah bisa bernafas dengan baik, bayi sudah bisa
menangis, kehangatan bayi sudah terjaga, nutrisi bayi terpenuhi, dan bayi
bergizi bagi ibu, dan makanan tambahan bagi bayi diusia kurang lebih 4