Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI

DIRUANG PERSALINAN PUSKESMAS TAREMPA

Disusun Oleh :
DINA SAURA, S.Kep
NIM: 736080723034

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA
TAHUN 2023-2024
LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)


I. Definisi Penyakit
Ketuban pecah dini (KPD) atau sering disebut dengan premature repture of the
membrane (PROM) atau sering di sebut sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
waktunya melahirkan (Lazuarti, 2020).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion
sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu tanpa kontraksi (Mitayani, 2010).

II. Etiologi
Ketuban pecah dini biasanya menyebabkan persalinan premature alias bayi
terpaksa dilahirkan sebelum waktunya, air ketuban pecah awal bisa disebabkan oleh
beberapa hal, seperti di sampaikan oleh Geri Morgan (2010) yaitu :
1. Infeksi rahim, leher rahim, atau vagina
2. Pemicu umum ketuban pecah dini adalah
a. Persalinan premature
b. Korioamnioitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c. Malposisi atau malpresentasi janin
3. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks
a. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi terapeutik,
LEEP, dan sebagainya)
b. Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama
pelahiran sebelumnya
c. Inkompeteni serviks
4. Riwayat KPD sebelumnnya sebanyak dua kali atau lebih
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu:
a. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
b. Penambahan berat badan sebelum kehamilan
6. Merokok selama kelahiran
7. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada
ibu muda
8. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.

III. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat meningkatkan
konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan
PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium.Pada
infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu
sitokrin, interleukin 1, faktor nekrosis tumor dan interleukin 6.Platelet activating
factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam
cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin
yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel desidua untuk
memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya
persalinan.
Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bakterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak flora servikoginal komensal dan
patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang
menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.Elastase leukosit polimorfonuklear secara
spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi
leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat
menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban .Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin potensial, potensial menjadi penyebab ketuban pecah
dini (Subekti, 2018).
IV. Pathway

V. Manifestasi Klinis
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
aroma air ketuban berbau, berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering
karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang. Tetapi, nila duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau
menyumbat kebocoran untuk sementara. Sementara itu demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupkan tanda-tanda
infeksi yang terjadi (Lazuarti, 2020).
IV. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
b. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk
mengurangi atau berhenti
c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir bila
ada faktor predisposisi
2. Panduan mengantisispasi : jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini
saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.
3. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan propals tali
pusat:
a. Letak kepala selain vertex
b. Polihidramnion
c. Herpes aktif
d. Riwayat infeksi strepokus beta hemolitiukus sebelumnya.
4. Bila ketuban telah pecah
a. Anjurkan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecahnya ketuban.
b. Bila robekan ketuban tampak kasar
1) Saat pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat adanya
semburan cairan dari vagina.
2) Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide
untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.
3) Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan
hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak dilakukan
pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.
c. Bila pecah ketuban dan/ atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas,
lakukan pemeriksaan pekulum steril.
1. Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop).
2. Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
3. Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan
pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.
4. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit Herpes Tipe
2, rujuk ke dokter.
5. Penatalaksanaan konservatif
a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban pecah.
b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke
vagina, kecuali spekulum steril, jangan melakukan pemeriksaan vagina.
c. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat secara
signifikan, dan/ atau mencapai 380 C, berikan macam antibiotik dan
pelahiran harus diselesaikan.
2) Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulen atau tampak
kekuningan menunjukan adanya infeksi.
3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan
perubahan apa pun
6. Penatalaksaan agresif
a. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui
penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
b. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak berespons
c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada
tanda, mulai pemberian pitocin
d. Berikan cairan per IV, pantau janin
e. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
f. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk
diindikasi, kaji nilai bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan
untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan,
baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan
dimulai atau induksi dimulai
g. Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada
hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
h. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin yang
merupakan salah satu tanda infeksi
i. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
1) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
2) Terjadi takikardia janin
3) Lokia tampak keruh
4) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
5) Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus
6) Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih
7. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
a. Pesalinan spontas
1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada
demam
2) Anjurkan pemantauan janin internal
3) Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi
perawat neonatus
4) Lakukan kultur sesuai panduan
b. Indikasi persalinan
1) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
2) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
3) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan, banyak
yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g Mefoxin per IV
setiap 6 jam sebagai profilakis. Beberapa panduan lainnya
menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ untuk
menentuan kapan antibiotik mungkin diperlukan (Subekti, 2018).
V. Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.Risiko infeksi
meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion).Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm.Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm.Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila KPD praterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
1. Infeksi intrauterine
2. Tali pusat menumbung
3. Prematuritas
4. Distosia. (Subekti, 2018).
VI. Diagnosa Banding
Diagonsa bandig KPD yaitu urinariy incontinece dan sekret vagina yang berlebih
(Subekti, 2018).

B. Konsep Dasar Dasar Sectio Caesarea (SC)


I. Definisi Penyakit
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas
500gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Amru, 2012).
Menurut Manuaba (2012) Sectio Caesarea adalah persalinan buatan melalui sayatan
pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin 1000gram
atau kehamilan diatas 28 minggu.

II. Etiologi
Etiologi sectio caesarea menurut Amru (2012) sebagai berikut :
1. Etiologi pada ibu
a. Kpd (ketuban pecah dini)
b. Primigravida dengan kelainan letak
c. Disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul)
d. Ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk
e. Panggul sempit
f. Plasenta previa
g. Solutsio plasenta tingkat I-II
h. Komplikasi kehamilan (preeklampsia-eklampsia)
i. Kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM)
j. Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri)
k. Ruptur uteri
l. Partus lama (prolongen labor)
m. Partus tak maju (obstructed labor)
2. Etiologi pada janin
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
c. Janin mati
d. Kelainan kongenital berat
III. Patofisiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat
diatas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan sc yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia
jaringan lunak, plasenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan jnain lintang setelah dilakukan sc ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dari aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de
entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah satu utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan
upnou yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancur dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurunkan makan peristaltik juga menurun. Makanan yang ada dilambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Sagita, 2019).
IV. Pathway
Panggul Sempit

Ketuban Pecah Dini

Pre-Eklamsia Berat Sectio Caesarea


Bayi Kembar Kelainan Letak Janin Letak Sungsang

Poat Anestesi Luka Post Op Post Partum Nifas

Distensi Kandung Kemi

Penurunan Medula Penurunan Kerja Pons Jaringan Terputus Jaringan Terbuka


Obiongata Penururnan Kerja Otot Eliminasi Meragsang Area Sensorik Proteksi Kurang
Penururnan Reflek Penururnan Peralstik Usus Gangguan Rasa Nyaman Invasi Bakteri
Batuk Konstipasi
Nyeri Akut Resiko Infeksi
Akumulasi Secret

Bersihkan Jalan
Ganggua
Tidak Efektif n
Mobilita
Intoleran
si

V. Manifestasi Klinis
Menurut Tucker (2012) manifestasi klinis dari sectio caesarea adalah sebagai
berikut:
1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
2. Panggul sempit
3. Partus lama
4. Partus tak maju
5. Pre-eklamsia dan hipertensi
6. Malpresentasi janin
a. Letak lintang
b. Letak bokong
c. Gemeli

VI. Penatalaksanaan
Menurut Sagita (2019) penatalaksanaan klien post sectio caesarea yaitu:
1. Keperawatan
a. Perawatan awal
1) Perikds kondisi pasien, cek tanda vital 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit samapi sadar.
2) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
3) Transfusi darah jika perlu
4) Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi pendarahan pasca
bedah.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu di mulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilitas
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar
3. Hari kedua post operasi, penderita dapat di dudukan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian belajar sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca
operasi.
d. Fugsi gastrointestinal
1. Jika tidak ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul
2. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
3. Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minumdengan baik
e. Perawatan funsi kandung kemih
1. Jika urien jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam.
2. Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urine
jernih
3. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter
terpasang sampai minimum 7 hari atau urine jernih
4. Jika sudah tidak memakai antibiotik berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas
5. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam
atau lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
f. Pembalut dan perawatan luka
1. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti balutan.
2. Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri
plester untuk mengencangkannya.
3. Ganti pembalut dengan cara steril.
4. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka jahitan
kulit dilakukan pada hari ke 5 pasca SC.
2. Medis
a. Cairan IV sesuai indikasi
b. Anstesi regional atau general
c. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea
d. Tes laboratorium sesuai indikasi
e. Pemberian oksitosin sesuai indikasi
f. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
g. Persiapan kulit pembedahan abdomen
h. Persetujuan ditandatangani
i. Pemasangan kateter fole

VII. Komplikasi
1. Infeksi peurperal (Nifas)
a. Tahapan ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Tahapan sedang dengan kenaikan suhu yang meningkatkan lebih tinggi di
sertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
c. Tahapan berat terjadi peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Infeksi berat
sering kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi nifas, telah
terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotik
yang adekuat dan tepat.
2. Perdarahan
Perdarahan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka serta
perdarahan pada plasenta
3. Luka kandung kemih
Emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisis terlalu tinggi.
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan berikutnya

C. Pengkajian
I. Wawancara
Identitas
Nama : Ny.
Jenis Kelamin : P
Umur :
Alamat :
Keluhan utama :
G1P0A0
II. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos metis GCS : 15
TD : mmHg
Nadi : x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,3 ℃
SpO2 : 99%

III. Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan Diagnostik KPD
a. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi,bau dan
PHnya.Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga
urine atu secret vagina, sekret vagina ibu hamil pH:4,5 dengan kertas nitrazin
tidak berubah warna,tetap kuning.1.a tes lakmus (tes nitrazin),jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis).Ph air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes
yang positif palsu.1b. mikroskop (tes pakis),dengan meneteskan air ketuban
pada gelas objek dan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun psikis (Subekti, 2018).
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit.Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidroamion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam
dan caranya,namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sujiyatini, 2010).
2. Pemeriksaan Diagnostik SC
a. Elektroensefalogram (EEG) untuk membantu menetapkan jenis dan faktor dari
kejang
b. Pemindaian CT untuk mendektesi perbedaan kerapatan jaringan
c. Magneti Resonance Imaging (MRI) menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
d. Uji laboratorium
1. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3. Panel elektrolit
4. Skrining toksik dari serum dan urin
5. AGD
6. Kadar kalsium darah
7. Kadar natrium darah
8. Kadar magnesium darah

IV. Analisa Data

No. DATA MASALAH PENYEBAB


1. Ds: - klien mengtakan nyeri di Nyeri Akut Agen cedera fisik
perut pada area bekas
operasi
- klien mengatakan nyeri nya
seperi di tusuk-tusuk
- klien mengatakan sulit
untuk bergerak
- klien mengatakan nyeri nya
pada saat ada sedikit
gerakan
- klien mengatakan nyeri nya
hanya pada daerah bekas
operasi saja
Do : - keadaan umum tampak
lemah
- skala nyeri klien 5
- klien tampak meringis
- tampak luka post op di
bagian bawah abdomen
kurang lebih 10 cm yang
masih ditutup verban
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,5 ℃
2. Ds : - klien mengatakan perban Resiko infeksi Kerusakan integritas
luka berdarah kulit
- klien mengatakan nyeri
muncul ketika bergerak
- klien tampak sesekali
memegangi luka post op
sectio caesarea
menggunakan tangannya

Do:
- verban luka post op sectio
caesarea tampak kotor
karena bekas darah
- Luka tampak bersih dan
mulai kering
- Tampak luka post op sc
mulai kering
- Skala nyeri 5
- Tampak luka post op sc di
bagian bawah abdomen
kurang lebih 10 cm yang
masih ditutup verban
- TD : 110/80 mmHg
- Suhu : 36,5 ℃
- Nadi : 80x/menit
- RR : 20x/menit
3. DS : - klien mengatakan belum Gangguan mobilitas fisik Nyeri
bisa beraktivitas secara
mandiri
- klien mengatakan masih
takut untuk bergerak
- klien mengatakan masih
dibantu untuk melakukan
aktivitas
DO : - klien tampak lembah dan
berbaring di tempat tidur
- kesadaran composmentis
- pergerakan klien tampak
lambat
- klien tampak terpasang
infus RL/20 menit/menit
- klien tampak terpasang
urine kateter
- klien tampak belum
mengganti pembalutnya
- klien tampak memerlukan
bantuan saat memenuhi
kebutuhan kebersihan
dirinya

D. Diagnosa Keperawatan Sering Mungkin Muncul


1. Nyeri akut berhubundan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan tampak
meringis (D. 0077)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan integritas kulit (D. 0142)
3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan klien merasa
lemah (D. 0054)

E. Rencana Asuhan Keperawatan


No Dx Tujuan Kriteria Intervensi (SIKI) Rasional Evaluasi
Keperawatan Hasil (SLKI)
(SDKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Kaji S : klien
berhubungan tindakan (I. 082338)
karakteristik mengatakan
dengan agen keperawatan Observasi
pencedera fisik) diharapkan nyeri 1. Identifikasi nyeri nyeri
(D. 0077) berkurang dengan lokasi,
2. Ajarkan O : tampak
Kriteria Hasil : karakteristik,
Definisi : (L. 08066) durasi, teknik meringis
Pengalaman 1. Slaka nyeri frekuensi,
relaksasi menahan sakit
sensorik atau menurun kualitas,
emosional yang dengan skala intensitas nyeri napas dalam A : masalah
berkaitan dengan 3 2. Indenifikasi
3. Berikan belum teratasi
kerusakan 2. Meringis skala nyeri
jaringan aktual cukup 3. Identifikasi posisi yang P : Lanjutkan
atau fungsonal, menurun respon nyeri non
nyaman intervensi
dengan onset verbal
mendadak atau 4. Identifikasi 4. Berikan obat
lambat dan pengetahuan
anti nyeri
berintensitas tentang nyeri
ringan hingga
berat yang Terapeutik :
berlangsung 1. Berikan teknik
kurang dari 3 nonfarmakologis
bulan. untuk
mengurangi rasa
Penyebab : nyeri (mis.
1. Agen Terapi pijat,
pencedera aromaterapi,
fisik tarik nafas
dalam)
Gejala dan 2. Kontrol
Tanda Mayor : lingkungan yang
1. Tampak memperberat
meringis rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan)
Gejala dan 3. Pertimbangkan
Tanda Minor : jenis dan sumber
1. Tekanan nyeri dalam
darah pemilihan
meningkat. strategi
2. Nafsu makan meredakan nyeri
berubah
Edukasi :
Kondisi Klinis : 1. Jelaskan
1. Kondisi penyebab,
pembedahan periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Anjurkan tenik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi 1. Jelaskan S:-
berhubungan tindakan (I. 145339) tanda dan
O : tidak ada
dengan integritas keperawatan Obsevasi : gejala infeksi
kulit (D. 0142) diharapkan 1. Monitor tanda 2. Ajarkan cuci tanda
tingkat infeksi dan gejala infeksi tangan
kemerahan,
menurun dengan lokal sistemik dengan
kriteria hasil: benar tidak ada
1. Kebersihan Terapeutik : 3. Anjurkan
edema
tangan 1. Batasi jumlah meningkatka
meningkat pengunjung n asupan A : Masalah
2. Kebersihan 2. Berikan nutrisi
sebagian
badan perawatan kulit 4. Anjurkan
meningkat pada area edema meningkatka teratasi
3. Nyeri menurun 3. Cuci tangan n asupan
P : Lanjutkan
sebelum dan cairan
sesudah kontak intervensi
dengan pasien
dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan
teknik aseptik
pada pasie
beresiko tinggi

Edukasi :
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Ajarkan cuci
tangan dengan
benar
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
antibiotik
ataupun
imunisasi (jika
perlu)

3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan 1. Jelaskan S : Klien


Mobilitas fisik tindakan Mobilisasi (I. 05173)
tujuan dan mengatakan
berhubungan keperawatan Observasi
dengan nyeri mobilitas fisik 1. Identifikasi prosedur belum mampu
dibuktikan meningkat dengan adanya atau nyeri
mobilisasi untuk
dengan klien hasil ktriteria : atau keluhan fisik
merasa lemah (L. 05042) lainnya 2. Anjurkan melakukan
(D. 0054) 1. Pergerakan 2. Identifikasi
melakukan aktivitas
ekstremitas toleransi fisik
Definisi : meningkat melakukan mobilisasi - klien
Keterbatasan 2. Kekuatan otot pergerakan
dini mengatakan
dalam gerakan meningkat 3. Monitor kondisi
fisik dari satu 3. Rentang gerak umum selama 3. Ajarkan belum dapat
atau lebih (ROM) melakukan
mobilisasi melalukan
ekstremitas meningkat mobilitas
secara mandiri 4. Nyeri menurun sederhana memebrsihkan
5. Gerakan Terapeutik :
yang harus diri secara
Penyebab : terbatas 1. Fasilitas aktivitas
1. Nyeri menurun mobilisasi dengan dilakukan mandiri
6. Kelemahan alat bantu
(duduk di - masih
Gejala dan fisik menurun 2. Fasilitas
Tanda Mayor : melakukan tempat tidur, bergantung
Subjektif pergerakan
duduk di sisi kepada ibu
1. Mengeluh 3. Libatkan keluarga
sulit untuk membantu tempat tidur, dan suami
menggerakan pasien dalam
pindah dari serta perawat
ekstremitas meningkatkan
Objektif pergerakan tempat tidur untuk
1. Kekuatan
ke kursi). melakukan
otot menurun Edukasi :
2. Rentang 1. Jelaskan tujuan aktivitas
gerak (ROM) dan prosedur
O:- Klien tampak
menurun mobilisasi
2. Anjurkan lemah
Gejala dan melakukan - klien tampak
Tanda Minor : mobilisasi dini belum dapat
Subjektif 3. Ajarkan melakukan
1. Nyeri saat mobilisasi aktivitas dan
bergerak sederhana yang personal
2. Merasa harus dilakukan hygiene secara
cemas saat (duduk di tempat mandiri
bergerak tidur, duduk di A : masalah
Objektif sisi tempat tidur,
belum teratasi
1. Gerakan pindah dari
terbatas tempat tidur ke P : Lanjutkan
2. Fisik lemah kursi). intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Lazuarti, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Partum Dengan Ketuban Pecah
Dini yang di Rawat Di Rumah Sakit KTI Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Jurusan Keperawatan Prodi D-III Keperawatan Samarinda.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1078/1/KTI%20SELVY%20LAZUARTI.pdf
Mitayani. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Morgan, G. (2010). Obsteri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta : EGC.
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Indikator Diagnostik. Ed.
1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriterian Hasil
Keperawatan. Ed. 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tibdakan
Keperawatan. Ed. 1. Jakarta : DPP PPNI.
Sagita, F.E. (2019) Aasuhan Keperawatan Ibu post Partum Dengan Post Operasi SC di ruang
Rawat Inap Kebidanan. Program Studi III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Perintis Padang Thun 2019.
http://repo.stikesperintis.ac.id/852/1/30%20FHADILLA%20ERIN%20SAGITA.pdf
Sujiyati. (2010). Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Numed
Subekti, T. (2018). Laporan Pendahuluan Keuban Pecah Dini.
https://www.scribd.com/document/360153964/LP-KPD

Anda mungkin juga menyukai