Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By.

A DENGAN DIAGNOSA MEDIS


BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUANG MAWAR
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH :
APRIANTO UNTUNG
2017.C.09a.0876

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : APRIANTO UNTUNG
NIM : 2017.C.09a.0876
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada By.A Dengan Diagnosa Medis Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang Mawar RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan III Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Yelstria Ulina T, S.Kep, Ns Winarti Trijayaningsih, SST


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Asuhan Keperawatan
Kebutuhan Dasar Manusia di Ruang Sakura RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik
Praklinik Keperawatan III (PPK III) pada Program Studi S-1 Keperawatan. Selain itu,
Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca maupun
kami sebagai penulis. Sehingga pada waktu yang akan datang materi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan Asuhan Keperawatan
ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep, Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Winarti Trijayaningsih, SST Selaku kepala ruangan Ruang Mawar RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya dan Pembimbing Lahan yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di Ruang Mawar RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4. Ibu Yelstria Ulina T, S.Kep, Ns Selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian Asuhan
Keperawatan ini.
5. Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis menyelesaikan
LaporanAsuhan Keperawatan ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu keperawatan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan dimasa
yang akan mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Palangka Raya, 2 Mei 2020

Penulis
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500
gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya
kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<
37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi,
dkk., 2010).

1.1.2 Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan
Herpes simplex virus), danpenyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi,
terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

1.1.3 Klasifikasi
Menurut Deslidel et al. (2011: 108)  klasifikasi BBLR, yaitu :
a. BBLR prematur atau kurang bulan
1) Sindrom gangguan pernafasan ideopatik (penyakit membran hialin)
2)  Pnemonia aspirasi karena refkek menelan dan batuk belum sempurna, bayi
belum dapat menyusu
3)  Perdarahan periventrikuler dan perdarahan intraventrikuler (P/IVH) otak lateral
akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan)
4)  Hipotermia karena sumber panas bayi prematur baik lemak subkutan yang
masih sedikit maupun brown fat belum terbentuk.
Beberapa ciri jika seorang bayi terkena hipotermi antara lain :
a)    Bayi menggigil
b)   Kulit anak terlihat belang, merah putih atau timbul bercak-bercak.
c)    Anak terlihat apatis atau diam saja.
d)   Gerakan bayi kurang dari normal.
e)    Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir dan
ujung-ujung jarinya. (Walyani, 2015 : 161).
5)  Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang
b. BBLR tidak sesuai usia kehamilan atau dimatur
1)   Sindrom aspirasi mekonium
2)   Hiperbilirubinemia
3)   Hipoglikemia
4)   Hipotermia

1.1.4 Patofisiologi
Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi terjadinya
BBLR terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan sosial
ekonomi dan sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor lingkungan.
BBLR dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem reproduksi ibu sudah
mengalami penipisan akibat sering melahirkan Hal ini disebabkan oleh semakin
tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin menurun. Kehamilan yang
berulang-ulang akan mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi
akan berkurang dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015 :
669).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014:85-86) 
mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta dengan
beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO dan polysiklik
hydrokarbon, diketahui dapat menembus plasenta. Carbonmonoksida mempunyai
afinitas berikatan dengan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin, yang
menurunkan kapasitas darah mengangkut oksigen ke janin. Sedangkan nikotin
menyebabkan vasokontriksi arteri umbilikal dan menekan aliran darah plasenta.
Perubahan ini mempengaruhi aliran darah di plasenta. Kombinasi hypoxia
intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna mengalirkan darah diyakini menjadi
penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit pada ibu
hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke
jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur vaskularisasi plasenta, hal ini akan
mengganggu pertumbuhan janin sehingga akan memperkuat risiko terjadinya
persalinan prematur dan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah terutama
untuk kadar hemoglobin yang rendah mulai dari trimester awal
kehamilan (Cunningham, et al., 2010). Selain anemia, implantasi plasenta abnormal
seperti plasenta previa berakibat terbatasnya ruang plasenta untuk tumbuh, sehingga
akan mempengaruhi luas permukaannya. Pada keadaan ini lepasnya tepi plasenta
disertai perdarahan dan terbentuknya jaringan parut sering terjadi, sehingga
meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan antepartum (Prawirohardjo, 2008).
Apabila perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat dipertahankan, maka terminasi
kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun. Hal ini menyebabkan
tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan lahir rendah disertai
mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi kejadian BBLR,
karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah akan
mempunyai intake makan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun secra
kuantitas, yang berakibat kepada rendahnya status gizi pada ibu hamil (Amalia,
2011 : 258). Selain itu,  gangguan  psikologis  selama  kehamilan berhubungan
dengan terjadinya peningkatan indeks resistensi arteri uterina. Hal ini disebabkan
karena terjadi peningkatan konsentrasi noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran
darah ke uterus menurun dan uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin sehingga
menimbulkan efek vasokonstriksi. Mekanisme  inilah  yang  mengakibatkan
terhambatnya  proses  pertumbuhan  dan perkembangan janin intra uterin sehingga
terjadi BBLR (Hapisah, et al., 2010 : 86-87).
Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat dipengaruhi dari
faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan
koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari
2 liter. Produksi air ketuban berlebih dapat merangsang persalinan sebelum
kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat
meningkatkan kejadian BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan kedua janin pada
kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian
darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan kembar distensi
(peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi
persalinan prematur (Amirudin & Hasmi, 2014 : 110-111). Menurut Saifuddin dalam
Amirudin & Hasmi (2013 : 111-112) kelainan kongenital atau cacat bawaan
merupakan kelaianan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan
hasil konsepsi sel telur. Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan
dilahirkan sebagai BBLR atau bayi kecil.
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat badan
dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-pecah dan
terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 : 176). Karena suplai
lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang besar dengan berat badan
menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan (Sondakh, 2013 :
152). Sehingga bayi dengan BBLR dengan cepat akan kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermia (Maryanti, 2012 : 171). Selain itu tipisnya lemak subkutan
menyebabkan struktur kulit belum matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan
memudahkan terjadinya kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering
tertekan dalam waktu yang lama (Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga
mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,
kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna (Maryanti, 2012 : 172).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat
yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi surfaktan
menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya,
alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai
usaha inspirasi yang kuat.  Hal tersebut menyebakan ketidakefektifan pola
nafas (Pantiawati, 2010 : 24-25).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012 : 171). Selain itu jaringan lemak
subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang yang menyebabkan
malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ belum baik terutama pada
otak dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-sentrum vital yang menyebabkan
reflek menelan belum sempurna dan reflek menghisap lemah. Hal ini menyebabkan
diskontinuitas pemberian ASI (Nurarif & Kusuma, 2015 : 54-55).

1.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
a. Berat kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
f. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
g. Kepala lebih besar
h. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
i. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
j. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada lengan
dan sikunya
k. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
l. Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap, telapak
kaki halus.
m. Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan
tangisnya lemah.
n. Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
1.1.6 Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara
lain :
1. Hipotermia
2. Gangguan cairan dan elektrolit
3. Hiperbilirubbinemia
4. Sindroma gawat nafas
5. Paten duktus anteriocus
6. Infeksi
7. Perdarahan intraventrikuler
8. Apnea of prematurity
9. Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi – bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR) antara lain :
1. Gangguan perkembangan
2. Gangguan pertumbuhan
3. Gangguan penglihatan (retinopati)
4. Gangguan pendengaran
5. Penyakit paru kronis
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain :
a. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan reflek dan
maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk mengetahui apakah
bayi itu prematuritas atau maturitas
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan merupakan tes pada
ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens terakhirnya.
c. Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.
d. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat bayi lahir
tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai
pada umur 8 jam atau dapat atau diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

1.1.8 Penatalaksanaan Medis


Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah menurut
Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi
prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya
mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau
menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi
kanguru dalam kantung ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB
(Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya dapat
meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga
pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang
lebih sering.  ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang
paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas
dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde
menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas atau BBLR.
Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus
dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-
5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan
infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna
bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih
cepat bertambah coklat.

f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit
ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat
terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan untuk
mengobserfasi usaha pernapasan.
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan
lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula
darah secara teratur.
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian Keperawatan
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu tubuh rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat badan
kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3
menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal
e. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru, tumor
kandungan, kista, hipertensi
g. ADL
1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi
kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium, produksi urin
rendah
h. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120
sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi
sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill  (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot
aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan pernapasan
rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing
atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit
mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau),
BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan
dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah,
warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro,
menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi,
ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago
telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram,
panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama
dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari
30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo
pada punggung dan wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada
laki-laki skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis belum
turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput. (Pantiawati, 2010)
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada BBLR adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolik.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak
tubuh subkutan.
c. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.

1.2.3 Intervensi Keperawatan


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolik.
1) Tujuan: pola napas menjadi efektif
2) Kriteria hasil:
- RR 30-60 x/mnt
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Ronchi (-)
- Whezing (-)
3) Rencana tindakan:
- Observasi pola Nafas.
- Observasi frekuensi dan bunyi nafas
- Observasi adanya sianosis.
- Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
- Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
- Beri O2 sesuai program dokter
- Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
- Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
- Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak
tubuh subkutan.
1) Tujuan: suhu tubuh dalam rentang normal
2) Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C.
- Kulit hangat.
- Sianosis (-)
- Ekstremitas hangat
3) Tindakan keperawatan:
- Observasi tanda-tanda vital.
- Tempatkan bayi pada incubator.
- Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan.
- Monitor tanda-tanda Hipertermi.
- Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
- Ganti pakaian setiap basah
- Observasi adanya sianosis.
c. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
1) Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi
2) Kriteria hasil:
- Reflek hisap dan menelan baik
- Muntah (-)
- Kembung (-)
- BAB lancar
- Berat badan meningkat 15 gr/hr
- Turgor elastis
3) Tindakan keperawatan:
- Observasi intake dan output.
- Observasi reflek hisap dan menelan.
- Beri minum sesuai program
- Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
- Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
- Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
- Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
- Timbang BB setiap hari.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.
1) Tujuan: tidak terjadi infeksi
2) Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Leukosit 5.000-10.000
3) Tindakan keperawatan:
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Isolasi bayi dengan bayi lain.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
- Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
- Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
- Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih/steril.
- Kolaborasi dengan dokter.
- Berikan antibiotic sesuai program.

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,  dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan. Dan merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui apakah ada
kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Meirisa, 2013).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani
2013), yaitu Subjek, adalah ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara
subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan. Objek adalah
keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif. Assasment adalah analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif
dan objektif. Planning adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn. E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bay., Jakarta: EGC.


Muchtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1990. Ilmu Kesehatan Anak. III. Jakarta:
FKUI. Wong, Dona. L. 2003.
Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai