Anda di halaman 1dari 24

1

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KEGAWATDARURATAN
ENDOKRIN HYPERGLYCEMIC HYPEROSMOLAR
SYNDROM
DosenPengajar : Ns. Wijaya Atmaja Kasuma, M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1) ApriantoUntung (2017.C.09a.0876)
2) Ferdianto (2017.C.09a.0887)
3) Mujib Kristanto (2017.C.09a.0900)
4) Septya Florensa (2017.C.09a.0910)
5) Yunira Priskila (2017.C.09a.0922)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingg kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Di makalah ini
memaparkan beberapa hal terkait “Makalah Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Endrokin Hyperglicemic Hyperosmolar Syndrom” Tidak lupa
kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak telah
memberikan motivasi baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini ke depannya.

PalangkaRaya, 31 Maret 2020

Penyusun

i
3

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah2
1.3 Tujuan Masalah 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit 3
2.1.1 Definisi....................................................................................................3
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................3
2.1.3 Etiologi....................................................................................................3
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................4
2.1.5 Patofisiologi.............................................................................................5
2.1.6 Manisfestasi Klinis..................................................................................6
2.1.7 Komplikasi...............................................................................................6
BAB 3PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan Kasus 8
3.1.1 Pengkajian 8
3.1.2 Diagnosa Keperawatan 9
3.1.3 Intervensi Keperawatan 10
3.1.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................19
3.1.5 Evaluasi....................................................................................................19
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................20
4.2 Saran................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hyperglicemic hyperosmolar nonketotic syndrome (HHNS) atau Sindrom
hiperglikemik hiperosmolar (SHH) adalah komplikasi yang mengancam nyawa
dari penyakit Diabetes Mellitus tipe II yang tidak terkontrol. Penyakit ini,
pertama kali diketahui lebih dariseabad yang lalu namun jarang didiagnosis
sampai adanya laporan dari Sament dan Schwartzpada tahun 1957 (Venkatraman
& Singhi, 2006).
Sindrom Hiperglikemik hiperosmolar (SHH) ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa yang ekstrim dalam darah yang disertai dengan
hiperosmolar tanpa adanya ketosis yang signifikan, dan biasanya jarang terjadi
pada anak-anak. Namun hasil studi kasus belakang ini menjelaskan bahwa
kejadian SHH pada anak diprediksi akan meningkat (Zeitler at al., 2011).
Sementara itu prevalensi DM Tipe II yang terdiagnosis dokter tertinggi
menurut Riskesdas terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),
Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang
terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%),
Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3
persen. Epidemiologi SHH pada anak dan dewasa telah diketahui belakangan ini
(Zeitler at al., 2011) HHNS berjumlah sekitar 5-15% dari seluruh kasus emergensi
hiperglikemi pada diabetes anak-anak maupun dewasa. Pada dewasa HHS terjadi
dengan frekuensi 17,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sementara data
kejadian pada anak-anak belum sepenuhnya diketahui, namun diprediksi dari
sejumlah 4% anak-anak yang baru terdiagnosis DM di Amerika Serikat akan
menderita SHH dengan estimasi sekitar 12% kasus fatal (Venkatraman & Singhi,
2006).
Sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui
karena kemiripannya dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetik berat dan
merupakan diagnosa banding serta perbedaan dalam penatalaksanaannya,
sehingga dibutuhkan penanganan yang efektif dan efisien. Pasien yang mengalami
sindrom koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan mengalami prognosis

1
2

yang kurang baik. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai
25%-50% (Morton, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Laporan Pendahuluan dari Penyakit Hyperglycemic
Hyperosmolar Syndrom?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Penyakit Hyperglycemic
Hyperosmolar Syndrom?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Laporan Pendahuluan dari Penyakit
Hyperglycemic Hyperosmolar Syndrom?
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Penyakit
Hyperglycemic Hyperosmolar Syndrom?
3

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Peyakit
2.1.1 Definisi
HHS atau hyperglycemic hyperosmolar syndrome adalah suaatu kondisi
yang mengancam nyawa, ditandai dengan kadar gula darah yang sangat tinggi.
Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol atau
bahkan tidak terdiagnosis. Pada pasien diabetes, kurangnya pengawasan terhadap
kadar gula darah , sakit, atau infeksi dapat menjadi pencetus dari HHS.
Ketika kadar gula terlalu tinggi, ginjal akan mencoba melakukan
kompensasi dengan cara mengeluarkan kelebihan gula melalui urine. Jika tidak
mendapat asupan cairan yang cukup untuk mengganti kehilangan cairan tersebut,
maka konsentrasi gula dalam darah akan smakin meningkat. Kondisi ini disebut
dengan hiperosmolaritas. Darah yang terlalu kental akan menarik air dari berbagai
organ dalam tubuh, termasuk otak (Zeitler at al, 2011)
Sindrom Hiperglikemik hiperosmolar (SHH) ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa yang ekstrim dalam darah yang disertai dengan
hiperosmolar tanpa adanya ketosis yang signifikan, dan biasanya jarang terjadi
pada anak-anak. Namun hasil studi kasus belakang ini menjelaskan bahwa
kejadian SHH pada anak diprediksi akan meningkat (Zeitler at al., 2011).
2.1.2 Etiologi
1. Insufisiensi insulin
 DM, pankreatitis, pankreatektomi
 Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glucose
 Hiperalimentation (tpn)
 High kalori enteral feeding
3. Increase endogenous glukosa
 Acute stress (ami, infeksi)
 Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.

3
4

5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan


kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian cairan hipertonik.
8. Luka bakar.
2.1.3 Patofisiologi
Sindrom hiperglikemik hiperosmotik ditandai dengan adanya peningkatan
hiperglikemi parah yang dapat dilihat peningkatan osmolaltias serum dan bukti
klinis adanya dehidrasi tanpa akumulasi α-hidroksibutirat atau acetoacetic
ketoacids. Hiperglikemi disebabkan karena defisiensi absolut/relatif dari insulin
karena penurunan respon insulin dari jaringan (resistensi insulin). Hal ini
menyebabkan peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis yang dapat
meningkatkan proses pembentukan glukosa dari glikogen dan senyawa lain di
dalam tubuh, selain itu terjadi penurunan uptake dan penggunaan glukosa oleh
jaringan perifer sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
(Venkatraman & Singhi, 2006).
Kejadian yang menginisiasi pada SHH adalah glucosuric dieresis. Munculnya
kadar glukosa dalam urin memperburuk kapasitas pengenceran urin oleh ginjal,
sehingga menyebabkan kehilangan air yang lebih parah. Dalam kondisi yang
normal, ginjal berperan sebagai katup penfaman untuk mengeluarkan glukosa
yang melewati ambang batas dan mencegah akumulasi glukosa lebih lanjut.
Penurunan volume intravascular atau penyakit ginjal dapat menurunkan LFG
(Laju filtrasi glomerulus) menyebabkan kadar glukosa meningkat. Pengeluaran
lebih banyak air daripada natrium menyebabkan hiperosmolar. Insulin diprosuksi,
namun tidak cukup mampu untuk menurunkan kadar glukosa, terutama pada
kondisi resistansi insulin pada penderita Diabetes Melitus (Stoner, 2005)
Penelitian hipertonisitas kronik menunjukkan bahwa sel otak memproduksi
“idiogenic osmoles” yaitu substansi aktif yang secara osmotik mempertahankan
volume intraseluler melalui peningkatan osmolalitas intraseluler. Penderita
dipercaya memiliki faktor resiko edema serebral jika jumlah penurunan
osmolalitas serum melebihi batas kemampuan sel otak unruk eliminasi partikel
osmotik. Oleh karena itu, secara teori anak-anak dengan SHH yang prolonged,
5

peristen hieprtonisitas merupakan resiko terbesar untuk edema serebral


dibandingkan dengan pasien DKA (diabetic ketoacidosis).
Defisiensi insulin relatif pada penderita DM dapat menyebabkan penurunan
penggunaan glukosa, peningkatan glukoneogenesis dan peningkatan pemecahan
glikogen menjadi glukosa melalui proses glikogenolisis. Glikogenolisis juga
dipengaruhi secara tidak langsung oleh stress fisiologis melalui peningkatan
hormon glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan, dan kortisol. Keadaan ini
selanjutnya akan menyebabkan hiperglikemia (peningkatan kadar glukosa darah).
Hiperglikemi menyebabkan munculnya glukosa dalam urin (glucosuria) dan
peningkatan osmolalitas intravaskular. Glucosuria selanjutnya menyebabkan
kehilangan air dan elektrolit dalam jumlah yang cukup sehingga menyebabkan
gmunculnya gejala dehidrasi yang selanjutkan akan mempengaruhi fungsi ginjal.
Kondisi dehidrasi dan peningkatan osmolalitas intravaskular akan menimbulkan
kondisi hiperosmolar. Hal ini menyebabkan munculnya sindrom hiperglikemi
hiperosmolar (Stoner, 2005; Zeitler at al., 2011).
2.1.4 Manisfestasi Klinis
Menurut Venkatraman & Singhi, 2006 HHS dapat terjadi pada siapa saja,
terutama pada penderita diabetes tipe 2. Tanda dan gejala HHS biasanya akan
semakin memburuk secara perlahandalam hitungan hari atau minggu. Tanda dan
gejalatersebut antara lain :
1. Rasa haus yang berlebihan
2. Peningkatan jumlah urin
3. Mulut kering
4. Lemah
5. Mengantuk
6. Demam
7. Mual dan muntah
8. Penurunan berat badan
9. Penurunan penglihatan
10. Gangguan berbicara
11. Gangguan fungsi otot
12. Halusinasi
6

2.1.5 Komplikasi
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
5. Iskemia/infark organ
6. Hipo/hiperglikemia
7. Hipokalemia
8. Hiperkhloremia
9. Edema serebri
10. Kelebihan cairan
11. ARDS
12. Tromboemboli
13. Rhabdomiolisis.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar State sangat
membantu untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah
> 600 mg%, aseton negative, dan beberapa tambahan yang perlu diperhatikan :
adanya hipertermia, hiperkalemia, azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN):
kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum > 17,4 mEq/l.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairanNaCl bisa
diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam
sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik,
baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam.
Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien
dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia. Glukosa
5%diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
2. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar
hiperglikemik non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula
bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik
7

sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat


menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetic
3. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal
membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan.
4. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter.
8

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan


3.1.1 Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
A. PENGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
1. Airway + cervical control
a) Airway
b) Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada
rongga mulut
c) Cervical Control
2.Breathing + Oxygenation
a) Breathing              : 
 Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
 KAD    : Pernafasan kussmaul
 HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan
dalam)
b) Oxygenation : Kanula, tube, mask
3. Circulation + Hemorrhage control
a) Circulation            :
 Tanda dan gejala schok
 Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
b) Hemorrhage control :
4. Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert :sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon:kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons: kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon
terhadap rangsangan nyeri

8
9

U : Unresponsive : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, tidak


bersespon terhadap nyeri.
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diagnostik :
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
3.1.2 Anamnesa
1) Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
2) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK)
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3)  Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
10

yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh


penderita.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg,
riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,
penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
5) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
6) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan,
peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit
dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
7) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
3.1.3 Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer)
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
c) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan
intake nutrisi (tipe 2)
d) Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
e) Resiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah
f) Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
11

RENCANA KEPERAWATAN HYPERGLYCEMIC HYPEROSMOLAR SINDROME (HHS)

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1 Nyeri akut berhubungan NOC: Manajemen nyeri :
dengan agen injuriü Tingkat nyeri a) Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
biologis (penurunanü Nyeri terkontrol termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
perfusi jaringan perifer)ü Tingkat kenyamanan frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 b) Observasi  reaksi nonverbal dari
x 24 jam, klien dapat : ketidaknyamanan.
 Mengontrol nyeri, dengan indikator : c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
 Mengenal faktor-faktor penyebab mengetahui pengalaman nyeri klien
 Mengenal onset nyeri sebelumnya.
 Tindakan pertolongan non d) Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi
farmakologi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
 Menggunakan analgetik kebisingan.
 Melaporkan gejala-gejala nyeri e) Kurangi ontro presipitasi nyeri.
kepada tim kesehatan. f) Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 Nyeri terkontrol (farmakologis/non farmakologis)..
 Menunjukkan tingkat nyeri, dengan g) Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
12

indikator: distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..


 Melaporkan nyeri h) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Frekuensi nyeri i) Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
 Lamanya episode nyeri j) Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
 Ekspresi nyeri; wajah tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
 Perubahan respirasi rate k) Monitor penerimaan klien tentang manajemen
 Perubahan tekanan darah nyeri.
 Kehilangan nafsu makan Administrasi analgetik :.
. a. Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
b. Cek riwayat alergi..
c. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
d. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
e. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
f. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
13

2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management


nutrisi kurang dari  Intake makanan peroral yang adekuat a. Monitor intake makanan dan minuman yang
kebutuhan tubuh b.d.  Intake NGT adekuat dikonsumsi klien setiap hari
ketidakmampuan  Intake cairan peroral adekuat b. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat
menggunakan glukose  Intake cairan yang adekuat gizi yang dibutuhkan dengan berkolaborasi
(tipe 1)  Intake TPN adekuat dengan ahli gizi
c. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi,
protein dan vitamin C
d. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
e. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
f. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat
oral
3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management
nutrisi lebih dari  Kalori a. Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan
kebutuhan tubuh b.d.  Protein dan budaya serta faktor hereditas yang
kelebihan intake nutrisi  Lemak mempengaruhi berat badan.
(tipe 2)  Karbohidrat b. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
 Vitamin c. Kaji berat badan ideal klien.
 Mineral d. Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
14

 Zat besi e. Beri motivasi kepada klien untuk


 Kalsium menurunkan   berat badan.
f. Timbang berat badan setiap hari.
g.  Buat rencana untuk menurunkan berat badan
klien.
h. Buat rencana olahraga untuk klien.
i. Ajari klien untuk diet sesuai dengan
kebutuhan nutrisinya.
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
b.d Kehilangan volume  Fluid balance 1) Fluid management
cairan secara aktif,  Hydration a) Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Kegagalan mekanisme  Nutritional Status : Food and Fluid Intake b) Pertahankan catatan intake dan output yang
pengaturan Kriteria Hasil : akurat
 Mempertahankan urine output sesuai dengan c) Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
usia dan BB, BJ urine normal, HT normal mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam ortostatik ), jika diperlukan
batas normal d) Monitor vital sign
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas e) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, intake kalori harian
15

tidak ada rasa haus yang berlebihan f) Kolaborasikan pemberian cairan IV


g) Monitor status nutrisi
h) Berikan cairan IV pada suhu ruangan
i) Dorong masukan oral
j) Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
k) Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
l) Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
m) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
n) Atur kemungkinan tranfusi
o) Persiapan untuk tranfusi
5 Resiko Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan Managemen Hipoglikemia:
ketidakseimbangan perawat akan menangani dan meminimalkan a) Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
kadar glukosa darah episode hipo/ hiperglikemia. b) 2.      Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ;
kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin,
lembab pucat, tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
c) 3.      Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk
16

/ sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula


darah > 69 mg/dl
d) Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai
protokol
e) K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia
a) Monitor GDR sesuai indikasi
b) Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan
kusmaul, anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan
kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
c) Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
d) Berikan insulin sesuai order
e) Pertahankan akses IV
f) Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
g) Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
17

Hiperglikemia menetap atau memburuk


h) Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
i) Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine
j) Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
k) Anjurkan banyak minum
l) Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
6 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :
efektif b.d hipoksemia  Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen
jaringan.  Tissue Prefusion : cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil : a) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
 mendemonstrasikan status sirkulasi terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
 Tekanan systole dandiastole dalam b) Monitor adanya paretese
rentang yang diharapkan c) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
 Tidak ada ortostatikhipertensi jika ada lsi atau laserasi
 Tidak ada tanda tanda peningkatan d) Gunakan sarun tangan untuk proteksi
18

tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 e) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
mmHg) f) Monitor kemampuan BAB
 mendemonstrasikan kemampuan kognitif g) Kolaborasi pemberian analgetik
yang ditandai dengan: h) Monitor adanya tromboplebitis
 berkomunikasi dengan jelas dan i) Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
sesuai dengan kemampuan
 menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 memproses informasi
 membuat keputusan dengan benar
19

3.1.4 Implementasi Keperawatan


Pelakasaan adalah pelakasaan tindakan yang harus dilaksanakan
berdasarkan diagnosis perawat. Pelaksaan tindakan keperawatan dapat
dilaksanakan oleh sebagian perawat, perwata secara mandiri atau bekerja sama
dengan tim kesehatan luar. Dalam hal ini perwat adalah pelaksana asuhan
keperawatan yaitu memberikan pelayanan keperwatan dengan tindakan
keperawatan menggunakan proses keperwatan( Zaidin, 2011).

3.1.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan masalah terakhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegitan segaja dan terus menerus yang melipatkan pasien dengan
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
20

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
HHS atau hyperglycemic hyperosmolar syndrome adalah suaatu kondisi
yang mengancam nyawa, ditandai dengan kadar gula darah yang sangat tinggi.
Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol atau
bahkan tidak terdiagnosis. Pada pasien diabetes, kurangnya pengawasan terhadap
kadar gula darah , sakit, atau infeksi dapat menjadi pencetus dari HHS. Ketika
kadar gula terlalu tinggi, ginjal akan mencoba melakukan kompensasi dengan cara
mengeluarkan kelebihan gula melalui urine. Jika tidak mendapat asupan cairan
yang cukup untuk mengganti kehilangan cairan tersebut, maka konsentrasi gula
dalam darah akan smakin meningkat. Kondisi ini disebut dengan
hiperosmolaritas. Darah yang terlalu kental akan menarik air dari berbagai organ
dalam tubuh, termasuk otak (Zeitler at al, 2011)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, Resiko infeksi berhubungan
dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat, Ketidak seimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah),
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor internal (diabetus melitus).

4.2 Saran
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan baik dalam bidang medis
maupun asuhan keperawatan, karena kelengkapan pendokumentasian asuhan
keperawatan, hasil observasi, dan penyuluhan kesehatan tentang HHS atau
hyperglycemic hyperosmolar syndrome bagi klien dan keluarga sangat
mempengaruhi tingkat kesembuhan klien.

20
21

DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA international inc, nursing diangnoses :
definition & classification. Jakarta, EGC.
Morton, P. G. 2011. Keperawatan Kritis vol. 2. Jakarta: EGC.
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Venkatraman, R. & Singhi, S.C. 2006. Hyperglicemic Hyperosmolar Nonketotic
Syndrome. Indian Journal of Pediatric, 2008(73):1.
Zeiter, P., Haqq, A., Rosenbloom, A. & Glaser, N. 2011. Hyperglicemic
Hyperosmolar Syndrome in Children: Pathophysiological
consideration and Suggested Guidelines for Treatment. The Journal of
Pediatric 2011(4):1.
Zeiter, P., Haqq, A., Rosenbloom, A. & Glaser, N. 2011. Hyperglicemic
Hyperosmolar Syndrome in Children: Pathophysiological consideration and
Suggested Guidelines for Treatment. The Journal of Pediatric 2011(4):1
Venkatraman, R. & Singhi, S.C. 2008. Hyperglicemic Hyperosmolar Nonketotic
Syndrome. Indian Journal of Pediatric, 2008(73):1
Joint British Diabetes Societies. 2012. The Management of The Hyperosmolar
State (HHS) in Adults with Diabetes.
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai