Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK HIPOVOLEMIK

Oleh:
EVA REVIANITA
NIM : 2022207209093

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2023
SYOK HIPOVOLEMIK
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Syok hipovolemik mengacu pada suatu kondisi di mana darah, plasma,
atau kehilangan cairan yang menyebabkan penurunan sirkulasi darah
dan cardiac output. Hal ini menyebabkan kegagalan multiorgan karena
perfusi jaringan yang tidak adekuat (Hammond and Zimmermann,
2017). Syok hipovolemik adalah hilangnya volume dapat menurunkan
preload yang menyebabkan penurunan curah jantung, tekanan darah
serta gangguan perfusi jaringan (Ramdani B., 2016). Syok
hipovolemik terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat
perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan
third space loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan
nutrisi ke sel tidak adekuat (Leksana, 2015).
Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ
dan oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut
dari darah (syok hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat disebabkan
oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok hipovolemik
diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma maupun
perdarahan karena obstetri (Ganesha, 2016). Berdasarkan definisi dari
beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa syok hipovolemik dapat
terjadi karena berkurangna volume intravaskuler yang dapat
menyebabkan gangguan hemodinamik dan tidak adekuatnya hantaran
oksigen ke seluruh tubuh dan gangguan pada perfusi jaringan tubuh.
2. Etiologi
Menurut Standl et al. (2018) penyebab dari syok hipovolemi dibagi
dalam 4 bagian, yaitu:
a. Syok hemoragik, dikarenakan adanya perdarahan akut tanpa terjadi
cedera pada jaringan lunak.
b. Syok hemoragik traumatik, dikarenakan adanya perdarahan
akut yang disertai cedera pada jaringan lunak ditambah dengan
adanya pelepasan aktivasi sistem imun.
c. Syok hipovolemik karena kurangnya sirkulasi plasma darah secara
kritis tanpa adanya perdarahan.
d. Syok hipovolemik traumatik, karena kurangnya sirkulasi
plasma darah secara kritis tanpa adanya perdarahan, terjadi cedera
pada jaringan lunak serta adanya pelepasan aktivasi sistem imun.
3. Klasifikasi
a. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan
darah hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium
ini tubuh mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer
sehingga terjadi penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien
juga menjadi sedkit cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan
tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam
kedaan normal.
b. Stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada
stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi
fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan
tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler
yang melambat, peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi
lebih cemas.
c. Stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-
gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat.
Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit,
peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30 kali permenit,
tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat menurun, refiling
kapiler yang sangat lambat.
d. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah

lebih dari 40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit
dengan pengisian lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-

gejala klinis pada stadium-III terus memburuk. Kehilangan

volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan terjadinya

hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan

penurunan kesadaran atau letargik.

4. Manifestasi Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,
kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya
berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor
kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang
vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar
dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih
dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat
atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera
kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut
(Toni Ashadi, 2006) adalah:
a. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan
pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi
jaringan.
b. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah
respon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan
kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
c. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh
darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah
faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan
arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
d. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok
hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin
kurang dari 30ml/jam
5. Patofisiologi dan Pathway
Menurut patofisiologinya, Menurut Guyton, (1997) syok terbagi atas 3
fase yaitu :
a. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung,
otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan
vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.
Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar
oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi
karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan
darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
b. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu
mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan
adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga
terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah
arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah
nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah
ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini
dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi
koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan
kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan
fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul
sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial
rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga
menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat
di jaringan.
c. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga
tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat
timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis syok
(Kowalak, 2011) yaitu
a. Nilai hematokrit dapat menurun pada perdarahan atau meninggi
pada jenis syok lain yang disebabkan hypovolemia.
b. Pemeriksaan koagulasi dapat mendeteksi koagulopati akibat DIC
(Diseminata Intravascular Coagulation)
c. Pemeriksaan laboratorium dapat mengungkapkan kenaikan
jumlah sel darah putih dan laju endap darah yang disebabkan
cedera dan inflamasi, kenaikan kadar ureum dan kreatinin akibat
penurunan perfusi renal, peningkatan serum laktat yang terjadi
sekunder karena metabolism anaerob, kenaikan kadar glukosa
serum pada stadium dini syok karena hati melepas cadangan
glikogen sebagai respon terhadap stimulasi saraf simpati
d. Analisis gas darah arteri dapat mengungkapkan alkalosis
respiratorik pada syok dalam stadium dini yang berkaitan
dengan takipnea, asidosis respiratorik pada stadium selanjutnya
yang berkaitan dengan depresi pernapasan, dan asidosis metabolik
pada stadium selanjutnya yang terjadi sekunder karena metabolism
anaerob
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada syok meliputi (Kowalak,2011):
a. Sindrom distress pernapasan akut
b. Nekrosis tubuler akut
c. Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)
d. Hipoksiaserebral
e. Kematian
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan
tanda- tanda vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas
normal. Selanjutnya kondisi tersebut dipertahankan dan dijaga agar
tetap pada kondisi satabil. Penatalaksanaan syok hipovolemik
tersebut yang utama terapi cairan sebagai pengganti cairan tubuh
atau darah yang hilang (Kolecki and Menckhoff, 2016)
Standl et al. (2018) menyatakan bahwa penanganan syok
hipovolemik terdiri dari resusitasi cairan menggunakan cairan
kristaloid dengan akses vena perifer, dan pada pasien karena
perdarahan, segera kontrol perdarahan (tranfusi). Dalam mencegah
terjadinya hipoksia, disarankan untuk dilakukan intubasi dengan
normal ventilasi. Menurut Kolecki & Menckhoff (2016) Cairan
resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau
ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar
20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa.
Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan
pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat
perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus
dilanjutkan. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat
perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu satu jam,
karena distribusi cairan kristaloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan
hemodinamik maka pilihannya adalah dengan pemberian
koloid, dan dipersiapkan pemberian darah segera.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Monitoring pada pasien syok yang dapat dilakukan yaitu
(Simmons and Ventetuolo, 2017) :
1) Monitor tekanan darah
Pada pasien dengan syok hemoragik, tekanan darah sistol
dipertahankan >70 mmHg dengan MAP >65 mmHg.
2) Mengukur CVP (Central Venous Pressure)
Nilai CVP normal yaitu 5-7 mmHg pada orang dewasa dengan
bernapas secara spontan. Nilai CVP <5 mmHg menandakan
pasien mengalami syok hipovolemik
3) Passive Leg Raising (PLR)
PLR merupakan pengaturan posisi dengan meninggikan kaki
45 derajat dengan kepala dan badan sejajar. PLR berfungsi
untuk meningkatkan aliran balik vena dari ekstremitas kembali
ke jantung.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan
secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya selanjutnya
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Wijaya
dan Putri 2013).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengadakan kegiatan mengumpulkan data-data atau
mendapatkan data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2021). Adapun yang perlu
dikaji sebagai berikut:
a. Keluhan utama
Keluhan utama ialah keluhan atau gejala yang menyebabkan
pasien berobat atau gejala awal yang dialami pasien saat
pengkajian (Hidayat, 2021). Gejala yang biasanya timbul pada
pasien dengan hipovolemia ialah nadi meningkat dan teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun dan
hematocrit meningkat (PPNI, 2016). Menurut Ramdani (2016)
gejala yang bisa dialami oleh pasien dengan syok hipovolemik
ialah takipnea, takikardia, denyut perifer lemah atau tidak ada,
tekanan nadi sempit, pengisian ulang kapiler lambat, hipotensi,
kulit dingin, pucat, sianotik, perubahan pada tingkat kesadaran
(biasanya somnolen sampai sopor) dan oligouria.
b. Pengkajian primer
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada kasus
kegawatdaruratan selalu diawali dengan melakukan pengkajian.
Pengkajian kegawatdaruratan pada umumnya menggunakan
pendekatan A-B-C (Airway= JALAN NAFAS,
Breathing=PERNAFASAN dan Circulation = SIRKULASI).
Perlu diingat sebelum melakukan pengkajian harus
memperhatikan proteksi diri (keamanan dan keselamatan diri) dan
keadaan lingkungan sekitar (Hamarno, 2016).
1) Airway
Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas
paten (longgar) atau mengalami obstruksi total atau partial
sambil mempertahankan tulang servikal. Pada kasus non
trauma dan pasien tidak sadar posisi kepala headtilt dan chin
lift (hiperekstensi) sedangkan pada kasus trauma kepala sampai
dada harus terkontrol atau mempertahankan tulang servikal
posisi kepala (Hamarno, 2016).
2) Breathing
Pengkajian breathing (pernafasan) dilakukan setelah penilaian
jalan nafas. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi. Bila diperlukan auskultasi dan perkusi.
Inspeksi dada pasien: Jumlah, ritme dan tipe pernafasan;
Kesimetrisan pengembangan dada; Jejas/kerusakan kulit;
Retraksi intercostalis. Palpasi dada pasien, adakah nyeri tekan,
adakah penurunan ekspansi paru. Bagaimanakah bunyi nafas
(normal atau vesikuler menurun), adakah suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, pleural friksionrub. Perkusi,
dilakukan di daerah thorak beberapa hasil yang akan diperoleh
adalah sebagai berikut: Sonor (normal); Hipersonor atau
timpani bila ada udara di thorak; Pekak atau dullnes bila ada
konsolidasi atau cairan (Hamarno, 2016).
3) Circulation
Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai
kemampuan jantung dan pembuluh darah dalam memompa
darah keseluruh tubuh. Pengkajian sirkulasi meliputi: tekanan
darah; jumlah nadi; keadaan akral: dingin atau hangat;
sianosis; bendungan vena jugularis (Hamarno, 2016). Periksa
denyut nadi, kualitas dan karakternya, periksa adanya
gangguan irama jantung atau abnormalitas jantung dengan atau
tanpa EKG, periksa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu
tubuh serta adanya diaphoresis (Ningsih, 2015). Pada pasien
dengan diagnosa keperawatan hipovolemia biasanya
mengalami beberapa gejala seperti nadi meningkat dan teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin
menurun dan hematocrit meningkat (PPNI, 2016).
4) Disability
Mengkaji status umum dan neurologis pasien dengan menilai
tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Gejala-gejala
syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan.
Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan
gangguan pada pembuluh darah. Pasien dengan kehilangan
cairan berat dapat mengalami penurunan kesadaran (Hamarno,
2016). Menurut Ramdani (2016) gejala yang bisa dialami oleh
pasien dengan syok hipovolemik ialah perubahan pada
tingkat kesadaran (biasanya somnolen sampai sopor) dan
oliguria.
5) Exposure
Pada pengkajian ini yang dilakukan yaitu menentukan
apakah pasien mengalami cidera tertentu (Hamarno, 2016).
c. Pengkajian sekunder
Menurut Horne and Swearingen (2010) beberapa pengkajian
sekunder yang perlu diperhatikan khususnya pada pasien dengan
syok hipovolemik adalah sebagai berikut:
1) Penampilan umum (GCS)
2) Riwayat Penyakit/Pengkajian SAMPLE (sign and
Symptom, Allergies, Medications, Past Illnes, Last Meal,
Event leading to injury illness)
3) Pengkajian Nyeri (PQRST)
4) Pengkajian Fisik
Pada pengkajian ini dapat dilakukan inspeksi dan didapatkan
hasil takipnea dan hiperventilasi, pada pemeriksaan secara
palpasi didapatkan hasil kulit dingin, berkeringat dan saat di
auskultasi didapatkan takikardi dan nadi lemah halus. Selain itu
secara umum hasil pengkajian akan di dapati penurunan
tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, turgor kulit
menjadi buruk, lidah kering dan kasar, mata cekung, vena leher
kempes, peningkatan suhu, dan penurunan berat badan akut.
Pasien syok hipovolemik akan tampak pucat, hipotensi
terlentang dan oliguria.
5) Pengkajian Perubahan pada Hipovolemi
Hipovolemia ringan biasanya dengan perubahan seperti
anoreksia, keletihan dan kelemahan. Hipovolemia sedang
biasanya dengan perubahan seperti hipotensi ortostatik,
takikardi, penurunan CVP dan penurunan haluaran urine.
Hipovolemia berat biasanya dengan perubahan seperti
hipotensi berbaring, nadi cepat dan lemah, oliguria, kacau
mental, stupor dan koma.
6) Pengukuran Hemodinamik
Penurunan CVP, penurunan tekanan arteri pulmoner (TAP),
penurunan curah jantung, penurunan tekanan arteri rerata,
peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
7) Riwayat dan Faktor-Faktor Resiko
a) Kehilangan GI abnormal : muntah, diare, drainase intestinal
b) Kehilangan kulit abnormal : diaforesis berlebihan
terhadap demam atau latihan, luka bakar, fibrosis sistik
c) Kehilangan ginjal abnormal : terapi diuretik, diabetes
insipidus, dirusis oemotik, insufisiensi adrenal (misal
diabetes melitus tak terkontrol)
d) Spasium ke tiga atau perpindahan cairan plasma ke
intersisial : peritonitis, obstruksi usus, luka bakar, asites
e) Hemoragi
f) Perubahan masukan : koma, kekurangan cairan
8) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialami baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosis keperawatan merupakan
keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat
sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual atau potensial (Hidayat, 2021).
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien dengan syok
hipovolemik adalah penurunan curah jantung, perfusi perifer tidak
efektif, dan hipovolemia. Diagnosa keperawatan ini akan dijelaskan
sebagai berikut:
a. Hipovolemia
Hipovolemia didefinisikan sebagai penurunan volume cairan
intravascular, interstisial, dan/atau intraseluler (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016). Gejala dan tanda mayor dari masalah
keperawatan ialah frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat.
b. Penurunan curah jantung
Penurunan curah jantung didefinisikan sebagai ketidakadekuatan
jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Gejala dan tanda
mayor dari masalah keperawatan ini ialah dyspnea, tekanan
darah meningkat atau menurun, nadi perifer teraba lemah,
capillary refill time >3 detik, oliguria, warna kulit pucat dan/atau
sianosis
c. Perfusi perifer tidak efektif
Perfusi perifer tidak efektif didefinisikan sebagai penurunan
sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu
metabolisme tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Gejala
dan tanda mayor dari masalah keperawatan ini ialah pengisian
kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral
teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun
3. Intervensi
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2016) intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Adapun intervensi
keperawatan yang diberikan sesuai dengan diagnosa yang
diprioritaskan ialah sebagai berikut:

No Diagona Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Hipovolemia Status cairan membaik Manajemen hipovolemia (I.03116)
(D.0023) (L.03028) Observasi:
Etiologi : Setelah dilakukan intervensi  Periksa tanda dan gejala
1. Kehilangan selama ....x... jam, hipovolemia (mis: frekuensi
cairan aktif diharapkan Status cairan nadi meningkat, nadi teraba
2. Kegagalan membaik dengan kriteria lemah, tekanan darah menurun,
mekanisme hasil : tekanan nadi menyempit, turgor
regulasi  Kekuatan nadi kulit menurun, membran
3. Peningkatan meningkat mukosa kering, volume urin
permeabilitas  Output urin menurun, hematokrit
kapiler meningkat meningkat, haus, lemah)
4. Kekurangan  Membran mukosa  Monitor intake dan output
intake cairan lembab meningkat cairan
5. Evaporasi  Ortopnea menurun Terapeutik:
Tanda dan gejala:  Dispnea menurun  Hitung kebutuhan cairan
DS:  Paroxysmal  Berikan posisi modified
Tidak ada nocturnal dyspnea Trendelenburg
DO: (PND) menurun  Berikan asupan cairan oral
1. Frekuensi  Edema anasarka Edukasi:
nadi menurun  Anjurkan memperbanyak
meningkat asupan cairan oral
 Edema perifer
2. Nadi teraba  Anjurkan menghindari
menurun
lemah perubahan posisi mendadak
 Frekuensi nadi
3. Tekanan Kolaborasi:
membaik
darah
 Tekanan darah  Kolaborasi pemberian cairan IV
menurun
membaik isotonis (mis: NaCL, RL)
4. Tekanan nadi
 Turgor kulit  Kolaborasi pemberian cairan IV
menyempit
membaik hipotonis (mis: glukosa 2,5%,
5. Turgor kulit
 Jugular venous NaCl 0,4%)
menurun
6. Membran pressure membaik  Kolaborasi pemberian cairan
mukosa  Hemoglobin koloid (albumin, plasmanate)
kering membaik  Kolaborasi pemberian produk
7. Volume urin  Hematokrit darah
menurun membaik Manajemen hipovolemia (I.02050)
8. Hematokrit Observasi:
meningkat  Monitor status kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
 Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
 Monitor status cairan (masukan
dan haluaran, turgor kulit, CRT)
 Periksa tingkat kesadaran dan
respon pupil
 Periksa seluruh permukaan
tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity/deformitas, open
wound/luka terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak)
Terapeutik:
 Pertahankan jalan napas paten
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
 Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu
 Lakukan penekanan langsung
(direct pressure) pada
perdarahan eksternal
 Berikan posisi syok (modified
trendelenberg)
 Pasang jalur IV berukuran besar
(mis: nomor 14 atau 16)
 Pasang kateter urin untuk
menilai produksi urin
 Pasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung
 Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 1 – 2 L pada
dewasa
 Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 mL/kgBB
pada anak
 Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu

2 Penurunan Curah jantung meningkat Pemantauan Cairan (I.03121)


curah jantung (L.02008) Observasi:
(D.0008) Setelah dilakukan tindakan  Monitor frekuensi dan kekuatan
Etiologi : keperawatan selama ….x… nadi
1. Perubahan jam diharapkan curah  Monitor frekuensi napas
irama jantung meningkat dengan  Monitor tekanan darah
jantung kriteria hasil :  Monitor berat badan
2. Perubahan  Kekuatan nadi  Monitor waktu pengisian
preload perifer meningkat kapiler
3. Perubahan  Ejection fraction  Monitor elastisitas atau turgor
afterload (EF) meningkat kulit
4. Perubahan  Palpitasi menurun  Monitor jumlah, warna, dan
kontraktilitas  Bradikardia berat jenis urin
Tanda dan menurun  Monitor kadar albumin dan
gejala  Takikardia protein total
perubahan irama menurun  Monitor hasil pemeriksaan
jantung :  Gambaran EKG serum (mis: osmolaritas serum,
DS: Aritmia menurun hematokrit, natrium, kalium,
Palpitasi (dada  Lelah menurun dan BUN)
terasa berdebar  Edema menurun  Monitor intake dan output
kencang)  Distensi vena cairan
DO: jugularis menurun  Identifikasi tanda-tanda
1. Bradikardia/ hypovolemia (mis: frekuensi
 Dispnea menurun
takikardia nadi meningkat, nadi teraba
 Oliguria menurun
2. Gambaran lemah, tekanan darah menurun,
EKG Aritmia  Pucat/sianosis
menurun tekanan nadi menyempit, turgor
atau kulit menurun, membran
gangguan  Paroximal
nocturnal dyspnea mukosa kering, volume urin
konduksi menurun, hematokrit
Tanda dan (PND) menurun
 Ortopnea menurun meningkat, hasil, lemah,
gejala konsentrasi urin meningkat,
perubahan  Batuk menurun
berat badan menurun dalam
preload :  Suara jantung S3
waktu singkat)
DS: menurun
 Identifikasi tanda-tanda
Lelah  Suara jantung S4
hypervolemia (mis: dispnea,
DO: menurun
edema perifer, edema anasarca,
1. Edema  Tekanan darah JVP meningkat, CVP
2. Distensi vena membaik meningkat, refleks
jugularis  Pengisian kapiler hepatojugular positif, berat
3. Central membaik badan menurun dalam waktu
venous  Tachycardi singkat)
pressure menurun  Identifikasi faktor risiko
(CVP) ketidakseimbagnan cairan (mis:
meningkat/m prosedur pembedahan mayor,
enurun trauma/perdarahan, luka bakar,
4. Hepatomegal apheresis, obstruksi intestinal,
i peradangan pancreas, penyakit
Tanda dan ginjal dan kelenjar, disfungsi
gejala intestinal)
perubahan Terapeutik:
afterload : a. Atur interval pemantauan sesuai
DS: kondisi pasien
Dispnea (sesak b. Dokumentasikanhasilpemantaua
napas) n
DO: Edukasi:
1. Tekanan a. Jelaskan tujuan dan prosedur
darah pemantauan
meningkat/m b. Informasikan hasil pemantauan
enurun jika perlu
2. Nadi perifer
teraba lemah
3. Capillary
refill time
(CRT) > 3
detik
4. Oliguria
5. Warna kulit
pucat
dan/atau
sianosis
Tanda dan
gejala
penurunan
kontraktilitas
:
DS:
1. Paroxysmal
nocturnal
dyspnea
(PND)
2. Ortopnea
3. Batuk
DO:
1. Terdengar
suara jantung
S3 dan/atau
S4
2. Ejection
fraction (EF)
menurun

3 Perfusi perifer Perfusi perifer meningkat Perawatan sirkulasi (I.02079)


tidak efektif (L.02011) Observasi :\
(D.0009) Setelah dilakukan tindakan  Periksa sirkulasi perifer (mis:
Etiologi : keperawatan selama ….x… nadi perifer, edema, pengisian
1. Hiperglikemi jam diharapkan perfusi kapiler, warna, suhu, ankle-
a perifer meningkat dengan brachial index
2. Penurunan kriteria hasil :  Identifikasi faktor risiko
konsentrasi  Kekuatan nadi gangguan sirkulasi (mis:
hemoglobin perifer meningkat diabetes, perokok, orang tua,
3. Peningkatan  Warna kulit pucat hipertensi, dan kadar kolesterol
tekanan menurun tinggi)
darah  Pengisian kapiler  Monitor panas, kemerahan,
4. Kekurangan membaik nyeri, atau bengkak pada
volume  Akral membaik ekstremitas
cairan  Turgor kulit Terapeutik :
5. Penurunan membaik  Hindari pemasangan infus, atau
aliran arteri pengambilan darah di area
dan/atau keterbatasan perfusi
vena  Hindari pengukuran tekanan
6. Kurang darah pada ekstremitas dengan
terpapar keterbatasan perfusi
informasi  Hindari penekanan dan
tentang pemasangan tourniquet pada
faktor area yang cidera
pemberat  Lakukan pencegahan infeksi
(mis.
merokok,  Lakukan perawatan kaki dan
gaya hidup kuku
monoton,  Lakukan hidrasi
trauma, Edukasi :
obesitas,  Anjurkan berhenti merokok
asupan  Anjurkan berolahraga rutin
garam,  Anjurkan mengecek air mandi
imobilitas) untuk menghindari kulit
7. Kurang terbakar
terpapar  Anjurkan menggunakan obat
informasi penurun tekanan darah,
tentang antikoagulan, dan penurun
proses kolesterol, jika perlu
penyakit  Anjurkan minum obat
(mis. pengontrol tekanan darah secara
diabetes teratur
melitus,
 Anjurkan menghindari
hiperlipidemi
penggunaan obat penyekat beta
a)
 Anjurkan melakukan perawatan
8. Kurang
kulit yang tepat (mis:
aktivitas fisik
melembabkan kulit kering pada
Tanda dan gejala:
kaki
DS:
Tidak ada  Anjurkan program rehabilitasi
DO: vaskular
1. Pengisian  Ajarkan program diet untuk
kapiler memperbaiki sirkulasi (mis:
(cappilary rendah lemak jenuh, minyak
refill) >3 ikan omega 3)
detik  Informasikan tanda dan gejala
2. Nadi perifer darurat yang harus dilaporkan
menurun atau (mis: rasa sakit yang tidak
tidak teraba hilang saat istirahat, luka tidak
3. Akral teraba sembuh, hilangnya rasa).
dingin
4. Warna kulit
pucat
5. Turgor kulit
menurun

4. Implementasi
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (PPNI, 2018a). Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Hidayat,
2021).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Menurut Hidayat (2021) evaluasi keperawatan dibagi
menjadi sebagai berikut :
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap
respon segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi

dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada

catatan perkembangan

Status cairan didefinisikan sebagai kondisi volume cairan intravaskular,

interstisiel dan intraseluler yang menjadi luaran atau outcome dari

diagnosa keperawatan hipovolemia. Ekspektasi yang diharapkan yaitu

status cairan membaik dengan kriteria hasil kekuatan nadi meningkat,

turgor kulit meningkat, output urine meningkat, pengisian vena

meningkat, frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik, tekanan

nadi membaik, membran mukosa membaik, Jugular Venous Pressure

(JVP) membaik, kadar Hb membaik dan kadar Ht membaik (PPNI,

2018b).
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Shock Hipovolemik, Diupload 9 September


2015.darurat/_asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_shock_hipovolem
ik.pdf
Rab, Tabrani. 2000. Pengatasan Shock. Akarta. EGC
Syok Hipovolemik.http://forum.blogbeken.com./kedokteran/syok-
hipovolemik/.Diupload 9 September 2015
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai