Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


(PASIEN DENGAN PSCBA DI RUANG MAWAR RSUD MASOHI)

DISUSUN OLEH :

NAMA : AGNITA J J UNAWEKLA


NPM : 1420121128
RUANG RAWAT : MAWAR

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALUKU HUSADA
AMBON
T.A 2022/2023
A. DEFINISI
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) adalah kehilangan darah dalam
lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz, mulai dari
esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum.

B. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan SCBA menurut Morton (2014) dan Nurarif (2013) yang
ditandai dengan hematemesis dan melena adalah :
1. Kelainan esophagus : pecahnya varises esophagus, esophangitis dan adanya keganasan,
ulkus, lessi Mallory weiness
2. Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung, tukak duodenum, gastritis erosif,
gastropati kongestif, keganasan., angoodisplasia, penyakit crohn, divertikulum meckel
3. Penyakit darah : leukemia, DIC, purpura, trombositopenia.
4. Penyakit sistemik : uremia dan lainnya.
5. Pemakaian obat yang ulserogenik : golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan
lainnya.

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis Perdarahan SCBA tergantung dari lama, kecepatan, banyak atau
sedikitnya darah yang hilang dan perdarahan berlangsung terus-menerus atau tidak.
Menurut Adi, (2007) kemungkinan pasien datang dengan gejala klinis :
1. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi dan berlangsung lama
2. Hematemesis yaitu muntah yang mengandung darah berwarna merah terang/kehitaman
akibat proses denaturasi
3. Melena yaitu perdarahan saluran cerna atas yang keluar melalui rektum dan berwarna
kehitaman atau seperti ter disertai atau tanpa anemia dengan atau tanpa gangguan
hemodinamik

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh
ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat dan
faktor defensif menurun. Yang dimaksud faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin,
refluk asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan obat
kortikisteroid, infeksi helikobacter pilory dan faktor radikal bebas khususnya pada pasien
usia lanjut. Yang dimaksud faktor defensif adalah mukosa yang baik, sel epitel permukaan
mukosa yang utuh, prostaglandin, musi atau mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat,
motilitas yang normal, impermiabiloitas mukosa terhadap ion H+ dan regulasi PH intrasel.
Perdarahan dapat terjadi akibat varises dan non varises.
Perdarahan Varises sering terjadi pada varises esofagus yang disebabkan penyakit
serosis hepatis. Serosis hepatis/ hati banyak disebabkan oleh virus hepatitis B dan hepatitis
C dan penggunaan alcohol. Varises esofagus adalah vena kolateral yang berkembang
sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal . Faktor penting
yang terjadinya perdarahan adalah tekanan portal, ukuran varises, dinding varises dan
tingkat keparahan penyakit hati.
Gagal hati pada serosis hepatis terjadi kematian sel hepar mengakibatkan tekanan
vena portal sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam sub mukosa esofagus dan
rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik
menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena ini menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul varises. Verises bisa pecah
dan mengakibatkan perdarahan gastrointestinal.
Perdarahan non varises banyak disebabkan oleh gastritis erosif dan tukak peptik.
Kedua kasus ini berhubungan dengan pemakaian obat anti inflamasi nosn steroid (OINS),
infeksi helicobacter pylori dan stres. Penggunaan obat mengangu proses peresapan mukosa,
proses penghancuran mukosa dan dapat menyebakan cidera. Obat- obat tersebut dapat
menurunkan aliran darah mukosa, menurunkan sekresi muku dan bicarbionat, gangguan
aggegrasi platelet menyebabkan gangguan pertahanan sehingga mukosa mengalami injuri
dan megalami perdarahan.
Obat NSAID dapat menyebabkan angiogenesis menurun menganggu proses
penyembuhan dan meningkatkan leukosit adherenc sehingga leukosit teraktivasi
menyebabkan injuri mukosa dan terjadi perdarahan . Secara umum obat NSAID merusak
epitel mukosa lambung menyebabkan difusi asam sehingga terjadi gangguan angregasi
platelet menyebabkan injuri mukosa sehingga terjadi perdarahan.
Disseminated Intavascular Coagulation (DIC) merupakan syndroma kliniko
patologis yang ditandai dengan adanya aktifasi koagulasi darah. Infeksi/ septikemia sering
menyebabkan DIC akibat dari bakteri. Timbulnya DIC dari sepsis disebabkan karena
hipotensi, koagulopati, disfungsi multi organ yang diakibatkan karena sepsis berat. Yang
berujung pada gangguan mediator- mediator inflamasi pada host.
Gangguan hematologi yang terjadi pada DIC karena sepsis terjadi karena neutrofil
beradesi dengan endotel membawa radikal bebas dan mengeluarkan lisosim menyebabkan
kerusakan endotel yang menyebabkan penurunan O2 di mitokondria dan pembentukan
trombin yang diperantarai oleh faktor jaringan dimana permukaan dinding endotel yang
memeiliki sifat anti trombotik berubah menjadi pro trombotik, gangguan mekanisme anti
koagulasi (penenkanan sistem anti trombin dan protein C sehingga tidak dapat
mengimbangi pembentukan trombin), gangguan degradasi fibrin akibat penekanan sistem
fibrinolisis,. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar plasminogen aktivator inhibitor tipe-
1 (PAI-1) yang beredar di sirkulasi namun ada fungsi fibrinolisis dapat meningkat sehingga
merusak pembuluh darah dan dapat menyebabkan perdarahan (Katz, 2011 dan Levi,2014)
E. PATWAYS

F. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat perdarahan akut SCBA menurut (Priyanto, 2009) adalah:
1. Syok hipovolemia
2. Aspirasi pneumonia
3. Gagal ginjal akut
4. Anemia karena perdarahan
5. Syndrom hepatorenal
6. Koma hepatikum

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Naso Gastric Tube (NGT) : memasukkan selang melalui hidung untuk aspirasi cairan
lambung.
2. Endoscopy untuk menentukan asal dan sumber perdarahan. Pemeriksaan endoskopi
merupakan gold standar dalam prosedur diagnosis ini. Tindakan ini dapat juga
digunakan sebagai terapi disamping sebagai alat diagnostik.
3. Foto polos abdomen
4. Pemeriksaan radiologis : esopagogram, untuk daerah esophagus dan double contrast
untuk lambung dan duodenum.
5. Rontgen dada dan elektrokardiografi.

H. PENGKAJIAN
a. Identifikasi Pasien
Umumnya berisikan nama, nomor rekam medik, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS, dan diagnosa
medis. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi
adalah pasien yang dimaksud, selain itu identitas diperlukan untuk data penelitian,
asuransi, dan lain sebagainya (Sudoyo, 2009).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien dengan PSCBA perlu ditanyakan tentang perdarahan yang timbul
apakah mendadak dan banyak, atau sedikit tetapi terus menerus, apakah timbul
perdarahan yang berulang, serta sebelumnya pernah mengalami perdarahan atau
tidak. Biasanya pasien akan mengeluh muntah darah yang tiba-tiba dalam jumlah
yang banyak, berwarna kehitaman dan tidak membeku karena sudah tercampur
dengan asam lambung, nyeri pada daerah epigastrium apabila mengalami tukak
lambung, namun apabila disebabkan karena pecahnya varises esofagus tidak
mengeluh nyeri atau pedih pada epigastrium, BAB berwarna gelap, dan badan
terasa lemah akibat kehilangan banyak darah (Hadi, 2013).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan
jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Biasanya pasien akan mengalami nyeri pada daerah
epigastrium, namun pada pasien dengan penyebab varises esofagus biasanya tidak
mengalami nyeri, mual, muntah darah dengan warna yang gelap atau lebih terang
dengan volume yang banyak, biasanya dengan frekuensi sering dan tiba-tiba, BAB
berdarah dengan warna lebih gelap, pusing, sesak nafas, dan badan terasa lemah.
Pasien juga akan terlihat pucat, membrane mukosa kering dan pucat, turgor kulit
buruk, intake dan output cairan tidak seimbang.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-
kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
penyakitnya sekarang. Biasanya pada pasien yang mengalami hematemesis dan
melena memiliki riwayat penyakit hepatitis, penyakit hati menahun, sirosis,
penyakit lambung, pemakaian obat-obatan ulserogenik, alkoholisme, dan penyakit
darah seperti leukemia, hemophilia, dan ITP (Hadi, 2013).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit
herediter atau penyakit infeksi. Biasanya pasien memiliki riwayat keluarga yang
mengalami kelainan pada sistem pencernaan, seperti kanker lambung, gastritis, atau
penyakit penyerta yang dapat memperburuk kondisi seperti penyakit darah dan
penyakit pada hati seperti hepatitis dan sirosis. Kemudian dikaji juga kebiasaan
anggota keluarga yang memicu penyakit ini seperti alkohol (Sudoyo, 2009).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan bagaimana
keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya dan tanda-tanda spesifik lainnya.
Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan, sakit sedang atau sakit
berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai apakah keadaan pasien dalam
keadaan darurat atau tidak seperti menilai apakah pasien sudah memperlihatkan
tanda-tanda syok atau belum. Biasanya keadaan umum pasien dengan PSCBA
lemah karena kekurangan cairan dalam jumlah yang cukup banyak (Sudoyo, 2009).
2) Kesadaran
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi
pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang
sadar dapat tertidur tetapi akan bangun apabila dirangsang. Biasanya pasien akan
datang dengan tingkat kesadaran yang baik namun beberapa juga datang dengan
kesadaran yang menurun atau sinkop. Sinkop merupakan penurunan kesadaran
sementara yang berhubungan dengan penurunan aliran darah di otak. Sinkop
berhubungan dengan kolaps postural dan dapat menghilang tanpa gejala sisa. Pasien
sirosis hepatis dengan perdarahan cenderung mengalami koma hepatikum (Sudoyo,
2009).
3) Tanda – Tanda Vital
Biasanya terjadi penurunan tekanan nadi, penurunan tekanan darah,
peningkatan frekuensi pernafasan serta peningkatan suhu tubuh akibat kekurangan
cairan. Tanda-tanda vital perlu diperhatikan guna menilai tanda-tanda syok dan
anemia pada pasien sehingga apabila pasien sudah syok perlu diberikan pertolongan
untuk mengatasi syoknya (Sudoyo, 2009).
4) Pemeriksaan Head to Toe
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) pemeriksaan head to toe yang
didapatkan pada pasien dengan hematemesis melena sebagai berikut :
a) Kepala
Inspeksi : biasanya bentuk normachepal, tidak ada lesi atau jejas, kulit kepala
kurang bersih
Palpasi : biasanya tidak teraba edema
b) Mata
Inspeksi : biasanya konjungtiva anemis karena penderita hematemesis melena
akan kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak, sklera ikterik akibat
gangguan pada hati, pupil isokhor, mata cekung
Palpasi : biasanya tidak teraba edema palpebra
c) Hidung
Inspeksi : biasanya bentuk simetris, tidak ada jejas atau lesi, tidak ada sumbatan
pada jalan nafas, tidak ada cuping hidung
Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan sinus
d) Mulut
Inspeksi : biasanya bibir simetris, mukosa bibir kering dan pucat terkadang
sianosis
e) Telinga
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada jejas atau lesi, tidak ada
cairan dan darah yang keluar
f) Leher
Inspeksi : biasanya tidak ada pembesaran vena jugularis
Palpasi : biasanya tidak terjadi pembengkakan kelenjar getah bening dan
kelenjar tiroid.
g) Thoraks
(1) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada,
terdapat spider nevi pada pasien sirosis hepatis
Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : biasanya sonor
Auskultasi : biasanya irama napas vesikular tanpa ada suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, stridor
(2) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya pekak pada batas-batas jantung
Auskultasi : biasanya irama jantung regular
h) Abdomen
Inspeksi : biasanya ada asites yang ditandai dengan distensi abdomen serta
umbilicus yang menonjol, adanya spider nevi dan venektasi di sekitar abdomen
Palpasi : palpasi pada keadaan asites yang masif sulit dilakukan, metode
ballottement dilakukan untuk menilai hati dan lien, biasanya konsistensi hepar
kenyal menandakan sirosis, terjadi splenomegali, adanya nyeri tekan apabila
terjadi tukak peptik atau gastritis hemoragik.
Perkusi : biasanya timpani
Auskultasi : biasanya terdapat obstruksi usus ditandai dengan bising usus yang
abnormal, bruit dan friction rub terdapat pada hepatoseluler carcinoma, bising
vena merupakan tanda hipertensi portal atau meningkatnya aliran kolateral di
hati.
i) Ekstremitas
Atas : biasanya ada edema sakral, eritema palmaris, CRT < 3 detik, akral teraba
dingin, ikterus
Bawah : biasanya ada edema sakral dan pretibial, eritema palmaris, CRT < 3
detik, akral teraba dingin, ikterus
j) Genitalia
Inspeksi : biasanya tidak terjadi gangguan pada genitalia

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan NANDA
Internasional (2016) :
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan makanan
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

J. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil (NOC) (NIC)
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan a. Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan 1) Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh ketidakseimbangan nutrisi 2) Identifikasi alergi dan
intoleransi terhadap makanan
berhubungan dengan kurang dari kebutuhan tubuh
3) Atur diit yang diperlukan
kurang asupan makanan teratasi dengan kriteria hasil : 4) Beri obat-obatan sebelum
makan seperti antiemeik
a. Status Nutrisi : Asupan 5) Anjurkan diit pasien sesuai
Makanan dan Cairan kebutuhan
1) Asupan makanan secara 6) Monitor kalori dan asupan
oral adekuat nutrisi
2) Asupan cairan oral
adekuat b. Monitor nutrisi
3) Asupan cairan adekuat 1) Timbang BB pasien
4) Asupan secara IV nutrisi 2) Identifikasi adanya penurunan
parenteral adekuat BB
5) Tidak ada mual dan 3) Monitor turgor kulit
muntah 4) Monitor adanya mual muntah
5) Identifikasi nafsu makan
b. Nafsu Makan 6) Monitor konjungtiva
1) Peningkatan keinginan 7) Lakukan menelan
untuk makan 8) Tentukan perubahan pucat pada
2) Peningkatan rangsangan kemampuan faktor yang
untuk makan mempengaruhi nutrisi
3) Intake makanan adekuat
2. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan a. Manajemen Cairan
cairan berhubungan keperawatan diharapkan 1) Jaga intake yang akurat dan
dengan kehilangan cairan kekurangan volume cairan catat output
aktif teratasi dengan kriteria hasil : 2) Monitor status hidrasi
3) Monitor hasil laboratorium
yang relevan dengan retensi
a. Keseimbangan Cairan cairan
1) Tekanan darah dalam
batas normal
2) Nadi dalam batas normal 4) Monitor indikasi
3) Turgor kulit baik kelebihan/retensi cairan
4) Keseimbangan intake 5) Berikan terapi IV
output dalam 24 jam 6) Berikan cairan dengan tepat
5) Membrane mukosa 7) Distribusikan cairan selama 24
lembab jam
6) Tidak ada asites 8) Atur ketersediaan produk darah
7) Tidak ada kehausan 9) Persiapkan an lakukan
8) Tidak ada mata cekung pemberian produk darah

b. Keseimbangan b. Manajemen Hipovolemi


1) Monitor adanya tanda- tanda
Elektrolit
dehidrasi
1) Tidak ada penurunan 2) Monitor adanya hipotensi
serum natrium ortostatik
2) Tidak ada penurunan 3) Monitor adanya sumber
serum kalsium kehilangan cairan seperti
3) Tidak ada penurunan perdarahan
serum klorida 4) Monitor asupan dan
4) Tidak ada penurunan pengeluaran
serum magnesium 5) Berikan cairan IV isotonic yang
diresepkan
6) Monitor integritas kulit
7) Sediakan cairan oral untuk
memelihara integritas
membrane mukosa

c. Monitor TTV
1) Monitor tekanan darah, nadi,
suhu dan status pernafasan
2) Monitor kualitas nadi
3) Monitor irama dan tekanan
jantung
4) Monitor adanya sianosis
5) Identifikasi penyebab
perubahan ttv
6) Periksa keakuratan instrument
yang digunakan
3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan a. Menajemen Nyeri
dengan agen cedera keperawatan diharapkan nyeri 1) Lakukan pengkajian nyeri
biologis teratasi dengan kriteria hasil : komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, frekuensi,
a. Kontrol Nyeri kualitas, intensitas nyeri
1) Mengenali kapan nyeri 2) Gunakan komunikasi terapeutik
terjadi untuk mengetahui pengalaman
2) Menunjukan faktor nyeri
penyebab nyeri
3) Gali bersama faktor-faktor yang
3) Menunjukkan
menggunakan tindakan memperberat nyeri
pengurangan tanpa 4) Beri informasi mengenai nyeri
analgetik seperti penyebab
4) Melaporkan perubahan 5) Ajarkan penggunaan teknik non
gejala nyeri farmakologi seperti relaksasi
6) Evaluasi keefektifan dari
b. Tingkat Nyeri
tindakan pengontrolan nyeri
1) Melaporkan tidak ada
nyeri 7) Dukung istirahat/tidur
2) Tidak ada mengera dan
meringis b. Pengurangan Kecemasan
3) Tidak ada ketegangan otot 1) Gunakan pendekatan yang
4) Tidak ada ekspresi wajah tenang
nyeri 2) Berikan informasi terkait
diagnosis dan perawatan
c. Tingkat Kecemasan 3) Dorong keluarga menemani
1) Tidak ada distress pasien
2) Tidak ada berkeringan 4) Bantu mengidentifikasi situasi
dingin yang memicu kecemasan
3) Tidak ada gangguan tidur 5) Kaji tanda verbal dan non
4) Tidak ada perasaan verbal dari ketidaknyamanan
gelisah
5) Tidak ada wajah tegang c. Pemberian Analgesik
1) Cek perintah pengobatan
2) Cek riwayat alergi obat
3) Pilih dan kombinasikan
analgesik yang sesuai
4) Evaluasi keefektifan analgesik
dengan interval yang teratur
5) Dokumentasikan respon
terhadap analgesik dan adanya
efek samping
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/43750/3/Damayanti_Ika_Prasanti_G2A009057_Bab2KTI.pdf

https://repository.um-surabaya.ac.id/5659/3/BAB_II.pdf

http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/HARLINA_PRATIWI_HAPSARI_KTI_D-
III_KEPERAWATAN_PADA.pdf

https://id.scribd.com/document/384831617/2-Patofis-Melena

Anda mungkin juga menyukai