Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN X DENGAN GANGGUAN

SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS DI RUANG LAVENDER


RSUD Dr. R. GOETENG TANOEADIBRATA
PURBALINGGGA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Pendidikan program Diploma III keperawatan
Pada Sekolah Tinggi Ilmu Ksehatan Serulingmas
Cilacap

Oleh:
Angelika Earlyana
18.020

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS MAOS
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. X DENGAN GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS DI RUANG LAVENDER RSUD
Dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGGA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Serulingmas Cilacap

Oleh:
Angelika Earlyana
18.020

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP
2020

I
II
KATA PENGANTAR

Penulis menguucapkan Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
X Dengan Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Mellitus Di Ruang Lavender
RSUD Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga” dengan baik, meski jauh
dengan kata sempurna.

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Serulingmas Cilacap.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapakn terima kasih yang sedalam


dalamnya kepada:

1. Dr. Endang Kartini A.M.,M.S.,Apt selaku ketua STIKes Serulingmas


Cilacap
2. Arif Hendra Kusuma,Ns.,M.Kep selaku Ketua Prodi D-III Keperawatan
Stikes Serulingmas Cilacap
3. Bapak Sakiyan, Ns., M.Kep selaku pembimbing I
4. Dr. Rachmat Susanto, Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB selaku pembimbing II
5. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
Proposal Karya Tulis Ilmiah.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah beliau berikan.
Besar harapan penulis, mudah-mudahan Karya Tulis Ilmiah bermanfaat bagi
pembaca. Kritik dan saran untuk lebih sempurnanya Proposal Karya Tulis Ilmiah
Ini sangat penulis nantikan.

Cilacap, 30 November 2020

Penulis

III
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM………………………………………………………………..i
PERSETUJUAN…………………………………………….……………………ii

PENGESAHAN…………………………………………………………………..iii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...v

DAFTAR TABEL………………………………………………………………...vi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...………..vii

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………..viii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….…..ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang…………………………………………………..1

B. Rumusan Masalah ...................... 2Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan Penulisan ........................ 3Error! Bookmark not defined.

D. Manfaat Penulisan Proposal ....... 3Error! Bookmark not defined.

E. Sistematika Penulisan Proposal..4Error! Bookmark not defined.

BAB II KONSEP DASAR………………………………...……………….7


A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus 8Error! Bookmark not defined.

1. Definisi Diabetes Mellitus ..8Error! Bookmark not defined.

2. Etiologi ................................ 9Error! Bookmark not defined.

3. Pathofisiologi ...................... 9Error! Bookmark not defined.

4. Pathway ............................. 10Error! Bookmark not defined.

5. Manifestasi klinis .............. 11Error! Bookmark not defined.

6. Pemeriksaan penunjang........................................................ 15

IV
7. Komplikasi ........................ 16Error! Bookmark not defined.

8. Penatalaksanaan Medis ........................................................ 18

B. Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................... 19

1. Pengkajian ............................................................................ 23

2. Pemeriksaan penunjang........................................................ 25

3. Pemeriksaan Fsik ................................................................. 26

4. Pemeriksaan Diagnostik ....................................................... 28

5. Diagnosa Keperawatan ........................................................ 29

6. Intervensi Keperawatan..... 30Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENULISAN KTI ............................................................ 32

A. Rancangan KTI ........................................................................... 33

B. Subjek Studi Kasus ..................................................................... 34

C. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 34

D. Instumen studi kasus ................................................................... 35

E. Proses Studi .............................. 36Error! Bookmark not defined.

1. Identifikasi kasus.................................................................. 37

2. Pemilihan Kasus ................................................................... 38

3. Kerja Lapangan atau pengelolahan kasus ................. 40Error!


Bookmark not defined.

4. Pengelolahan data ................................................................ 40

5. Interpretasi Data ................................................................... 41

F. Tempat dan waktu studi kasus .................................................... 42

G. Etika Studi Kasus ........................................................................ 43

V
DAFTAR TABEL

Tabel 1.2 Indikator Perfusi jaringan: perifer……………………………………


Tabel 2.2 Indikator Status nutrisi………………………………………………

Tabel 3.2 Indikator Daya tahan………………………………………………..

Tabel 4.2 Indikator Keparahan infeksi ……………………………………….

Tabel 5.2 Indikator Keseimbangan cairan……………………………………

Tabel 6.3 Jadwal Kegiatan……………………………………………………

VI
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Diabetes Mellitus ( Pudiastuti, 2019)…………………

VII
DAFTAR SINGKATAN

KTI : Karya Tulis Ilmiah

DM : Diabetes Mellitus

WHO : World Health Organization

DMTI : Diabetes Masih Tergantung Insulin

IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus

NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

ACTH : Adrenocorticotropic Hormone

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

HHNK : Hiperglikemik Hiperosmoler Nonketoik

BAK : Buang Air Kecil

VIII
IX
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah salah satu jenis penyakit
degenerative yang mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara
seluruh dunia. Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan
yang besar. Data dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita
diabetes melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Ada
beberapa jenis DM, yaitu DM Tipe 1, DM Tipe 2 gestasional, dan DM
lainnya. Jenis diabetes melitus yang paling banyak diderita adalah
Diabetes Melitus Tipe 2. Diabetes melitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau gangguan fungsi
insulin (resistensi insulin) (Sari dan Purnama, 2019).
Badan Kesehatan Kesehatan Dunia telah memprediksi akan ada
peningkatan terhadap jumlah penderita dari dari penyakit diabetes militus
yang masih menjadi salah satu ancaman kesehatan global. WHO
menyatakan bahwa di Indonesia, akan ada kenaikan jumlah penyandang
DM, yang awal mulanya di tahun 2000 hanya sebesar 8,4 juta, akan
mengalami pelonjakan di tahun 2030 yaitu menjadi sekitar 21,3 juta
penduduk. Laporan yang disampaikan oleh WHO juga menunjukan akan
adanya peningkatan lagi di tahun 2035, dengan jumlah penyandang DM
sebanyak 2 hingga 3 kali liat dari tahun 2030.
Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa
Tengah sebesar 0,06 % pada tahun 2012 lebih rendah dibanding tahun
2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah Kabupaten Semarang sebesar
0,66%, Sedangkan prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih
dikenal dengan DM tipe II, pada tahun 2012 mengalami penurunan dari
2

0,63% menjadi 0,55%. Pada tahun 2012 Kota Magelang merupakan kota
dengan Prevalensi tertinggi sebesar 7,93%.
Kasus Diabetes Melitus di Kabupaten Cilacap tercatat sebanyak
9.295 kasus. Dengan perincian dilaporkan oleh Puskesmas sebanyak 3.025
dengan 374 Diabetes militus tipe I atau Insulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI), dan 2.651
merupakan diabetes militustipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Masih Tergantung Insulin (DMTI).
Penyebaran kasus DM tipe II di Kabupaten Cilacap terbanyak sejumlah
390 kasus di wilayah Puskesmas Cilacap Tengah. (Rahayu dan Engkartini,
2015)
Dampak dari penyakit diabetes millitus menurut Gayto (2008)
yaitu dapat mengalami komplikasi metabolik akut (hiperglikemia dan
hipoglikemia) dan komplikasi kronik (retinopati, nefropati, kerusakan
saraf, proteinuria dan ulkus/ gangrene), dampak psikis dapat terjadi cemas
yang akan merangsang pelepasan ACTH (adrenocorticotropic hormone)
dari kelenjar hipofisis anterior. Selanjutnya, ACTH akan merangsang
kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenokortikoid yaitu kortisol
(Saswati,dkk. 2020).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Loriza (2017) terlihat
adanya hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dengan tingkat
stres pada lansia penderita diabetes mellitus. Maka dapat disimpulkan
bahwa dampak lanjut dari Diebetes Melitus bisa terjadi cemas dan stress
(Saswati,dkk. 2020).
Respon emosional negatif yang muncul pada klien dengan diabetes
mellitus menurut Ajar, (2014) yaitu dapat berupa penolakan atau tidak
mau mengakui kenyataan, cemas, marah, merasa berdosa dan depresi.
Pada kondisi klien dirawat di rumah sakit klien kehilangan waktu untuk
rekreasi, bersosialisasi dengan lingkungan.Selain itu perawatan diabetes
melitus memerlukan waktu yang lama untuk masa penyembuhan juga
dapat menyebab cemas bagi klien stress (Saswati,dkk. 2020).
3

Cemas adalah keadaan emosi dan pengalaman subyektif individu,


tanpa objek yang spesifik karena ketidaktahuan dan mendahului semua
pengalaman yang baru seperti masuk sekolah, pekerjaan baru, penyakit
fisik atau melahirkan anak (Stuart, 2012 dalam Saswati,dkk. 2020 ).
Ansietas yang dihadapi klien tidak hanya pada perubahan pada
fisiknya akan tetapi juga pada perkembangan kognitifnya. Cemas pada
perkembangan kognitifnya lebih terfokus pada pikiran negatif pada klien
yang beranggapan penyakitnya tidak bisa disembuhkan. Peran perawat
dalam menangani klien dengan masalah psikososial pada diabetes melitus
yaitu memberikan support. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi
cemas bisa dilakukan tehnik relaksasi dan distraksi, Salah satu tehnik
distraksi untuk mengurangi kecemasan dapat dilakukan adalah dengan
metode hipnosis lima jari stress (Saswati,dkk. 2020).
Metode ini sangat mudah dilakukan dan tidak membutuhkan waktu
yang lama dan murah karena tidak membutuhkan alat maupun bahan
khusus untuk pelaksanaan terapi.Metode ini hanya membutuhkan
konsentrasi dan kesadaran dari individu untuk melakukannya stress
(Saswati,dkk. 2020).
Berdasarkan data tersebut diatas penulis tertarik untuk
menggunakan instrument dari penelitian tersebut untuk diberikan sebagai
Asuhan Keperawatan pada Ny.Y dengan Gangguan Sistem Endokrin:
Diabetes Mellitus di Ruang Lavender RSUD R.Goeteng Purbalingga.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Mellitus?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan proposal ini meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus, yaitu:
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan system endokrin: hipoglikemia
4

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan Diabetes
Mellitus di Rumah Sakit
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
diabetes mellitus di Rumah Sakit
c. Mampu merumuskan perencanaan tindakan keperawatan sesuai
dengan jurnal penelitian
d. Mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan sesuai
dengan perencanaan asuhan keperawatan.
e. Mampu mendokumentasikan tindakan yang di berikan pada pasien
D. Manfaat Penulisan Proposal
1. Bagi Rumah Sakit
Proposal ini diharapkan dapat menambah informasi tentang
pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan Sistem
Endokrin: Diabetes Mellitus serta dapat mencegah dan mengurangi
angka kejadian diabetes mellitus sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit serta melakukian penyuuhan tentang lembar
pemantauan gukosa kepada pasien sehingga kadar glukosa dalam darah
dapat terkontrol.
2. Bagi Institusi Pndidikan
Proposal ini diharapkan dapat menambah informasi nyata tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan gangguan endokrin: diabetes
mellitus sehingga dapat meningkatkan kualitas mahasiswa yang akan
praktek dan meningkatkan kualitas kelulusan yang dihasilkan oleh
intuisi pendidikan.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Proposal ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi
keperawatan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dengan
gangguan system endokrin: diabetes mellitus dan memberikan
informasi tetang pendokumentasiannya selama pengelolaan kasus,
5

sehingga informasi ini dapat meningkatkan mutu pelayanan bagi profesi


keperawatan.

E. Sistematika Penulisan Proposal


Dalam proposal Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan gangguan
sistem endokrin: diabetes mellitus di ruang lavender RSUD Dr. R.
Goeteng Tanoeadibrata Purbalingga. Adapun sistematika penulisannya:
BAB I Pendahuluan
Bab ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang, rumusan masalah,
tujuan studi kasus yang meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat
studi kasus dan sistematik penulisan.
BAB II Tinjauan Teori
Bab ini bertujuan untuk menjelaskan tentang konsep hipoglikemia
yang berisi: pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi,
pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, kompliksi.
Konsep asuhan keperawatan yang berisi tentang: pengkajian diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan
BAB III Metodologi Penulisan
Pada bab ini bertujuan untuk menjelaskan tentang rancangan karya
tulis ilmiah (studi kasus), subyek studi kasus, metode pengumpulan data,
instrument studi kasus, tempat dan waktu studi kasus, proses studi kasus
dan etika saat pelaksanaan studi kasus. Pada proposal isi penjelasan berupa
perencanaan, sedangkan pada laporan Karya Tulis Ilmiah (KTI) isi
penjelasan berupa proses pelaksanaannya. Adapun sub bab yang perlu
dituliskan adalah sebagai berikut
1. Rancangan KTI: berisi penjelasan tentang rancangan atau metode
yang digunakan dalam KTI yaitu studi kasus.
2. Subyek Studi Kasus: berisi penjelasan tentang subyek atau klien yang
dikelola dalam studi kasus. Pada proposal berisi tentang kriteria
subyek atau klien yang akan dikelola, sedangkan pada Laporan KTI
6

berisi penjelasan tentang subyek atau klien yang dikelola saat


pengambilan kasus.
3. Metode Pengumpulan Data: berisi tentang penjelasan berbagai metode
pengumpulan data yang digunakan pada studi kasus, seperti metode
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan lain sebagainya.
4. Instrumen Studi Kasus: berisi tentang penjelasan berbagai instrumen
yang digunakan dalam studi kasus seperti format pengkajian, format
penilaian risiko jatuh, format KPSP dan lain sebagainya.
5. Proses Studi
a. Identifikasi kasus: berisi tentang cara atau proses identifikasi
kasus yang dilakukan oleh penulis, sebagai contoh identifikasi
kasus berdasarkan fenomena atau hasil penelitian terkini.
b. Pemilihan kasus: berisi penjelasan tentang cara memilih kasus
yang tepat sesuai dengan tema studi kasus. Pada proposal, bagian
ini berisi tentang rencana proses atau cara pemilihan kasus. Pada
laporan KTI, bagian ini berisi tentang cara pemilihan kasus yang
telah dilakukan saat pengambilan kasus.
c. Kerja Lapangan / Pengelolaan kasus: berisi penjelasan tentang
proses pengelolaan kasus dari hari per hari secara singkat dan
jelas. Pada proposal bagian berisi tentang rencana pengelolaan
kasus, sedangkan pada laporan KTI berisi tentang proses
pengelolaan kasus yang telah dilakukan saat pengambilan kasus
d. Pengolahan Data:
1) Reduksi data: berisi tentang proses yang dilakukan oleh
penulis dalam menyeleksi dan memilih data yang dibutuhkan
dan tidak dibutuhkan dalam studi kasus.
2) Penyajian data: berisi penjelasan tentang bentuk penyajian
data yang digunakan dalam studi kasus, contohnya bentuk
narasi, tabel atau gambar.
7

3) Penarikan kesimpulan: berisi penjelasan tentang cara atau


proses penarikan kesimpulan yang dilakukan penulis setelah
reduksi dan penyajian data.
e. Interpretasi Data: berisi penjelasan tentang cara atau proses
interpretasi data, sebagai contoh dengan cara membandingkan
antara temuan studi kasus dengan konsep teori.
6. Tempat dan Waktu Studi Kasus: berisi penjelasan tentang tempat dan
waktu studi kasus.
7. Etika studi kasus: berisi penjelasan tentang etika serta pelaksanannya
saat pengambilan kasus yang terdiri atas Anonimity, Non-
Malefecience, Beneficience, Privacy dan Dignity, Autonomy, Inform
consent dan lainnya jika memang dibutuhkan.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus


1. Definisi Diabetes Mellitus
DM (diabetes mellitus) adalah suatu penyakit dimana kadar
glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi. Di Indonesia Dm di
kenal sebagai istilah penyakit kencing manis yang merupakan salah satu
penyakit yang prevalesninya kian meningkat. Menurut kriteria
diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006,
seorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah
puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL (Pudiastuti,
2019).
Diabetes mellitus adalah kondisi ketika tubuh tak bisa
mengendalikan kadar guka dalam darah (glukosa), yang normalnya 60-
120 mg/dL. Glukosa merupakan hasil penyerapan makanan oleh tubuh,
yang kemudian menjadi sumber energi. Tapi, pada penderita DM, kadar
glukosa ini terus meningkat sehingga terjadi penumpukan (Pudiastuti,
2019).
Ada 2 tipe jenis diabetes mellitus menurut Haryono dan Dwi
(2019) yaitu, diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2.
Diabetes tipe 1 merupakan suatu kosndisi dimana tubuh mengalami
defisiensi insulin secara absolute. Kondisi seperti itu disebabkan oleh
penyakit autoimun yang merusak sel beta pancreas atau kelenjar ludah
yang tidak dapat menghasilkan insulin ke kadar normal dan tubuh tidak
bisa efektif dalam menggunakan insulin, sehingga membuat pancreas di
dalam tubuh selalu bergantung dengan insulin hingga kekurangan.
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan suatu kondisi dimana gula
darah mengalami kenaikan yang disebabkan oleh sel beta pancreas
memproduksi insulin dalam jumlah sedikit dan juga adanya gangguan
9

pada fungsi insulin atau resistensi insulin. DM tipe 2 terdiri dari


srangkaian disfungsi yang ditandai dengan hiperglikemia dan akibat
kombinasi resistensi terhadap aksi insulin, sekresi insulin yang tidak
adekuat dan sekresi glucagon yang berlebihan atau tidak tepat.
2. Etiologi
Etiologi Diabetes Melitus menurut Wijaya dn putri (2013) yaitu:
a. DM tipe 1 (IDDM/ Insulin Dependent Diabetes Melitus)
1) Factor genetik/ herediter
Peningkatan kerentanan sel-sel beta dan perkembangan
antibody autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta
2) Factor infeksi virus
Infeksi virus coxsakie pada individu yang peka secara
genetic
3) Factor imunologi
Respon autoimun yang abnormal membuat antibody
menyerang jaringan normal yang dianggap jaringan asing
b. DM tipe 2 (NIDDM/ Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
1) Obesitas
Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target
diseluruh tubuh, insulin yang tersedia menjadi kurang efektif
dalam meningkatkan efek metabolik.
2) Usia
Resiko terkena diabetes mellitus tipe 2 dapat meningkat
seiring bertambahnya usia, terutama pada pasien yang
menginjak diatas 45 tahun ke atas. Hal itu disebabkan karena
orang yang berumur 45 tahun ke atas cenderung tidak atau
kurang rutinitas berolahraga atau melakukan aktivitas fisik,
kehilangan massa otot dan adanya peningkatan pada berat
badan.
10

3) Riwayat Keluarga
Resiko diabetes tipe 2 menjadi meningkat jika potang tua atau
saudara sedarah mempunyai riwayat penyakit diabetes tipe 2.
3. Pathofisiologi
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping
itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Pudiastuti, 2019).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
11

menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,


muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting
(Pudiastuti, 2019).
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan
(Pudiastuti, 2019).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
12

masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik


hiperosmoler nonketoik (HHNK) (Pudiastuti, 2019).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi) (Pudiastuti, 2019).
13

4. Pathway
DM Tipe 1 DM Tipe 2

Reaksi Autoimun Indiopatik, usia, genetic,


dll

Sel beta pankras hancur


Jumlah sel pancreas
menurun

Defisiensi Insulin

Ketidakstabilan kadar
gula glukosa darah
hiperglikemia

Hipoksia perifer resiko infeksi:


Hiperinsulinemia (kadar insulin penurunan imunitas
darah yang tinggi akibat (penurunan)
Ketidakefektifan produksi insulin yang berlebih
perfusi jaringan
perifer Kadar GD >
Penurunan sekrsi insulin ambang ginjal
Hipersmotik plasma (kerusakan sel beta pankreas

Lipolysis BB turun glukosuria


Hiperglikemia tidak
terkompensasi insulin
Nutrisi kurang (ketidakstabilan kadar glukosa
dari kebutuhann Diuresis osmotik
darah): DM TIPE 2
Penurunan pemakaian glukosa
Dehidrasi sel oleh sel (derfisit nutisi: sel
kekurangan glukosa)

Intoleran aktivitas
Coma
(mudah lelah)
hiperglikemia
Polifagi (Gg pola makan:
banyak makan Polyuria (banyak
kencing)
Resiko hypovolemia
(kekurangan volume cairan)
Ketidakseimban
gan elektrolit:
Polidipsi (sering hypokalemia
haus) dan

Gambar 2.1 Pathway Diabetes Melitus


Sumber: Pudiastuti, 2019
14

5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis Diabetes Melitus menurut Wijaya dn putri
(2013):
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan
dan tidak di sadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala yang
perlu mendapat perhatian adalah:
a. Banyak kencing (polyuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang terjadi dalam jumlah
banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada malam
hari
b. Banyak minum (polydipsia)
Rasa haus amat serig dialami penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau
beban kerja yang berat. Untuk menghilngkan rasa haus itu
penderita banyak minum.
c. Banyak makan (polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita
diabetes mellitus karena pasie mengalami keseimbangan kalori
negative, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar, untuk
menghilangkan rasa lapar tersebut penderita banyak makan.
d. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam reatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat akan
menyebabkan presentasidan lapangan olaraga juga mencolok. Hal
ini disebabkan glukosa dalam darah tidak bisa masuk kedalam sel,
sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.
Sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu lemak dan
otot, akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot
sehingga terjadi penurunan berat bada
15

e. Gangguan syaraf tepi/kesemutan


Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada
bagian kaki diwaktu malam hari sehingga mengganggu waktu tidur
f. Gangguan pengelihatan
Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan pengelihatan
yang mendorong penerita untuk mengganti kacamatanya berulang
kali agar tetap dapat melihat dengan baik
g. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan
dan daerah lipatan kulit seperti ketiak, bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka
ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele seperti luka lecet
karena sepatu atau tertusuk peniti.
h. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjaadi masalah tersembunyi karena
sering tidak secara terus terang dikemukakan pendritanya. Hal ini
terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu
membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau
kejantanan seseorang.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Wijaya dan putri (2013) yang biasa
di terapkan pada pasien diabetes mellitus, yakni:
a. Tes Glycated Hemoglobin (A1C)
Pada tes darah ini, bertujuan untuk memperlihatkan berapa kadar
gula darah rata-rata di di dalam tubuh selama dua hingga tiga bulan
terakhir. A1C nantinya akan mengukur presentase gulah darah yang
melekat pada hemoglobin, dan protein pembawa oksigen dalam sel
darah merah. Jika ditemukan semakin tinggi kadar gula darahnya,
maka akan semakin banyak hemoglobin dengan gula yang
menempel. Saat hasil tes menunjukan tingkat A1C adalah 6,5% atau
bahkan lebih dan terjadi jumlah seperti itu berturut-turut pada dua tes
16

terpisah, maka hal terseebut telah positif menunjukan seseorang


terkena diabetes. Hasil antara 5,7%-6,4% masih menganggap
prediabetes, yang nantinya akan membuat seseorang dengan kadar
itu beresiko tinggi terkena diabetes, sedangkan untuk kadar
normalnya adalah di bawah 5,7%.
b. Tes Gula Darah Acak
Sempel darah darah akan di ambil pada waktu acak. Pada dalam
milligram per desiliter (mg/dL) atau milimoles per liter (mmol/L).
Tentunya pemeriksaan ini terlepas dari kapan seseorang terakhir
makan, jika kadar gula darah acak ditemukan sebesar 200 mg/dL
atau 11,1 mmol/L berarti hasil positif menunjukan diabetes, terutama
bila data tersebut dikaitkan dengan salah satu tanda dan gejala
diabetes, seperti sering buang air kecil dan haus ekstrem.
c. Tes Gula Darah Puasa
Pada pemeriksaan ini, sempel darah hanya akan diambil setelah
puasa semalaman. Tingkat gula darah puasa yang menunjukan angka
kurang dari 100 mg/dL atau 5,6 mmol/L, maka seseorang telah
dianggap mengalami prediabetes. Untuk seseorang yang positif
diabetes mellitus tipe 2 maka saat pemeriksaan sampel, hasil kan
menunjukan kadar gula darah puasa berada di angka 126 mg/dL atau
7 mmol/L atau bisa juga lebih tinggi pada dua tes terpisah
d. Tes Toleransi Glukosa Oral
Pada tes ini, proses yang dijalani pasien tidak berbeda jauh dengan
tes gula darah puasa karena pasien harus berpuasa dakam semalam
dan setelah itu kadar gula darah puasa akan di ukur. Akan tetapi
yang membuat pemeriksaan ini berbeda dari sebelumnya adalah
pasca diukur pasien akan diminta untuk meminum cairan bergula
setelah itu kadar gula darah kembali di uji dengan cara berkala yaitu
selama 2 jam. Jika hasilnya kadar gula darah masih berada di angka
kurang dari 140 mg/dl dan 199 mg/dl atau 7,8 mmol/L dan 11,0
mmol/L, maka data tersebut menunjukan seseorang terserang
17

prediabetes. Untuk seseorang yang positif diabetes mellitus tipe 2


maka hasilnya akan menunjukan kadar di angka 200 mg/dl atau 11,1
mmol/L atau bisa juga lebih tinggi setelah dua jam
7. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien diabetes melittus menurut
Hasdianah (2018) yaitu:
a. Hiperglikemia
Hiperglikemia yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg/dL
dan gejala yang munculyaitu poliuri, polidipsi pernafasan, kussmul,
mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.
b. Komplikasi kronik
Pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh
bagian tubuh (Angiopati diabetic). Angiopati diabetic untuk
memudahkan dibagai menjadi dua yaitu: makroangiopati
(makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak
berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi
sekaligus bersamaan.
c. Ketoasidosis diabetikum
Gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan
cepat kedalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula dalam darah tinggi tetapi karena sebagian sel
tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel diambil
energy dari sumber yang lain, sel lemak di pecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yamg bisa
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis)
d. Hipoglikemi
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut Diabetes
Melitus (DM). Hipoglikemia adalah menurunya kadar gula darah ,
hipoglikemia murni adalah menurunnya kadar gula dalam darah <60
mg/dL reaksi hipoglikemia adalah glukosa darah turun mendadak,
18

meskipun glukosa darah masih >100 mg/dl. Hipoglikemia reaktif


adalah gejala hipoglikemia yang terjadi 3-5 jam sesudah makan.
e. Kardiopati diabetic
Kadriopatidiabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes.
Glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan
menaikan kadar kolesterol dan trigliserida darah. Lama-lama akan
menjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah. Maka
bagi para penderita diabet perlu pemeriksaan kadar kolesterol dan
trigliserida darah secara rutin.
f. Gangrene dan Impotensi
Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terontrol respon
imunnya menurun, akibatnya pendrita rentan terhadap infeksi,
seperti infeksi saluran kencing, infeksi paru serta infeksi kaki.
Banyak hal yang menyebabkan kaki penderita rentan terhadap
infeks, terkena knalpot, lecet akibat sepatu luka, tergores, luka kecil
saat memotong kuku. Infeksi pada kaki mudah timbul pada penderita
diabetes kronis dan dikenal sebagai penykit gangrene atau ulkus.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut Sari dan Purnama (2019).
Diabetes mellitus ini dirawat dengan cara melakukan diet dan olahraga.
Serta ada juga perawatan menggunakan oral hipoglikemic sesuai
dengan apa yang dibutuhkan, selain pengobatan tersebut yaitu:
a. Metformin
Obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini adalah
Glucophage, glumetza, dan masih banyak jenis lainnya. Jenis obat-
obatan yang di anjurkan pertama kali dalam peresepan pasien
diabetes tipe 2. Obat ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas
jaringan tubuh terhadap insulin sehingga tubuh menggunakan
insulin lebih efektif. Selain itu, metformin juga memiliki fungsi
sebagai penurun produksi gulkosa di hati, pada saat penggunaan,
kemungkinan akan ditemukan efek samping seperti mual dan diare.
19

Efek samping ini biasanya akan hilang saaat tubuh sudah terbiasa
dngan obat. Jika metformin dan perubahan gaya hidup tidak cukup
untuk mengontrol kadar gula darah anda, bat oral atau suntikan
lainnya dapat ditambahkan.
b. Pioglitazone
Pioglitazone memiliki fungsi sebagai pmicu sel-sel tubuh
untuk dapat memiliki kesensitifan yang lebih terhadap insulin,
sehingga aka nada banyak glukosa yang bisa dialirkan dari dalam
darah, umumnya pioglitazone dikonsumsi dengan metformin,
sulfonylurea, atau bisa juga dikonsumsi keduannya sekaligus.
Pada saat pengunaan, kemungkinan akan ditemukannya efek
samping seperti bertambahnya berat badan, dan adanya
pembengkakan di pergelangan kaki. Bagi orang yang memiliki
riwayat penyakit jantung atau mempunyai resiko tinggi terkena
patah tulang, maka sangat tidak di anjurkan untuk megkonsumsi
pioglitazone.
c. Nateglinide dan Repaglinide
Kedua obat ini sangat di anjurkan pada pasien yang
mempunyai jadwal makan di jam-jam yang tidak menentu atau
tidak pada umumnya. Fungsi dari kedua obat tersebut adalah
melakukan rangsangan terhadap pancreas agar bisa manghasilkan
insulin lebih banyak ke dalam aliran darah. Nateglinide dan
repaglinide memiliki efek samping yang cukup membuat khawatir
pasiennya, yaitu hipoglikemia dan kenaikan berat badan.
d. Sulfonylurea
obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini adalah
glyburide (Diabeta, Glynase), glipizide (Gluecotrol) dan
Glimepiride (amaryl), obat-obatan jenis ini memiliki fungsi
sebagai pembantu tubuh dalam memproduksi insulin lebih banyak.
Pada saat penggunaan, kemungkinan akan ditemukannya efek
samping seperti gula daah dan peningkatan berat badan
20

e. Meglitinid
Obat-obatan yang tergolong jenis ini adalah paglinide
(prandin) dan nateglinide (starlix) yang memiliki fungsi sama
seperti sulfonylurea yaitu melakukan perangasangan terhadap
pancreas untuk dapat menghasilkan lebih insulin banyak. Meski
dikatakan mirip dengan sulfonylurea, obat-obatan jenis ini
memiliki tindakan yang lebih cepatdan durasi efek dalam tubuh
lebih pendek. Pada saat penggunaan, kemungkinan akan
ditemukannya efek samping seperti resiko tinggi terserangnya gula
darah rendah, dan bertambahnya berat badan.
f. Gliptin
Obat-obatan yang tergolong kedalam jenis ini meliputi
linagliptin, saxagliptin, sitagliptin dan vildagliptin. GLP-1
merupakan hormon yang berfungsi di produksi insulin saat kadar
gula darah dalam keadaan tinggi gliptin memiliki fungsi utama
sebagai pembantu dalam meningkatkan kadar insulin disaat kadar
gula naik, selain itu yang membuat obat ini dianjurkan adalah
fungsinya dalam melakukan penghambatan pada meningkatnya
kadar gula darah tinggi tidak akan mengakibtkan hipoglikemia dan
tidak akan membuat pasien yang mengkonsumsinya mengalami
kenaikan berat badan
g. Terapi insulin
Pada beberapa orang yang menderita penyakit diabetes tipe 2
membutuhkan pengbatan dengan terapi insulin, yang umumnya
digunakan sebagai upaya terakhir dalam pengobatan DM tipe 2.
Akan tetapi seiring dengan meningkatnya kasus DM tipe 2 di
Indonesia, terpi insulin saat ini lebih sering di resepkan di awal
pengobatan karena sudah terbukti manfaatnya. Suntikan insulin
melibatkan penggunaan jarum halus dan syringe atau suntikan
insulin pena-alat yang terlihat mirip dengan pena tinta yang di isi
21

dengan insulin dan masing-masing bekerja dengan cara yang


berbeda, jenis tersebut adalah:
1) Insulin glulisine (apidra)
2) Insulin lispro (Humalog)
3) Insulin aspart (novolog)
4) Insulin glagine (lantus)
5) Insulin detemir (levemir)
6) Insulin isophane (humulin N.Novolin N)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Konsep Asuhan Keperawatan menurut Soegondo. (2015) yaitu:
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan dasar yang paling utama, serta
menjadi bagian awal dari sebuah proses keperawatan. Dalam
pengkajian dibutuhkan ketelitian dalam bertanya dan mencatat datanya,
sebab dengan mengumpulkan data yang akurat, serta sistematis, akan
sangat membantu untuk menentukan status kesehatan. Pola pertahanan
pasien dari berbagai penyakit yang mendera dirinya juga akan semakin
terbaca
Proses pengkajian ini juga dapat memetakan serta mengantisipasu
berbagai kekuatan. Pertahanan serta kelemahan yang ada pada pasien.
Selaim itu pngkajian ini juga dapat membantu dalam perawat
merumuskan diagnosos keperawatan yang sesuai. Pada pasien diabetes
militus pengkajian data dasar pasien meliputi:
a. Keluhan utama
Perawat meninjau kembali kesehatan pasien, perawat juga
meninjaukembali berbagai indikator yang dapat memungkinkan
terjadinya penyakit DM. serta perawat harus teliti dalam bertanya
dan mencatat datanya, dikarenakan keluhan utama sangat penting
untuk di kaji.
22

Keluhan utama dari DM biasanya meliputi:


1) Luka sukar sembuh
2) Intensitas BAK di malam hari tinggi
3) Berat badan berkurang
4) Haus meski cukup cairan
5) Lelah meski cukup istirahat
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Tahap ini, perawat akan mengkaji riwayat yang pernah
dialami pasien di masa lalu, yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi preisposisi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Bagian pengkajian riwayat keluarga juga tidak kala penting
untuk dilakukannya pengkajian yang akan mendukung riwayat
kesehatan pasien karena tahap ini masih sangat erat dengan
kemungkinan adanya penyebab diabetes mellitus tipeadalah factor
keturunan.
2. Pemeriksaan penunjang
Pada tahap ini perawat akan mencari tanda dan gejala pada tubuh
pasien
a. Pola aktivitas
1) Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, hingga sulit berjalan serta
terjasi kram otot, tonus menurun.
2) Tanda: takikardia dan takipnea ketika beraktivitas,
leteragi/dissorientasi: penurunan kekuatan otot.
b. Pola istirahat
1) Gejala: gangguan tidur/istirahat
2) Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahar
c. Pola sirkulasi
1) Gejala: adanya riwayat hipertensi. MCI, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, dan penyembuhan luka atau
penyakit yang lama
23

2) Tanda: takikardia, hipertensi, nadi yang menurun, kulit terasa


panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung
d. Pola eliminasi
1) Gejala: perubahan pola berkemih (polyuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK, baru/
berulang, nyeri saat abdomen ditekan/ diare
2) Tanda: urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat
berkembang menjari oliguria/anuria jika terjadi hypovolemia
berat): urine berkabut dan berbau busuk (terjadi infeksi),
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif/ diare.
e. Pola asupan nutrisi dan cairan
1) Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah, tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan
berat badan dari periode beberapa hari/ minggu, haus
berlebihan, penggunaan deuretik.
2) Tanda: kulit kering/bersisik, tugor terlihat jelek, pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningatan
gula darah) kekakuan/ distensi abdomen, muntah, bau
halitosis, bau buah (nafas aseton).
f. Pernafasan
1) Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa
sputum. Bisa karena adanya infeksi atau tidak.
2) Tanda: lapat udara, ataun kekurangan udara, batuk dengan/
tanpa sputum purulent (infeksi): frekuensi pernafasan tidak
teratur.
3. Pemeriksaan Fsik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan secara umum dari fisik
pasien, tanda-tanda vital pasien, kesadaranpasin baik secara
psdikologis atau social kultural, lalu berbagai tanda vital pada
tubuh pasien yang di jangkau dari kepala hingga kaki (head to toe).
24

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kondisi fisik pasien
DM secara umum.
a. Glukosa darah meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
b. Aseton plasm (keton): positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas, kadar lipid dn kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mmol/L.
e. Kandungan elektrolit:
1) Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
2) Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan
seluler), selanjutnya akan menurun.
3) Fosfor: lebih sering menurun.
f. Gemoglobin glukosiat: kadar hemoglobin ini meningkat 2-4 kali
lipat dari ukuran normal. Hal ini menceriminkan kontrol DM
kurang selama 4 bulan terakhir.
g. Gas darah arteri biasanya menujukan Ph rendah dan penurunan
pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
h. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositos,
hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap respons atau
infeksi.
i. Insulin darah: mungkin mengalami penurunan, atau normal
sampai tinggi. Hal ini mengindikasikan insuisiensi
insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).
Resistensi insulin dapat berkembang skunder terhadap
pembentukan antibody (autoantibodi).
j. Urine: dalam urine positif ditemukan kandungan gula serta
aseton, pada kondisi ini berat jenis dan osmolalitas mungkin
mengalami peningkatan.
25

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
diabetes mellitus menurut (Nanda, 2018).
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
diabetes mellitus.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan fisik tidak bugar.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi.
e. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
disfungsi pengaturan endokrin.
6. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
diabetes mellitus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan kecukupan aliran darah untuk mempertahankan fungsi
jaringandapat terpenuhu dengan kriteria hasil
Tabel 1.2 Indikator Perfusi jaringan: perifer
Indikator A T A
Pengisian kapiler jari
Pengisian kapiler jari kaki
Suhu kulit ujung kaki tagan
Kekuatan denyut nadi karotis (kanan)
Keterangan
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Intervensi: pengecekan kulit
1) Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edma,
dan ulserasi pada ekstremitas
26

2) Monitor kulit adanya ruam, lecet


3) Monitor infeksi twrutama dari daerah edma
4) Dokumentasikan perubahan membran mukosa
5) Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut (misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan
rsposisi)
6) Ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai
tanda-tanda kerusakan kulit dengan tepat.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubunga dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
Setelah dilakukan tindakn keperawatan selama ..x…
diharapkan pasien mampu meningkatkan nutrisi dengan
kriteria hasil
Tabel 2.2 Indikator Status nutrisi
Indikator A T A
Asupan makanan
Energy
Rasio berat badan/ tinggi badan
Hidrasi
Keterangan:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup meyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
Intervensi:
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan gizi
2) Identifikasi adanya alergi atau intoleran makanan yang
dimiliki pasien
3) Tentukan jumlah kalori dan jumlah nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
27

4) Anjurkan pasien mengenai modifikasi diet yang di


perlukan.
5) Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diit sesuai
kondisi sakit
6) Monitor kalori dan asupan makan
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan fisik tidak bugar
Setelah dilakukan tindakan selama ….x… diharapkan pasien
dapat mempertahankan aktivitas
Tabel 3.2 Indikator Daya tahan
Indikator A T A
Melakukan aktivitas rutin
Aktivitas fisik
Daya tahan otot
Gulkosa darah
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi:
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi
melalui aktivitas fisik
2. Berkolaborasi dengan terapis fisik, okupasi dan terapis
reaceational dalam perencanaan dan pemantauan program
aktivitas jika diperlukan
3. Borong aktivitas kreatif yang tepat
4. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang di inginkan
5. Bantu dengan aktivitas fisik secara teratur
d. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosurpesi
Setelah dilakukan tindakan selama …x…. diharapkan pasin
dapat mengetahui keparahan tanda dan gejala infeksi
28

Tabel 4.2 Indikator Keparahan infeksi


Indikator A T A
Cairan luka yang berbau busuk
Drainase purulent
Nyeri
Piuria / nnah dalam urin
Keterangan:
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus melaporkannya keada pemberi
layanan kesehatan
4. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim atau drainase
5. Anjurkan asupan cairan yang tepat
e. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
disfungsi pengaturan endokrin
Tabel 5.2 Indikator Keseimbangan cairan
Indikator A T A
Hematrokit
Tugor kulit
Kelembaban membrane mukosa
Berat badan stabi
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi: manajemen elektrolit
1. Monitor nilai serum elektrolit yang abnormal
2. Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
29

3. Konsultasikan pemberian elektrolit pada dokter


4. Ambil specimen sesuai ordur untuk analisis level elektrolit
seperti urin
C. Konsep penerapan intervensi berdasarkan hasil penelitian
1. Definisi
Hipnosis lima jari adalah sebuah teknik pengalihan
pemikiran seseorang dengan cara menyentuhkan pada jari-jari
tangan sambil membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau
yang disukai (Keliat, BA, dkk, 2010). Penatalaksanaan secara non
farmakologi sangat dianjurkan digunakan karena tidak
menimbulkan efek bagi organ tubuh serta dapat dilakukan secara
mandiri dimana saja, kapan saja pada tempat yang nyaman.
Tenik distraksi untuk mengurangi kecemasan dapat
dilakukan adalah dengan metode hipnosis lima jari. Metode ini
sangat mudah dilakukan, tidak membutuhkan waktu yang lama dan
murah karena tidak membutuhkan alat maupun bahan khusus untuk
pelaksanaan terapi metode ini hanya membutuhkan konsentrasi dan
kesadaran dari individu untuk melakukannya (Saswati, dkk. 2020).
2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
tingkat cemas sebelum dan sesudah dilakukan intervensi hipnosis
lima jari pada klien diabetes melitus yang mengalami cemas.
3. Manfaat
Manfaat dari .hipnosis lima jari adalah untuk mengurangi
kecemasan yang dialami penderita Diabetes Melitus karena dalam
pengobatan yang cenderung lama dan penyakit yang sulit sembuh.
4. Penelitian penelitian yang yang berhubungan dengan penerapan
intervensi tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kenali Besar
pada responden diabetes melitus yang mengalami ansietashasil uji
wilcoxon dari penelitian ini diperoleh bahwa p value 0.000 yang
30

artinya Ada pengaruh terapi hipnosis lima jari terhadap penurunan


cemas pada klien diabetes melitus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cemas yang
dialami oleh klien diabetes melitus dengan rata-rata usia 57 tahun,
sebagian besar tidak bekerja, dan sebagian besar menikah, dengan
rata-rata lama sakit 7 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Banon E, yang menyatakan bahwa cemas yang dialami Rerata usia
pada bahwa ada perbedaan nilai median sebelum dan sesudah
intervensi. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa intervensi hipnosis
lima jari memberikan perubahan yang signifikan pada tingkat
ansietas pada klien diabetes melitus
Berdasarkan hasil Riskesdas (2007) yang menemukan
bahwa kelompok yang tidak bekerja (19,6%) lebih mudah
mengalami cemas (Departemen Kesehatan, 2007). Kondisi ini
terjadi karena dengan tidak bekerja maka akan terasa sulit untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan hal ini yang memicu
terjadinya cemas. Diharapkan dengan pemberian penyuluhan
kesehatan tentang diabetes melitus dan cemas serta pemberian
terapi hipnosis lima jari dapat menurunkan tingkat cemas klien
sehingga kondisi diabetes melitus klien tidak meningkat/tetap
stabil. Apabila klien berada pada tingkat cemas yang berat
dikhawatirkan dapat memicu peningkatan kadar gula darah dan
tidak menutup kemungkinan terjadinya komplikasi. Hal ini sejalan
dengan konsep stres adaptasi Stuart yang menyatakan bahwa
stressor internal maupun eksternal dapat memicu terjadinya stres
psikologis dan biologis pada klien (Saswati, dkk. 2020).
31

BAB III

METODE PENULISAN KTI

A. Rancangan KTI
Penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan pendekatan
studi kasus. Studi kasus adalah suatu karya tulis ilmiah beberapa paparan
hasil penerapan proses Asuhan Keperawatan pada pasien sesuai dengan
teori dan berisi pembahasan atas kesenjangan yang terjadi di lapangan
(purwanto. 2015). Rancangan Karya Tulis ilmiah yang digunakan
menggunakan studi kasus dengan menjelaskan serangaian pendekatan
seperti menguasai hal seperti teori tentang Diabetes mellitus , meliputi
berbagai hal masalah, pengkajian, diagnosa keperawatan, merencanakan
intervensi, melakukan implementasi keperawatan, mengevaluasi tindakan
keperawatan dan didokumentasikan sebagai karya tulis ilmiah
B. Subjek Studi Kasus
Subjek sudi kasus ini adalah Tn.Y dengan gangguan sistem
endokrin: diabetes mellitus di ruang lavender di RSUD R. Goeteng
Purbaligga. Dalam keterbatasan penelitian dan pendekatan yang
digunakan, maka harus memenuhu beberapa ciri dan karakteristik tertentu.
Karakteristik pasien dalam pengambilan kasus sesuai dengan rencana pada
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang digunakan oleh penulis adalah
1. Pasien dengan jenis kelamin perempuan maupun laki-laki
2. 18-60 tahun
3. Pasien yang menderita diabetes mellitus
4. Pasien dan keluarga yang bersedia dikelola penulis
C. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah bentuk percakapan tersusun dengan klien.
Wawancara formal awal meliputi riwayat kesehatan klien dan
32

informasi mengenai penyakit sekarang, selama wawancara awal,


perawat dapat melakukan hal sebagai berikut:
a. Memperkenalkan diri kepada klien, menjelaskan perannya selama
perawatan
b. Mebina hubungan terapetik dengan klien
c. Memiliki empati terhadap pikiran dan kekhawatiran klien
d. Mengenali tujuan dan harapan klien terhadap system
e. Mendapatkan tanda penting sebagai bagian dari pengumpulan
data yang nantinya akan dieksplorasi lebih dalam.

Wawancara selanjutnya memungkinkan perawat untuk


mempelajari lebih banyak mengenai kondisi klien dan fokus pada
lingkup masalah spesifik. Wawancara dapat membantu klien
menghubungkan interpretasi dengan pemahaman mereka sendiri
mengenai kondisinyta. Proses wawancara terdiri atas 3 fase yaitu
orientasi kerja dan terminasi

Fase orientasi: dimulai dengan memperkenalkan diri dan posisi


perawat serta menjelaskan tujuan darin wawancara. Jelaskan pada
klien mengapa perawat harus mengumpulkan data, selama fase
orientasi perawat harus membangun rasa percaya klien, suatu tujuan
penting dari wawancara asalah membangun pondasi untuk
memahami kebutuhan yang sangat di butuhkan pasien terutama pada
pasien yang interaktif

Fase kerja: perawat mendapatkan informasi mengenai status


ksehatan klien, perawat hendaklah fokus, teratur dan tidak terburu
buru perawat harus tenang, selama fase kerja perawat harus dapat
melengkapi riwayat kesehatanna dengan cara mengeksplorasi
penyakit klien saat ini, dalam menggunakan pertanyaan yang terbuka
mendorong klien untuk mnceritakan riwayatnya secara terperinci.
33

Fase terminasi: perawat harus memberikan tanda pada klien


bahwa wawancara segera berakhir, hal tersebut akan membuat klien
mempertahankan perhatiannya tanpa terganggu oleh pikiran kapan
wawancara selesai. Saat pasien perawat menyampaikan hasil
wawancara , perawat merangkum semua hal pentig dan menanyakan
kepada klien apakah rangkumannya sesuai dengan keadaan pasien,
perawat mengakhiri wawancara dengan cara yang sopan.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah intervensi terhadap tubuh untuk
menentukan status kesehatan. Pemeriksaan fisik melibatkan
penggunaan teknik head to toe dan, inspeksi, auskultasi perkusi
dan palpasi, melakukan pemeriksaan lengkap dengan pengukuran
tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan, keadaan umum pasien.
3. Observasi
Observasi terhadap perilaku pasien sangat vital, observasi
ini berlangsung selama perawat melakukan wawancara terhadap
pasien, observasi terhadap perilaku klien sangat diperlukan untuk
memastikan apakah data yang di berikan pasien sesuai dengan
yang ia katakana.
4. Pemeriksaan diagnostic dan data laboratorium
Hasil pemeriksaan dignostik dan laboratorium dapat
membantu indentifikasi dan memperjelas kelainan atau penemuan
yang didapat pada riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik,
perawat dapat meminta hasil pemeriksaan rutin yang mereka
lakukan. Untuk melakukan respons klien terhadap penyakit dan
informasi tentang efek pengobatan. Perawat dapat
membandingakan data laboratorium dengan hasil normal yang ada
sesuai dengan jenis pemeriksaan, kelompok umur dan jenis
kelamin.
34

D. Instumen studi kasus


Instumen studi kasus adalah alat-alat yang digunakan untuk
melakukan pengumpulan data yaitu:
1. Format pengkajian keperawatan
Format pengkajian keperawtan digunakan untuk melakukan
pengkajian pada pasien agar mngetahui suatu gangguan pada pasien.
Pengkajian dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan
pasien dan keluarga pasien, setelah dilakukan wawancara secara detail,
dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien menggunakan metode head to
toe untuk mendiagnosa apakah ada kelainan atau masalah keperawatan
pada pasien secara terperinci.
2. Pengkajian fungsional Gordon
Pengkajian fungsional Gordon meliputi: pola prespsi, dan
pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi, dan metablic, pola eliminasi, pola
aktivitas dan laithan, pola istirahat dan tidur, pola kognitif dan presepsi,
dan konsep diri, pola peran dan hubungan, pola seksualitas dan
rproduksi, pola koping dan pola nilai keyakinan.
3. Pedoman observasi
Pedoman observasi panduan yang digunakan oleh peneliti untuk
menilai secara langsung perilaku yang ditujukan oleh responden yang
digunakan di isi oleh penulis, instrument ini sangat tepat digunakan
untuk mengukur indikator variable berupa keterampilan atau perilaku
penulis menggunakan pedoman observasi keadaan umum pasien
kesadaran, GCS, tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik klien secara head
to toe.
4. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara berisikan daftar pertanyaanyang dibuat secara
terstruktur berdasarkan tujuan penulisan atau variable yang inginb di
ketahui, wawancara yang akan digunakan penulis adalah wawancara
terstruktur yang sudah terlebih dahulu di persiapkan, pedoman
wawancara yang akan digunakan oleh penulis adalah pedoman
35

wawancara riwayat kesehatan pasien Diabetes Melitus untuk


mengetahui riwayat kesehatan klien, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga, selain itu klien juga
menggunakan format pengkajian pasien Diabetes Melitus untuk
menyusun asuhan keperawatan.
5. Alat-alat Kesehatan
Alat alat kesehatan yang digunakan pemeriksaan fisik untuk
mengetahui apakah ada gangguan pada pasien untuk memperjelas suatu
permasalahan yang ada pada pasien dan mendukung suatu pengkajian
yaitu pemeriksaan fisik alat yang digunakan adalah stetoskope,
thermometer, tensimeter, timbangan berat badan, dan cek glukosa
darah.
E. Proses Studi
1. Identifikasi kasus
Penulis akan mengambil kasus dengan judul Asuhan Keperawatan
Pasien dengan Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Melitus di Ruang
Lavender RSUD R. Goeteng Purbalingga
2. Pemilihan Kasus
Pada kesempatan ini penulis memilih kasis dengan judul Asuhan
Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes
Melitus di Ruang Lavender RSUD R. Goeteng Purbalingga.
3. Kerja Lapangan atau pengelolahan kasus
Rencana pengelolaan kasus dilakukan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Melitus dengan dirawat selama
3x24 jam secara intensif oleh penulis.
4. Pengelolahan data
Pengelolaan data melalui reduksi data yaitu memperoleh suatu
informasi pasien dari pengkajian hingga merumuskan suatu masalah
yang ada pada pasien. Penyajian data studi kasus yaitu dengan
melakukan suatu intervensi dan direncanakan dan mengelola pasien
36

selama3x24 jam dan penarikan kesimpulan bagaimanakah kondisi


pasien selama di lakukan keperawatan.
5. Interpretasi Data
Interpretasi data yaitu supaya yang dilakukan penulis untuk
mnemukan makna dari data yang dikumpulkan untuk mengklarifikasi
apa yang dirumuskan pada studi kasus tersebut.
F. Tempat dan waktu studi kasus
Tempat studi kasus yang akan dilakukan oleh penulis yaitu
bertempat di ruang Lavender RSUD Dr. R Goeteng Taronadibrata
Purbalingga.
Waktu yang dilaksanakan penulis dalam pembuatan karya tulis
ilmiah adalah sebagai berikut:

Tabel 6.3 Jadwal Kegiatan

Kegia Bulan
tan November Desember Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penet √
uan
topik
Pemb √ √ √
uatan
propo
sal
Uji √
propo
sal
Perba √
ikan
propo
sal
Penga √
mbila
37

n
khasu
s
Pemb √
uatan
lapor
an
Kons √
ul
hasil
Uji √
hasil
Sidan √
g KTI
Revis √
i√

G. Etika Studi Kasus


Etika studi kasus menurut Hidayat (2009) ini diantarnya yaitu self
determination privacy and diginity, anonymity, confidentiality, justice,
beneficience, inform consent.
1. Self determination
Penulis menjelaskan tujuan studi kasus, manfaat studi kasus dan
resiko yang mungkin muncul saat pemberihan asuhan keperawatan,
setelah diberikan penjelasan tersebut penulis meminta persetujuan
dengan emberikan lembar persetujuan. Penulis tidak memaksakan
pasien untuk menjadi kelolaan untuk studi kasus selama 3 hari
perawatan tetapi pasien bersedia menjadi pasien perawatan dnegan
suka rela
2. Privacy dan diginity
Penulis menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh
pasien dan hanya menggunakan data atau informasi tersebut untuk
38

kepentingan studi kasus, penulis menjaga privasi klien isalkan dengan


menutup tirai saat melakukan asuhan keperawatan pada pasien.
3. Anonymity dan confidentiality
Selama studi kasus, pasien kelolaan diberikan informasi bahwa
dalam mendokumentasikan pda lembar asuhan keperawatan penulis
hanya menuliskan nama pasien dengan inisia dan menuliskan alamat
tidak lengkap
4. Justice tau keadilan
Penulis tidak melakukan deskriminasi atau mebedakan saat
memilih pasien kelolaan untuk laporan studi kasus dan saat
melakukan asuhan keperawatan
5. Beneficience
Keharusan untuk mengusahakan manfaat sebesar-besarnya dan
memperkecil kerugian atau resiko bagi subjek serta memperkecil
kesalahan studi kasus. Apabila terjadi kesalahan dan kerugian maka
penulis bersedia menannggung kerugian yang dialami oleh pasien.
6. Inform consent
Inform consent merupakan suatu bentuk persetujuan antara penulis
dan responden atau pasien dengan memberikan lembar persetujuan
yang diberikan sebelum pengelolaan kasus dimulai, sebelumnya
penulis telah menjelaskan tujuan pengelolaan kasus dan pasien
bersedia menjadi pasien kelolaan diminta untuk mengisi surat
persetujuan pasien serta menandatanganinya. Tujuan infromconsent
adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan
mengetahui dampak yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Haryono dan Dwi. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Endokrin. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Hasdianah. (2018). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa Dan Anak-Anak Dengan
Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha medika
Kardiyudiani dan Susanti. (2019). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: PT Pustaka Baru
Pudiastuti. (2019). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika
Ristanto (2015). Pencegahan Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal
Kesehatan Hesti Wira Sakti, Volume 3, noomor 3 hal 57-63
Saswati, dkk (2020). Pengaruh penerapan hypnosis lima jari untuk penurunan kecemasan pada
klien diabetes mellitus. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan. Vol: 5 No: 1
Sari dan Purnama. (2019). Aktivitas Fisik Dan Hubungannya Dengan Kejadian Diabetes
Melitus. Window of health. Jurnal kesehatan. Volume 2. No 4
Soegondo. (2015). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Noorratri dan leni (2019). Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Dengan Terapi
Fisik. Jurnal Ilmu Keperawatan Komunitas Volume 2 No 1, Hal 19 – 25.
Rahayu dan Engkartini (2015). Karakteristik Factor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada
Masyarakat Pralansia Di Wilayah Puskesmas Cilacap Tengah. Jurnal Trends Of Nursing
Science. Stikes Al-Irsyad Cilacap
Wijaya dan Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
LAMPIRAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR HIPNOSIS LIMA JARI

- Masalah Kesehatan : Cemas pada pasien Diabetes Mellitus


- Tindakan Keperawatan : Hipnosis lima jari
- Referensi : Raudhatin. (2013). Konsep dasar teknik relaksasi hipnosis 5 jari.

- Standar Operasional Prosedure:

Definisi Terapi hipnosis lima jari merupakan terapi generalis keperawatan di


mana pasien melakukan hipnosis diri sendiri dengan cara pasien
memikirkan pengalaman yang menyenangkan, dengan demikian
diharapkan tingkat cemas pasien akan menurun

Tujuan 1. Menurunkan tingkat kecemasan klien


2. Memberikan perasaan nyaman, dan tenang
Indikasi 1. Klien dengan kecemasan ringan-sedang
2. Klien dengan nyeri ringan-sedang
Persiapan 1. Persiapan alat: kursi atau tempat tidur.
2. Persiapan klien: kontrak topic, waktu, tempat dan tujuan
dilaksanakan hipnosis 5 jari

3. Persiapan lingkungan: ciptakan lingkungan yang nyaman bagi


pasien, jaga privacy pasien
Prosedure 1. Fase orientasi
Pelaksanaan d. Ucapkan Salam Terapeutik
e. Buka pembicaraan dengan topik umum
f. Evaluasi/validasi pertemuan sebelumnya
g. Jelaskan tujuan interaksi
h. Tetapkan kontrak topik/ waktu dan tempat
2. Fase Kerja
a. Atur posisi senyaman mungkin bisa duduk bersila.
b. Letakkan kedua tangan diatas paha dengan posisi tangan
menengadah keatas.
c. Pejamkan mata kemudian tarik nafas dari hidung tahan
kemudian hembuskan dari mulut ulangi sebanyak tiga kali.
d. Satukan ibu jari dengan jari telunjukkan bayangkan saat
sehat.
e. Pindahkan ibu jari kejari tengah bayangkan saat bersama
orang yang disayangi.
f. Pindahkan ibu jari ke jari manis bayangkan saat
mendapatkan pujian.
g. Pindahkan ibu jari kejari kelingking bayangkan saat berada
ditempat yang paling disukai yang nyaman.
h. Kembalikan jari seperti semula, tarik nafas dalam dari
hidung tahan dan hembuskan perlahan dari mulut selama
tiga kali lalu buka mata.
f. Dengan diiringi musik (jika klien mau)/ pandu klien untuk
menghipnosisi dirinya sendiri dengan arahan berikut ini:
1) Telunjuk: membayangkan ketika sehat,
sesehatsehatnya
2) Jari tengah: bayangkan ketika kita bersama dengan
orang-orang yang kita sayangi.
3) Jari manis: bayangkan ketika kita mendapat pujian.
4) Jari kelingking: membayangkan tempat yang pernah
dikunjungi yang paling membekas.
g. Minta klien untuk membuka mata secara perlahan
h. Minta klien untuk tarik nafas dalam 2-3 kali
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi perasaan klien
b. Ealuasi objektif
c. Terapkan rencana tindak lanjut klien
d. Kontrak topik/ waktu dan tempat untuk
pertemuan berikutnya
e. Salam penutup
LEMBAR PENGUKURAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN HARS
No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan Ansietas
o Cemas
o Firasat Buruk
o Takut Akan Pikiran Sendiri
o Mudah Tersinggung
2 Ketegangan
o Merasa Tegang
o Lesu
o Tak Bisa Istirahat Tenang
o Mudah Terkejut
o Mudah Menangis
o Gemetar
o Gelisah
3 Ketakutan
o Pada Gelap
o Pada Orang Asing
o Ditinggal Sendiri
o Pada Binatang Besar
o Pada Keramaian Lalu Lintas
o Pada Kerumunan Orang Banyak

4 Gangguan Tidur
o Sukar Masuk Tidur
o Terbangun Malam Hari
o Tidak Nyenyak
o Bangun dengan Lesu
o Banyak Mimpi
o Mimpi - Mimpi Buruk
o Mimpi Menakutkan
5 Gangguan Kecerdasan
o Sukar Konsentrasi
o Daya Ingat Buruk
6 Perasaan Depresi
o Hilangnya Minat
o Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
o Sedih
o Bangun Dini Hari
o Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang

Hari
7 Gejala Somatik (Otot)
o Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
o Kaku
o Kedutan Otot
o Gigi Gemerutuk
o Suara Tidak Stabil
8 Gejala Somatik (Sensorik)
o Tinitus
o Penglihatan Kabur
o Muka Merah atau Pucat Merasa
Lemah
o Perasaan ditusuk-Tusuk
9 Gejala Kardiovaskuler
o Takhikardia
o Berdebar
o Nyeri di Dada
o Denyut Nadi Mengeras
o Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau
o Pingsan
o Detak Jantung Menghilang
(Berhenti
o Sekejap)
10 Gejala Respiratori
o Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada
o Perasaan Tercekik
o Sering Menarik Napas
o Napas Pendek/Sesak
11 Gejala Gastrointestinal
o Sulit Menelan
o Perut Melilit
o Gangguan Pencernaan
o Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
o Perasaan Terbakar di Perut
o Rasa Penuh atau Kembung
o Mual
o Muntah
o Buang Air Besar Lembek
o Kehilangan Berat Badan
o Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
12 Gejala Urogenital

o Sering Buang Air Kecil


o Tidak Dapat Menahan Air Seni
o Amenorrhoe
o Menorrhagia
o Menjadi Dingin (Frigid)
o Ejakulasi Praecocks - Ereksi Hilang
o Impotensi
13 Gejala Otonom
o Mulut Kering
o Muka Merah
o Mudah Berkeringat
o Pusing, Sakit Kepala
o Bulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada Wawancara
o Gelisah
o Tidak Tenang
o Jari Gemetar
o Kerut Kening
o Muka Tegang
o Tonus Otot Meningkat
o Napas Pendek dan Cepat
o Muka Merah
Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:
0= tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14
dengan hasil:

1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.


2. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.
3. Skur 15 – 27 = kecemasan sedang.
4. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.
PEDOMAN WAWANCARA

1. Apakah bapak/ibu belakangan ini merasa khawatir, cemas, banyak pikiran,


mudah tersinggung dan sulit tidur?

2. Apa yang membuat bapak/ibu cemas?


3. Sudah berapa lama bapak/ibu sering merasakan hal seperti itu?
4. Apakah bapak/ibu pernah berobat ke psikolog terkait perasaan tersebut?
5. Apakah bapak/ibu mengetahui penyebab perasaan ansietas tersebut?
6. Apa yang bapak/ibu lakukan untuk mengurangi perasaan ansietas?
7. Apakah cara bapak/ibu tersebut dapat mengurangi perasaan tersebut?
8. Apakah bapak/ibu mengetahui terapi hipnosis lima jari?
9. Apakah bapak/ibu pernah melakukan terapi hipnosis lima jari?
10. Apakah bapak/ibu mengetahui ciri-ciri ansietas, dampak ansietas terhadap
peningkatan tekanan darah?

11. Apakah bapak/ibu mengetahui manfaat hipnosis lima jari?


LEMBAR OBSERVASI PENGUKURAN TINGKAT ANSIETAS SEBELUM
PENERAPAN HIPNOSIS LIMA JARI PADA

No Indikator Subjek Skor


1 o Perasaan Cemas
o firasat buruk
o takut akan pikiran
sendiri, mudah
tensinggung.

2 Ketegangan

o merasa tegang
o lesu
o tidak bisa istirahat
tenang,
o mudah terkejut
o mudah menangis
o gemetar
o gelisah
3 Ketakutan:

o terhadap gelap
o takut terhadap orang
asing
o takut bila sendiri
o takut binatang besar
o keramaian lalu
o kerumunan banyak

4 Gangguan tidur

o sukar memulai tidur


o terbangun pada malam
hari
o tidur tidak pulas
o dan mimpi buruk.

5 Gangguan kecerdasa:

o penurunan daya ingat


o mudah lupa
o sulit konsentrasi.

6 Perasaan depresi

o hilangnya minat
o berkurangnya
kesenangan pada hoby
o sedih
o perasaan tidak
menyenangkan
sepanjang hari.
7 Gejala somatic
o nyeri pada otot-otot dan
kaku
o gertakan gigi
o suara tidak stabil
o kedutan otot
8 Gejala sensorik

o Perasaanditusuk-tusuk
o penglihatan kabur
o muka merah
o pucat serta merasa
lemah.

9 Gejala kardiovaskuler:

o Takikardi
o nyeri di dada
o denyut nadi mengeras
o detak jantung hilang
sekejap.

10 Gejala pemapasan

o rasa tertekan di dada


o perasaan tercekik
o sering menarik napas
panjang dan merasa
napas pendek.
11 Gejala gastrointestinal:

o sulit menelan
o obstipasi
o berat badan menurun
o mual dan muntah
o nyeri lambung sebelum
o sesudah makan
o perasaan panas di perut.

12 Gejala urogenital:
o sering BAK
o tidak dapat menahan air
seni
13. Gejala Otonom
o Mulut Kering
o Muka Merah
o Mudah Berkeringat
o Pusing, Sakit Kepala
oBulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada
Wawancara
o Gelisah
o Tidak Tenang
o Jari Gemetar
o Kerut Kening
o Muka Tegang
o Tonus Otot Meningkat
o Napas Pendek dan Cepat
oMuka Merah
LEMBAR OBSERVASI PENGUKURAN TINGKAT ANSIETAS SESUDAH
PENERAPAN HIPNOSIS LIMA JARI PADA

No Indikator Subjek Skor


1 o Perasaan Cemas
o firasat buruk
o takut akan pikiran
sendiri, mudah
tensinggung.

2 Ketegangan

o merasa tegang
o lesu
o tidak bisa istirahat
tenang,
o mudah terkejut
o mudah menangis
o gemetar
o gelisah
3 Ketakutan:

o terhadap gelap
o takut terhadap orang
asing
o takut bila sendiri
o takut binatang besar
o keramaian lalu
o kerumunan banyak

4 Gangguan tidur

o sukar memulai tidur


o terbangun pada malam
hari
o tidur tidak pulas
o dan mimpi buruk.

5 Gangguan kecerdasa:

o penurunan daya ingat


o mudah lupa
o sulit konsentrasi.

6 Perasaan depresi

o hilangnya minat
o berkurangnya
kesenangan pada hoby
o sedih
o perasaan tidak
menyenangkan
sepanjang hari.
7 Gejala somatic
o nyeri pada otot-otot dan
kaku
o gertakan gigi
o suara tidak stabil
o kedutan otot
8 Gejala sensorik

o Perasaanditusuk-tusuk
o penglihatan kabur
o muka merah
o pucat serta merasa
lemah.

9 Gejala kardiovaskuler:

o Takikardi
o nyeri di dada
o denyut nadi mengeras
o detak jantung hilang
sekejap.

10 Gejala pemapasan

o rasa tertekan di dada


o perasaan tercekik
o sering menarik napas
panjang dan merasa
napas pendek.
11 Gejala gastrointestinal:

o sulit menelan
o obstipasi
o berat badan menurun
o mual dan muntah
o nyeri lambung sebelum
o sesudah makan
o perasaan panas di perut.

12 Gejala urogenital:
o sering BAK
o tidak dapat menahan air
seni
13. Gejala Otonom
o Mulut Kering
o Muka Merah
o Mudah Berkeringat
o Pusing, Sakit Kepala
oBulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada
Wawancara
o Gelisah
o Tidak Tenang
o Jari Gemetar
o Kerut Kening
o Muka Tegang
o Tonus Otot Meningkat
o Napas Pendek dan Cepat
oMuka Merah
PEDOMAN WAWANCARA

a. Keluhan utama
Keluhan utama dari DM biasanya meliputi:
1) Apakah biasanyaLuka sukar sembuh?
2) Apakah intensitas BAK di malam hari tinggi?
3) Apakah berat badan berkurang?
4) Apakah saat haus meski cukup cairan?
5) Apakah merasa lelah meski cukup istirahat?
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pernah sakit yang di rawat di rumah sakit sebelumnya?
c. Riwayat kesehatan keluarga
1) Apakah ada penyakit yang diturunkan keluarga?
1. Gordon
Pada tahap ini perawat akan mencari tanda dan gejala pada tubuh pasien
a. Pola aktivitas
1) Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, hingga sulit berjalan serta terjasi kram
otot, tonus menurun.
2) Tanda: apakah takikardia dan takipnea ketika beraktivitas,
leteragi/dissorientasi: penurunan kekuatan otot.?
b. Pola istirahat
1) Gejala: adakah gangguan tidur/istirahat?
2) Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahar
c. Pola sirkulasi
1) Gejala: adanya riwayat hipertensi. MCI, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki, dan penyembuhan luka atau penyakit yang lama
2) Tanda: takikardia, hipertensi, nadi yang menurun, kulit terasa panas, kering
dan kemerahan, bola mata cekung
d. Pola eliminasi
1) Gejala: perubahan pola berkemih (polyuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK, baru/ berulang, nyeri saat abdomen
ditekan/ diare
2) Tanda: urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat berkembang menjari
oliguria/anuria jika terjadi hypovolemia berat): urine berkabut dan berbau
busuk (terjadi infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif/ diare.
e. Pola asupan nutrisi dan cairan
1) Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan dari periode beberapa
hari/ minggu, haus berlebihan, penggunaan deuretik.
2) Tanda: kulit kering/bersisik, tugor terlihat jelek, pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningatan gula darah)
kekakuan/ distensi abdomen, muntah, bau halitosis, bau buah (nafas aseton).
f. Pernafasan
1) Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum. Bisa karena
adanya infeksi atau tidak.
2) Tanda: lapat udara, ataun kekurangan udara, batuk dengan/ tanpa sputum
purulent (infeksi): frekuensi pernafasan tidak teratur.

Anda mungkin juga menyukai