Hemodialisa
Disusun Oleh :
Suryadi Alamsah
402018036
2018
TINJAUAN TEORITIS
b. Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air
secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui
glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang
sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan
keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Sylvia A. Price, 2006).
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
1) Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
2) Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
3) Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
4) Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
5) Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian akan
mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari darah pun
diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah
ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut
merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang
ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar
cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga
konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan
plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi
tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian
akan dieksresi (Sherwood, 2011).
2. Definisi
Gagal ginjal kronik/ESRD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare,
2008).
Penyakit ginjal yang berat dapat dibagi dalam dua kategori umum, (1) Gagal
ginjal akut, yaitu hampir seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti tetapi yang nantinya
dapat membaik mendekati fungsi normal. (2) Gagal ginjal kronis, yaitu ginjal secara
progresif kehilangan fungsi nefronnya satu per satu yang secara bertahap
menurunkan keseluruhan fungsi ginjal (Guyton & Hall, 2014).
3. Klasifikasi
Menurut Harrison (2012), berikut ini adalah klasifikasi dari GGK berdasarkan
GFR, yaitu:
a. Stadium I : kerusakan ginjal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau
hampir normal, tepat atau diatas 90 ml per menit
b. Stadium II : Laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89 ml per menit (kira-kira
50% dari nilai normal) dengan tanda-tanda kerusakan ginjal
c. Stadium III : laju filtrasi glomerulus antara 30 sampai 50 ml per menit (25%
sampai 50% dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa
d. Stadium IV : Laju filtrasi glomerulus antara 15 sampai 29 ml per menit (12%
sampai 25% dari nilai normal)
e. Stadium V : Gagal ginjal stadium lanjut, laju filtrasi glomerululs kurang dari 15
ml per menit (< 12% dari nilai normal) terbentuk jaringan parut dan atropi
tubulus ginjal
4. Etiologi
Menurut Kowalak (2013), beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
penyakit CKD atau ESRD, antara lain :
a. Penyakit vaskuler (hipertensi, nefrosklerosis)
b. Obstruksi renal (batu ginjal)
c. Diabetes mellitus
d. Obesitas
e. Infeksi kronis
5. Patofisiologi
Patofisiologi GGK pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi
hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi
peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi
glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang
mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga
menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan
pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (NIDDK, 2014).
Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan
membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem
komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam
glomerulus. Endapan kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan
menghasilkan Membrane Attack Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel
glomerulus (Sudoyo, 2009).
Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron
yang masih sehat sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan nefron. Namun,
proses kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses
maladaptif berupa nekrosis nefron yang tersisa. Proses tersebut akan menyebabkan
penurunan fungsi nefron secara progresif. Selain itu, aktivitas dari renin-
angiotensinaldosteron juga berkontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan
progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan karena aktivitas renin-
angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011).
Pada klien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal
ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju
kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora, 2011). Hipertensi
akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal.
Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan
meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014).
Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewati
glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin, contohnya seperti eritrosit, leukosit,
dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh mengakibatkan
edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan dapat
berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure, 2013).
Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem
reninangiotensin-aldosteron (Tortora, 2011).
Gagal ginjal kronik menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO).
Eritropoetin merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur
diferensiasi dan proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan
terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia (Tortora, 2011).
6. Patways
7. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi
sistem tubuh, yaitu :
a. Manifestasi kardiovaskular : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, tamponade pericardial.
b. Gejala dermatologis : gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan
hoperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan
agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan mudah rapuh, rambut
tipis dan kasar, memar (purpura).
c. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penuruan aliran saliva, haus, rasa
kecaap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidung dan pengecap,
parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
gastrointestinal.
d. Perubahan neuromaskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang
e. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan
f. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum
g. Klien secara bertahap akan lebih mengantuk, karakterristik pernafasan menjadi
kusmaul dan terjadi koma
8. Komplikasi
Menurut Kowalak (2013), menyebutkan bahwa komplikasi dari penyakit CKD
atau ESRD antara lain :
a. Kelebihan cairan
b. Hiperkalemia
c. Asidosis metabolik
d. Hipertensi
e. Gangguan mineral dan tulang
f. Anemia
g. Komplikasi kardiopulmoner
h. Disfungsi seksual
9. Prosedur Diagnostic
a. Laboratorium
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000) dan
Kowalak (2013) adalah :
1) Volume urin, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria).
2) Warna urin, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
3) Klirens kreatinin, mungkin menurun
4) Pemeriksaan darah lengkap
5) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,35) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau
hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
6) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan)
7) Magnesium fosfat meningkat
8) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
9) Peningkatan kadar ureum, kreatinin, natrium dan kalium.
b. Radiologi
1) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi
(batu).
2) Pielogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
3) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
kedalam ureter dan retensi.
4) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
5) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan
seljaringan untuk diagnosis hostologis.
6) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal
(keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
7) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
8) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor).
9) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya
lesi invasif ginjal.
b. Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada klien dalam keadaan
sakit akutdan memerlukan terapi dialisi jangka panjng (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau klien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end
stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau atau terapi
permanen (Smeltzer & Barre, 2008).
1) Tujuan hemodialisa
Hemodialysis untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebihan (Smeltzer & Barre, 2008).
2) Indikasi hemodialisa
Hemodialysis dilakaukan jika gagal ginjal menyebabkan beberapa kondisi,
seperti enselopati uremik, pericarditis, asidosis yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lain, gagal jantung, dan hyperkalemia (Arif Muttaqin, 2011).
3) Prinsip hemodialisa
Pada hemodialysis, aliaran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh klien ke dialisa tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan ke tubuh klien.
Sebagian besar diliser merupakan lempengen rata atau ginjal serat artifisial
berongga yang berisi ribuan tubulus sefalon yang halus bekerja sebagai membrane
semipermeable. Aliran darah melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisa
bersirkulasi disekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah kedalam cairan dialisa
akan terjadi melalaui membrane semipermeable tubulus.
Ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialysis, yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didlam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tingggi, ke cairan
dialisa dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisa tersusun dari semua
elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit
darah dapat dikembalikan dengan mengatur rendaman dialisa (dyalisate bath)
secara tepat. (pori-pori kecil dalam membrane semipermeabel tidak memunginkan
lolosnya sel darah merah dan protein).
c. Tranfusi PRC
Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma.
Sel darah merah ini didapat dengan memisahkan sebagian besar plasma dari darah
lengkap, sehingga di peroleh sel darah merah dengan nilai hematokrit 60-70%.
Volume diperkirakan150-300 mL. Sel darah merah ini disimpan pada suhu 1°-6°
Celcius. Bila menggunakan antikoagulan CPDA maka masa simpan dari sel darah
merah ini 35 hari dengan nilai hematokrit 70-80%, sedangkan bila menggunakan
antikoagulan CPD masa simpan dari sel darah merah ini 21 hari. Komponen sel
darah yang disimpan dalam larutan tambahan (buffer, dekstrosa, adenine, manitol)
memiliki nilai hematokrit 52-60% dan masa simpan 42 hari. Sediaan ini bukan
merupakan sumber trombosit dan granulosit, namun memiliki kemampuan
oksigenasi seperti darah lengkap.
d. Penatalaksanaan supportif
1) Pemberian suplemen vitamin, khususnya vitamin B dan D
2) Suplemen zat besi dan folat untuk mengatasi anemia
3) Membatasi asupan cairan serta natrium dan kalium
11. Program Nutrisi
a. Diet merupakan faktor penting bagi klien hemodialisis mengingat adanya efek
uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekresikan produk akhir
metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
klien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala yang terjadi akibat
penumpukan tersebut dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi
setiap system tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah
nitrogen dan demikian akan mengurangi gejala. Diet rendah garam juga akan
mengurangi gangguan pada organ target misalnya ginjal dan jantung,
khususnya penyakit hipertensi yang peka terhadap garam. Penumpukan cairan
juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif dan edema
paru.
b. Diet rendah protein untuk membatasi produk akhir metabolisme protein yang
tidak dapat di ekskresikan oleh ginjal.
c. Diet tinggi protein bagi klien yang menjalani dialisis peritoneal secara kontinu.
d. Diet tinggi kalori untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan atrofi jaringan.
Proses ini berfungsi menggantikan cairan dalam darah yang sudah terbuang /
tersaring oleh membrane dializer,kedua kompartemen dipisahkan oleh membran
semipermiabel. Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk
darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat. Dializer ini berfungsi
menyaring racun racun / sisa sisa metabolism dalam tubuh dalam darah kita dan
akan di strelirkan kembali sebelum masuk ke dalam tubuh pasien. Dializer ini
memiliki membrane-membrane kecil yang digunakan untuk menyaring, Biasa nya
500mmHg tergantung spesifikasi.
3. Tujuan
Menurut Corwin (2008) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain:
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi eksekresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme yang lain
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
di keluar kan sebagai urin saat ginjal sehat
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain
4. Prinsip Hemodialisa
Tindakan Hemodialisa memiliki tiga prinsip yaitu: difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Sisa akhir dari proses metabolisme didalam darah dikeluarkan dengan
cara berpindah dari darah yang konsentrasinya tinggi ke dialisat yang mempunyai
konsentrasi rendah (Smeltzel dan Bare, 2008).
Ureum, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah
ke cairan dialisat karena unsur-unsur yang tidak terdapat dalam dialisat. Natrium
asetat atau bicarbonate yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat akan
berdifusi kedalam darah. Kecepatan difusi solut tergantung kepada koefisien difusi,
luas permukaan membrane dialiser dan perbedaan konsentrasi serta perbedaan
tekanan hidrostatik diantara membrane dialysis (Prince & Wilson, 2005).
Air yang berlebihan akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan; dengan
kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh klien)
ketekanan yang lebih rendah (dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui
penambahan tekanan tekanan negative yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin
hemodialisa. Tekanan negative sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan
memfasilitasi pengeluaran air sehingga tercapainya keseimbangan (Smeltzel dan
Bare, 2008).
5. Prosedur Hemodialisa
a. Persiapan pasien
1) Melakukan skrining
2) Memeriksa hasil lab (Hb, ureum, kreatinin, kalium)
3) Melakukan informed concent
4) Menyelesaikan administrasi
5) Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan BB
6) Menentukan akses vaskular
4) Priming
a) Sambungkan ABL + konektor + VBL (klem ditutup sebelum disambungkan)
b) Klem ABL + VBL dibuka kembali lalu digantungkan
c) Nyalakan kembali QB 200-300
d) Biarkan NaCl bersirkulasi
e) Posisi dialyzer biru diatas.
5) Soaking
Soaking dilakukan setelah dialisat siap yang ditandai dengan conductivity 13,8-
14,5 dan di monitor ada tulisan preparation complete, lalu :
a) Tekan bypass pada monitor
b) Buka copler merah dan biru, sambungkan ke dialyzer sesuai warna merah dan
biru
c) Posisi dialyzer biru dibawah
d) Tekan kembali bypass pada monitor (cairan dialisat akan membilas masuk ke
dialyzer ke ruang kompartemen dialysate.
6) Priming dalam
a) Tekan UF goal, atur 0,2 L (200 ml)
b) Atur estimasi UF time dengan 0:05 atau 5 menit
c) Tekan dialsis pada monitor.
Setelah selesai, berikan heparin sirkulasi (2000 uo/0,4cc) dengan cara :
- Tekan bypass
- Masukan heparin melalui port injeksi
6. Indikasi
Secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15
mL/menit,LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang
dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.Selain indikasi tersebut
juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
edema paru,hiperkalemia,asidosis metabolic berulang,dan nefropatik diabetic (Smeltzer,
2002).
Pada umumnya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju
filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit,sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah:
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum >6 mEq/L
c. Ureum darah > 200 mg/DL
d. Ph darah <7,1
e. Oliguria atau anuria berkepanjangan ( > 5hari)
7. Kontra indikasi
Menurut corwin (2008) menjelaskan bahwa kontra indikasi dari hemodialisa
adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor,penyakit stadium
terminal,dan sindrom otak organic. Kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa,akses vaskuler
sulit,instabilitas hemodinamik dan koagulasi.Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit Alzheimer,demensia multi infark, sindrom
hepatorenal,sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (Smeltzer,
2008).
8. Komplikasi
Selama proses hemodialisis sering muncul komplikasi yang berbeda-beda untuk
setiap pasien. Menurut Smeltzer dan Bare (2008) salah satu komplikasi selama
hemodialisis antaralain :
a. Intradialytic Hypotension (IDH) : Intradialytic Hypotension adalahtekanan
darah rendah yang terjadi ketika proses hemodialisis sedang berlangsung. IDH
terjadi karena penyakit diabetes millitus, kardiomiopati, left ventricular
hypertrophy (LVH), status gizi kurang baik, albumin rendah, kandungan Na
dialysate rendah, target penarikan cairan atau target ultrafiltrasi yang terlalu
tinggi, berat badan kering terlalu rendah dan usia diatas 65 tahun.
b. Kram otot; Kram otot yang terjadi selama hemodialisis terjadi karena target
ultrafiltrasi yang tinggi dan kandungan Na dialysate yang rendah.
c. Mual dan muntah Komplikasi mual dan muntah jarang berdiri sendiri, sering
menyertai hipotensi dan merupakan salah satu presensi klinik disequillibrium
syndrom. Bila tidak disertai gambaran klinik lainnya harus dicurigai penyakit
hepar atau gastrointestinal.
d. Sakit kepala; Penyebab tidak jelas, tapi bisa berhubungan dengan dialisat acetat
dan disequillibrium syok syndrome (DDS).
e. Emboli udara; Emboli udara dalam proses hemodialisis adalah masuknya udara
kedalam pembuluh darah selama prose hemodialisis.
f. Hipertensi Keadaan hipertensi selama proses hemodialisis bisa diakibatkan
karena kelebihan cairan, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, kelebihan
natrium dan kalsium, karena erythropoietin stimulating agents dan pengurangan
obat anti hipertensi
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh klien sebelum masuk ke
rumah sakit. Pada klien dengan gagal ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan
utama bervariasi, mulai dari urine keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah
samapi penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut
terasa kering, rasa lelah, napas bau (ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) BAK
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine <400ml/hari sampai anuria, warna
urine keruh atau berwarna coklat, merah dan kuning pekat.
2) Role/peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit yang diderita
3) Identity/identitas diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa terkekang, tidak mampu
menerima perubahan, merasa kurang memiliki potensi.
n. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
a) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlilhat sakit berat.
b) Tingkat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat.
c) TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi.
2) Kepala
a) Rambut; biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien sering sakit kepala, kuku
rapuh dan tipis
b) Wajah; biasanya klien berwajah pucat
c) Mata; biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur, konjungtiva anemis,
dan sklera tidak ikterik.
d) Hidung; biasanya tidak ada pembengkakan polip dan klien bernapas pendek dan
kusmaul.
e) Bibir; biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi, perdarahan
gusi, dan napas berbau.
f) Gigi; biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
g) Lidah; biasanya tidak terjadi perdarahan
3) Leher; biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar getah
bening
4) Dada / Thorak
a) Inspeksi : Biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan kussmaul
(cepat/dalam)
b) Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
c) Perkusi : Biasanya Sonor
d) Auskultasi : Biasanya vesicular
5) Jantung
a) Inspeksi; Biasanya ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi; Biasanya ictus Cordis teraba di ruang inter costal 2 linea deksta sinistr
a
c) Perkusi; Biasanya ada nyeri
d) Auskultasi; Biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6) Perut / Abdomen
e) Inspeksi :Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan cairan,
klien tampak mual dan muntah
f) Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35 kali/menit
g) Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya pem
besaran hepar pada stadium akhir.
h) Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, distensi abdome,
diare atau konstipasi, perubahan warna urine menjadi kuning pekat, merah, coklat
dan berawan.
8) Ekstremitas
Biasanya didapatkan adanya nyeri panggul, odema pada ektremitas, kram otot,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,keterbatasan gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abuabu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya area
ekimosis pada kulit.
Tabel 3
Intervensi keperawatan sesuai teori NANDA-NIC-NOC (2015)
Diagnosa NOC NIC
Gangguan pertukaran 1. Respiratory status : 1. Posisikan pasien untuk
gas berhubungan Gas excharge memaksimalkan ventilasi
dengan, penurunan 2. Respiratory status : 2. Monitor rata-rata
curah jantung, ventilator kedalaman, irama dan
3. Vital sign status usaha respirasi
3. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
4. Berikan brokodilator bila
perlu
Arif Muttaqin & Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn. 2000. Keperawatan Medikal bedah Buku
Saku untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1, Alih bahasa : Yasmin Asih, Editor
Monica Ester, Jakarta : EGC
Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta: EGC
Isselbacher dkk. 2012. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13.
Alih bahasa Asdie Ahmad H. Jakarta: EGC
Loho, Irredem K.A dkk. 2016. Gambaran Kadar Ureum Pada Klien Penyakit
Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. Manado: Jurnal e-Biomedik (eBm),
Volume 4, Nomor 2
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC