Anda di halaman 1dari 69

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

M DENGAN DIAGNOSA MEDIS


SEVERE HEAD INJURY + POST CRANIECTOMY DI RUANG
INTENSIF CARE UNIT (ICU) RUMAH SAKIT AL ISLAM KOTA
BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :

Rahadian Sastra Kumara

NIM 402018006

Program Studi Profesi Ners

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta’ala,


dimana atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Tugas Praktik Belajar Lapangan Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Diagnosa Severe Head Injury
+ Post Craniectomy Di Ruang ICU Rumah Sakit Al Islam Kota Bandung”.

Dalam proses penyusunan tugas ini, penulis mengalami banyak permasalahan


namun berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya tugas ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan
hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Santy Sanusi, S.Kep., Ners, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, dukungan, bimbingan, dan pemahaman kepada penulis
dalam penyusunan laporan tugas praktik belajar lapangan ini.
2. Pembimbing lapangan dan perawat diruang ICU yang telah membantu dalam
penyusunan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari tugas ini belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika
penulisannya maka dari pada itu penulis berterimakasih apabila ada kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan tugas ini. Akhir kata semoga laporan ini
dapat bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi menciptakan perawat yang
profesional yang berakhlakul karimah.

Bandung, Juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ............................................ Error! Bookmark not defined.
B. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................ Error! Bookmark not defined.
A. Anatomi fisiologi otak ................................ Error! Bookmark not defined.
B. Pengertian .................................................... Error! Bookmark not defined.
C. Etiologi ........................................................ Error! Bookmark not defined.
D. Klasifikasi ................................................... Error! Bookmark not defined.
E. Patofisiologi ................................................ Error! Bookmark not defined.
G. Komplikasi .................................................. Error! Bookmark not defined.
H. Pemeriksaan diagnostik ............................... Error! Bookmark not defined.
I. Penatalaksanaan .......................................... Error! Bookmark not defined.
J. Diet .............................................................. Error! Bookmark not defined.
K. Pencegahan .................................................. Error! Bookmark not defined.
L. Discharge Planning ..................................... Error! Bookmark not defined.
M. Data fokus dan asuhan keperawatan pada pasien StrokeError! Bookmark
not defined.
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASANError! Bookmark not
defined.
A. Tinjauan Kasus ............................................ Error! Bookmark not defined.
B. Pembahasan .................................................................................................. 6
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
B. Saran ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia, khususnya di negara berkembang.Menurut World Health
Organization (WHO) tahun 2002, kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab kematian urutan kesebelas di seluruh dunia, menelan korban jiwa
sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun. Kecelakaan lalu lintas dapat
mengakibatkan berbagai cedera.Cedera yang paling banyak terjadi pada saat
kecelakaan lalulintas adalah cedera kepala.
Menurut Mendelow (2008), kurang dari 0-5% dari semua pasien dengan
cedera kepala membutuhkan kraniotomi untuk hematoma intrakranial.
Cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
utamadisabilitas dan mortalitas di negara berkembang. Keadaan ini
umumnya terjadi pada pengemudi motor tanpa helm atau memakai helm
yang tidak memenuhi standart.
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus dan dari jumlah tersebut 10%
meninggal sebelum tiba di rumah sakit serta yang sampai di rumah sakit,
80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk
cedera kepala sedang (CKS) dan 10% sisanya adalahcedera kepala berat
(CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia
produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
548%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan
3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan (Irwana, 2009).
Pada pasien post operasi kraniotomi membutuhkan perawatan yang
lebih intensif untuk mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
Komplikasi pasca bedah yang sering terjadi yaitu peningkatan tekanan
intrakranial,perdarahan,syok hipovolemik,ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit,infeksi dan kejang (Brunner dan Suddarth, 2002)
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan yang ingin penulis capai yaitu melakukan asuhan keperawatan

pada Tn. Msecara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial dan

spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada pasien dengan diagnosa

medis Severe head injury + post craniectomy.

2. Tujuan Khusus

a. Proses Keperawatan

1) Mampu mengkaji masalah kesehatan kepada Tn. M dengan diagnosa medis

severe head injury + post craniectomy

2) Mampu menentukan diganosa keperawatan serta menentukan prioritas

masalah yang timbul pada Tn. M dengan diagnosa medis severe head injury

+ post craniectomy

3) Mempu membuat rencana keperawatan dengan diagnosa medis Severe head

injury + post craniectomy

4) Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan apa yang telah

direncanakan

5) Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan dengan diagnosa dengan

diagnosa medis Severe head injury + post craniectomy

b. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang sudah dilakukan


C. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menggunakan sistematika penulis

sebagai berikut:

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan umum, tujuan khusus,

metode telaah dan teknik pengambilan data dan sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB ini berisi tentang tinjauan teori dengan urusan bahasa yaitu: definisi,

anatomi fisiologi, etiologi dan faktor predisposisi, patofisiologi, tanda dan

gejala, tindakan medis, prosedur diagnostik, diet, data fokus pengkajian

sesuai teori dan rencana keperawatan yang mungkin muncul sesuai dengan

teori.

3. BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

BAB ini yaitu tentang Dokumentasi laporan kasus mulai dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan catatan

perkembangan.

4. BAB IV PEMBAHASAN

BAB ini berisi pembahasan yang memuat perbandingan antara teori dan

kasus.

5. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB ini berisi tentang simpulan dari data yang ditemukan di klinik dengan

teori dan saran-saran yang berkaitan.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teori
1. Anatomi Fisiologi

a. Durameter
Durameter merupakan lapisan yang membungkus otak, sumsum tulang
belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas
durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan
durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella (Guyton,
2014).

b. Arachnoid
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan
otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan
arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai
getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang
menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal (Guyton, 2014).
c. Piameter
Piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat
dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arachnoid
dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel
radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang
(Guyton, 2014).

2. Definisi Head Injury


Cedera kepala (Head Injury) adalah suatu trauma yang menimpa struktur kepala
yang bukan bersifat kongenital atraupun degeneratif tetapi disebabkan oleh
serangan atau benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik serta
dapat menimbulkan kelainan struktural atau gangguan fungsional jaringan otak
(Kowalak, 2013).
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui dura mater) atau
tertutup (trauma tumpul, tanpa melalui penetrasi melalui dura) (Corwin, 2009).

3. Klasifikasi
a. Trauma kepala terbuka
1) Fraktur basic cranii
Tanda-tanda klinis yang mungkin muncul pada fraktur basic cranii adalah:
- Battle sign (warna kehitaman dibelakang telinga)
- Hemotimpanum
- Periorbitalekimosis (pembengkakan disekitar mata)
- Otorea (keluar darah dari hidung)
- Rinorea (keluar darah dari telinga)
b. Trauma kepala tertutup
1) Kromosio serebri/gegar otak
Tanda dan gejala yang terdapat pada trauma ini adalah sebagai berikut:
- Trauma kepala ringan
- Pingsan <10 menit
- Pusing
- Amnesia retrograde
- Amnesia anterograde
- Gejala sisa

2) Kortosio serebri/memar otak


Beberapa tanda dan gejala yang dapat terlihat adalah sebagai berikut:
- Perdarahan kecil/petekie jaringan otak
- Udim serebri
- TIK meningkat
- Gejala klinis sama dengan komosio serebri namun lebih berat
- Gangguan neurologis vokal

c. Cedera Kepala berdasarkan jenisnya


1) Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah hematoma antara durameter dan tulang, biasanya
sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media, dimana arteri ini
berada diantara dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang
temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.
Manifestasi klinis dari hematoma epidural ini adalah biasanya menyebabkan
penurunan kesadaran .
2) Hematoma subdural
Hemaroma subdural adalah hematoma antara durameter dan otak, dapat terjadi
akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena, pendarahan lambat
dan sedikit. Manifestasi klinisnya nyeri kepala, bingung, mengantuk, berpikir
lambat, kejang, edema pupil.

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologis penting dan serius


dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Gangguan neurologis disebabkan tekanan
pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum yang
selanjutnya menyebabkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat akan
menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya control atas denyut nadi
Hematoma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terliat
paling sering pada lansia. Trauma merobek salah satu vena yang melewati ruangan
subdural. Terjadi pendarahan secara lambat dalam suangan subdural, dalam 7
sampai 10 hari terjadi pendarahan, darah dikelilingi ileh membrane fibrosa. Dengan
selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan kedalam hematoma, terjadi
kerusakan sel-sel darah dalam hematoma, pertambahan ukuran hematoma dapat
menyebabkan pendarahan lebih lanjut dengan merobek membrane atau pembuluh
darah disekitarnya.

3) Hemoragi subaraknoid
Hemoragi subaraknoid adalah akumulasi darah dibawah membrane araknoid
tetapi diatas piameter. ruangan ini normalnya hanya berisi cairan CSS, hemoragi
subaraknoid biasanya terjafi akibat pecahnya aneurisma intracranial, hipertensi
berat atau cedera kepala, darah yang berakumulasi diatas atau dibawah meningens
menyebabkan peningkatan tekanan di jaringan otak di bawahnya.
4) Cedera Kepala berdasarkan berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgow Coma
Scale)
a) Cedera Kepala ringan (Mild)
- GCS 14 – 15
- Dapat kehilangan kesadaran, tetapi kurang dari 30 menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
b) Cedera kepala sedang (Moderate)
- GCS 9-13
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
c) Cedera kepala berat (Severe)
- GCS 3 – 8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
- Terjadi fraktur

4. Etiologi
Dikutip dalam Nurarif (2015), menjelaskan bahwa penyebab terjadinya cedera
kepala antaralain sebagai berikut :
a. Kecelakaan
b. Perkelahian
c. Jatuh
d. Cedera Olahraga
e. Cedera kepala terbuka disebabkan oleh peluru atau pisau
5. Tanda dan Gejala
Dikutip dalam Kowalak (2013), menjelaskan bahwa tanda gejala umum yang
muncul pada kasus head injury yaitu :
a. Pingsan kurang dari 10 menit
b. Pusing
c. Amnesia retrograde (lupa kejadian lama)
d. Amnesia anterograde (lupa kejadian baru)
e. Edema serebri
f. Pendarahan
g. Peningkatan TIK
h. Gangguan neurologis

6. Komplikasi
a. Perubahan kesadaran
b. Koma
c. Kejang
d. Kematian sel otak
e. Peningkatan TIK
f. Edema serebri
7. Patofisiologi

Faktor predisposisi : kecelakaan, jatuh, trauma


tumpul/tajam, perkelahian

Kerusakan
luka terbuka Trauma kepala Pelepasan mediator nyeri
intergritas kulit
Kerusakan jaringan otak Dihantarkan ke hipotalamus
Resiko infeksi Penjahitan luka Merobek vena subdural dipersepsikan nyeri

Hematoma subdural Nyeri Akut

Peningkatan TIK tekanan mendadak di RAS

Penurunan kesadaran

batang otak tertekan Gg. Supai darah otak menekan saraf simpatis jatuhnya lidah

menekan saraf vagus hipoksia jaringan otak vasokontriksi pembuluh darah obstruksi jalan nafas

gangguan fungsi motorik dan sensorik TD dan nadi penumpukan secret


Risiko
ketidakefektifan Ketidakefektifan
perfusi jaringan bersihan jalan nafas
otak
reflek muntah
oksigen menurun penurunan fungsi organ
kebutuhan oksigen meningkat

mekasime refleks pernafasan pernafasan pencernaan

RR
Takhipnea

Klien tidak bias bernafas secara spontan kelemahan otot menelan dan mengunyah
Gangguan ventilasi
Nutrisi tidak adekuat
spotan
Menggunakan alat bantu nafas (ventilator)
Tidak bias lepas dari alat bantu

Gangguan respon ketidakseimbnagan


penyapihan ventilator nutrisi kurang dari
kebutuhan
8. Pemeriksaan Diagnostik
Dikutip dalam Nurarif (2015), pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada
pasien head injury yaitu :
a. Radiograf
Dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau perdarahan atau bekuan darah yang
terjadi.
b. Angiografi serebral
Dapat juga digunakan dan menggambarkan adanya hematoma supratemporial,
ekstraserebral dan intraserebral.
c. Pemeriksaan MRI dan CT Scan
CT-Scan atau MRI dapat dengan tepat menentukan letak dan luas cidera.
d. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduga kemungkinan adanya perubahan subaraknoid.
e. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
EEG (Elektroensefalogram) mengukur aktifitas listrik lapisan superfisial korteks
serebri melalui elektroda yang dipasang di luar tengkorak pasien.
f. GDA (Gas Darah Arteri)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan meningkatkan
TIK.
g. Kimia / elektrolit darah
Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK /
perubahan mental

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera
dan dilakukan menurut urutan prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh suatu tim
yang terdiri dari paramedis terlatih, dokter ahli saraf, bedah asraf, radiologi, anestesi
dan rehabilitasi medik. Pasien dengan cedera kepala harus ditangani dan dipantau
terus sejak tempat kecelakaan, selama perjalanan dari tempat kejadian sampai
rumah sakit, diruang gawat darurat, kamar radiologi, sampai ke ruang operasi,
ruang perawatan atau ICU, sebab sewaktu-waktu bisa memburuk akibat aspirasi,
hipotensi, kejang dan sebagainya. Macam dan urutan prioritas tindakan cedera
kepala ditentukan atas dalamnya penurunan kesadaran pada saat diperiksa:
a. Pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)
1) Simple head injury (SHI)
Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan kesadaran, dari
anamnesa maupun gejala serebral lain. Pasien ini hanya dilakukan perawatan luka.
Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Keluarga dilibatkan untuk
mengobservasi kesadaran.
2) Kesadaran terganggu sesaat
Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan pada
saat diperiksa sudah sadar kembali. Pemeriksaan radiologik dibuat dan
penatalaksanaan selanjutnya seperti SHI.

b. Pasien dengan kesadaran menurun


1) Cedera kepala ringan / mild (GCS=13-15)
Kesadaran disoriented atau not obey command, tanpa disertai defisit fokal
serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatanluka, dibuat foto kepala.
CT Scan kepala, jika curiga adanya hematom intrakranial, misalnya ada riwayat
lucid interval, pada follow up kesadaran semakinmenurun atau timbul lateralisasi.
Observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital.
2) Cedera kepala sedang/ moderate (GCS=9-12)
Pasien dalamkategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner, oleh
karena itu urutan tindakannya adalah periksa dan atasi gangguan jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi dan periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal
serebral dan cedera organ lain. Fiksasi leher dan patah tulang ekstrimitas. Diperiksa
juga foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh lain, CT Scan kepala bila curiga
adanya hematom intrakranial, observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fokal
serebral
3) Cedera kepala berat/ severe (CGS=3-8)
Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena itu
disamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik. Urutan tindakan
menurut prioritas adalah sebagai berikut:
a) Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation=ABC)
Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi dan
hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama
adalah:
(1) Jalan nafas (Air way)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa
muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa
nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan
(2) Pernafasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan
cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer
adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari
gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan
pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau perlu
memakai ventilator.
(3) Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh
faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat
dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik.
Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung
dan mengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah.
Dikutip dalam Kowalak (2013), penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan
pada kasus head injur antaralain :
- Observasi dan tirah baring
- Pembedahan dan evekuasi hematoma
- Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak
- Ventilasi mekanis (ABC) dan cairan
- Antibiotik
- Pemberian diuretic (furosemid) untuk menurunkan tekanan pada intrakranial
dan antiinflamasi
- Tindakan pada peningkatan TIK (pemberian manitol)
- Terapi untuk mempertahankan homeostatis

10. Kraniektomi dekompresi


Tindakan kraniektomi dekompresi pada pasien edema serebri merupakan
prosedur bedah saraf dimana mengangkat sebagian tulang kranium untuk
memperluas ruang cranium, tindakan kraniektomi dekompresi berhasil
memperbaiki kesadaran penderita dan menurunkan tekanan intrakranial / intra
cranial pressure (ICP), tekanan dalam tengkorak. Peningkatan tekanan
intrakranial sangat fatal karena menyebabkan kompresi pada otak dan
membatasi aliran darah serebral. Tujuan kraniektomi dekompresi adalah untuk
mengurangi tekanan ini. Sebuah studi menunjukkan bahwa semakin luas
lubang kraniektomi, ICP semakin berkurang.
Efek lain kraniektomi dekompresi meningkatkan tekanan perfusi serebral
dan aliran darah serebral pasien. Indikasi operasi kraniektomi dekompresi
adalah edema serebri dengan penurunan kesadaran. Sedang yang merupakan
kontra indikasi operasi kraniektomi dekompresi adalah keadaan umum pasien
yang jelek. Yang merupakan komplikasi kraniektomi dekompresi adalah
infeksi seperti meningitis atau abses otak. Setelah kraniektomi
dekompresi, risiko cedera otak meningkat, terutama setelah beraktivitas. Oleh
karena itu, ada tindakan khusus melindungi otak, seperti helm atau implan
sementara. Ketika pasien sembuh, lubang di tengkorak ditutup dengan
kranioplasti. Fragmen tengkorak asli digunakan untuk kranioplasti
11. Komplikasi Post Op
a. Edema cerebral
b. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
c. Hypovolemik syok
d. Hydrocephalus
e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut
lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai
emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan
kaki post operasi, ambulatif dini.
g. Infeksi
a. Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi.Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism
garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan.Untuk menghindari
infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan
aseptic dan antiseptic.
h. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab
dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung
seberapa jauh dampak dari trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat,
meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS<15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit
kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret
pada saluran pernapasan, adanya likuor dari hidung dan telinga, serta kejang.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan
perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsive dan koma.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien tidak
sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alcohol yang sering
terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut-ngebutan.

c. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat
cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif dan
konsumsi alcohol berlebihan.

d. Riwayat penyakit keluarga


Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
diabetes mellitus.

e. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah dan tidak kooperatif.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, keadaan ini mungkin memberi
dampak pada status ekonomi klien, akibat biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit. Cedera kepala memerlukan biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi atas dua masalah: keterbatasan yang
diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien
dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis
di dalam sistem dukungan individu.

2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per-sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Pada kedaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran (cedera
kepala ringan, GCS: 13-15; cedera kepala sedang GCS: 9-12; cedera kepala berat,
bila GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.

b. B1 (Breathing)
Perubahan pada system pernapasan bergantung pada gradasi dari perubahan
jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari
pemeriksaan fisik sistem ini akan didapatkan hasil seperti di bawah ini.
- Inspeksi: didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum , sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Ekspansi
dada: dinilai penuh/ tidak penuh dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi
dada juga perlu dinilai: retraksi dari otot-otot intercostal, substernal,
pernapasan abdomen dan respirasi paradox (retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola napas paradoksal dapat terjadi jika otot-otot intercostal tidak mampu
menggerakan dinding dada.
- Palpasi: fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
jika melibatkan trauma pada rongga torak.
- Perkusi: adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma
pada torak/hrmatoraks.
- Asukultasi: bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.

Pada klien cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi pusat pernapasan,
klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien dirawat diruang
perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil. Pengkajian klien cedera
kepala berat dengan pemasangan ventilator secara komprehensif merupakan jalur
keperawatan kritis.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian pada inspeksi
pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. Mekanisme
berulang (lingkaran setan) dari dampak cedera kepala dengan peningkatan TIK
dengan perubahan dari system pernapasan tergambar sebagai berikut:
TIK meningkat

Rangsang
Hipoksemia, simpatis ↑
hiperkapnia

Meningkatkan tahanan
Peningkatan hambatan vaskular sistemik dan
difusi O2 – CO2 tekanan darah

Edema paru Sistem pembuluh darah


pulmonal tekanan rendah

Meningkatkan tekanan
hidrostatik

c. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa keadaan dapat
ditemukan tekanan darah normal atau beurubah, nadi bradikardi, takikardi dan
aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh
dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardi
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat
menunjukkan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi
menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari syok.
Pada beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan
antidiuretic hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan
retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan
meningkatkan konsentrasi elektrolit sehingga memberikan risiko terjadinya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.
d. B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama akibat
pengaruh peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan adanya perdarahan
baik bersifat hematom intraserebral, subdural dan epidural. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
system lainnya.

e. Pengkajian tingkat kesadaran


Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator

paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk

membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan

lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi,

stupor, semikomatus sampai koma.

f. Pengkajian fungsi serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, lobus frontal dan
hemisfer.
- Status mental: observasi penampilan, tingkah laku klien, nilai gaya bicara,
ekpresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien cedera kepala tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
- Fungsi intelektual: pada beberapa keadaan klien cedera kepala didapatkan
penurunan dalam memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
- Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal kapasitas,
memori atau kerusakan fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah
psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerja sama.
- Hemisfer: cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemisparese sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Cedera
kepala yang hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia
dan mudah frustasi.

g. Pengkajian saraf kranial


- Saraf I: pada beberapa keadaan cedera kepala di area yang merusak anatomis
dan fisiologis saraf ini, klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/
anosmia unilateral atau bilateral.
- Saraf II: hematom palpebral pada klien cedera kepala akan menurunkan lapang
pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus. Perdarahan di ruang
intracranial, terutama hemoragis subaraknoidal, dapat disertai dengan
perdarahan di retina. Anomaly pembuluh darah di dalam otak dapat
bermanifestasi juga di fundus. Akan tetapi dari segala macam kelainan di dalam
ruang intracranial, tekanan intracranial dapat dicerminkan pada fundus.
- Saraf III, IV dan VI: gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien
dengan trauma yang merusak rongga orbital. Pada kasus-kasus trauma kepala
dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda serius jika
midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda dini herniasi tentorium
adalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran. Paralisis otot ocular
akan menyusul pada tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat
anisokoria, bukan midriasis, melainkan miosis yang bergandengan dengan
pupil yang normal pada sisi yang lain, maka pupil yang miosis adalah
abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis ipsilateral yang
mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal
menjadi tidak aktif, sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
- Saraf V: pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah.
- Saraf VII: persepsi pengecapan mengalami perubahan.
- Saraf VIII: perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf
vestibulokoklearis.
- Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
- Saraf XI: bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik
serta tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
- Saraf XII: indra pengecapan mengalami perubahan.

h. Pengkajian system motorik


Pada inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
- Tonus otot: didapatkan menurun sampai hilang.
- Kekuatan otot: pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot
didapatkan tingkat 0.
- Keseimbangan dan koordinasi: mengalami gangguan karena hemisphere dan
hemiplegia.

i. Pengkajian reflex
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respons normal. Pemeriksaan reflex patologis, pada
fase akut reflex fisiologis sisis yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari reflex fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflex patologis.

j. Pengkajian sistem sensorik


Terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terjadi ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada klien dengan hemiplegia kiri. Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat
berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.

k. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. Setelah cedera kepala, klien mungkin
mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan system
perkemihan karena kerusakan control motoric dan postural. Kadang-kadang kontrol
sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.

l. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada
mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang
dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus
selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara
yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.

m. B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas.
Kaji warna kulit, suhu, kelembapan dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit;
warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga,
hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane mukosa
dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau syok. Pucat dan
sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya
hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya demam dan
infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan decubitus. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensoria tau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

3. Analisa Data
Data pengkajian :
a. Data subyektif
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup hal-hal
sebagai berikut : klien mengatakan mengalami kecelakaan, nyeri kepala, nyeri
diarea luka trauma, pusing, mengalami penurunan kesadaran, kebutuhan sehari-hari
dilayani di tempat tidur, harapan klien cepat sembuh, lemah.

b. Data obyektif
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau penunjang
meliputi : klien terlihat lemah, gelisah, meringis kesakitan, terdapat luka diarea
kepala, terjadi penurunan kesadaran, hasil pemeriksaan laboratorium dan
diagnostik.

c. Analisa Data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan pengembangan
daya pikir yang berdasarkan ilmiah, pengetahuan yang sama mengenai dimulainya
penyebab sampai menemukan hasil yang sesuai dengan masalah yang didapat pada
klien.

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya adalah:
a. Resiko gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan ruang
untuk perfusi serebral, sumbatan aliraan darah serebral.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis kontraktur (terputus
jaringan)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan terdapat luka terbuka
d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post hecting

5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan
1 Resiko  Circulation status Peripheral Sensation
ketidakefektifan  Tissue Prefusion : Management
perfusi jaringan cerebral (Manajemen sensasi
otak perifer)
Definisi : Berisiko Kriteria Hasil :  Monitor adanya
mengalami  Mendemonstrasik daerah tertentu yang
penurunan sirkulasi an status sirkulasi hanya peka terhadap
janngan otak yang yang ditandai panas/dirigin/tajam/
dapat mengganggu dengan : tumpul
kesehatan.  Tekanan systole  Monitor adanya
dan diastole dalam paretese
Batasan rentang yang  Instruksikan
Karakteristik : diharapkan keluarga untuk
 Massa  Tidak ada mengobservasi kulit
tromboplastin ortostatik jika ada Isi atau
parsial abnormal hipertensi laserasi
 Massa  Tidak ada tanda-  Gunakan sarun
protrombin tanda peningkatan tangan untuk
abnormal tekanan proteksi
 Sekmen intrakranial (tidak  Batasi gerakan pada
ventrikel kiri lebih dari 15 kepala, leher dan
akinetik mmHg) punggung
 Ateroklerosis  Mendemonstrasik  Monitor
aerotik an kemampuan kemampuan BAB
 Diseksi arteri kognitif yang  Kolaborasi
 Fibrilasi atrium ditandai dengan: pemberian analgetik
 Miksoma atrium  Berkomunikasi  Monitor adanya
 Tumor otak dengan jelas dan tromboplebitis
 Stenosis karotid sesuai dengan  Diskusikan
 Aneurisme kemampuan menganai penyebab
serebri  Menunjukkan perubahan sensasi
perhatian,
 Koagulopati konsentrasi dan
(mis, anemia sel orientasi
sabit)  Memproses
 Kardiomiopati informasi
dilatasi  Membuat
 Koagulasi keputusan dengan
intravaskular benar
diseminata  Menunjukkan
 Embolisme fungsi sensori
 Trauma kepala motori cranial
 Hierkolesterole yang utuh : tingkat
mia kesadaran
 Hipertensi membaik, tidak
 Endokarditis ada gerakan
infeksi gerakan
 Stenosis mitral involunter
 Neoplasma otak
 Baru terjadi
infak
miokardium
 Penyalahgunaan
zat
 Terapi
trombolitik
 Efek samping
terkait terapi
(bypass
kardiopulmunal,
obat)

2 Nyeri akut  Pain Level, Pain Management


Definisi :  Pain control  Lakukan pengkajian
Pengalaman sensori  Comfort level nyeri secara
dan emosional yang komprehensif
tidak menyenangkan Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
yang muncul akibat  Mampu karakteristik, durasi
kerusakan jaringan mengontrol nyeri frekuensi, kualitas
yang aktual atau (tahu penyebab dan faktor presipitasi
potensial atau nyeri, mampu  Observasi reaksi
digambarkan dalam menggunakan nonverbal dan
hal kerusakan tehnik ketidaknyamanan
sedemikian rupa nonfarmakologi  Gunakan teknik
(International untuk mengurangi komunikasi
Association for the nyeri, mencari terapeutik untuk
study of Pain): awitan bantuan) mengetahui
yang tiba-tiba atau  Melaporkan pengalaman nyeri
lambat dan intensitas bahwa nyeri pasien
ringan hingga berat berkurang dengan  Kaji kultur yang
dengan akhir yang menggunakan mempengaruhi
dapat diantisipasi manajemen nyeri respon nyeri
atau diprediksi dan  Mampu  Evaluasi pengalaman
berlangsung <3 mengenali nyeri nyeri masa lampau
bulan. (skala, intensitas,  Evaluasi bersama
frekuensi dan pasien dan tim
Batasan tanda nyeri) kesehatan lain
Karakteristik :  Menyatakan rasa tentang
nyaman setelah ketidakefektifan
 Perubahan nyeri berkurang kontrol nyeri masa
selera makan Iampau
 Perubahan  Bantu pasierl dan
tekanan darah keluarga untuk
 Perubahan mencari dan
frekwensi menemukan
jantung dukungan
 Perubahan  Kontrol lingkungan
frekwensi yang dapat
pernapasan mempengaruhi nyeri
 Laporan isyarat seperti suhu ruangan,
 Diaforesis pencahayaan dan
 Perilaku kebisingan
distraksi  Kurangi faktor
(mis,berjaIan presipitasi nyeri
mondar-mandir  Pilih dan lakukan
mencari orang penanganan nyeri
lain dan atau (farmakologi, non
aktivitas lain, farmakologi dan
aktivitas yang inter personal)
berulang)  Kaji tipe dan sumber
 Mengekspresika nyeri untuk
n perilaku (mis, menentukan
gelisah, intervensi
merengek,  Ajarkan tentang
menangis) teknik non
 Masker wajah farmakologi
(mis, mata  Berikan anaIgetik
kurang untuk mengurangi
bercahaya, nyeri
tampak kacau,  Evaluasi keefektifan
gerakan mata kontrol nyeri
berpencar atau  Tingkatkan istirahat
tetap pada satu  Kolaborasikan
fokus meringis) dengan dokter jika
 Sikap ada keluhan dan
melindungi area tindakan nyeri tidak
nyeri berhasil
 Fokus  Monitor penerimaan
menyempit pasien tentang
(mis, gangguan manajemen nyeri
persepsi nyeri,
hambatan proses Analgesic
berfikir, Administration
penurunan  Tentukan lokasi,
interaksi dengan karakteristik,
orang dan kualitas, dan derajat
lingkungan) nyeri sebelum
 Indikasi nyeri pemberian obat
yang dapat  Cek instruksi dokter
diamati tentang jenis obat,
 Perubahan dosis, dan frekuensi
posisi untuk  Cek riwayat alergi
menghindari  Pilih analgesik yang
nyeri diperlukan atau
 Sikap tubuh kombinasi dari
melindungi analgesik ketika
 Dilatasi pupil pemberian lebih dari
 Melaporkan satu
nyeri secara  Tentukan pilihan
verbal analgesik tergantung
 Gang tipe dan beratnya
 guan tidur nyeri
 Tentukan analgesik
Faktor Yang pilihan, rute
Berhubungan : pemberian, dan dosis
 Agen cedera optimal
(mis, biologis,  Pilih rute pemberian
zat kimia, fisik, secara IV, IM untuk
psikologis) pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala

3 Kerusakan  Tissue Integrity : Pressure Management


integritas kulit Skin and Mucous  Anjurkan pasien
Definisi : Perubahan / Membranes untuk menggunakan
gangguan epidermis  Hemodyalis akses pakaian yang longgar
dan / atau dermis  Hindari kerutan pada
Kriteria Hasil : tempat tidur
Batasan  Integritas kulit  Jaga kebersihan kulit
Karakteristik : yang baik bisa agar tetap bersih dan
 Kerusakan dipertahankan kering
lapisan kulit (sensasi,  Mobilisasi pasien
(dermis) elastisitas, (ubah posisi pasien)
 Gangguan temperatur, setiap dua jam sekali
permukaan kulit hidrasi,  Monitor kulit akan
(epidermis) pigmentasi) adanya kemerahan
 Invasi struktur  Tidak ada  Oleskan lotion atau
tubuh luka/lesi pada minyak/baby oil
kulit pada daerah yang
Faktor Yang  Perfusi jaringan tertekan
Berhubungan : baik  Monitor aktivitas dan
Eksternal :  Menunjukkan mobilisasi pasien
 Zat kimia, pemahaman  Monitor status nutrisi
Radiasi dalam proses pasien
 Usia yang perbaikan kulit  Memandikan pasien
ekstrim dan mencegah dengan sabun dan air
 Kelembapan terjadinya cedera hangat
 Hipertermia, berulang
Hipotermia  Mampu
 Faktor mekanik melindungi kulit Insision site care
(mis..gaya dan  Membersihkan,
gunting [shearing mempertahankan memantau dan
forces]) kelembaban kulit meningkatkan proses
 Medikasi dan perawatan penyembuhan pada
 Lembab alami luka yang ditutup
 Imobilitasi fisik dengan jahitan, klip
atau straples
Internal:  Monitor proses
 Perubahan status kesembuhan area
cairan insisi
 Perubahan  Monitor tanda dan
pigmentasi gejala infeksi pada
 Perubahan turgor area insisi
 Faktor  Bersihkan area
perkembangan sekitar jahitan atau
 Kondisi staples,
ketidakseimbang menggunakan lidi
an nutrisi kapas steril
(mis.obesitas,  Gunakan preparat
emasiasi) antiseptic, sesuai
 Penurunan program
imunologis  Ganti balutan pada
 Penurunan interval waktu yang
sirkulasi sesuai atau biarkan
 Kondisi luka tetap terbuka
gangguan (tidak dibalut) sesuai
metabolik program
 Gangguan
sensasi
 Tonjolan tulang

4 Resiko Infeksi  Immune Status Infection Control


Definisi : Mengalami  Knowledge : (Kontrol infeksi)
peningkatan resiko Infection  Bersihkan
terserang organisme  controlRisk lingkungan setelah
patogenik control dipakai pasien lain
 Pertahankan teknik
Faktor Resiko : Kriteria Hasil: isolasi
Penyakit kronis.  Klien bebas dari  Batasi pengunjung
 Diabetes melitus tanda dan gejala bila perlu
 Obesitas infeksi  Instruksikan pada
 Mendeskripsikan pengunjung untuk
Pengetahuan yang proses penularan mencuci tangan saat
tidak cukup untuk penyakit, faktor berkunjung dan
menghindari yang setelah berkunjung
pemanjanan mempengaruhi meninggalkan pasien
patogen. penularan serta  Gunakan sabun
Pertahanan tubuh penatalaksanaann antimikrobia untuk
primer yang tidak ya cuci tangan
adekuat.  Menunjukkan  Cuci tangan setiap
 Gangguan kemampuan untuk sebelum dan sesudah
peritalsis mencegah tindakan
 Kerusakan timbulnya infeksi keperawatan
integritas kulit  Jumlah leukosit  Gunakan baju,
(pemasangan dalam batas sarung tangan
kateter intravena, normal sebagai alat
prosedur invasif) pelindung
 Perubahan  Pertahankan
sekresi pH lingkungan aseptik
 Penurunan kerja  Menunjukkan selama pemasangan
siliaris perilaku hidup alat
 Pecah ketuban sehat  Ganti letak IV perifer
dini dan line central dan
 Pecah ketuban dressing sesuai
lama dengan petunjuk
 Merokok umum
 Stasis cairan  Gunakan kateter
tubuh intermiten untuk
 Trauma jaringan menurunkan infeksi
(mis, trauma kandung kencing
destruksi  Tingktkan intake
jaringan) nutrisi
 Berikan terapi
Ketidakadekuatan antibiotik bila perlu
pertahanan  Infection Protection
sekunder (proteksi terhadap
 Penurunan infeksi)
hemoglobin  Monitor tanda dan
 Imunosupresi gejala infeksi
(mis, imunitas sistemik dan lokal
didapat tidak  Monitor hitung
adekuat, agen granulosit, WBC
farmaseutikal  Monitor kerentangan
termasuk terhadap infeksi
imunosupresan,  Batasi pengunjung
steroid, antibodi  Sering pengunjung
monoklonal, terhadap penyakit
imunomudulator) menular
 Supresi respon  Pertahankan teknik
inflamasi aspesis pada pasien
yang beresiko
Vaksinasi tidak  Pertahankan teknik
adekuat isolasi k/p
Pemajanan  Berikan perawatan
terhadap patogen kulit pada area
lingkungan epidema
meningkat  Inspeksi kulit dan
 Wabah membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka
/ insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur
positif
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DI UNIT PERAWATAN INTENSIF (ICU)

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien Tn M
Tgl. Lahir 06-09-1954
Jenis Kelamin √ Laki-laki Perempuan
Pendidikan SD SMP
SMA/SMK Diploma
Sarjana Lainnya………………..
Pekerjaan Tidak bekerja
No. RM 792482
Alamat Blok Desa RT 002/001
……………………………………………
Tgl/jam masuk ICU 16 Mei 2019, Pkl 15.00 WIB
Tanggal Pengkajian 18 Juni 2019, Pkl 07.00WIB
Sumber Data Pasien Keluarga
Rekam Medik ………………………
Rujukan √ Ya Tidak
Bila (ya) dari √ RS…………………………………………………
Puskesmas ………………………………………..
Dokter praktek …………………………………....
Diagnosis rujukan Severe HI
Penanggung jawab Ny. R
Hubungan dengan pasien Anak
Alamat Buah Batu Regency
2. ANAMNESA

a. Keluhan Utama

Pasien tidak sadarkan diri dengan terpasang ventilator

b. Riwayat Penyakit Sekarang

1) Kronologis pasien masuk rumah sakit

Pada tanggal 14 Mei 2019 klien kecelakaan lalu lintas motor vs motor ketika sedang berada
di majalengka kepala pasien terbentur dan dibawa ke Rumah Sakit di Cirebon untuk dilakukan
perawatan. Hail CT Scan kepala moderate intracerebral hemoragic di frontal lobe sinistra.
Subarachnoid hemorrhagic di cortial sulci frontotemporal lobes bilateral dan inthemispgere
cerebri. Klien hanya menjalani dua hari perawatan, pada tanggal 16 Mei 2019 klien akhirnya
dirujuk ke ke RSAI untuk ditangani lebih lanjut.

2) Kronologis penanganan saat di UGD/ruangan sebelum masuk ICU

Pada tanggal 16 Mei 2019 klien dating ke IGD RSAI dengan keluhan pendarahan di frontal,
keadaan umun klien somnolen akral hangat, nadi kuat, TD 170/90, kekuatan otot Atas 0/4,
bawah 0/4. Di iGD klien diberikan terapi O2 nasal canule 3l/menit, dilakukan observasi TTV,
bedrest, observasi TTIK, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, cek retensi sebelum
pemberian makan, periksa GDN 2JPP dan HBa1c serta di jadwalkan untuk operasi craniectomy.

3) Riwayat pembedahan dan anestesi (bila dari OK)

Klien dilakukan craniectomy dekmpresi dibagian kiri kepala pada tanggal 16 Mei 2019 di
RSAI. Hemodinamik klien belum stabil dan masih dalam pengaruh obat. Di lakukan
pemasangan ventilator post op dengan mode volume controlled, TV 500ml, RR 10, FO2 100-
50%, peep 5. Klien terpasang draine dikepala dan harus di observasi/24jam.

4) Riwayat PQRST saat dilakukan pengkajian

Klien mengalami penurunan kesadaran dengan nilai GCS 7 E : 3 M : 4 V : -. Akral hangat,


terdapat luka post op desebelah kiri kepala, CRT >2 detik, edema anasarka, klien terpasang
ventilator yang terhubung pada selang trakeostomi, terdapat luka decubitus derajat II luas luka 5
cm pada bagian skrotum dan 10 cm pada bagian bokong, klien terpasang kateteter urine, TD
160/90mmHg, Nadi 109x/menit, pernapasan 24x/menit, suhu 38,9C, kekuatan otot atas bawah
0/0, terdapat bantuan otot pernafasan dan tedapat banyak secret pada jalan nafas.

5) Riwayat Penyakit Sebelumnya

Klien memiliki riwayat penyakit DM baru diketahui ebberapa bulan yang lalu.

6) Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada
1. PEMERIKSAAN FISIK
A. KEADAAN UMUM
Kesadaran Sadar Letargi Obtundasi
√ Stupor Koma DPO
Bila DPO, jenis obat ……………………….. Dosis obat……………………………
Tekanan Darah 140/80mmHg Frekwensi nadi 100x/menit
Frekwensi Pernapasan 20x/menit Suhu 38.ºC Saturasi 98%
Berat Badan 70 kg Tinggi Badan 170 cm BMI …………………..
Resiko Jatuh √ Ya Tidak
Bantuan Bantuan
Status Fungsional √ penuh sebagian Mandiri

B. PERNAPASAN
Work of Breathing Minimal Sedang √ Berat
Alat bantu napas Tidak Ya, …………ltr/menit
O2 canule Sungkup sdrhn NRM
RM Ventury Mask NIPPV/CPAP
√ Ventilator ETT √ Tracheostomi
Bila terpasang ventilator, mode setting CMV IPPV
√ SIMV SIMV + PS
……………………………………….
TV…….… MV 9.1 PEEP 5 I : E 1:2 FiO2 35 Rate.….………
Jalan napas √ Bersih Sumbatan ……………..
Penyebab sumbatan Lidah jatuh Sputum Darah
EdemaLaring Cairan lambung
Cairan buih Benda asing : ……………………….
Bunyi napas √ Vesikuler Ronchi Stridor
Wheezing Pada lobus mana…….…….……….
Bau napas keton Ya √ Tidak
Irama & kedalaman Dispneu Kusmaul Cheynestokes
Ortopneu
Kecepatan Eupneu Bradipneu Tachipneu
Apneu
Retraksi dada √ Simetris Asimetris Flial chest
Penggunaan otot bantu pernapasan Ya √ Tidak
Penurunan kotraksi otot pernapasan Ya √ Tidak
Peningkatan diameter anterior posterior Ya √ Tidak
Pernapasan bibir Ya √ Tidak
Pernapasan cuping hidung Ya Tidak
Posisi trachea √ Lurus Bergeser
Bila trachea bergeser, kearah mana Kiri Kanan
Jejas/lebam dada Kiri Kanan
Luka terbuka dada dengan sucking wound Ya √ Tidak
Krepitasi Ya √ Tidak

C. PERSARAFAN
FOUR Score ……………………….. GCS Score : E.3M 4V- = Sopor
Riwayat sincope Ya Tidak
Bila (ya) berapa kali…………………….. Berapa lama sincope…………………….
Diameter pupil √ Simetris Asimetris Ki/ka…2/2.mm
Refleks cahaya Dilatasi Midriasis
Nyeri kepala Ya Tidak Skala nyeri ……..…
Merasa berputar Ya Tidak
Bila (ya) Muntah Limbung Rasa takut jatuh
Tekanan Intra Cranial (ICP)………mmHg Tekanan Perfusi Serebral ……..….mmHg
Kejang Ya √ Tidak
Frekwensi Kejang…………………..kali Berapa lama setiap kejang……..………..
Kaku kuduk Ya √ Tidak
Tanda dolls eyes Ya √ Tidak
Paralisis Ya Tidak
Bila (ya) dimana Hemiplegi Paraplegi
Kanan Kiri
Atas Bawah
Refleks Mengedip

D. CARDIOVASKULER
Gambaran jantung √ Sinus Rithm Bradikardi takhikardi
Aritmia, bila (ya) tuliskan gambaran aritmia
…………………
Rentang Tekanan Darah 120/80mmHg 160/100mmHg
Rentang Mean Arterial Pressure (MAP) ……./……mmHg ……./……mmHg
Rentang Cardiac Output (CO) ….…..…liter/menit ….….…liter/menit
Rentang Stroke Volume ………………...cc ……………….cc
Rentang Frekwensi Nadi …..……….x/menit ……...……x/menit
Amplitudo nadi Lemah √ Kuat
Amplitudo kiri & kanan √ sama Tidak sama
Bila amplitude nadi tidak sama, jelaskan ………………………………………………..
Irama nadi Tidak teratur √ Teratur
Akral Dingin √ Hangat
Warna kulit Sianosis √ Pucat Kemerahan
Jaundice
Konjungtiva √ Anemis Kemerahan
Diaporesis Ya Tidak Keringat dingin
CapillaryRefillTime √ > 2 detik ≤ 2 detik
Peningkatan JVP Ya √ Tidak
Bunyi Jantung √ S1 √ S2 S3/Murmur
Gallop Suara redup/menjauh
Ictus Cordis terlihat pada ICS 5 midklav kiri Ya Tidak
Teraba getaran melebihi midklav ICS 5 kiri Ya Tidak
Perdarahan Ya √ Tidak
Bila (ya), di area tubuh mana…………… Derajat kehilangan cairan……………....cc
Sindrome kompartemen Ya Tidak
Area syndrome kompartemen Tangan………. Kaki…………
Penyebab syndrome kompartemen Trombosis Cedera
Pembebatan ………………

E. PENCERNAAN
Ascites √ Tidak Ya, Lingkar perut………....cm
Distensi abdomen Tidak √ Ya Bising usus 3x/m
Bentuk abdomen √ Simetris Asimetris
Teraba hepatomegali √ Tidak Ya
Ya, pada
Teraba massa √ Tidak kuadran………………………
Keluhan mual √ Tidak Ya …………………….
Muntah √ Tidak Ya Proyektil
Bila (ya), jenis material Makanan Darah Cairan Lambung
Frekwensi muntah Sering Jarang ……….. x/hari
Riwayat diare Tidak Ya
Frekwensi BAB Sering Jarang ………...x/hari
Konsistensi Cair √ Lunak Darah
Tonjolan hernia √ Tidak Ya Nyeri, Skala………
Bila (ya) dimana Inguinalis Scrotalis ……………….
Konstipasi √ Tidak Ya …………….hari
Sulit Flatus Tidak Ya …………….hari
Distensi Suprapubik √ Tidak Ya Nyeri, Skala………

F. PERKEMIHAN
Pola berkemih Normal √ Melalui kateter urine
Terapi diuretic √ Tidak Ya, jenis obat………..dosis…………
Jumlah urine 900 cc/24 jam Warna urine kuning
Konsistensi urine pekat Bau …………………………………….
Intake cairan 24 jam terakhir 200cc Infus 1500cc
Makan/minum…………………………cc
Cairan oplos obat …………………..….cc
Balancing 24 jam terakhir ……….....…cc
Penggunaan kateter urine lama (> 5 hari) Ya Tidak
Bila (ya) sudah berapa lama menggunakan kateter urine ………………………………..
Ganti kateter setiap berapa hari……………… nomor kateter……….. ………………..
Jenis bahan kateter Nelaton √ Silikon …………………
Retensi Urine Tidak Ya
Bila (ya) sejak kapan tidak keluar urine ……………………………………………….
Hidroneprosis Tidak Ya Kanan Kiri
Edema √ Anasarka Ekstre atas Ekstre bawah
Turgor kulit Baik Jelek
Irigasi kandung kemih Tidak Ya, hari ke….… warna………….…….
F. MUSKULOSKELETAL
Kekuatan Otot ( 0 – 5) Atrofi Otot (+ / -)

Kontraktur sendi (+ / -)

Rentang gerak ekstremitas atas > 45º √ <45º


Rentang gerak ekstermitas bawah > 45º √ <45º
Farktur Tidak √ Ya
Jenis fraktur √ Terbuka Tertutup
Area fraktur √ Cranium Humerus Radius/ulna
Femoralis Patela Vertebra
………………….....................................
Panggul ..
………………k
Terpasang alat Skin traksi Skeletal traksi g
…………………
Gips/bidai .. ………………
Keluhan nyeri sendi Tidak Ya, area sendi…………………………

G. INTEGUMEN
Luka √ Ya Tidak
Jenis luka /lesi Luka bakar √ Dekubitus Luka tusuk
Vulnus Gangren Abses
Kanker …………………………………………
Area luka/lesi decubitus/gangrene/vulnus/kanker, dll di bokong
Luas / diameter 10 cm Derajat ……………. Bau : ya / tidak
Warna √ Merah……. Kuning……....% Hitam …….%
%
Eksudat (+) / (-), warna ………….……...... Jumlah eksudat : banyak / sedang / sedikit

H. KEBUTUHAN EDUKASI
Hambatan edukasi Ya √ Tidak
Faktor hambatan Kesadaran Pendengaran Penglihatan
Kognitif Status mental Bahasa
………………………………………….
Budaya .

I. KONDISI PSIKIS DAN SPIRITUALITAS


Status Mental Menerima Menolak/marah Cemas/gelisah
Depresi HDR Menarik diri
Apatis …………………..…………………….
Kebutuhan pendampingan Sesuai kebutuhan Setiap waktu
Bantuan
Ritual ibadah penuh Bantuan sebagian Mandiri
Jenis ibadah dibantu Thaharah Shalat Baca Al Quran
Do’a/dzikir Tausyiyah lisan ………………..
Libatkan rohaniawan Ya Tidak
Libatkan keluarga Ya Tidak

SKRINNING GIZI (berdasarkan Malnutrition Screening Tool / MST )


(Lingkari skor sesuai dengan jawaban, Total skor adalah jumlah skor yang dilingkari)

No Parameter Skor
Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan dalam 6
1.
bulan terakhir ?
a. Tidak penurunan berat badan 0
b. Tidak yakin / tidak tahu / terasa baju lebih longgar 2

c. Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut


1-5 kg 1

6-10 kg 2
11-15 kg 3

> 15 kg 4
Tidak yakin penurunannya 2
2. Apakah asupan makan berkurang karena berkurangnya nafsu makan ?

a. Tidak 0

b. Ya 1

Total skor
3.
4. BB/TB = 70kg/170cm BMI 24,2

5. Pasien dengan diagnosa khusus : Tidak Ya

6. DM Ginjal Hati Jantung Paru Stroke Kanker

7. Penurunan Imunitas Geriatri Lain-lain………………….


SCORING PASIEN ICU

ASPEK PENILAIAN METODE INDIKATOR SKOR INTERPRETASI


Estimate mortality in the APACHE II Suhu : 36,0-38,4 C 17 Prediksi tingkat kematian
critically ill MAP : 70-109 26,2%
RR : 24-34
Oksigenasi : PaO2 >70 & FiO2 <0,5
Serum bicarbonate : 22-31,9 mEq/L
PH arteri : 7,33-7,49
Serum sodium : 150-154 mEq/L
Serum potassium : 3,5-5,4
Serum kreatinin : 1,9
AKI : tidak
Hematocrit : 20-29,9%
WBC : 3-14,9x109/L
GCS : 7
Umur : 55-64
Insufficiency organ : tidak
Post Operatif : ya, emergency

PESI Umur : 65 tahun 75 Class : II


Jenis kelamin : Laki-laki Kategori resiko : Resiko
Riwayat penyakit kanker : tidak rendah
Riwayat penyakit gagal jantung : tidak
Riwayat penyakit paru kronis : tidak
Nadi : <110x/menit
Tekanan darah sistolik : >100mmH
Pernafasan : <30x/menit
Suhu : >96,8oC/36oC
Perubahan status mental : tidak
Saturasi oksigen didalam ruangan :tidak
FOUR Score Respon mata : kelopak mata tetap 4 (E0
tertutup meskipun diberi rangsangan M0 B4
sakit R0)
Respon motorik :
tidak ada respon terhadap rasa sakit atau
status mioklonus umum
Respon batang otak : refleks pupil dan
kornea
Respirasi : bernafas dengan kecepatan
ventilator atau apnea
Pneumonia Risk (CURB-65) Kebingungan : tidak 1 Diperkirakan kematian
Ureum : >19mg/dl dalam 30 hari : 3,2%
Pernafasan : <30x/menit
TD sistolik <90mmHg atau diastolic < 60 Menyarankan triase untuk
mmHg : tidak pasien dengan skor ini :
Umur : <65 tahun mungkin rawat inap

ICH score GCS : 5-12 4 Diperkirakan kematian 30


Volum ICH : >30cm3 hari : 97%
Perdarahan intraventricular : iya
ICH di infratentorial : iya
Umur :<80 tahun
4. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

JENIS NILAI TANGGAL


PEMERIKSAAN RUJUKAN 12/06/19 12/06/19 16/06/19 19/06/19 20/06/19 21/06/19

Hematologi

Hemoglobin 13-18 7,3 7,5

Leukosit 4000-10000 4700

Hematokrit 40-54 24,7

150.000-

Trombosit 450.000 223.000

Eritrosit 4.5-6.5 3,30

MCV 82-92 74.8

MCH 27-31 22,1

MCHC 32-36 29,5

Analisa Gas Darah

pH 7,38-7,42 7,34

PaO2 75-100 98

PaCO2 38-42 40

HCO3 22-28 22

Kimia Klinik

Ureum 14-45 142 151

Kreatinin 0.7-1.5 1.9 2,3

Calsium 4.7-5.2 4.24

Gula darah

GDS 387 107 69

Natrium 135-145 151

Kalium 3,5-5 3,5

Albumin 3,5-4,5 1,8 2


Pemeriksaan diagnostic

HARI / JENIS
KESAN KET
TANGGAL PEMERIKSAAN
16 Mei 2019 CT Scan Subgaleal hematoma dengan fraktur
os cranium daerah parietalis kiri.
Perdarahan intracerebri (3,4x3,8x7,6
cm) dg edema perifokal di
frontoparientalis kiri menyebabkan
mid line shift” ke kanan disertai
perdarahan intraventrikuler
22 Mei 2019 CT Scan Defect os temporalis kiri (post op
decompress). Perdarahan
intracerebri sedikit berkurang
dengan edema perifokal di
frontoparietalis kiri menyebabkan
“mid line shift” ke kanan disertai
perdarahan intraventrikuler.
12/06/2019 Rontgen Cardiomegali dengan efusi pleura
kiri

Terapi medis
Nama obat Rute Waktu
Pemberian Pagi Siang Malam
VIP Albumin PO 1x500g 15
Fluconazole PO 3x 2caps 09 15 21
VCO PO 3x10cc 09 15 21
Vit B6 PO 1x1 tab 09
4-FDC PO 1x4 tab 05
Meropenem IV 3x1 gr 09 17 01
Metrodinazole IV 3x500gr 00 16 22
Ranitidine IV 2x50 gr 06 18
Omeprazole IV 1x1 vial 18
PCT drip IV 4x1 gr 06 12 18 & 24
b. ANALISIS DATA

KEMUNGKINAN MASALAH
NO DATA
PENYEBAB KEPERAWATAN
1 DS : Gunakan pathway lengkap Ketidaseimbangan
Tidak dapat dikaji
DO : secara terpisah dalam satu nutrisi kurang dari
- Edema anasarka,
pitting edema +2 halaman kebutuhan
- CRT > 10 detik
- Konjungtiva anemis
- TD : 150/70 mmHg, N
110x/menit, R
20x/menit, S: 37,9oC.
- Kelemahan otot
menelan
- Kelemahan otot
pengunyah
- Nilai albumin 2 (3,5-
4,5 mg/dL)
- Eritrosit, MCV,
MCH,MCHC kurang
dari normal
2 DS : Disfungsi penyapihan
- Tidak terkaji
DO : ventilator
- Terpasang ventilator
mode SIMV+PS
- Terdapat trakeostomi
- Nilai AGD (terlampir)
- Terdapat bantuan otot
pernafasan
- Klien tidak bias nafas
spontan
- TD : 150/70 mmHg, N
110x/menit, R
20x/menit, S: 37,9oC
3 DS : Resiko sindrom disuse
- Tidak terkaji
DO :
- Terdapat luka
decubitus diarea
bokong derajat II
- Terdapat luka post op
craniectomy pada
bagian kiri kepala
- Tirah baring lama
- Penuunan kesadaran
GCS 7
- Terpasang kateter
- TD : 150/70 mmHg, N
110x/menit, R
20x/menit, S: 37,9oC
- Nilai albumin
(terlampir)
- BB 70 TB 170
- Penuunan kesadaran
GCS 7
- Gambaran EKG Sinus
Takikardi
- Paralisis
- Distensi abdomen

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN : disusun sesuai prioritas dan urgensinya

1. Disfungsi respon penyapihan ventilator


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Resiko infeksi

3. PERENCANAAN
DIAGNOSIS TUJUAN RE NCANA KEPERAWATAN
NO
KEPERAWATAN (NOC) (NIC)
1 Disfungsi respon Setelah dilakukan tindakan Weaning ventilasi mekanik
penyapihan keperawatan selama 7x24 jam
diharapkan Disfungsi respon  Kaji kesiapan pasien untuk
ventilator penyapihan ventilator dapat dilakukan penyapihan dengan
weaning dengan kriteria hasil: mempertimbangkan indikator
pernapasan:
 Staus neorologis dalam rentang - Volume tidal tidak dibantu < 5
normal ml/Kg BB ideal
 Foto sinar-X dada dalam batas - Kapasitas vital > 3 ml/Kg BB
normal ideal
 PaO2 (75-100), PaCO2 (38-42), pH - RR spontan yang stabil < 30
arteri (7,38-7,42), dan SaO2 (98- x/menit
100) dalam batas normal - Batuk cukup efektif untuk
mengatasi sekresi
- Lamanya waktu menggunakan
Status respirasi ventilasi: ventilator
- Tidak ada konstipasi atau diare
 Tidak ada tanda gelisah, sianosis - Tidak ada demam atau infeksi
dan lemah - Status nutrisi adekuat
 Tidak ada penggunaan otot - Istirahat dan tidur adekuat
aksesorius pernapasan - Hb dan Ht dalam batas normal
 Tidak ada retraksi dada - TD normal untuk pasien
 Tidak ada napas pendek dan - Kesiapan psikologis dan emosi
dipsneu - Cairan dan elektrolit seimbang
- Nadi dan irama jantung stabil
Status tanda vital (sebutkan nilai 1-5: - Nyeri atau tingkat rasa nyaman
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau dapat ditoleransi
tidak ada penyimpangan):  Bantu pasien untuk membedakan
pernapasan spontan dari
 Suhu (36,5-37,5) pernapasan yang dialirkan oleh
 Kecepatan nadi (60-100x/menit) mesin
 Kecepatan pernapasan (16-  Lakukan proses penyapihan
24x/menit) dengan:
 Tekanan sistol dan diastole 100- - Cek alat untuk meyakinkan
140/70-100mmHg terpasang ke oksigen dan semua
pengesetan benar
- Cek adanya suara napas dikedua
paru
- Cek selang dari tertekuk
- Cek TTV dan pasien untuk
indikator dari nontoleransi atau
keletihan setiap 5-15 menit
- Jelaskan prosedur kepada pasien
dan keluarga
- Ukur dan catat RR, HR, TD,
irama EKG, bunyi paru,
kapasitas vital, volume tidal,
kekuatan inspirasi, dan saturasi
oksigen
- Posisikan pasien duduk saat
penyapihan
- Mulai waktu penyapihan saat
pasien telah beristirahat dan
bangun serta sadar
- Temani pasien selama waktu
penyapihan
 Hubungkan kembali pasien
dengan ventilator jika pasien
masih belum toleran terhadap
penyapihan
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan - Observasi TTV dan kesadaran
nutrisi kurang dari keperawatan selama 7x 24 jam perjam
diharapkan Kriteria Hasil :
kebutuhan - Monitoring intake-output perjam
Mendemonstrasikan status sirkulasi
- Cek GDS
yang ditandai dengan :
- Oral hygine dan personal hygine
 Tekanan systole dan diastole - Kolaborasi dalam pemberian obat
dalam rentang yang diharapkan albumin (albumin : 56 gr)
(100-140/70-90mmHg)
 Tidak ada ortostatik hipertensi - Kolaborasi dengan gizi dalam
 Tidak ada tanda-tanda pemberian nutrisi (kalori =1455,8
peningkatan tekanan intrakranial kal)
(tidak lebih dari 15 mmHg)
 Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
 Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan dengan
benar
 Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak ada
gerakan gerakan involunter

3 Resiko sindrom Setelah dilakukan tindakan - Perawatan luka Tracheostomy dan


keperawatan selama 7x24jam
disuse CDL 1x/3hari
dihaapkan Resiko sindrom disuse
dapat diatasi dengan Kriteria Hasil : - Perawatan kateter
 Klien bebas dari tanda dan gejala
- Perawatan luka decubitus
infeksi
 Mendeskripsikan proses penularan - Mika miki /2jam
penyakit, factor yang mempengaruhi - Posisi head up 30-45o
penularan serta penatalaksanaannya,
 Menunjukkan kemampuan untuk - Tidak ada penekanan pada area post
mencegah timbulnya infeksi op
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehari - Suctioning
 Adanya peningkatan berat badan - Mobilisasi pasien
sesuai dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi
 Tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti
IMPLEMENTASI, CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI

IMPLEMENTASI, CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI

NO INDIKATOR
TANGGAL
18-Juni-2019 19-Juni-2019 20-Juni-2019 21-Juni-2019
DIAGNOSA KELOMPOK DATA : EVALUASI EVALUASI EVALUASI EVALUASI
KEPERAWATAN - Penuunan kesadaran S: S: S: S:
GCS 7
: - Pasien mengalami - Pasien mengalami - Pasien mengalami - Pasien mengalami
- Terpasang ventilator
- Gambaran EKG Sinus penurunan kesadaran penurunan kesadaran penurunan kesadaran penurunan kesadaran
1,2 &3 Takikardi
tidak dapat dikaji tidak dapat dikaji tidak dapat dikaji tidak dapat dikaji
- Edema anasarka, pitting
edema +2 O: O: O: O:
- Terdapat luka decubitus
- Tingkat GCS : E :3 M : 4 - Tingkat GCS : E :3 M : 4 - Tingkat GCS : E :3 M : 1 - Tingkat GCS : E :1 M
diarea bokong derajat II
- Terdapat bantuan otot V:- V:- V:-, pupil anisokor kanan : 1 V:-, pupil anisokor
pernafasan
- CRT >2 detik - CRT >2 detik 2 kiri 3 kanan 2 kiri 3
- Terdapat luka post op
craniectomy pada - Edema anasarka - Edema anasarka - CRT >2 detik - CRT >2 detik
bagian kiri kepala
- Luka decubitus derajat II - Luka decubitus derajat II - Edema anasarka - Edema anasarka
- Terdapat trakeostomi
- CRT > 10 detik - Gambaran EKG ST - Gambaran EKG ST - Luka decubitus derajat II - Luka decubitus derajat
- Konjungtiva anemis
- Kesadaran sopor - Kesadaran sopor - Gambaran EKG ST II
- Terpasang kateter
- Paralisis - Terpasang ventilator - Terpasang ventilator - Kesadaran sopor - Gambaran EKG ST
- Distensi abdomen
- GDS : 537 mg/dl - GDS : 387 mg/dl - Terpasang ventilator - Kesadaran sopor
- TD : 150/70 mmHg, N
110x/menit, R - TTV terakhir - TTV terakhir - GDS : 107 mg/dl - Terpasang ventilator
20x/menit, S: 37,9oC.
TD : 147/77mmHG TD : 157/88mmHG - TTV terakhir - GDS : 67 mg/dl
- Nilai albumin 2 (3,5-
4,5 mg/dL) N : 87x/menit N : 98x/menit TD : 140/82mmHG - TTV terakhir
- Eritrosit, MCV,
MCH,MCHC kurang RR : 21x/menit RR : 24x/menit N : 108x/menit TD : 45/20mmHG
dari normal S : 38,2oC S : 38,8oC RR : 28x/menit N : 88x/menit
A: A: S : 38,1oC RR : 35x/menit
- Masalah belum teratasi - Masalah belum teratasi A: S : 37,1oC
P: P: - Masalah belum teratasi A:
- Lanjutkan intervensi Lanjutkan intervensi P: - Masalah belum teratasi
Lanjutkan intervensi P:
Intervensi dihentikan klien
meninggal

NURSING Cantumkan skor hasil


OUTCOME pengkajian

Cantumkan APACHE II : 17
skoring yang
PESI : 75
relevan dgn Dx
Kep : FOUR Score : 4

Pneumonia Risk (CURB-


65) : 1

ICH score : 4
- Mengobservasi TTV - TD :140/80, N : 108x/menit, - TD : 157/88mmHG, N : - TD : 140/82mmHG, N : - TD : 45/20mmHG, N :
TINDAKAN
perjam RR ; 20x/menit, S : 38.0 oC. 98x/menit, RR : 24x/menit, S 88x/menit, RR : 28x/menit, S 88x/menit, RR : 35x/menit,
KEPERAWATAN
(observasi terlampir) : 38,8oC : 38,1oC S : 37,1oC
- Melakukan monitoring - (terlampir) - (terlampir) - (terlampir) - (terlampir)
intake-output perjam
- Mengobservasi GCS - E : 3 M : 4 V :- - E : 3 M : 4 V :- - E : 3 M : 1 V :- - E : 1 M : 1 V :-
perjam
- Melakukan perawatan - Luka terlihat bersih dan tidak - Luka terlihat bersih dan tidak - Luka terlihat bersih dan tidak - Pupil anisokor
luka Tracheostomy dan ada tanda-tanda infeksi ada tanda-tanda infeksi ada tanda-tanda infeksi
CDL 1x/3hari
- Pemberian obat dilakukan
- Melakukan perawatan - Kateter bersih dan tidak ada - Kateter bersih dan tidak ada - Kateter bersih dan tidak ada
sesuai jadwal
kateter tanda tanda infeksi tanda tanda infeksi tanda tanda infeksi
- Klien dinyatakan DNR
- Melakukan perawatan - Derajat II luka decubitus, - Derajat II luka decubitus, - Derajat II luka decubitus,
- Pukul 20.30 klien
luka decubitus terdapat kemerahan terdapat kemerahan terdapat kemerahan
dinyatakan meninggal
- Mengecek GDS - GDS : 537mg/dl - GDS : 387mg/dl - GDS : 107mg/dl
dunia
- Pasien posisi head up30-45o - Pasien posisi head up 30-45o - Pasien posisi head up 30-45o
- Memposisikan head up dengan kepala menghadap ke dengan kepala menghadap ke dengan kepala menghadap ke
kanan kanan kanan
- Melakukan suctioning - Jumlah sputum lumayan - Jumlah sputum lumayan - Jumlah sputum lumayan
- Melakukan oral hygine banyak banyak banyak
dan personal hygine - Pasien terlihat bersih dan - Pasien terlihat bersih dan - Pasien terlihat bersih dan
rapih rapih rapih

- Melakukan mobilisasi - Dilakukan sebanyak 2jam - Dilakukan sebanyak 2jam - Dilakukan sebanyak 2jam
pasien sekali pada area bokong sekali pada area bokong sekali pada area bokong
- Melakukan ROM pasif - ROM dilakukan oleh terapis - ROM dilakukan oleh terapis - ROM dilakukan oleh terapis
dan juga oleh perawat dan juga oleh perawat dan juga oleh perawat
- Melakukan kolaborasi - Gizi klien dalam bentuk cair - Gizi klien dalam bentuk cair - Klien dipuasakan karena
dengan gizi dalam stress ulcer
pemberian nutrisi
- Pemberian obat dilakukan - Pemberian obat dilakukan
- Melakukan kolaborasi - Pemberian obat dilakukan
sesuai jadwal sesuai jadwal
dalam pemberian obat sesuai jadwal
- Mode ventilator dirubah ke
- Melakukan weaning
mode CPAP dan 2 jam
ventilator
kemudian kembali ke mode
- Melakukan - Cairan NaCl dingin 200cc
SIMV
bilaslambung dimasukan via NGT, cairan
keluar bewarna coklat.

VIP Albumin PO 1x500g PO 1x500g PO 1x500g


PENGOBATAN
Fluconazole PO 3x 2caps PO 3x 2caps PO 3x 2caps
VCO PO 3x10cc PO 3x10cc PO 3x10cc
Vit B6 PO 1x1 tab PO 1x1 tab PO 1x1 tab
4-FDC PO 1x4 tab PO 1x4 tab PO 1x4 tab
Meropenem IV 3x1 gr IV 3x1 gr IV 3x1 gr
Metrodinazole IV 3x500gr IV 3x500gr IV 3x500gr
Ranitidine IV 2x50 gr IV 2x50 gr IV 2x50 gr
Omeprazole IV 1x1 vial IV 1x1 vial IV 1x1 vial
PCT drip IV 4x1 gr IV 4x1 gr IV 4x1 gr
Obat diberikan sesuai prinsip Obat diberikan sesuai prinsip Obat diberikan sesuai prinsip
5B 5B 5B

LAB & Cek GDS Nilai GDS Nilai GDS Nilai GDS Nilai GDS
PROSEDUR
- 537 mg/dl - 387 mg/dl - 107 mg/dl - 67 mg/dl
DIAGNOSTIK
- Penyerapan cairan kurang - Penyerapan cairan kurang - Klien dipuasakan karena - Klien dipuasakan karena
DIET Diet cair (NGT)
baik baik stress ulcer dan cairan dari stress ulcer dan cairan dari
- Mengecek retensi klien - Diet tidak selalu masuk tiap - Diet tidak selalu masuk tiap lambung bewarna coklat lambung bewarna coklat
- Memberikan diet cair jam makan jam makan
30 cc

AKTIVITAS Bantu pasien untuk mika- Tubuh pasien diganjal oleh Tubuh pasien diganjal oleh Tubuh pasien diganjal oleh
miki per 2 jam bantal agar dapat mika-miki bantal agar dapat mika-miki bantal agar dapat mika-miki
dan tetap kepala menghadap ke dan tetap kepala menghadap ke dan tetap kepala menghadap ke
kanan karena bagian kiri kepala kanan karena bagian kiri kepala kanan karena bagian kiri kepala
klien bekas op craniectomy. klien bekas op craniectomy. klien bekas op craniectomy.

EDUKASI

Lanjutkan intervensi : Lanjutkan intervensi : Lanjutkan intervensi : Intervensi dihentikan


RENCANA
- Manajemen DM - Manajemen DM - Manajemen DM
TINDAK
- Intake output - Intake output - Intake output
LANJUT
- Nutrisi - Nutrisi - Nutrisi
- Personal hygine - Personal hygine - Personal hygine
- Suction - Suction - Suction
- Perawatan luka - Perawatan luka - Perawatan luka
- Mobilisasi - Mobilisasi - Obat
- Obat - Bilas lambung
- Obat

TTD PERAWAT
B. Pembahasan

Pembahasan kasus ini merupakan bagian dari perbandingan antara asuhan

keperawatan dilapangan selama ini dengan tujuan kasus penulis berupaya dalam

menerapkan asuhan keperawatan dilapangan melalui tahap proses keperawatan

dengan kesenjangan dan kesamaan teori, selain itu juga penulis menemukan faktor

yang menghambat dan mendukung tingkat kesembuhan pasien dengan asuhan

keperawatan yang diberikan berdasarkan diagnosa medis pasien yaitu severe head

injury + post craniectomy.

1. Pembahasan kasus

Pada pasien ini didiagnosa mengalami severe head injury + post craniectomy

yaitu suatu trauma yang menimpa struktur kepala yang bukan bersifat kongenital

atraupun degeneratif tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar

yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik serta dapat menimbulkan kelainan struktural

atau gangguan fungsional jaringan otak (Kowalak, 2013).. Keadaan tersebut

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi

penekanan pada pembuluh darah otak sehingga menyebabkan penurunan aliran

darah otak dan berujung pada kematian sel sehingga mengakibatkan defisit

neurologi (Smeltzer &Bare, 2005).

a. Tahap pengkajian

Diagnosa pada pasien ini ditunjang dengan pemeriksaan diagnostik CT scan

yaitu perdarahan intracerebri (3,4x3,8x7,6 cm) dengan edema perifokal di

frontoparientalis kiri menyebabkan mid line shift” ke kanan disertai perdarahan


intraventrikuler. Hasil CT Scan tersebut sesuai dengan teori bahwa pada pasien

yang mengalami severe head injury penindaian ini dengan tepat menentukan letak

dan luas cidera (Nurarif, 2015).

Kejadian head injury yang dialami pasien ini disebabkan oleh beberapa faktor

risiko menurut Nuararif (2015) menjelaskan bahwa penyebab terjadinya cedera

kepala antaralain kecelakaan, perkelahian, jatuh, cedera Olahraga, cedera kepala

terbuka disebabkan oleh peluru atau pisau.

Kecelakaan lalu lintas merupakan menjadi penyebab utama yang menyebabkan

head injury. Cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab

utamadisabilitas dan mortalitas di negara berkembang. Keadaan ini umumnya

terjadi pada pengemudi motor tanpa helm atau memakai helm yang tidak memenuhi

standart. Menurut Mendelow (2008), kurang dari 0-5% dari semua pasien dengan

cedera kepala membutuhkan kraniotomi untuk hematoma intrakranial.

Pada pasien severe head injury + post craniectomy dilakukan penilaian ICH

score. ICH score adalah skala penilaian klinis yang umum digunakan untuk

outcome setelah perdarahan intraserebral akut (PIS). Terdiri dari faktor yang

berkaitan dengan usia, tingkat kesadaran awal, dan gambaran neuroimaging.

Outcome pada ICH score adalah kematian dalam 30 hari. Dari hasil perhitungan

pada pasien Tn. Mdidapatkan ICH score 4 yang berarti 97% dalam 30 hari akan

meninggal.

Beberapa temuan yang ditemukan penulis pada saat pengkajian pada Tn. M

yaitu edema anaska yang disebabkan oleh penurunan nilai albumin pada klien, dari

hasil pemeriksaan nilai albumin pada tanggal 12 juni 2019 didapatkan nilai albumin
2, yaitu dibawah normal yang seharusnya 3,5-4,5 md/dL. CRT>2 detik dan bantuan

otot pernafasan, yang disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan. Terdapat luka

decubitus yang disebabkan tirah baring yang lama, sehingga ketika luka lecet akibat

tirah baring yang lama, suplai darah yang tidak mencukupi ke daerah yang lecet

dan munculah luka dekubitus. Selanjutnya penurunan kesadaran yang diakibatkan

penurunan fungsi otak akibat perdarahan dibagian kepala klien

b. Diagnosa keperawatan

Setelah melakukan pengkajian dan mendapatkan data-data, penulis

mengelompokan data, menganalisa, dan merumuskan diagnosa keperawatan pada

Tn. M pada pengambilan diagnosa keperawatan penulis merumuskan data

berdasarkan prioiritas mengacu pada kaidah dalam menentukan diagnosa prioritas

diantaranya 1. Berdasarkan tingkat Kegawatan, 2. Berdasarkan kebutuhan Maslow,

yaitu Kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, dan keselamatan, kebutuhan

dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.

Diagnosa ditentukan rumusan diagnosa yang mungkin muncul pada teori terdapat

7 diagnosa. Penulis mengambil 2 diagnosa yang sesuai dengan kondisi pasien.

Berikut adalah diagnosa yang penulis ambil :

a. Disfungsi respon penyapihan ventilator

Disfungsi respon penyapihan ventilator yaitu ketidakmampuan untuk mengatur

pada tekanan terendah dukungan ventilasi mekanik saat menjelang dan

memperpanjang proses penyapihan. Diagnose ini diangkat karena klien

menggunakan ventilator yang sudah hampir lebih dari 1 bulan.


b. Ketidak seimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan

Ketidak seimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan yaitu intake nutrisi tidak

cukup untuk keperluan metabolisme tubuh. Diagnosa ini diangkat dari data yang

diambil menunjukan klien kekurangan nutrsi yang dilihat dari nilai albumin yang

kurang dan juga intake nutrisi kurang sehingga penulis mengangkat diagnosa ini.

c. Resiko syndrom disuse

Resiko syndrom disuse yaitu rentan terhadap penyimpangan sistem tubuh

akibat inaktivitas muskuloskeletal yang diprogramkan atau yang tidak dapat

dihindari, yang dapat mengganggu kesehatan. Diagnosa ini di angkat karena

keluasan teori dari beberapa diagnosa yang muncul disatukan menjadi satu

diagnosa. Tangan kanan dan kaki kanan pasien tidak bisa digerakkan sehingga

pasien mengalami hambatan mobilitas fisik dan harus tirah baring hal tersebut

menyebabkan muncul masalah-masalah diantaranya resiko kerusakan integritas

kulit, defisit perawatan diri.

Penulis tidak mengangkat diagnose ketidakefektifan perpusi jaringan serebral

dikarenakan penurunan kesadaran yang dialami klien bukan diakibatkan karena

peningkatan TIK lagi tetapi karena fungsi dari otak maupun bagian otak sudah

banyak yang rusak akibat lamanya pajanan penyakit dan juga penanganan klien

yang terbilang lambat.

c. Intervensi Keperawatan

Perencanaa dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan NANDA. Berdasarkan

NANDA, perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan dibuat berdasarkan

pada Nursing Outcomes Classification (NOC) dan Nursing intervention


classification (NIC). Pada tahap ini, rencana asuhan keperawatan yang telah

direncanakan telah disesuaikan dengan permasalahan yang muncul, situasi dan

kondisi serta sarana dan prasarana yang tersedia diruangan tanpa meninggalkan

aspek kemampuan penulis mengaplikasikan hasil studi dan menerapkannya

dilapangan. Dalam menetapkan tujuan, intervensi dasar pemikiran dari setiap

intervensi penulis berpedoman pada sumber buku dan literatur yang mendukung

permasalahan yang akan diatasi.

d. Tahap pelaksanaan

Salah satu intervensi untuk mencegah intervensi terjadinya ketidakefektifan

perfusi jaringan otak yaitu pemantaun kesadaran dengan nilai Gasglow coma scale

(GCS). Hal ini sejalan dengan Brunner & Suddarth (2014) bahwa perubahan pada

tingkat kesadaran pasien atau respon rangsangan menjadi tanda pertama terjadinya

perubahan perfusi jaringan otak, seperti penurunan respon terhadap rangsangan

ataupun pasien terlihat gelisah mungkin karena nyeri karna adanya tekanan intra

kranial.

Memposisikan pasien Head Up 30o-45o menurut Ekacahyaningtyas (2017)

menyatakan bahwa aliran darah yang tidak lancar pada pasien ynag mengalami

perdarahan dikepala mengakibatkan gangguan hemodinamik termasuk saturasi

oksigen. Oleh karena itu diperlukan pemantauan dan penanganan yang tepat karena

kondisi hemodinamik sangat mempengaruhi fungsi pengantaran oksigen dalam

tubuh yang pada akhirnya akan mempengaruhi fungsi jantung. Pemberian posisi

head up 30o pada pasien stroke mempunyai manfaat yang besar yaitu dapat
memperbaiki kondisi hemodinamik dengan memfasilitasi peningkatan aliran darah

ke serebral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral.

Tindakan di RSAI pasien dilakukan tindakan operasi craniectomy dekompresi

untuk mengangkat tulang pada daerah benturan agar otak dapat mengembang

sehingga tidak terjadi penekanan pada area otak . Peningkatan tekanan intrakranial

sangat fatal karena menyebabkan kompresi pada otak dan membatasi aliran darah

serebral. Tujuan kraniektomi dekompresi adalah untuk mengurangi tekanan

ini. Sebuah studi menunjukkan bahwa semakin luas lubang kraniektomi, ICP

semakin berkurang.

Disfungsi respon penyapihan ventilator, pada klien dengan terpasangnya

ventilator yang sudah hamper 1 bulan untuk dilakukan weaning sangat sulit

dilakukan karena pada Tn. M sangat ketergantungan untuk memakai ventilator di

mode SMIV. Ketika akan dilakukan weaning ke mode CPAP klien sangat kesulitan

dikarenakan klien tidak ada peningkatan atau perubahan pada keadaanya di tambah

lagi respon dari klien sendiri makin hari makin menurun.

Intervensi risiko syndrom disuse untuk hambatan mobilitas fisik dengan

melakukan Range Of Motion (ROM) pasif. Menurut potter & perry (2014) ROM

adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat

kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap

untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot yang secara maksimal dilakukan tiga

kali dalam sehari. Apabila pasien dengan penurunan kesadaran tidak dilakukan

latihan ROM ini mengakibatkan kekakuan sendi atau keterbatasan rentang gerak,

kelemahan otot penggerak tangan dan kaki diakibatkan hilangnya kontrol motorik
di otak. Salah satu dampak dari kelemahan otot yaitu terjadinya kekakuan sendi dan

pemendekan otot. Selain itu ROM satu gerakan diulang sebanyak delapan kali dan

dilakukan minimal dua kali dalam sehari. Untuk mengurangi resiko decubitus

perawat juga melakukan miring kanan dan miring kiri agar suplai darah dapat

mengalir dengan baik sehingga tidak tejadi luka akibat decubitus.

Salah satu intervensi untuk perawatan diri dengan memenuhi ADL pasien.

Pasien ini masuk kedalam kategori total care. Sesuai menurut ( Nursalam, 2013)

Partial care yaitu pasien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya diantaranya :

membutuhkan bantuan untuk mobilisasi, membutuhkan bantuan dalam menyiapkan

makanan, membutuhkan bantuan untuk makan/disuap, membutuhkan bantuan

untuk berpakaian, membutuhkan bantuan untuk BAB/BAK (tempat tidur/ kamar

mandi). Pelaksanaan yang dilakukan meliputi membantu dan memfasilitasi

kebutuhan pasien untuk alat-alat kebersihan diri, berpakaian. Penderita stroke

seperti pasien ini mengalami kelemahan/ hemiparesis atau keterbatasan pergerakan

karna terjadi lesi pada hemisfer yang berlawan sehingga pasien mengalami

kesulitan dalam melakukan aktivitas perawatan diri dan pasien membutuhkan

bantuan agar dapat mencapai kemampuan perawatan diri.

Penulis menemukan kesenjangan pada tahap pelaksanaan diantaranya, ketika

klien stress ulcer dan klien dipuasakan, disana tidak ada makanan yang masuk

kedalam tubuh klien lewat ngt maupun IV. Perawat diruangan hanya bias

melaksanakan advice dari dokter dan tidak ada tindak lanjut dari dokter untuk

memaksimalkan nutrisi bagi klien. Selanjutnya untuk mobilisasi klien masih kurang

dikarenakan untuk memposisikan/memiringkan klien ke arah kiri disana terdapat


luka post craniectomy jadi area tersebut tidak boleh ada tekanan. Dan juga disini

terdapat keterlambatan penangan pada saat klien kecelakaan tidak langsung

dilakukan tindakan operasi, klien sempat dirawat 2 hari di rawat Cirebon tetapi

klien baru dilakukan tindakan craniectomy di RSAI kota Bandung, padahal

tindakan yang segera dapat memaksimalkan kualitas hidup klien.

e. Evaluasi

Hasil evaluasi keperawatan yang di dapatkan selama 4 hari dirawat dirumah

sakit dari diagnosa pertama disfungsi respon penyapihan ventilator belum teratasi

karena semakin hari klien mengalami penurunan dan ketika akan di weaning ke

mode lain klien tidak dapat menyeimbangkanya sehingga mode ventilator tidak

pernah berhasil diweaning. Pada diagnose kedua ketidakseimbangan nutrisi belum

teratasi dikarenakan klien stress ulcer dan juga tidak ada tindak lanjut dari petugas

medis untuk menangani masalah tersebut, klien malah dipuasakan dan tidak ada

nutrisi yang masuk selain dari cairan infus dektose. Pada diagnose ketiga resiko

sindrom disuse belum teratasi dikarenakan kondisi klien yang semakin memburuk

dan juga pada hari kamis klien dinyatakan DNR oleh dokter penanggung jawab

tersebut.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksakan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan

diagnosa Severe head injury + post craniectomy di ruang ICU Rumah sakit Al-

Islam Kota Bandung dari tanggal 18 Mei 2019 sampai 21 Juni 2019. Data

yang didapatkan yaitu semua anggota tubuh kien bengkak. Dengan data yang

didapatkan, pasien mengalami edema anasarka yaitu akumulasi cairan berlebih

pada jaringan lunak diseluruh tubuh klien.

Dalam perumusan diagnosa keperawatan pada pasien severe head injury +

post craniectomy, penulis menyimpulkan bahwa dari data-data yang

didapatkan pada tahap pengkajian, dengan diagnosa yang ditemukan

ketidakefektifan perfusi jaringan otak, disfungsi respon penyapihan ventilator

resiko syndrom disuse sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak

semua diagnosa secara teori muncul pada pasien.

Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan,

baik tindakan mandiri maupun kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Pada

tahap evaluasi setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien selama

kurang lebih 3 hari, ketiga diagnosa yang ditegakkan tidak berhasil diatasi

karena pada hari ke 4 pasien meninggal dunia.


B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn. M dengan

severe head injury + post craniectomy, penulis menyarankan beberapa hal

kepada keluarga untuk selalu mendampingi pasien dan juga memberikan

support spiritual kepada klien ketikadalam keadaan kritis. Dan juga kepada

perawat untuk selalu membimbing doa atau mengingatkan solat kita

menemukan klien meskipun dengan keadaan perawatan total care.


DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J. Corwin, Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, 2009, Jakarta: EGC

Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta: EGC

Kowalak, Jennifer P, Brena Mayer dan William Wels. 2012. Professinal Guide to
Pathophysiology. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nurjannah, Intansari. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) dan


Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. Singapore :
Elsevier

Nurarif, Amin H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth


Vol.1 dan 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai