Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN TYPOID

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Anak Profesi Ners di Poliknik
Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

Di susun oleh:

Suryadi Alamsah

402018036

PRODI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

T.A 2018/2019

1
A. DEFINISI

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).

Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai


saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Nursalam.2005)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C
yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

B. ETIOLOGI

Salmonella thypi dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gram negative,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen
(H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polosakarida. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella thypi
juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multiple antibiotic. (Nanda Nic-Noc,2013)

2
C. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala dari demam thypoid sebagai berikut (Nanda NIC-NOC. 2013):

1. Gejala pada anak : Inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari
4. Nyeri kepala
5. Nyeri perut
6. Kembung
7. Mual muntah
8. Diare
9. Nyeri otot
10. Batuk
11. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor)
12. Hepatomegali

D. PATOFISIOLOGI
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada
dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran
darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa.
Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa
sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah
(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar
limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer.
Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa
bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran
membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang.

3
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan
endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada
jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan
mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala
demam. (PPNI Klaten. 2009)

4
E. PATHWAY

Kuman Salmonella typhi yang


Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah limfe Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah (bakterimia Masuk retikulo endothelial


promer) (RES) terutama hati dan limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati dan
(bakteremia sekunder)
limfa

Empedu Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Rongga usus pada
kel. Limfoid halus
Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus

Lase plak peyer Penurunan /


peningkatan mobilitas Hypertermi
usus

Erosi Resiko kekurangan


Penurunan / peningkatan
volume cairan
peristaltic usus

Nyeri

Konstipasi / diare Peningkatan asam


Perdarahan masif lambung

Anoreksia mual muntah

Komplikasi perforasi dan Ketidakseimbangan nutrisi


perdarahan usus kurang dari kebutuhan tubuh

5
(Nanda Nic-Noc.2013)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid


adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :

1. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt

Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.

2. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)

6
G. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan


yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik
simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan
pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal
maupun ekstraintestinal.

1. Istirahat dan Perawatan

Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah


baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,
mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan
pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

2. Diet dan Terapi Penunjang

Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.

a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini
dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi
usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan
mempercepat proses penyembuhan.
b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
3. Pemberian Antimikroba

Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana


tifoid adalah:

7
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan
dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan
sampai dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit
ribosom dari kuman salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan
menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative
dan positif. Efek samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi
agranulositosis. Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka
kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari), dan
seringkali menyebabkan timbulnya karier.

Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih


rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2
minggu.

H. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan

8
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan
demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat
banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan
suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakitanaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.
g. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38
– 410 C, muka kemerahan.

9
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa
tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan
perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella
thypii.
2. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual muntah
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan peningkatan suhu tubuh.

10
J. INTERVENSI
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii
Defenisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Tujuan : thermoregulation
Criteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
a. Observai tanda-tanda vital
b. Anjurkan kompres hangat pada lipatan paha dan aksila
c. Anjurkan banyak minum air putih
d. Berikan antiperetik dan antibiotic

2. Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis


Defenisi : Pengalaman sensori dan emosional yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial.
Tujuan :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria hasil :
a. Mampu mngontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri tulang berkurang

11
Intervensi :
1. Pain management
a. Lakukan pengakjian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non faramakologi dan
interpersonal)
d. Ajarkan tentang teknik non faramakologi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Tingkatkan istirahat

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake


yang tidak adekuat.
Defenisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Tujuan :
a. Nutritional status
b. nutristional status : food and fluid intake
c. Intake
d. Weight control
Kriteri hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
1. Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien

12
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
2. Nutrition Monitoring
a. Monitor adanya penurunan berat badan
b. Monitor lingkungan selama makan
c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
d. Monitor turgor kulit

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak


adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
Defenisi : Beresiko mengalami dehidrasi vaskluar, selular, atau intraseluler.
Tujuan :
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional status : food and Fluid intake
Criteria hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
1. Fluid Management
a. Monitor vital sign
b. Monitor masukan makanan/caoran dan hitung intake kalori harian
c. Kolaborasikan pemberian cairan intravena
2. Hypovolemia Management
a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
b. Monitor hb dan hematokrit
c. Dorong pasien untuk menambah intake oral

13

Anda mungkin juga menyukai