2. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stroke Iskemik adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu
tidak lebih dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu
1-3 minggu
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bbrapa hari
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas stroke iskemik dapat dibagi menjadi:
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri
media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang
istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara
bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-
kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu
dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau
bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat
mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,
kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecendrungan untuk
membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
3. ETIOLOGI
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke iskemik antara
lain :
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
2) Hypercoagulasi pada polysitemia
3) Arteritis ( radang pada arteri )
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
2) Myokard infark
3) Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
4. PATOFISIOLOGI
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta
membutuhkan oksigen dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting
untuk pergerakan sampah dari metabolic, karbon dioksida, dan laksit aksid.
Jika aliran darah otak berhenti maka otak dapat tercemar. Segala proses dari
autoregulasi serebral aliran darah memenuhi angka rata-rata 750 ml/menit
dalam respon perubahan tekanan darah atau perubahan karbon dioksida arteri
serebral menjadi dilatasi atau kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan
dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik,
maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi
neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan
trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umummnya baik.Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan
meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan
masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan
bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan
glutamat dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke
dalam sel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat.
Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi
trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan
radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi,
setelah itu sel membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada
jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat
yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak
tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh
manusia. Ia memiliki fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen darah
dalam tubuh normalnya antara 200-400 mg/dl. Fibrinogen berlebihan bisa
memengaruhi aliran darah sehingga kemampuan penyediaan oksigen dalam
darah bisa menurun. Darah akan menjadi kental dan alirannya menjadi lambat.
Fibrinogen, jika menyatu dengan trombosit, bisa mencetuskan formasi bekuan
darah pada pembuluh darah arteri. Selanjutnya, ia bisa berubah menjadi fibrin
dan hasil akhirnya terjadi pembekuan darah. Fibrinogen bersamaan dengan
kolesterol LDL bisa pula membentuk endapan aterosklerosis yang akhirnya
menyumbat pembuluh darah arteri. Misalnya, pada pembuluh darah koroner
jantung.
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang
diakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di atas,
sangat penting menurunkan kadar fibrinogen supaya risiko bekuan darah yang
tidak normal pada pembuluh darah arteri berkurang. Fibrinogen yang
berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai bahan aktif untuk
terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi pada pembuluh darah
otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski begitu, fibrinogen bukan satu-
satunya penyebab stroke. Banyak pula faktor pencetus lain seperti diabetes,
tekanan darah tinggi, dyslipidemia, rokok, obesitas, dan umur yang lanjut.
Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga disebabkan kebiasaan
merokok. Udara yang dingin juga terkait dengan peningkatan fibrinogen darah.
Itu dibuktikan dari data penelitian di negara dengan empat musim. Angka
kejadian stroke meningkat pada musim dingin dibandingkan saat musim panas.
Faktor keturunan yang dibawa kelainan genetik juga merupakan salah satu
penyebab peningkatan fibrinogen.
5. PATHWAY
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black &
Hawk, 2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yang
rusak, lokasi neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darah
kolateral di serebral. Manifestasi dari stroke iskemik termasuk hemiparesis
sementara, kehilangan fungsi wicara dan hilangnya hemisensori (Black &
Hawk, 2009). Stroke dapat dihubungkan dengan area kerusakan neuron otak
maupun defisit neurologi, menurut Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi klinis
dari stroke meliputi:
a. Kehilangan Motorik.
b. Aphasia
c. Disatria
d. Apraksia
e. Disfagia
f. Horner’s syndrome
g. Unilateral neglected
h. Defisit sensori
i. Perubahan perilaku
j. Inkontinensia
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma.
Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline
diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela
waktu 12 jam sesudah onset.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Dosis lain yang diakui efektif
ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila
terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein
plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia
dan diduga: sindrom Reye.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau
jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih
serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.
e. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark
harus dilakukan.
f. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk
membersihkan plak dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher.
Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan
untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka
mortalitas akibat prosedur karotis endarektomi berkisar 1-5% (Simon,
Harvey, Stroke-Surgery).
g. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral
serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada
stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan
endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih
besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai alternative
dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada
prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
1) Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di
lipatan paha.
2) Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri
karotis.
3) Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty).
4) Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah
untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka.
(Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC
Harsono. 2000. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC
Tuti Pahria, dkk. 2004. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: EGC
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993.