LAPORAN PENDAHULUAN
TBI
A. PENGERTIAN
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robeknya subtansia alba,
iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar
jaringan otak. ( batticaca, 2008 ).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang kepala terdiri dari 3 lapisan:
Tabula Eksterna
Merupakan lapisan yang keras
Diploe
Merupakan lapisan tulang “cancellous” dan mengandung banyak cabang –
cabang arteri / vena diploika yang berasal baik dati permukaan luar
maupun dari durameter.
Tabula Interna
Serupa tabula eksterna tetapi hanya lebih tipis, sehingga pada benturan
tidak tertutup kemungkinan terjadi fraktur menekan pada tabula interna,
dengan tabula eksterna tetapi intak.
Meningen
Membran jaringan ikat yang terdiri dari:
1. Durameter (Pachymeninx)
a. Lapisan paling luar, merupakan lapisan fibrosa, liat dan kuat.
b. Membagi ruang antara kranium dan otak menjadi:
Ruang Epidural : antara tulang dan durameter
Ruang Subdural : antara durameter dan otak
o Terdiri dari 2 lapisan:
Lapisan luar : dikenal sebagai periosteum interna dan
berhubungan dengan periosteum eksterna melalui foramen
magnum.
Lapisan dalam : berjalan terus ke distal sebagai durameter
spinal. Dengan adanya struktur ini tidak terjadi komunikasi
antara ruang epidural kepala dengan ruang epidural spinal.
o Mempunyai 4 bangunan lipatan durameter, yaitu:
Falx Cerebri
Tentorium Cerebri
Difragma Sella
Falx Serebeli
2. Arakhnoid
a. Membran jaringan ikat, tipis, tansparan, avaskuler terpisah dari
durameter diatasnya hanya oleh sedikit cairan yang fungsinya sebagai
pembasah.
b. Di permukaan basal otak dan sekitar batang otak, piameter dan
arakhnoid terpisah agak jauh sehingga terbentuk ruang sisterna
subarakhnoid.
Dibagian ventral batang otak
Sisterna kiasmatik : terletak di daerah kiasma optika
Sisterna interpendukularis : terletak pada fossa interpedunkularis
Mesensefalon
Sisterna pontin : terletak di persimpangan pontomedularis
Dibagian dorsal batang otak
Sisterna magna (sisterna cerebellomedullaris)
Sisterna ambiens (sisterna superior)
3. Piameter
a. Lapisan meningen paling dalam, terdiri dari 2 lapis;
b. Fungsi : sebagai pelindung masuknya bahan toksis atau
mikroorganisme.
c. Melekat pada parenkim otak / spinal, sehingga mengikuti bentuk
sulkus-sulkus.
d. Mengandung pembuluh darah kecil yang memebri makan pada
struktur otak dibawahnya.
e. Bersama dengan lapisan arakhnoid disebut Leptomeningen.
Pembagian otak ada 3 yaitu:
a. Serebrum (otak besar)
Terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus
Hemisfer kanan dan hemisfer kiri
Lobus terdiri dari:
o Lobus frontal
Lobus terbesar, pada tosa anterior
Fungsi : mengontrol perilaku individu,kepribadian, membuat
keputusan dan menahan diri
o Lobus temporal (samping)
Fungsi menginterpretasikan sensori mengecap, bau dan
pendengaran
o Lobusparietal
Fungsi menginterpretasikan sensori
Lobus oksipital (posterior)
Fungsi menginterpretasikan penglihatan
b. Serebelum (otak kecil)
Terletak di bagian posterior dan terpisah dari hemister serebral,
Serebelum mempunyai fungsi merangsang dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.
c. Batang Otak
Terdiri dari bagian-bagian otak tengah, pons dan medula oblongata:
Otak tengah
Menghubungkan pons dan serebelum dengan hemister serebrum
Pons
Terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula
Medula oblongata
Fungsi meneruskan serabut-serabut motorik dari otak medula
spinalis ke otak
Sistem Syaraf Perifer
a. Sistem syaraf somatik
b. Sistem syaraf otonom :
Susunan syaraf simpatis
Susunan syaraf parasimpatis
Sistem syaraf Somatik
Susunan syaraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengetur
aktivitas otot sadar / serat lintang.
Sistem syaraf Otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting, mempengaruhi
pekerjaan otot tak sadar (otot polos).
Seperti: otot jantung, hati, pancreas, saluran pencernaan, kelenjar, dll.
Fungsi Sistem Persyarafan
a. Menerima informasi (stimulus) internal maupun eksternal, melalui
syarat sensori.
b. Mengkomunikasikan antara syarat pusat sampai syarat tepi
c. Mengolah informasi yang diterima di medula spinalis dan atau di otak,
yaitu menentukan respon.
d. Mengatur jawaban (respon) secara cepat melalui syaraf motorik
(efferent motorik palway), ke organ-organ tubuh sebagai kontrol /
modifikasi tindakan.
Sirkulasi darah pada Serebral
Otak menerima sekitar 20% dari curah jantung. Kurangnya suplai darah ke
otak dapat menyebabkan jaringan rusak ireversibel. 2 arteri yaitu arteri
carotis interdan dan arteri vertebral adalah arteri yang menyuplai darah ke
otak. Pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, terdapat sebuah
lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri karotis interna dan
vertebral, disebut sirkulus wilisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri
carotis internal. Sedangkan vena-vena pada serebri bersifat unik, karena
tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup
untuk mencegah aliran darah balik. ( Brunner and Sudarth, 2002 )
C. ETIOLOGI
Penyebab mengenai hal ini terutama pada trauma otak primer yaitu terjadi
disebabkan oleh benturan langsung ataupun tidak langsung ( aselerasi/
deselerasi otak ) dan trauma otak sekunder akibat dari trauma saraf ( melalui
akson ) yang meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau
hipotensi sistematik.
1. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi
) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer
dapat terjadi :
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikasi pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori
utama ( Hoffman, dkk, 1996):
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan
berfikir kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :
1. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
2. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkn lenyap.
4. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan
TIK.
5. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
6. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
Hematom Epidural :
1. Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
2. Lokasi tersering temporal dan frontal.
3. Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
4. Katagori talk and die.
5. Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).- Penurunan kesadaran
ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit -beberapa jam)
penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi,pupil an
isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positif.
Hematom Subdural :
1. Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
2. Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
3. Akut :
Gejala 24 - 48 jam.-
Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.-
PTIK meningkat.-
Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :-
Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat ---
kesadaran menurun.
Kronis :-
1. Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.-
2. Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.-
3. Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
Hematom Intrakranial :
1. Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
2. Selalu diikuti oleh kontosio.
3. Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi -
deselerasimendadak.
4. Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.
E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen. Jadi
kekurangan aliran darah keotak tidak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.
Pada saraf otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan as. Laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini
menyebabkan timbulnya metabolic asidiosis.
Dalam keadaan normal aliran darah serebral (CBF) adalah 50 – 60 ml/
menit /100gr jaringan otak yang merupakan 15% dari curah jantung (CO)
F. PEMERIKSAAN DIANOSTIK:
1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran
ventrikel pergeseran cairan otak.
2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran
struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen
tulang).
G. PENATALAKSANAAN
1. Obat-obatan
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema cerbral,
dosis sesuai debgan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kapitis berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40 % atau gliserol 10%.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (penicillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa hany cairan infus dextrose 5%. Aminophusin,
aminophel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pada trauma berat. Karena pada hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cendrung terjadi retensi Na dan
elektrolit maka hari-hari pertama (2 – 3 hari), tidak terlalu banyak
cairan. Dextrose 5% 8 jam ke tiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah, makanan diberikan melalui NGT (2500 – 3000
TKTP). Pemberian protein tergantung nilai urea N.
2. Pembedahan
H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada Trauma Kapitis :
Kebocoran cairan Serebrospinal
Akibat fraktor pada Fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktor
tengkorak bagian petrous dari tulang temporol.
Kejang
Kejang pasca trauma dapat terjadi secara (dalam 24 jam pertama) dini
(minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada rangkai hipofisis menyebabkan
penghentian sekresi hormon antideuretik. Hudak & Gallo (1996)
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan
secara keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan
data, pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose
keperawatan (Depkes RI, 1991 ).
B. Diagnosa Keperawatan:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik
psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Rencana Tindakan :
1. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan
nilai standar GCS.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
Bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Rencana Tindakan
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan
pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai
indikasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai
indikasi.
4. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15
detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
5. Berikan oksigenasi..
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Rencana tindakan :
a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang
terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya
inflamasi.
c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil,
diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
d. Berikan antibiotik sesuai indikasi
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
Tujuan : Klien merasa nyaman.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan
makanan yang harus dihindari.
Rencana tindakan :
a. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan
penghangat diatas abdomen.
R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga
selama perawatan dan saat klien lemah.
b. Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak
sedap dari lingkungan klien.
R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap
merangsang pusat muntah.
c. Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh
encer, air jahe, agar-agar, air) 30-60 ml tiap ½ -2 jam.
R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area
gastrik dan dengan demikian tidak memperberat gejala.
d. Lindungi area perianal dari iritasi
R/ sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat mengiritasi kulit
perianal.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
Tujuan :
Intake nutrisi meningkat.
Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Berat badan stabil.
Torgor kulit dan membran mukosa membaik.
Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per
oral.
Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan,
yaitu makan rendah garam dan rendah lemak.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas
lagi. Klien diberikan rentang skala (1-10).
Rencana Tindakan
a. Kaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien.
b. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien
kurang makan makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak
mengeluarkan keringat).
c. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai
dengan program diet (rendah garam dan rendah lemak).
d. Membantu keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan
menyarankan klien untuk menghindari makanan yang berpantangan
dengan penyakitnya.
e. Membantu memberikan vitamin dan mineral sesuai program.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan
secara keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan
data, pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose
keperawatan (Depkes RI, 1991 ).
B. Diangnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membrane alveolar-kapiler.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan
intracranial.
3. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan menelan akibat mual, muntah.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neurovaskuler.
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membrane alveolar-kapiler.
Intervensi ;
Mandiri
a. Lakukan Penkes
Rasionalnya : Untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
Dialami
b. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
Rasionalnya: Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum,
perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
c. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Rasionalnya : Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih
indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan
sputum.
d. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan,posisi miring sesuai indikasi
Rasionalnya : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan
nafas
e. Anjurkan pasien untuk melakukan fasan dalam jika pasien sadar
Rasionalnya : Mencegah/menurunkan atelektasis
f. Auskultasi suara nafas,perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara-suara nafas yang tidak normal
Rasionalnya : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
atelektasis,obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigen.
Kolaborasi
a. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila
sputum banyak.
Rasionalnya : Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus
dibatasi untuk mencegah hipoksia.
b. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam
Rasionalnya : Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan
memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan
intracranial.
Intervensi :
Mandiri
a. Lakukan Penkes
Rasionalnya : Untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
dialami.
b. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode
GCS.
Rasionalnya :
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap
stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan
untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda
awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya
abduksi mata.
c. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Rasionalnya : Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta
penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap
adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi.
Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
d. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Rasionalnya : Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak,
untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
e. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan
pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Rasionalnya : Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan
intrakranial.
f. Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Rasionalnya : Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang
dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
g. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien
Rasionalnya : Dapat menurunkan hipoksia otak.
Kolaborasi
a. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar.
Rasionalnya : Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara
biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel
otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason)
untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti
kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa
nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik
untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen
otak.
3. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan menelan akibat mual, muntah.
Intervensi :
Mandiri
a. Lakukan penkes
Rasionalnya : untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
dialami
b. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah,menelan dan mengatasi
sekresi
Rasionalnya : Menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga
pasien harus terlindung dari aspirasi
c. Auskultasi bising usus,cata adanya penurunan atau suara hiperaktif
Rasionalnya : Membantu menentukan respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi seperti ileus paralitik
d. BB sesuai indikasi
Rasionalnya : Mengevaluasi keefektipan pemberian nutrisi
e. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan sering serta teratur
Rasionalnya : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan
Kolaborasi
a. Konsultasikan dengan ahli gizi
Rasionalnya : Merupakan sumber yang efektip untuk mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
b. Berikan makanan dengan cara yang sesuai mis : NGT
Rasionalnya : Jika pasien tidak mampu untuk menelan makanan
4. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neurovaskuler.
Intervensi :
a. Lakukan penkes
Rasionalnya : untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
dialami
b. Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap
ekstermitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal,
respons terhadap rangsang.
Rasionalnya : lobus frontal dan parietal berisi sarf-saraf yang
mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat dipengaruhi oleh
iskemia atau meningkatkan tekanan.
c. Ubah posisi klien setiap 2 jam.
Rasionalnya : mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama
pada satu sisi sehingga jaringan yang tertekan akan kekurangan nutrisi
yang dibawa darah melalui oksigen.
d. Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien dilantai
saat duduk dikursi atau papan penyangga saat tidur ditempat tidur.
Rasionalnya : mencegah deformitas dan komplikasi seperti footdrop.
e. Topang kaki saat mengubah posisi dengan meletakkan bantal di satu
sisi saat membalik klien.
Rasionalnya : dapat terjadi dislokasi panggul jika meletakkan kaki
terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi.
f. Pada saat klien ditempat tidur letakkan bantal di ketiak diantara lengan
atas dan dinding dada untuk mencegah abduksi bahu dan letakkan
lengan posisi berhubungan dengan abduksi sekitar 180.
Rasionalnya : posisi ini membidangi bahu dalam berputar dan
mencegah edema dan akibat fibrosis.
g. Jaga lengan dalam posisi sedikit fleksi.
Rasionalnya : mencegah kontraktur fleksi.
h. Lakukan latihan di tempat tidur.
Rasionalnya : klien hemiplegia dapat belajar menggunakan kakinya
yang mengalami kelumpuhan.
i. Lakukan latihan ROM 4 x sehari setelah 24 jam serangan stroke jika
sudah mendapatkan terapi.
Rasionalnya : lengan dapat menyebabkan nyeri dan keterbatasan
pergerakan berhubungan dengan fibrosis sendi subluksasi.
j. Bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur.
Rasionalnya : klien hemiplegia mengalami ketidakseimbangan
sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan keamanan.
Daftar Pustaka
I. BIODATA
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Ny “N”
2. Umur : 40 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Aluppang
6. Pekerjaan :-
7. Suku/ Bangsa : Bugis / Indonesia
8. No. RM : 820222
9. Tgl Masuk RS : 22/10/2017
10. Tgl Pengkajian : 23 Oktober 2017
11. Diagnosa Medis : TBI
B. Identitas penanggung Jawab
1. Nama : Ny “J”
2. Umur : 34 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Aluppang
6. Pekerjaan :-
7. Hubungan Dengan Klien : Saudara
C. Pengkajian Primer
a. Airway : Tidak terdapat obstruksi (bebas/paten), lidah tidak jatuh,
tidak terdapat sputum dan cairan.
b. Breathing : RR 24x/menit
c. Circulation : 120/80 mmHg, 90x/menit, tidak terdapat penggunaan
otot bantu pernafasan
d. Disintegrity : GCS 15 (compos mentis) E4 V6 M5, pupil isokor
e. Exposure : tampak luka terbuka pada dahi sebelah kiri dengan
ukuran 10x3cm, skala nyeri 4 (sedang), suhu 36,50C
D. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Klien tidak pernah di rawat di RS dengan penyakit yang sama
b. Klien sebelumnya belum pernah mengalami pembedahan
c. Tidak ada riwayat alergi obat
d. Riwayat Kesehatan keluarga
G1:
? ? ? ? ? ?
G2: ? ?
G3 40
Keteragan :
= Laki-laki = Meninggal
= Perempuan 40 = Klien
= Garis parkawinan
= Garis keturunan = Tinggal serumah
Kesimpulan :
GI : Nenek & kakek klien baik dari ibu maupun dari bapak klien
G II : Orang tua dari klien masih sehat, dan saudara/I baik dri ibu
maupun dari ayah klien
G III : Klien anak satu-satunya yang sedang dirawat
dengan penyakit trauma capitis akibat KLL
Jadi, tidak ada keluarga klien yang menderita sakit sama seperti
klien.
2. Riwayat Psikososial
a. Pola Konsep Diri
1) Peran Diri
Pandangan klien terhadap diri sendiri yaitu manusia sebagai
makhluk social dan klien dapat menerima keadaannya yang
juga membutuhkan bantuan orang lain
2) Ideal Diri
Keluarga klien berharap bahwa klien cepat sembuh dari
penyakitnya sekarang
3) Identitas Diri
Klien sadar sebagai seorang laki-laki
4) Citra Tubuh
Klien adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
5) Harga Diri
Klien merasa tidak berguna karena tidak mampu
menjalankan tugasnya/ perannya karena masih di rawat di
RS
b. Pola Kognitif
Klien memikirkan penyakit yang dialami dan berharap cepat
sembuh
c. Pola Koping
Klien mengambil keputusan bersama dengan keluarganya
d. Pola Interaksi
3. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan Klien Beribadah
Keluarga klien mengatakan bahwa sebelum klien sakit klien
rajin beribadah
b. Dukungan Keluarga
Keluarga selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada
klien agar cepat sembuh
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum Klien : Nyeri Kepala
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 0c
Pernapasan : 20 x/i
Nadi : 90x/i
3. Kepala
Inspeksi
Bentuk Kepala : Mencepalon, ada luka pada kulit kepala
bagian frontal
Keadaan rambut : Warna hitam, distribusi rambut
merata, tidak ada ketombe
Palpasi
Tidak reraba benjolan
Ada nyeri tekan pada kepala terutama pada daerah luka.
4. Mata
Inspeksi
Bentuk mata simetris kiri dan kanan
Tidak tampak kelainan pada kelopak mata
Palpasi
Tidak ada benjolan / nyeri tekan
Hematologi Rutin
Pemeriksaan Radiologi
a. X-ray skull Ap- Lateral
b. X-ray thorax AP
c. CT Scan
Terapi Tindakan
Infus RL 28 tpm
Pasang O2 nasal kanul (3 Liter)
Pasang Kateter Urine no 16
Injeksi
- Piracetam 3 gr/12 jam/intravena
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/intravena
- Ranitidine 50 mg/12 jam/intravena
- Ketorolac 30 mg/8 jam/Intravena
DATA FOKUS
1. Data Subjektif
Klien mengeluh nyeri kepala
2. Data Objektif
Klien nampak meringis
Skala nyeri 4
Tampak luka terbuka di frontal sinistra terbalut verban
Terpasang kateter urine
Terpasang Infus IV
TTV
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 0c
Pernapasan : 26 x/i
Nadi : 90x/i
Klien Nampak sesak
ANALISA DATA
Mediator kimia
(histamine,bradikinin,progtagladin)
Hipotalamus
Korteks serebri
Nyeri dipersepsikan
Nyeri
DS : klien mengatakan Cedera jaringan otak Gangguang
lemah dan harus perfusi
dibantu O2 Vasodilatasi vaskuler serebral
DO :
- terpasang O2 4 Aliran darah meningkat
Lpm
- klien nampak Terjadi akumulasi darah ke daerah
lemah edema
TIK Meningkat
Hipoksia serebral
Iskemia