Anda di halaman 1dari 38

.

LAPORAN PENDAHULUAN
TBI

A. PENGERTIAN
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robeknya subtansia alba,
iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar
jaringan otak. ( batticaca, 2008 ).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang kepala terdiri dari 3 lapisan:
 Tabula Eksterna
Merupakan lapisan yang keras
 Diploe
Merupakan lapisan tulang “cancellous” dan mengandung banyak cabang –
cabang arteri / vena diploika yang berasal baik dati permukaan luar
maupun dari durameter.
 Tabula Interna
Serupa tabula eksterna tetapi hanya lebih tipis, sehingga pada benturan
tidak tertutup kemungkinan terjadi fraktur menekan pada tabula interna,
dengan tabula eksterna tetapi intak.
Meningen
Membran jaringan ikat yang terdiri dari:
1. Durameter (Pachymeninx)
a. Lapisan paling luar, merupakan lapisan fibrosa, liat dan kuat.
b. Membagi ruang antara kranium dan otak menjadi:
 Ruang Epidural : antara tulang dan durameter
 Ruang Subdural : antara durameter dan otak
o Terdiri dari 2 lapisan:
 Lapisan luar : dikenal sebagai periosteum interna dan
berhubungan dengan periosteum eksterna melalui foramen
magnum.
 Lapisan dalam : berjalan terus ke distal sebagai durameter
spinal. Dengan adanya struktur ini tidak terjadi komunikasi
antara ruang epidural kepala dengan ruang epidural spinal.
o Mempunyai 4 bangunan lipatan durameter, yaitu:
 Falx Cerebri
 Tentorium Cerebri
 Difragma Sella
 Falx Serebeli
2. Arakhnoid
a. Membran jaringan ikat, tipis, tansparan, avaskuler terpisah dari
durameter diatasnya hanya oleh sedikit cairan yang fungsinya sebagai
pembasah.
b. Di permukaan basal otak dan sekitar batang otak, piameter dan
arakhnoid terpisah agak jauh sehingga terbentuk ruang sisterna
subarakhnoid.
Dibagian ventral batang otak
 Sisterna kiasmatik : terletak di daerah kiasma optika
 Sisterna interpendukularis : terletak pada fossa interpedunkularis
Mesensefalon
 Sisterna pontin : terletak di persimpangan pontomedularis
Dibagian dorsal batang otak
 Sisterna magna (sisterna cerebellomedullaris)
 Sisterna ambiens (sisterna superior)
3. Piameter
a. Lapisan meningen paling dalam, terdiri dari 2 lapis;
b. Fungsi : sebagai pelindung masuknya bahan toksis atau
mikroorganisme.
c. Melekat pada parenkim otak / spinal, sehingga mengikuti bentuk
sulkus-sulkus.
d. Mengandung pembuluh darah kecil yang memebri makan pada
struktur otak dibawahnya.
e. Bersama dengan lapisan arakhnoid disebut Leptomeningen.
Pembagian otak ada 3 yaitu:
a. Serebrum (otak besar)
Terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus
 Hemisfer kanan dan hemisfer kiri
 Lobus terdiri dari:
o Lobus frontal
Lobus terbesar, pada tosa anterior
Fungsi : mengontrol perilaku individu,kepribadian, membuat
keputusan dan menahan diri
o Lobus temporal (samping)
Fungsi menginterpretasikan sensori mengecap, bau dan
pendengaran
o Lobusparietal
Fungsi menginterpretasikan sensori
Lobus oksipital (posterior)
Fungsi menginterpretasikan penglihatan
b. Serebelum (otak kecil)
Terletak di bagian posterior dan terpisah dari hemister serebral,
Serebelum mempunyai fungsi merangsang dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.
c. Batang Otak
Terdiri dari bagian-bagian otak tengah, pons dan medula oblongata:
 Otak tengah
Menghubungkan pons dan serebelum dengan hemister serebrum
 Pons
Terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula
 Medula oblongata
Fungsi meneruskan serabut-serabut motorik dari otak medula
spinalis ke otak
Sistem Syaraf Perifer
a. Sistem syaraf somatik
b. Sistem syaraf otonom :
 Susunan syaraf simpatis
 Susunan syaraf parasimpatis
Sistem syaraf Somatik
Susunan syaraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengetur
aktivitas otot sadar / serat lintang.
Sistem syaraf Otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting, mempengaruhi
pekerjaan otot tak sadar (otot polos).
Seperti: otot jantung, hati, pancreas, saluran pencernaan, kelenjar, dll.
Fungsi Sistem Persyarafan
a. Menerima informasi (stimulus) internal maupun eksternal, melalui
syarat sensori.
b. Mengkomunikasikan antara syarat pusat sampai syarat tepi
c. Mengolah informasi yang diterima di medula spinalis dan atau di otak,
yaitu menentukan respon.
d. Mengatur jawaban (respon) secara cepat melalui syaraf motorik
(efferent motorik palway), ke organ-organ tubuh sebagai kontrol /
modifikasi tindakan.
Sirkulasi darah pada Serebral
Otak menerima sekitar 20% dari curah jantung. Kurangnya suplai darah ke
otak dapat menyebabkan jaringan rusak ireversibel. 2 arteri yaitu arteri
carotis interdan dan arteri vertebral adalah arteri yang menyuplai darah ke
otak. Pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, terdapat sebuah
lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri karotis interna dan
vertebral, disebut sirkulus wilisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri
carotis internal. Sedangkan vena-vena pada serebri bersifat unik, karena
tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup
untuk mencegah aliran darah balik. ( Brunner and Sudarth, 2002 )
C. ETIOLOGI
Penyebab mengenai hal ini terutama pada trauma otak primer yaitu terjadi
disebabkan oleh benturan langsung ataupun tidak langsung ( aselerasi/
deselerasi otak ) dan trauma otak sekunder akibat dari trauma saraf ( melalui
akson ) yang meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau
hipotensi sistematik.
1. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi
) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer
dapat terjadi :
 Gegar kepala ringan
 Memar otak
 Laserasi
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
 Hipotensi sistemik
 Hipoksia
 Hiperkapnea
 Udema otak
 Komplikasi pernapasan
 Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori
utama ( Hoffman, dkk, 1996):
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan
berfikir kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :
1. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
2. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkn lenyap.
4. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan
TIK.
5. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
6. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
Hematom Epidural :
1. Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
2. Lokasi tersering temporal dan frontal.
3. Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
4. Katagori talk and die.
5. Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).- Penurunan kesadaran
ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit -beberapa jam)
penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi,pupil an
isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positif.
Hematom Subdural :
1. Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
2. Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
3. Akut :
Gejala 24 - 48 jam.-
 Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.-
 PTIK meningkat.-
 Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :-
Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat ---
kesadaran menurun.
Kronis :-
1. Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.-
2. Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.-
3. Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
Hematom Intrakranial :
1. Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
2. Selalu diikuti oleh kontosio.
3. Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi -
deselerasimendadak.
4. Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.
E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen. Jadi
kekurangan aliran darah keotak tidak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.
Pada saraf otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan as. Laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini
menyebabkan timbulnya metabolic asidiosis.
Dalam keadaan normal aliran darah serebral (CBF) adalah 50 – 60 ml/
menit /100gr jaringan otak yang merupakan 15% dari curah jantung (CO)
F. PEMERIKSAAN DIANOSTIK:
1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran
ventrikel pergeseran cairan otak.
2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran
struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen
tulang).

G. PENATALAKSANAAN
1. Obat-obatan
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema cerbral,
dosis sesuai debgan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kapitis berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40 % atau gliserol 10%.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (penicillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa hany cairan infus dextrose 5%. Aminophusin,
aminophel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pada trauma berat. Karena pada hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cendrung terjadi retensi Na dan
elektrolit maka hari-hari pertama (2 – 3 hari), tidak terlalu banyak
cairan. Dextrose 5% 8 jam ke tiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah, makanan diberikan melalui NGT (2500 – 3000
TKTP). Pemberian protein tergantung nilai urea N.
2. Pembedahan
H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada Trauma Kapitis :
 Kebocoran cairan Serebrospinal
Akibat fraktor pada Fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktor
tengkorak bagian petrous dari tulang temporol.
 Kejang
Kejang pasca trauma dapat terjadi secara (dalam 24 jam pertama) dini
(minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
 Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada rangkai hipofisis menyebabkan
penghentian sekresi hormon antideuretik. Hudak & Gallo (1996)
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan
secara keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan
data, pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose
keperawatan (Depkes RI, 1991 ).
B. Diagnosa Keperawatan:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik
psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Rencana Tindakan :
1. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan
nilai standar GCS.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
Bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Rencana Tindakan
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan
pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai
indikasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai
indikasi.
4. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15
detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
5. Berikan oksigenasi..
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Rencana tindakan :
a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang
terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya
inflamasi.
c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil,
diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
d. Berikan antibiotik sesuai indikasi
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
Tujuan : Klien merasa nyaman.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan
makanan yang harus dihindari.
Rencana tindakan :
a. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan
penghangat diatas abdomen.
R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga
selama perawatan dan saat klien lemah.
b. Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak
sedap dari lingkungan klien.
R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap
merangsang pusat muntah.
c. Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh
encer, air jahe, agar-agar, air) 30-60 ml tiap ½ -2 jam.
R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area
gastrik dan dengan demikian tidak memperberat gejala.
d. Lindungi area perianal dari iritasi
R/ sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat mengiritasi kulit
perianal.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
Tujuan :
 Intake nutrisi meningkat.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Berat badan stabil.
 Torgor kulit dan membran mukosa membaik.
 Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per
oral.
 Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan,
yaitu makan rendah garam dan rendah lemak.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas
lagi. Klien diberikan rentang skala (1-10).
Rencana Tindakan
a. Kaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien.
b. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien
kurang makan makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak
mengeluarkan keringat).
c. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai
dengan program diet (rendah garam dan rendah lemak).
d. Membantu keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan
menyarankan klien untuk menghindari makanan yang berpantangan
dengan penyakitnya.
e. Membantu memberikan vitamin dan mineral sesuai program.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan
secara keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan
data, pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose
keperawatan (Depkes RI, 1991 ).
B. Diangnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membrane alveolar-kapiler.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan
intracranial.
3. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan menelan akibat mual, muntah.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neurovaskuler.
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membrane alveolar-kapiler.
Intervensi ;
Mandiri
a. Lakukan Penkes
Rasionalnya : Untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
Dialami
b. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
Rasionalnya: Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum,
perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
c. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Rasionalnya : Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih
indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan
sputum.
d. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan,posisi miring sesuai indikasi
Rasionalnya : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan
nafas
e. Anjurkan pasien untuk melakukan fasan dalam jika pasien sadar
Rasionalnya : Mencegah/menurunkan atelektasis
f. Auskultasi suara nafas,perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara-suara nafas yang tidak normal
Rasionalnya : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
atelektasis,obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigen.
Kolaborasi
a. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila
sputum banyak.
Rasionalnya : Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus
dibatasi untuk mencegah hipoksia.
b. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam
Rasionalnya : Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan
memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan
intracranial.
Intervensi :
Mandiri
a. Lakukan Penkes
Rasionalnya : Untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
dialami.
b. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode
GCS.
Rasionalnya :
 Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
 Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap
stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
 Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan
untuk menentukan refleks batang otak.
 Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda
awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya
abduksi mata.
c. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Rasionalnya : Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta
penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap
adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi.
Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
d. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Rasionalnya : Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak,
untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
e. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan
pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Rasionalnya : Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan
intrakranial.
f. Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Rasionalnya : Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang
dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
g. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien
Rasionalnya : Dapat menurunkan hipoksia otak.
Kolaborasi
a. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar.
Rasionalnya : Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara
biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel
otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason)
untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti
kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa
nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik
untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen
otak.
3. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan menelan akibat mual, muntah.
Intervensi :
Mandiri
a. Lakukan penkes
Rasionalnya : untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
dialami
b. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah,menelan dan mengatasi
sekresi
Rasionalnya : Menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga
pasien harus terlindung dari aspirasi
c. Auskultasi bising usus,cata adanya penurunan atau suara hiperaktif
Rasionalnya : Membantu menentukan respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi seperti ileus paralitik
d. BB sesuai indikasi
Rasionalnya : Mengevaluasi keefektipan pemberian nutrisi
e. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan sering serta teratur
Rasionalnya : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan
Kolaborasi
a. Konsultasikan dengan ahli gizi
Rasionalnya : Merupakan sumber yang efektip untuk mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
b. Berikan makanan dengan cara yang sesuai mis : NGT
Rasionalnya : Jika pasien tidak mampu untuk menelan makanan
4. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neurovaskuler.
Intervensi :
a. Lakukan penkes
Rasionalnya : untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
dialami
b. Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap
ekstermitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal,
respons terhadap rangsang.
Rasionalnya : lobus frontal dan parietal berisi sarf-saraf yang
mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat dipengaruhi oleh
iskemia atau meningkatkan tekanan.
c. Ubah posisi klien setiap 2 jam.
Rasionalnya : mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama
pada satu sisi sehingga jaringan yang tertekan akan kekurangan nutrisi
yang dibawa darah melalui oksigen.
d. Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien dilantai
saat duduk dikursi atau papan penyangga saat tidur ditempat tidur.
Rasionalnya : mencegah deformitas dan komplikasi seperti footdrop.
e. Topang kaki saat mengubah posisi dengan meletakkan bantal di satu
sisi saat membalik klien.
Rasionalnya : dapat terjadi dislokasi panggul jika meletakkan kaki
terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi.
f. Pada saat klien ditempat tidur letakkan bantal di ketiak diantara lengan
atas dan dinding dada untuk mencegah abduksi bahu dan letakkan
lengan posisi berhubungan dengan abduksi sekitar 180.
Rasionalnya : posisi ini membidangi bahu dalam berputar dan
mencegah edema dan akibat fibrosis.
g. Jaga lengan dalam posisi sedikit fleksi.
Rasionalnya : mencegah kontraktur fleksi.
h. Lakukan latihan di tempat tidur.
Rasionalnya : klien hemiplegia dapat belajar menggunakan kakinya
yang mengalami kelumpuhan.
i. Lakukan latihan ROM 4 x sehari setelah 24 jam serangan stroke jika
sudah mendapatkan terapi.
Rasionalnya : lengan dapat menyebabkan nyeri dan keterbatasan
pergerakan berhubungan dengan fibrosis sendi subluksasi.
j. Bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur.
Rasionalnya : klien hemiplegia mengalami ketidakseimbangan
sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan keamanan.
Daftar Pustaka

Baticaca, Franssisca B. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Doenges, dkk. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Hinchliff, Sue. 2014. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGCNurjannah, Intansari.
2013. Fast Methods Of Formulating Nursing Diagnoses. Yogyakarta Macomedia.
Syaifuddin. 2013. Fisiologi Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medica
TINJAUAN KASUS

I. BIODATA
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Ny “N”
2. Umur : 40 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Aluppang
6. Pekerjaan :-
7. Suku/ Bangsa : Bugis / Indonesia
8. No. RM : 820222
9. Tgl Masuk RS : 22/10/2017
10. Tgl Pengkajian : 23 Oktober 2017
11. Diagnosa Medis : TBI
B. Identitas penanggung Jawab
1. Nama : Ny “J”
2. Umur : 34 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Aluppang
6. Pekerjaan :-
7. Hubungan Dengan Klien : Saudara

II. RIWAYAT KESEHATAN


A. Keluhan Utama : Nyeri Kepala
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dialami kurang lebih 9 jam, sebelum masuk rumah sakit akibat
kecelekaan lalu lintas, klien sedang berboncengan dengan suaminya
mengendarai motor, tiba-tiba baju klien yang panjang tersangkut
kedalam roda-roda sehingga terjatuh dan kepalanya membentur aspal,
saat pengkajian tanggal 23 Oktober 2017, klien ter diognosis Trauma
brain injury, saat ini GCS klien 15 (E4 M6 V5), tampak luka terbuka
pada dahi sebelah kiri dengan ukuran ± 10x3 cm tepi tidak beraturan
dengan dasar tulang, tampk retak pada tulang frontalis.

C. Pengkajian Primer
a. Airway : Tidak terdapat obstruksi (bebas/paten), lidah tidak jatuh,
tidak terdapat sputum dan cairan.
b. Breathing : RR 24x/menit
c. Circulation : 120/80 mmHg, 90x/menit, tidak terdapat penggunaan
otot bantu pernafasan
d. Disintegrity : GCS 15 (compos mentis) E4 V6 M5, pupil isokor
e. Exposure : tampak luka terbuka pada dahi sebelah kiri dengan
ukuran 10x3cm, skala nyeri 4 (sedang), suhu 36,50C
D. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Klien tidak pernah di rawat di RS dengan penyakit yang sama
b. Klien sebelumnya belum pernah mengalami pembedahan
c. Tidak ada riwayat alergi obat
d. Riwayat Kesehatan keluarga

G1:

? ? ? ? ? ?

G2: ? ?

G3 40
Keteragan :

= Laki-laki = Meninggal

= Perempuan 40 = Klien
= Garis parkawinan
= Garis keturunan = Tinggal serumah
Kesimpulan :
GI : Nenek & kakek klien baik dari ibu maupun dari bapak klien
G II : Orang tua dari klien masih sehat, dan saudara/I baik dri ibu
maupun dari ayah klien
G III : Klien anak satu-satunya yang sedang dirawat
dengan penyakit trauma capitis akibat KLL
Jadi, tidak ada keluarga klien yang menderita sakit sama seperti
klien.
2. Riwayat Psikososial
a. Pola Konsep Diri
1) Peran Diri
Pandangan klien terhadap diri sendiri yaitu manusia sebagai
makhluk social dan klien dapat menerima keadaannya yang
juga membutuhkan bantuan orang lain
2) Ideal Diri
Keluarga klien berharap bahwa klien cepat sembuh dari
penyakitnya sekarang
3) Identitas Diri
Klien sadar sebagai seorang laki-laki
4) Citra Tubuh
Klien adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
5) Harga Diri
Klien merasa tidak berguna karena tidak mampu
menjalankan tugasnya/ perannya karena masih di rawat di
RS
b. Pola Kognitif
Klien memikirkan penyakit yang dialami dan berharap cepat
sembuh
c. Pola Koping
Klien mengambil keputusan bersama dengan keluarganya
d. Pola Interaksi

 Keluaraga klien mengatakan bahwa pasien mampu


berinteraksi dengan orang-orang disekitar lingkungan rumah
klien
 Orang tedekat dengan klien adalah orang tuanya
 Klien mudah bergaul dengan orang lain

3. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan Klien Beribadah
Keluarga klien mengatakan bahwa sebelum klien sakit klien
rajin beribadah
b. Dukungan Keluarga
Keluarga selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada
klien agar cepat sembuh
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum Klien : Nyeri Kepala
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 0c
Pernapasan : 20 x/i
Nadi : 90x/i
3. Kepala
 Inspeksi
 Bentuk Kepala : Mencepalon, ada luka pada kulit kepala
bagian frontal
 Keadaan rambut : Warna hitam, distribusi rambut
merata, tidak ada ketombe
 Palpasi
 Tidak reraba benjolan
 Ada nyeri tekan pada kepala terutama pada daerah luka.

4. Mata
 Inspeksi
 Bentuk mata simetris kiri dan kanan
 Tidak tampak kelainan pada kelopak mata
 Palpasi
Tidak ada benjolan / nyeri tekan

5. Hidung dan Sinus


 Inspeksi
 Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada bengkak
 Palpasi
Tidak ada benjolan maupun nyeri tekan
6. Telinga
 Inspeksi
 Posisi telinga simetris kiri dan kanan
 Palpasi
Tidak ada benjolan / nyeri tekan
7. Mulut
 Inspeksi
 Bibir tampak adanya mukosa mulut
 Palpasi
Terdapat benjolan / nyeri tekan

8. Thoraks dan Pernapasan


 Inspeksi
 Bentuk dada simetris kiri dan kanan
 Gerakan dada mengikuti gerakan nafas
 Jalan napas obstruksi partial
 Palpasi
Tidak ada massa atau nyeri tekan
 Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
 Perkusi
Bunyi lapang paru resonan
9. Jantung
 Inspeksi
 Bentuk dada simetris kiri dan kanan
 Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
 Perkusi
 Tidak ada pembesaran jantung, bunyi hati pekak
 Auskultasi
BJ 1 (S1) “Lup” pada katup nitra dan tricuspidalis, BJ (S2)
“Dup” pada katup aorta dan pulmonal
10. Abdomen
 Inspeksi
 Perut tampak datar dan tidak ada pembengkakan
 Tidak tampak adanya pembesaran pada hepar
 Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan atau benjolan
 Perkusi
Bunyi thympani
 Auskultasi
Peristaltik > 8x/i
11. Genetalia dan Anus
 Terpasang Kateter Urine no 18
12. Ekstermitas
 Ektermitas Atas
 Tidak ada kekakuan pada tangan sebelah kanan
 Tepasang infuse RL pada tangan sebelah kiri
 Ektermitas Bawah
 Tidak ada luka, nyeri tekan / benjolan
 Dapat digerakkan kiri dan kanan
 Tidak ada udema
13. Status Neurologi
 Nervus I (Olfaktorius), Berfungsi untuk membedakan bau
alkohol dengan kopi.
 Nervus II (Optikus) untuk lapang pandang penglihatan
 Nervus III, IV, VI, untuk pergerakan bola mata kesegala arah
 Nervus V (Trigeminalis) berfungsi untuk merasakan rangsangan
di daerah tangan
 NervusVII (Fasialis) berfungsi untu membedakan rasa/perasa
 Nervus IX (Glossofaring) reflek menelan baik
 Nervus X (Vagus), Klien dapat mengeluarkan suara
 Nervus XI (Aksesorius), klien dapat mengangkat bahu
 Nervus XII (Hipoglosal) berfungsi untuk menilai artikulasi,
suara, lidah bergerak kesegala arah
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi Rutin

WBC 17.90 4.00-10.0 10^3/ul


RBC 4.5 4.00-6.00 10^6/ul
HGB 12.5 12.0-16.0 gr/dl
HCT 38.2 37.0-48.0 %
MCV 88 80.0-97.0 fl
MCH 30 26.5-33.5 pg
MCHC 34 31.5-35.0 dr/dl
PLT 368 150-400 10^3/ul
RDW-SD 37.0-54.0 fl
RDW-CV - 10.0-15.0
PDW - 10.0-18.0 fl
MPV - 6.50-11.0 fl
P-LCR 13.0-43.0 %
PCT 0.00 0.15-0.50 %
NEUT 52.0-75.0 %
LYMPH - 20.0-40.0 %
MONO - 2.00-8.00 10^3/ul
EO - 1.00-3.00 10^3/ul
BASO - 0.00-0.10 10^3/ul
RET 0.00-0.10 10^3/ul
LED I - (L<10.P<20) mm
LED Jam II -
Koagulasi
PT 12 10.14 detik
INR - -
APTT 21 22.0-30.0 detik
KIMIA DARAH
Glukosa -
GDS 108 140 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum 20 10-50 mg/dl
Kreatinin 0.9 L(< 1.3);P(<1.1) mg/dl
Fungsi Hati
SGOT 21 <38 U/L
SGPT 20 <41 U/L

 Pemeriksaan Radiologi
a. X-ray skull Ap- Lateral
b. X-ray thorax AP
c. CT Scan

Terapi Tindakan
 Infus RL 28 tpm
 Pasang O2 nasal kanul (3 Liter)
 Pasang Kateter Urine no 16
 Injeksi
- Piracetam 3 gr/12 jam/intravena
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/intravena
- Ranitidine 50 mg/12 jam/intravena
- Ketorolac 30 mg/8 jam/Intravena
DATA FOKUS

Nama pasien : Ny ’N’


NO RM : 820222
Ruang Rawat : IGD BEDAH

1. Data Subjektif
Klien mengeluh nyeri kepala
2. Data Objektif
 Klien nampak meringis
 Skala nyeri 4
 Tampak luka terbuka di frontal sinistra terbalut verban
 Terpasang kateter urine
 Terpasang Infus IV
 TTV
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 0c
Pernapasan : 26 x/i
Nadi : 90x/i
 Klien Nampak sesak
ANALISA DATA

Nama pasien : Ny ’N’


NO RM : 820222
Ruang Rawat : IGD BEDAH

No Data Etiologi Masalah


DS : klien mengatakan Cedera jaringan otak Nyeri
nyeri pada luka
bagian kepala Vasodilatasi vaskuler
DO: Ekspresi wajah
meringis Aliran darah meningkat
TTV :
TD : 120/80 mmhg Terjadi akumulasi darah ke daerah
N : 90x/i edema
P : 26x/i
S : 36,5 0C TIK Meningkat

Mediator kimia
(histamine,bradikinin,progtagladin)

Hipotalamus

Korteks serebri

Nyeri dipersepsikan

Nyeri
DS : klien mengatakan Cedera jaringan otak Gangguang
lemah dan harus perfusi
dibantu O2 Vasodilatasi vaskuler serebral
DO :
- terpasang O2 4 Aliran darah meningkat
Lpm
- klien nampak Terjadi akumulasi darah ke daerah
lemah edema

TIK Meningkat

Penekanan vaskuler serebral

Suplai O2 dan glukosa menurun

Terjadi metabolism anaerob


glukosa

Hipoksia serebral

Iskemia

Gangguan perfusi serebral


DS : klien mengatakan
Gangguan
bahwa tidak dapat Nekrosis Jaringan Otak
Mobilitas
melakukan kegiatan Fisik
apapun Penurunan Kesadaran
DO :
- Klien nampak Imobilisasi
Lemah
- Tidak mampu Tirah baring
beraktivitas
- Kebutuhan klien Gangguan Mobilitas Fisik
dibantu oleh
keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny ’N’


NO RM : 820222
Ruang Rawat : IGD BEDAH

No Diagnosa Keperawatan Tgl ditemukan Tgl Teratasi


1. Nyeri berhubungan dengan adanya 23 Oktober 2017
cedera jaringan otak
2. Gangguan perfusi jaringan serebral 23 Oktober 2017
b/d peningkatan tekanan
intracranial.
3. Gangguan mobilitas fisik b/d 23 Oktober 2017
gangguan neurovaskuler
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny ’N’


NO RM : 820222
Ruang Rawat : IGD BEDAH

No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


Nyeri
1 b/d adanya cedera - Nyeri teratasi 1. Kaji tingkat nyeri 1. Untuk mengetahui
1. jaringan otak dengan kriteria 2. Observasi tanda- tindakan nyeri
DS : klien mengatakan : tanda vital perawat dapat
nyeri pada luka bagian - Ekspresi wajah 3. Observasi tanda- memberikan
kepala tenang tanda non verbal tindakan
DO : - TTV dalam nyeri(gelisah) 2. Peningkatan tanda-
- Klien Nampak batas normal kening tanda vital terutama
meringis TD : 120/70 mengkerut, nadi adalah sebagai
- Skala nyeri 4 mmhg peningkatan indicator adanya
(nyeri sedang) N : 82x/i darah dan denyut nyeri
dengan nilai P : 20x/i nadi. 3. Berguna untuk
numeric 0-10 S : 36,2 0C 4. Atur posisi kenyamanan klien.
TTV : pasien yang 4. Posisi yang nyaman
TD : 120/80 mmhg nyaman dapat mengurangi
N : 90x/i nyeri.
P : 26x/i
S : 36,5 0C

Gangguan perfusi Meningkatkan 1. Monitor dan 1. Refleks membuka


2. jaringan serebral b/d tingkat catat status mata menentukan
peningkatan tekanan kesadaran, neurologis pemulihan tingkat
intracranial. kognisi, dan dengan kesadaran dan respon
DS : klien mengatakan fungsi menggunakan motorik menentukan
lemah dan harus motorik/sensorik GCS. kemampuan untuk
dibantu O2 dengan criteria : 2. Pertahankan berespon.
- Tanda-tanda posisi kepala yg 2. Perubahan kepala
DO : vital stabil & sejajar dan tidak pada satu sisi dapat
- terpasang O2 4 Tidak ada menekan. menimbulkan
Lpm peningkatan 3. Hindari batuk penekanan pada vena
- klien nampak tik. yang berlebihan. jungularis dan
lemah 4. Observasi kejang menghambat aliran
dan lindungi darah otak, untuk itu
pasien dari dapat meningkatkan
cedera akibat tekanan intracranial.
kejang. 3. Dapat mencetuskan
5. Berikan O2 respon otomatik
sesuai dengan peningkatan
kondisi pasien intracranial.
4. Kejang terjadi akibat
iritasi otak, hipoksia,
dan kejang dapat
meningkatkan
tekanan intracranial.
5. Dapat menurunkan
hipoksia otak.
3. Gangguan mobilitas fisik Untuk 1. Kaji fungsi 1. Lobus frontal dan
b/d gangguan mengurangi mmotorik dan parietal berisi saraf-
neurovaskuler terjadinya luka sensorik dengan saraf yang mengatur
DS : klien mengatakan dekubitus, mengobservasi fungsi motorik &
bahwa tidak dapat koontraktur, dan setiap sensorik dan dapat
melakukan kegiatan kekakuan sendi, ekstremitas dipengaruhi oleh
apapun dengan kriteria secarah terpisah iskemia atau
DO : - Klien dapat terhadap meningkatkan
- Klien nampak menggerakan kekuatan dan tekanan.
Lemah anggota gerakan normal, 2. Mencegah terjadinya
- Tidak mampu tubuhnya. respon terhadap luka tekan akibat
beraktivitas rangsang. tidur terlalu lama
- Kebutuhan klien 2. Ubah posisi pada satu sisi
dibantu oleh pasien setiap 2 sehingga jaringan yg
keluarga jam. tertekan akan
3. Jaga lengan kekurangan nutrisi
dalam posisi yang dibawa darah
sedikit fleksi. melalui O2.
4. Lakukan latihan 3. Mencegah kontraktur
di tempat tidur fleksi.
4. Untuk membantu
tidak terjadinya
kontraktu.
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny ’N’


NO RM : 820222
Ruang Rawat : IGD BEDAH

Tgl No Jam Implementasi Evaluasi


24-10-2017 1 09.30 1. Mengkaji Tingkat nyeri S : Klien mengatakan nyeri pada
Hasil : luka bagian kepala
 Klien mengatakan nyeri pada O : Klien Nampak
bagian kepala Tenang
 Skala nyeri 4 (sedang) A : Masalah teratasi
 Ekspresi wajah meringis P : Pertahankan
10.00 2. Mengobservasi reaksi non intervensi
verbal dari ketidak nyamanan
Hasil : klien nampak tenang dan
istirahat
10.15 3. Mengajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
Hasil : klien dapat melakukan
tarik nafas secara efektif
10.25 4. Memberikan analgesic
Hasil :
 Ranitidine 50mg/8jam/IV

24/10/2017 2 10.50 1. Memonitor TTV klien S : Klien mengatakan lemah dan


Hasil: harus dibantu dengan O2..
TD : 120/70 mmHg O : - Terpasang O2 4 liter/ menit.
N : 90 x/menit - Terpasang kateter
P : 24 x/menit A : masalah belum teratasi.
S : 36 0C P : lanjutkan semua intervensi
11.00 2. Memonitor tingkat kesadaran
dan GCS
Hasil: GCS 15( E4 V6 M5)
11.10 3. Memonitor tekanan intrkranial
dan respon nerologis
Hasil : pasien menunjukan
peningkatan kesadaran
11.20 4. Kolaborasi pemberian oksigen
Hasil : terpasang oksigen 4 liter

24-10-2017 3 13.00 1. Mengkaj kemampuan pasien S : klien tidak mampu


dalam mobilisasi melakukan aktivitasnya.
Hasil : O: - Klien nampak lemah
Klien mampu bergerak di atas - Kebutuhan klien dibantu
tempat tidur dengan bantuan. oleh keluargan
13.20 2. Melatih pasien dalam A: Masalah belum teratasi
pemenuhan kebutuhan ADL P: Lanjutkan intervensi
secara mandiri sesuai
kemampuan
Hasil : aktivitas klien masih di
bantu keluarga
13.25 3. Mendampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADL
Hasil : aktivitas klien di bantu
oleh keluarga

Anda mungkin juga menyukai