Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Defenisi

Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal

(ujung ureter yang berpangkal di ginjal) batu-batu tersebut dibentuk oleh

kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit

dan sistin). Ukuran batu tersebut bervareasi dari yang granular (pasir dan

krikil) sampai sebesar buah jeruk. Batu sebesar krikil biasanya dikeluarkan

secara spontan, pria lebih sering terkena penyakit ini dari pada wanita dan

kekambuhan merupakan hal yang mungkin terjadi

2. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,

dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik. Secara epidemiologis

terdapat beberapa faktor yang mempermudah Terjadinya batu saluran

kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :

a. Faktor Intrinsik :

1. Herediter (keturunan).

2. Umur : sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.

3. Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak

dibandingkan dengan pasien perempuan.


b. Faktor Ekstrinsik :

1. Geografis :

Pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu

saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga

dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah

batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu

saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air :

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium

pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu

saluran kemih.

4. Diet :

Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah

terjadinya penyakit batu saluran kemih.

5. Pekerjaan :

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya

banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

3. Manifestasi Klinis

a. Ketika menghambat aliran urin, terjadi obstruksi menyebabkan

peningkatan hidrostatik da distensi piala ginjal serta ureter proksimal.

b. Infeksi (pielonetritis dan sistinis yang disertai menggigil, demam dan

disuria).
c. Batu dipiala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan

terus-menerus di area koskovertebral.

d. Nyeri bertahap biasanya pada pinggang.

e. Nyeri yang berpindah kebawah (panggul, testis/vulva).

f. Hematuria.

g. Mual dan muntah sebagai akibat dari adanya gejala gastrointestinal.

4. Patofisiologi

Ada beberapa teori tentang terbentuknya Batu saluran kemih adalah:

1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu

atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan

kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya

membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing

saluran kemih.

2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine

(albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat

mengendapnya kristal-kristal batu.

3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat

penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat,

mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa

zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran

kemih. Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa

obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada

saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi
yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat

menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis. Batu yang dibiarkan di

dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal,

pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal).

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisa :

warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan

hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis,

tumor,kegagalan ginjal).

 pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan

batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium,

atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat,

kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat, kultur urine

menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20

mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk

mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar

perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh

diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status

katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki

0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya

untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa

yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)


sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal

menyebabkan iskemia/nekrosis.

b. Darah lengkap :

 Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), abnormal bila pasien dehidrasi

berat atau polisitemia.

c. Hormon Paratyroid

Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH

merangsang reabsorbsi) kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi

serum dan kalsium urine.

d. Foto Rontgen :

menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal

dan sepanjang uriter.

e. IVP :

Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri

abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur

anatomik (distensi ureter).

f. Sistoureteroskopi :

Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau

efek ebstruksi.

g. USG Ginjal :

Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.


6. Komplikasi

1. Gagal ginjal

Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh

darah yang disebut kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena

suplai oksigen terhambat. Hal ini menyebabkan iskemis ginjal dan jika

dibiarkan menyebabkan gagal ginjal.

2. Infeksi

Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk

perkembangbiakan microorganisme. Sehingga akan menyebabkan

infeksi pada peritoneal.

3. Hidronefrosis

Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan

menumpuk diginjal dan lam-kelamaan ginjal akan membesar karena

penumpukan urin

4. Avaskuler ischemia

Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga

terjadi kematian jaringan.

7. Penatalaksanaan

 Karena batu ginjal meningkatkan resiko infeksi, sepsis dan

obstruksi urinarius pasien di instruksikan melaporkan penurunan

volume urin dan adanya urin yang keruh atau mengandung darah.

 Keluar urin total dan pola berkemih diperiksa.


 Meningkatkan pemasukan cairan di lakukan untuk mencegah

dehidrasi dan meningkatkan tekanan hidrostaltik dalam traktus

urinasius untuk mendorong pasase batu.

 Ambulasi didorong sebagai suatu cara untuk menggeser batu dari

taktus urinarius.

 Tanda-tanda vital pasien mencakup suhu dipantau untuk

mendeteksi tanda-tanda dini adanya infeksi.

 Segera melaporkan bila ada rasa nyeri.

 Analgesik diberikan sesuai resep untuk mengurangi nyeri.

 Melakukan pembedahan untuk pengambilan batu ginjal.

 Terapik medik dan simtomatik

 Terapik medik => mengeluarkan batu ginjal atau melarutkan

batu.

 Pengobatan Simtomatik = > mengusahakan agar nyeri

khususnya koli ginjal yang terjadi menghilang dengan

pemberian simpatolitik selain itu dapat diberikan minum

berlebihan disertai diuretikum bendofluezida 5 – 10 mg/hr.

 Terapi mekanik

 E S W L = > Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy

 Terapi pembedahan Jika tidak tersedia alat litotriptor


A. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Anamnesis

Meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit masa

lalu, riwayat penyakit Keluarga.

b. Aktifitas / Istirahat.

c. Riwayat : pekerjaan, dehidrasi, infeksi, imobilisasi

d. Eliminasi

e. Mual dan muntah

f. Makan dan Minum

g. Nyeri / rasa tidak nyaman

h. Keluhan nyeri

Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik

nyeri, penyebaran nyeri, skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat

bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah,

gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya.

i. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan.

j. Respon emosi : cemas

k. Pengetahuan tentang penyakitnya

l. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan Umum :

 Klien biasanya lemah.

 Kesadaran Composmetis.
 Adanya rasa nyeri.

2) Kulit :

 Teraba panas.

 Turgor kulit menurun.

 Penampilan pucat.

3) Pernafasan : Pergerakan nafas simetris.

4) Cardio Vaskuler :

 Takikardi.

 Irama jantung reguler.

5) Gastro Intestinal:

Kurang asupan makanan nafsu makan menurun.

6) Sistem Integumen: Tampak pucat.

7) Geneto Urinalis:

 Dalam BAK produksi urin tidak normal.

 Jumlah lebih sedikit karena ada penyumbatan.


m. Pola-pola Fungsi Kesehatan

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup


Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai
penyakit batu ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien
perawatan dan tata laksana hidup sehat.
2. Pola nutrisi dan metabolisme

Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan

menurun karena adanya luka pada ginjal.


3. Pola aktivitas dan latihan

Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik

gangguan karena adanya luka pada ginjal.

4. Pola eliminasi

Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal

biasanya BAK sedikit karena adanya sumbatan atau bagu ginjal

dalam perut, BAK normal.

5. Pola tidur dan istirahat

Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau

terganggu karena adanya penyakitnya.

6. Pola persepsi dan konsep diri

Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan

dilakukan dan bagaimana dilakukan operasi.

7. Pola sensori dan kognitif

Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang

dideritanya selama di rumah sakit.

8. Pola reproduksi sexual

Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih

dapat melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang

berhubungan dengan produksi sexual.

9. Pola hubungan peran

Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap

baik tidak ada gangguan.


10. Pola penaggulangan stress

Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan

hal yang positif jika stress muncul.

11. Pola nilai dan kepercayaan

Klien tetap berusaha dan berdoa supaya penyakit yang di derita

ada obat dan dapat sembuh.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri kronis berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan
kontraksi ureteral.
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual/muntah.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
4) Ansietas berhubungan dengan koping tidak efektif
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot.
3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan peningkatan
frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
Tujuan NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah nyeri akan berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengerti penyebab nyerinya
b. Klien mampu beradaptasi terhadap nyerinya.
Intervensi NIC :
a. Kaji kualitas / intensitas nyeri
b. Observasi tanda – tanda vital
c. Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan
tentang tindakan yang akan dilakukan.
d. Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi
e. Kolaborasi pemberian obat analgetik bila dibutuhkan.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual/muntah.
Tujuan NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah nutrisi akan teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat mempertahankan massa tubuh dan berat badan
dalam batas normal.
b. Klien dapat memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan
cairan yang adekuat.
Intervensi NIC :
a. Kaji pola makan klien
b. Berikan porsi makan sedikit tapi sering
c. Timbang berat badan setiap hari
d. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam
jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan
ketidaksukaan pasien.
e. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
Tujuan NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi.
Intervensi NIC:
1. Kaji tanda-tanda infeksi
2. Kaji keadaan luka
3. Kaji tanda-tanda vital
4. Lakukan perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
5. Kolaborasi pemberian antibiotik.
4. Ansietas berhubungan dengan koping tidak efektif.
Tujuan NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan ansietas akan berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Ansietas berkurang .
b. Menunjukkan pengendalian nyeri terhadap ansietas.
Intervensi NIC :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien
b. Pada saat ansietas berat, damping pasien, bicara dengan
tenang, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman.
c. Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap
empatik secara verbal dan nonverbal secara bergantian.
d. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
e. Dampingi pasien untuk meningkatkan keamanan dan
mengurangi rasa takut.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien
dapat bergerak sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil :
a. Klien mampu melakukan aktivitas
b. Klien mampu mendemonstrasikan penghematan energy
Intervensi NIC :
a. Kaji kemampuan klien untuk bergerak
b. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala,
bersandar, duduk berdiri dan ambulasi, sesuai toleransi.
c. Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara
bergantian.
d. Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu
untuk mencegah keletihan.

Anda mungkin juga menyukai