Anda di halaman 1dari 10

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus
masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi.
Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien).
Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan
merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya
segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal)
sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus Definisi lain Invaginasi
atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segment usus di
dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami
invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun
jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum
terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu
segmen usus yang dimasuki segmen lain
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada
anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai kelainan pada
ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma
(Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang
menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah : 3 :
2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai (Ellis ,90). Daerah yang secara
anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileo coecal, dimana ileum yang
lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat
menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun total. Intususepsi paling sering
mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan dengan
pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab
yang jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum.
Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak
ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70% kasus
invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering dijumpai pada
ileosekal. Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta tidak banyak tulisan
yang membahas hal ini secara rinci.
Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anak-
anak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan
sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh
suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead poinnya dapat
ditemukan

B. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan pada lokasi invaginasi:
1. Ileocaecal : ileum masuk ke dalam colon ascendens pada katub ileocaecal.
2. Ileocolic : ileum (akhir dari usus kecil ) masuk ke dalam colon.
3. Colocolic : colon masuk ke dalam colon.
4. Ileo-ileo : usus kecil masuk ke dalam usus kecil.

C. Etiologi
Etiologi tidak diketahui/idiopatik.
Beberapa teori, menghubungkan terjadinya invaginasi karena gangguan peristaltik,
10% didahului oleh pemberian makanan padat dan diare.
a. Menurut kepustakaan 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat idiopatik.
Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa
hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) yang
mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini menimbulkan
pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi aliran vena à
obstruksi intestinal à perdarahan. Penebalan ini merupakan titik permulaan
invaginasi.
b. Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip,
hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik
pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair
ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab invaginasi
c. Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang
jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic
intususeption.
d. Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada usus
sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada orang tua
sangat jarang dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al, 1985; Ellis
1990), seta tidak banyak tulisan yang membahas tentang invaginasi pada orangtua
secar rinci.
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional
berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada
timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak
dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab
invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan
dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 – 9 bulan, hampir
70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari wanita
kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi menjadi suatu
iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-pembuluh darah
segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang paling awal
mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih
dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul
perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar anus sebagai
suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool).
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen
usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang
pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak
intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle
meckel’s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas
(adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih rendah seperti
tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan
abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi
terjadi pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen
yang tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .
Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang
terjadi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-
kira 95% kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab
organik, dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna.
Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan
anggapan terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang
hanya mengenai kolon saja (Cohn 1976).

D. Patifisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa
pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian
usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas
dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga
bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya
karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya
yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya
segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang
terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah
akan menyebabkan nekrosis dinding usus
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada
intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan
tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt
sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan
perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat
terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat
lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya
menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi
komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil
maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang
lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal
yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya
terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik
obstruksi paralitik (Meingot’s 90 ; Bailey 90).

E. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala mulai tampak dalam waktu 3-24 jam setelah terjadi invaginasi.
Gejala terlihat sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu
1. Nyeri perut, bersifat mendadak setiap 15-30 menit, dengan durasi 1-2 menit. Bayi
terlihat sehat bila sedang tidak mengalami nyeri. Perut berbentuk Scaphoid. Pada
anak dengan usia lebih dari 2 tahun, nyeri perut merupakan gejala yang menyolok.
2. Muntah (pada bayi kecil merupakan gejala pertama).
perdarahan.
3. Muntah pada awalnya berisi sisa-sisa makanan yang ada dalam lambung, kemudian
berisi empedu.
Muntah tejadi pada 3 jam pertama. Gejala muntah lebih sering pada invaginasi usus
halus bagian atas jejunum dan ileum daripada ileo-colica.
Setelah serangan nyeri/kolik yang petama, feses normal, kemudian disusul oleh
defekasi darah bercampur lendir (currant jelly stool). Yang berasal dari intususeptum
yang terbendung, tertekan atau seudah mengalami strangulasi. Bila invaginasi
disertai strangulasi harus waspada kemungkinan terjadinya peritonitis setelah
perforasi.
Darah lendir berwarna segar pada awal defekasi, kemudian berangsur-angsur
bercampur jaringan nekrosis, disebut terry stool oleh karena terjadi kerusakan
jaringan dan pembuluh darah.

F. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan rontgen dengan enema barium untuk memastikan terjadinya invaginasi.
2. Foto polos perut dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral dekubitus kiri. Posisi
lateral dekubitus kiri ialah posisi penderita yang dibaringkan dengan bagian kiri di
atas meja dan sinar dari arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui
invaginasi juga dapat mendeteksi adanya perforasi.
3. Gambaran X-ray pada invaginasi ileo-coecal memperlihatkan daerah bebas udara
yang fossa iliaca kanan karena terisi massa. Pada invaginasi tingkat
lanjut kelihatan air fluid level
G. Penatalaksanaan
1. Penurunan dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium
ke dalam kolon. Metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu resiko
perforasi, walaupun demikian kecil, dan tidak terdapat jaminan dari penurunan yang
berhasil.
2. Reduksi bedah
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
lakukan pengkajian fisik secara rutin
1. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga tentang
gejala
2. Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi
3. Observasi perilaku anak
4. Observasi adanya manifestai intususepsi:
a) Nyeri abdomen akut tiba-tiba
b) Anak berteriak dan menarik lutut ke dada
c) Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode nyeri
d) Muntah
e) Letargi
f) Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses bercampur darah dan mucus )
g) Abdomen lunak ( pada awal penyakit )
h) Nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut )
i) Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas
j) Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance )
k) Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis
5. Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis:
a) Diare
b) Anoreksia
c) penurunan berat badan
d) muntah (kadang-kadang )
e) nyeri periodic
f) nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang lebih besar )

B. Diagnose keperawatan
Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat,
krisis situasional.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
5. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
C. Intervensi keperawatan

No. diagnosa Tujuan Perencanaan


1. Nyeri Tingkat Nyeri Menejemen Nyeri
berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif
dengan tindakan asuhan (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas
prosedur kepeawatan selama 3 x nyeri).
invasif. 24 jam, Pasien2. Berikan pereda nyeri dengan
diharapkan tidak manipulasi lingkungan (missal
mengalami nyeri, ruangan tenang, batasi pengunkung).
antara lain penurunan 3. Berikan analgesia sesuai ketentuan
nyeri pada tingkat yang 4. Cegah adanya gerakan yang
dapat diterima anak mengejutkan seperti membentur
Kriteria hasil : tempat tidur
a. Anak tidak
5. Ajarkan teknik relaksasi
menunjukkan tanda-
tanda nyeri
b. Nyeri menurun
sampai tingkat yang
dapat diterima anak
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
2. Resiko infeksi Knowledge: infection Infection control
berhubungan control 1. Pertahankan teknik isolasi
dengan luka Setelah dilakukan 2. Batasi pengunjung bila perlu
post operasi tindakan asuhan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan
kepeawatan selama 3 x sesudah tindakan keperawatan
24 jam, Pasien4. Bersihkan lingkungan setelah
diharapkan infeksi dipakai pasien lain
tidak terjadi
5. Tingkatkan intake nutrisi
(terkontrol). Kriteria
hasil:
a. Klien bebas dari
tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
c. Jumlah leukosit
dalam batas normal
d. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
3. cemas Kontrol Cemas Enhancement Family Coping
b.d krisis Setelah dilakukan
a. Sediakan informasi yang
situasional, tindakan keperawatan sesungguhnya meliputi diagnosis,
nyeri. diharapkan kecemasan treatmen dan prognosis.
hilang atau berkurang. b. Tetap damping pasien dan
Kriteria hasil : keluarga untuk menjaga keselamatan
a. Monitor intensitas pasien dan mengurangi ansietas
kecemasan Keluarga
b. Rencanakan strategi c. Instruksikan kepada keluarga
koping untuk untuk melakukan ternik relaksasi
mengurangi stress d. Bantu keluarga mengidentifikasi
c. Gunakan teknik situasi yang menimbulkan ansieta
relaksasi untuk
mengurangi kecemasan
d. Kondisikan
lingkungan nyaman
Skala :
1. Tidak pernah
dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang
dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Lippincott Williams &wilkins, 2011. Memahami berbagai mavam penyakit, Indeks : Jakarta

Bresler, Michael John & George L. Sterbach. 2006. Kedokteran Darurat, edisi 6. EGC:Jakarta

Brought, Helen.dkk. 2008. Rujukan Cepat Pediatrik dan Kesehatan Anak. EGC: Jakarta

Donnal, Wong. 2004. Keperawatan Pediatrik. EGC: jakarta

Anda mungkin juga menyukai