Anda di halaman 1dari 46

PENDAHULUAN

Invaginasi dikenal juga dengan nama “Intususepsi”. Invaginasi merupakan

penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada bayi, ketika satu bagian atas dari

usus berinvaginasi ke bagian bawah dari usus tersebut. Jika progres dari

intususepsi ini tidah ditatalaksana segera, dapat berakibat fatal. Kematian yang

disebabkan oleh intususepsi jarang ditemukan di negara maju, ini disebabkan

waktu diagnosis yang cepat dan terapi operatif. Di negara berkembang, pasien

mungkin ditemukan telah dalam kondisi serius, dan angka kematian yang tinggi

karena terbatasnya akses kesehatan.1 Setidaknya 65% kasus intususepsi timbul

pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan insiden puncak antara bulan kelima

dan kesembilan kehidupan. Walaupun keadaan ini bisa timbul pasca bedah, yang

hanya melibatkan usus halus dalam 86% demikian, atau bisa timbul pada anak

yang lebih besar dengan lesi seperti polip atau divertikulum meckel sebagai titik

pembawanya. Biasanya invaginasi yang terjadi pada bayi, tidak diketahui sebab

pastinya. Pada anak di bawah usia 4 tahun , 95% invaginasi dimulai pada atau

dekat katup ileosekali. 2

1
INVAGINASI

A. DEFENISI

Invaginasi disebut juga intususepsi, secara terminologi intususepsi berasal

dari bahasa latin “infus” yang artinya dalam atau masuk dan “suscipere” yang

berarti menerima. Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan

dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan

obstruksi / strangulasi. Umumnya keadaan ini terjadi dimana masuknya segmen

usus proksimal kedalam segmen distal serta kemudian di dorong ke distal oleh

peristaltik usus.2,3 Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan bagian yang

menerima intususepturn dinamakan intususipiens. Oleh karena itu, invaginasi

disebut juga intususepsi.5 Pemberian nama invaginasi bergantung hubungan antara

intussusceptum dan intussuscipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi

hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intussusceptum dan

colon sebagai intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica,

colo-colica dan appendical-colica.

Gambar 1. Usus Normal dan Invaginasi

2
B. EPIDEMIOLOGI

Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur, bahkan dapat terjadi saat

intrauterin. Invaginasi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang

muda dan dewasa. Tujuh puluh persen ditemukan pada anak-anak di bawah 1

tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Kebanyakan

ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak lelaki.2

Insidensi tertinggi ditemukan pada usia 6-7 tahun. Berdasarkan penelitian O’Ryan

et al, dari kasus intususepsi di RS Santiago tahun 2000-2001 ditemukan bahwa

insidens invaginasi pada pasien berusia kurang dari 12 bulan sebanyak 55 per

100.000 kelahiran hidup, sedangkan untuk usia 0-24 bulan sebanyak 35 per

100.000 kelahiran hidup.3 Insidens bervariasi dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup.

Laki-laki berbanding perempuan 4:1.4 Insidens pada bulan Maret – Juni meninggi

dan pada bulan September – Oktober juga meninggi. Hal tersebut mungkin

berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim

– musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi.

Sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan

salah satu faktor penyebab.

C. ETIOLOGI

Ada perbedaan yang mencolok pada etiologi invaginasi, antara anak – anak

dan dewasa. Sebagian besar, sekitar 90% etiologi invaginasi pada anak tidak

diketahui dengan pasti. Faktor presipitasi invaginasi pada anak dapat berupa

infeksi virus dan pertumbuhan tumor intestinum. Invaginasi idiopatik umumnya

3
terjadi pada anak berusia 6 – 36 bulan karena tingkat kerentanannya tinggi

terhadap virus.5 Dahulu, beberapa kasus invaginasi berhubungan dengan vaksin

rotavirus. Rotavirus adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi yang dapat

mengakibatkan terjadinya diare, vomitus, demam, dan dehidrasi. Invaginasi juga

sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas dan serangan episodik

gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan limfoid.2,5,9 Adenovirus

ditemukan pada 50% kasus invaginasi. Akibat peradangan ini menyebabkan

hiperplasia jaringan limfoid submukosa usus (Payer’s patch) di ileum dapat

merangsang peristaltik usus sebagai upaya mengeluarkan massa tersebut sehingga

menyebabkan invaginasi. Di Eropa, pembengkakan kelenjar limfe mesenterika

ditemukan 19–50% pada pasien yang di operasi atau di investigasi dengan USG.

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 – 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi

perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini

dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi.

Pada orang dewasa penyebab terbanyak invaginasi adalah keadaan

patologik intra lumen seperti tumor jinak maupun ganas saluran cerna, parut

(adhesive) usus, luka operasi pada usus halus dan kolon, IBS (Irritable Bowel

Syndrome), diverticle meckel’s, polip dan Hirschsprung.8 Pada sekitar 5-10%

penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk terjadinya intususepsi seperti

divertikulum Meckel, polip usus serta limfosarkoma. Intususepsi juga dapat

terjadi pada penderita kistik fibrosis yang mengalami dehidrasi.4 Penyebab

terjadinya invaginasi juga diduga akibat tindakan masyarakat tradisional berupa

pijat perut.

4
D. PATOGENESIS

Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada

intinya merupakan gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu

bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau

kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral

ke anal sehingga bagian yang masuk ke lumen usus biasanya merupakan arah

oral atau proksimal. Keadaan lain biasanya terjadi karena adanya lesi patologis

atau iritan pada dinding usus yang dapat menghambat gerakan peristaltik normal

serta menjadi lokus minoris untuk terjadinya invaginasi.

Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari

ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal.

Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak

sebagai “lead point” atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis. Sebagai

hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam

lumen.

Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai

intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada

invaginasi ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari

intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan

dan tertariknya mesenterium.

5
Gambar 2. Gambaran Ilustrasi Patogenesis Invaginasi

Mesenterium usus proksimal tertarik ke dalam usus distal dan terjepit.

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan

venous return sehingga terjadi kongesti, edema, hiperfungsi goblet sel serta

laserasi mukosa usus. Selain itu terjadi obstruksi sistem limfatik sehingga akan

memperparah edema dinding usus. Pembengkakan dapat sedemikian besarnya

sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan

(ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dinding usus dapat terjadi.

Pembengkakan dari intisuseptum umumnya menutup lumen usus dan

menyebabkan obstruksi. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent,

sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada invaginasi. Pada

waktunya invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik

partial maupun total.

6
Akibat lain dari adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya

diikuti dengan mesenterium akan menyebabkan dinding usus yang terjepit

sehingga akan aliran darah arteri menurun. Jika reduksi invaginasi tidak

dilakukan, terjadi insufisiensi arteri yang akan menyebabkan iskemik, berlanjut

pada strangulasi dan nekrosis dinding usus yang akan menyebabkan pendarahan,

perforasi, dan peritonitis. Perjalanan penyakit yang terus berlanjut dapat semakin

memburuk hingga menyebabkan sepsis.

Gambar 3. Patofisiologi invaginasi

E. KLASIFIKASI

Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan

lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau segemen yang

mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori

berdasarkan lokasi terjadinya:

1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus

7
2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon

3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens

4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus

minorisnya adalah katup ileosekal.

Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke

kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Perrin dan Linsay

memberikkan gambaran : 39% ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 %

kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas.

F. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis invaginasi dewasa umumnya sama seperti keadaan

obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah

terjadinya invaginasi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24

jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti

invaginasi pada anak-anak. Pada orang dewasa sering ditemukan perjalanan

penyakit yang jauh lebih panjang (chronic symptoms), dan kegagalan yang

berulang-ulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan

radiologis dan pemeriksaan lain karena tidak terdapat invaginasi pada saat

dilakukan pemeriksaan. Invaginasi yang terjadi beberapa saat sebelumnya telah

tereduksi spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti sehingga gejala yang

muncul hilang timbul (intermittent symptoms).

Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan

invaginasi. Serangan nyeri yang berulang, yang seringkali disertai muntah,

8
kembung dan diare. Nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang

terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan

terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan

darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar

dalam tinja dijumpai pada ± 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada ±

40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada ± 20%

kasus.

Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan

minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus. Hal ini menunjukkan telah

terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada ± 75% pasien invaginasi. Muntah

dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang dominan pada sebagian besar

pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus

oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90% kasus.

Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faal saluran

pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling

awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan

intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa

pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang

diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali

dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare

sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai

pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan.

9
Pada anak atau bayi gejala yang ditemukan secara umum terjadi secara tiba

–tiba (onsetnya mendadak) dan terjadi pada anak yang sehat, dimulai dengan sakit

perut seperti keram yang bersifat intermiten. Manifestasi penyakit mulai tampak

dalam waktu 3 – 24 jam setelah terjadi invaginasi. Nyeri perut bersifat serangan

tiap 15 – 30 menit, lamanya sekitar 1 – 2 menit, selanjutnya interval serangan

menjadi lebih sering. Serangan nyeri sudah dapat ditemukan pada anak kurang

dari 1 tahun sebanyak 60,7%, pada umur 1 – 2 tahun sebanyak 91,8% dan 100%

pada usia lebih dari 2 tahun.

Pada saat serangan anak biasanya menarik kedua lututnya keatas dan

menangis keras (Crampy abdominal pain). Diantara interval 2 serangan anak

tampak sehat, bisa beraktifitas seperti biasa, atau malah tertidur karena kelelahan

menangis. jika invaginasi tidak cepat di reduksi bayi menjadi semakin lemah dan

lesu. Akhirnya terjadi keadaan seperti syok dengan kenaikan suhu tubuh sampai

41 C, nadi menjadi lemah-kecil, pernafasan menjadi dangkal, dan nyeri

dimanifestasikan hanya dengan suara rintihan.

Biasanya nyeri disusul oleh muntah, muntah terjadi 3 jam setelah terjadi

nyeri perut, mula – mula terdiri atas sisa – sisa makanan yang ada dalam lambung,

kemudian berisi empedu atau bilious vomiting. Sebanyak 80% gejala muntah

terjadi pada anak berumur kurang dari 2 tahun dan 50% pada usia lebih dari 2

tahun. Setelah serangan kolik yang pertama, tinja masih normal karena belum

terjadi gangguan pasase isi usus secara total, kemuadian disusul oleh defekasi

darah bercampur lendir disebut red currrant jelly stool karena adanya iskemik

mukosa usus di daerah invaginasi terjadi terjadi pada sekitar 50% penderita. Red

10
current jelly stool sendiri terdiri dari pengelupasan mukosa, darah dan mukus dari

jaringan usus. Perdarahan terjadi pada 12 jam pertama, terdapat darah segar

disertai lendir pada awal penyakit, kemudian berangsur – angsur bercampur

jaringan nekrosis yang disebut terry stool karena terjadi kerusakan jaringan dan

pembuluh darah.

Gambar 4. Red current jelly stool

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala invaginasi

tidak khas. Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada

penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah.

Invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan

pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak

cepat timbul.

G. DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis,

pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi.

11
1. Anamnesis

Anamnesis dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul

dari riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak

ada riwayat dipijat, diberi makanan padat padahal umur anak di bawah 4

bulan.

Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi

yang sehat mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak

dapat ditenangkan sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang

karena sudah capai sekali. Keterangan yang didapat dari anamnesis mengenai

gejala dini invaginasi sering sulit dikenal. Muntah dan adanya darah pada

feces merupakan gejala dini pada neonatus. Sedangkan gejala invaginasi

anak biasanya lebih klasik, antara lain kolik, kembung, muntah, teraba

masa tumor pada perut serta feces berdarah dan lendir. Para ahli juga

berpendapat gejala khas invaginasi pada bayi umur 3-12 bulan berupa:

nyeri perut mendadak dan hilang timbul, kemudian diikuti muntah dan

BAB berdarah setelah 12 jam kejadian. Disamping gejala-gejala tersebut juga

didapatkan gejala lain seperti: obstipasi, perut kembung dan diare.

Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu

tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang

mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang

berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak

menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar campur

darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi

12
Gambaran klinis invaginasi dewasa umumnya sama seperti keadaan

obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam

setelah terjadinya invaginasi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah

lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama

gambarannya seperti invaginasi pada anak-anak.Pada orang dewasa sering

ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, pada palpasi diperoleh abdomen yang

mengencang. Pada pemeriksaan perut dapat teraba sausage-shaped mass

yaitu suatu massa dengan lekukan seperti sosis diatas abdomen yang

tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Suatu massa dengan lekukan

dan posisinya mengikuti garis usus colon ascendens sampai ke sigmoid dan

rektum. Pada awalnya karena sumbatan belum total, perut belum kembung

dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat

invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk sosis di dalam perut di bagian

kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Jadi pada pemeriksaan

perut dapat teraba sausage shape pada 24% penderita. Massa tumor sukar

diraba bila berada di belakang hati atau pada dinding yang tegang.

13
Gambar 5. Sausage-Shaped Mass

Perkusi pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong yakni

daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini

disebut sebagai Dance’s Sign. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas,

mengikuti proses invaginasi. Bising usus terdengar meninggi selama serangan

kolik., menjadi normal kembali diluar serangan.

Colok dubur didapati tonus sphingter ani melemah, serta

memperlihatkan darah, lendir dan kadang teraba pseudo-portio bila invaginasi

sudah mencapai regio sigmoid. Intususeptum yang keluar dari rekrum jarang

ditemukan, keadaan tersebut harus dibedakan dari prolaps rektum. Pada

invaginasi didapatkan intususeptum bebas dari dinding anus sedangkan pada

prolaps berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus. Pada inspeksi

sukarsekali membedakan prolaps rektum dengan invaginasi. Diagnosis dapat

ditegakan dengan pemeriksaan jari sekitar penonjolan untuk menentukan ada

tidaknya celah terbuka.

14
3. Pemeriksaan Penunjang

Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan invaginasi sangatlah sulit,

meskipun pada umumnya diagnosis preoperatifnya obstruksi usus kausanya

adalah invaginasi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis

memerlukan pemeriksaan penunjang dengan radiologi (Foto polos abdomen,

Foto Abdomen 3 posisi, Ultra sonography, Barium Enema dan, Colon in

loop), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan

pembedahan.

a. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen dibuat dalam 3 arah, posisi anteropostrior supine dan

lateral dekubitus kiri. Posisi lateral dekubitus kiri adalah posisi penderita

yang dibaringkan dengan bagian kiri diatas meja dan sinar dari arah

mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi juga

dapat untuk mendeteksi adanya perforasi. Menurut beberapa ahli foto

polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45% untuk menegakkan

diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan jika

ada fasilitas USG(4). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al

tahun 2008 dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan

foto polos abdomen dengan posisi lateral dekubitus kiri meningkatkan

kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan intususepsi. Hasi foto

abdomen pada fase awal biasanya normal, kadang didapatkan gambaran

dilatasi ringan bagian proksimal usus atau tidak tampak gambaran

udara pada abdomen kanan bawah.

15
A

B
Gambar 6. Foto polos abdomen; A, tampak bayangan massa (tanda
panah) merupakan bagian usus yang masuk ke lumen usus
proksimal. B, invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda
obstruksi

Gambaran X-ray pada invaginasi tingkat lanjut tampak tanda – tanda

obstruksi terlihat serta multiple air fluid levels serta distribusi udara dalam

usus tidak merata, terkadang tidak ada bayangan udara pada bagian

distal usus. Dapat dijumpainya massa tubular di kwadran tertentu dari

16
abdomen yang merupakan bayangan dari usus yang masuk ke lumen

usus yang lain menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi.

Gambar 7. Gambaran foto polos abdomen anak usia 3 tahun dengan


unvaginasi pada caecum. (a) posisi supinasi memperlihatkan
gambaran gas usus nonobstruktif. Colon ascendens dan caecum
sulit diidentivikasi dengan pasti. (b) Posisi dekubitus
memperlihatkan colon ascendens lebih jelas (tanda panah).

b. Ultrasonografi

Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali

digambarkan pada tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang

mengadopsi penggunaannya sebagai alat skrining karena tidak adanya

paparan radiasi dan rendah biaya. Intususepsi biasanya ditemukan di sisi

kanan abdomen.

17
Pada pemeriksaan dengan menggunakan USG didapatkan gambaran yang

jelas adanya invaginasi. Pemeriksaan dengan USG didapatkan sensitivitas

dan spesifisitas yang tinggi, dengan menggunakan transduser beresolusi

tinggi (5 – 10 MHz) akan telihat bagian invaginasi pada usus biasanya

terdapat pada regio subhepatik. Gambaran USG pada invaginasi akan

didapatkan bentukan target sign atau dougbnut sign pada potongan

melintang/transfersal invaginasi, yang terdiri dari hypoechoic outer ring

dan hyperechoic center. Hypoechoic doughnut adalah bagian udem, apex

dari intususeptum, membentuk gambaran bulan sabit pada doughnut sign

sedangkan hyperechoic center terdiri dari mesenterium. Tidak ada gerakan

pada struktur seperti donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm.

Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi

pembedahan. Gambaran USG pada invaginasi juga akan didapatkan

bentukan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi yang

timbul sebagai tumpukan lapisan hypoechoic dan hyperechoic.

Gambar 8. Gambaran Target sign

18
Gambar 9. Target’s appearance atau gambaran donat pada irisan melintang
invaginasi pemeriksaan USG.

Gambar 10. A.Irisan melintang dan B. Irisan memanjang dari invaginasi pada
USG.

19
c. Collon in Loop

Pemeriksaan rongen dengan pemberian barium enema yang diikuti oleh X-

ray akan memperlihatkan kelainan anatomi pada usus. Selain sebagai

diagnostik, pemberian barium enema bisa sebagai terapi. Pemeriksaan

dengan menggunakan barium enema dilakukan jika keadaan umum pasien

memungkinkan serta ridak didapatkan tanda – tanda perforasi dan

peritonitis.

Barium enema dapat memberi konfirmasi diagnosis berdasarkan riwayat

yang khas dan pemeriksaan fisik pada penderita dengan invaginasi yang

mengenai kolon. Pada pemeriksaan barium enema tampak filling

defect oleh masa intraluminar yang menyebabkan kontras tidak dapat

melewati segmen usus proksimal. Mungkin akan didapatkan obstruksi

aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance

/ cupping sign pada barium di tempat ini. Ketika tekanan hidrostatik

ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan invaginasi mungkin akan

tereduksi. Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari

anus barium keluar bersama feses dan udara. Jika barium dapat melewati

tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance

yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua

tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat

obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan

20
Gambar 11. A. Colon in loop pada intussusception, bagian usus masuk hingga
fleksura lienalis, B. Intussusception di daerah colon ascenden.

21
Gambar 12. Gambaran radiologi Coiledspring appearance pada invaginasi

d. CT Scan Abdomen

Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti

pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat

pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak

signifikan.

Gambar 13. Gambaran Target Sign pada CT scan Abdomen

22
e. Pemeriksaan Labiratorium

Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis

intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan

abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan

atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).

Karena sulit mendiagnosis invaginasi secara pasti beberapa ahli

menentukan gejala klinis yang menonjol dari invaginasi pada orang dewasa

adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :

1) Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul.

Nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan

baru.

2) Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan

atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.

3) Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly

stool.

Serta gejala klinis yang menonjol dari invaginasi pada anak dan bayi :

1) Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengankat kaki

(Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu

2) Muntah warna hijau

3) Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly

stool.

23
The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan

sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor.

Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari

pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah invaginasi yang

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. kriteria minor dan mayor invaginasi berdasarkan The Brighton


Collaboration Intussuseption Working Group
Kriteria Mayor Kriteria Minor
1. Adanya bukti dari obstruksi usus 1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
berupa adanya riwayat muntah 2. Nyeri abdomen
hijau, diikuti dengan distensi 3. Muntah
abdomen dan bising usus yang 4. Lethargy
abnormal atau tidak ada sama 5. Pucat
sekali. 6. Syok hipovolemi
2. Adanya gambaran dari invaginasi 7. Foto abdomen yang menunjukkan
usus, dimana setidaknya tercakup abnormalitas tidak spesifik.
hal-hal berikut ini: massa abdomen,
massa rectum atau prolaps rectum,
terlihat pada gambaran foto
abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan
vaskularisasi usus dengan
manifestasi perdarahan rectum atau
gambaran feses “red currant jelly”
pada pemeriksaan “Rectal
Toucher“.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :

1) Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

 Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat

pembedahan

24
 Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema

menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa

dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.

 Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

2) Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)

 Dua kriteria mayor

 Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

3) Level 3 – Possible

Empat atau lebih kriteria minor

Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus invaginasi

mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadang

mencapai waktu bertahun – tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada orng

dewasa daripada anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan suatu kelainan

lokal pada usus namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari

literatur 122 kasus intvaginasi kronik primer pada orang dewasa. Beberapa

penulis tidak menyetujui konsep bahwa intvaginasi tersebut berlangsung terus

menerus dalam waktu demikian lama. Stallman (cit Tumen 1964)

mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah invaginasi kronis. Goldman dan

Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan keyakinannya bahwa penderita tidak

mungkin dapat bertahan hidup dengan invaginasi yang berlangsung lebih dari 1

minggu. Para penulis ini berpendapat, hal yang paling mungkin telah terjadi pada

kasus seperti ini adalah adanya reduksi spontan dan rekurensi yang terjadi

berganti-ganti. Adanya mesenterium yang panjang, yang memungkinkan

25
invaginasi terjadi tanpa gangguan sirkulasi, kemungkinan dapat menyebabkan

terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu

yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatif baik, sampai akhirnya

terdapat suatu serangan yang demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi

spontan, dan tindakan bedah menjadi diperlukan.

H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari invaginasi adalah :

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai

perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya

obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan

demam.

4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali

dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit

perianal, sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah.

I. PENATALAKSANAAN

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya

pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama,

maka akan memberikan prognosa yang lebih baik. Perawatan medis darurat

26
diperlukan untuk merawat invaginasi serta menghindari dehidrasi dan shock, serta

mencegah infeksi yang dapat terjadi jika terjadi nekrosis pada usus karena

kekurangan suplai darah. Makin cepat keadaan ini dikenali, akan makin baik

kemungkinannya untuk memperbaiki keadaan ini dan dapat mempertahankan usus

dari kematian/pembusukan, sehingga bagian usus dapat diselamatkan dari

kemungkinan dipotong. Masukan oral dihentikan, penderita diberi cairan

intravena dan selanjutkan dilakukan reposisi usus. Dalam beberapa kasus,

mungkin invaginasi sementara dapat kembali kearah semula dengan sendirinya

tanpa pengobatan.

Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting sebagai

berikut:

a. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit serta evaluasi produksi cairan

(resusitasi dengan cairan fisiologis intravena dan pemasangan selang

kateter untuk memantau ouput dari cairan)

b. Pengosongan lambung dengan pipa nasogastrik (menghilangkan

peregangan usus dan muntah)

c. Pemberian antibiotika sesuai indikasi (Bila sudah dijumpai tanda

gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai

peninggian dari jumlah leukosit maka saat ini antibiotika berspektrum luas

dapat diberikan)

d. Reduksi hidrostatik

e. Reduksi operatif atau reseksi dengan laparatomi eksplorasi

27
1. Reduksi Non Operatif (Reduksi Hidrostatik)

Sejak 1876, barium enema sudah dipergunakan untuk pengobatan invaginasi

dan hasilnya memuaskan. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan barium

melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Hanya sedikit

kemungkinan terjadi perforasi walaupun usus telah mengalami gangren, asal

tekanan hidrostatik tidak melebihi 1 meter. Demikian pula lamanya perawatan

pada reposisi barium lebih pendek daripada operasi. Sebaliknya dengan reduksi

manual pada operasi ternyata lebih bersifat traumatik, sehingga lebih mudah

terjadi ruptur Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar

kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut.

Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu

diagnosis rontgen tersebut ditegakkan. Reposisi barium enema atau NaCl yang

dimasukkan melalui rektal kemudian diikuti oleh X-ray. Mula-mula tampak

bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi. Dengan

tekanan hidrostatik sebesar ¾ - 1 meter air, barium didorong ke arah proksimal.

Tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu

dilakukan reposisis hidrostatik karena dapat meningkatkan tekanan dalam usus

dan bahaya perforasi. Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai

ileum terminalis. Pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan

per os akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali

dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-

sisa barium pada haustra sepanjang bekas tempat invaginasi. Hasil reduksi ini

28
akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah

karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu.

Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah

panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-

an, kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik)

karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi

intestinal Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal

reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan

perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun

sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari pelakunya. Resposisi

dengan Ba-enema dilakukan oleh dokter radiologi bersama-sama dokter bedah.

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya :

a. Masukkan kateter umumnya ukuran 16 Fr yang telah dilubrikasi ke dalam

rectum dan difiksasi kuat diantara pertengahan bokong.

b. Pengembangan balon kateter masih merupakan kontrofersi.

Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis

sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup. Ada juga

yang melakukan pengembangan balon dengan tuntunan fluoroskopik.

Kemudian kateter ditarik sedikit dan dipertahankan agar Barium tidak

keluar. Hal tersebut bertujuan untuk membuat kedap air yang sangat

penting untuk keberhasilan tehnik reduksi hidrostatik tersebut.

c. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1)

reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh

29
lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh

lebih dari 3 menit. Diantara tiap percobaan barium dievakuasi terlebih

dahulu.

d. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik

konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.

e. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas

melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang

45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.

f. Kemudian dibuat foto post evakuasi Barium.

Keberhasilan reposisi dengan tekanan hidrostatik ditandai dengan:

a. Pada floroskopi terlihat pengisian Barium yang penuh pada caecum

sampai ileum terminal

b. Hilangnya masa di perut yang sebelumnya teraba

c. Nyeri perut menghilang

d. Keluarnya Barium disertai feces dan flatus pada proses evakuasi dari

Barium

e. Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta

norit test positif.

Reposisi tersebut di atas dikatakan gagal bila:

a. Dalam 2-3 kali usaha reposisi tak berhasil

b. Hanya sebagian saja usus yang tereposisi.

30
Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti :

a. Adanya rangsangan peritoneum yang ditandai dengan defance

muscular, nyeri, takikardi, demam dan lekositosis akibat nekrose usus,

perforasi, distensi abdomen. atau toksik.

b. Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada

foto abdomen

c. Pada foto rongen abdomen dijumpai tanda – tanda peritonitis seperti

terdapat udara bebas atau cairan bebas dalam rongga abdomen.

d. Umur penderita lebih dari 2 tahun

e. Timbulnya gejala invaginasi telah lebih dari 24 jam

f. Keadaan umum penderita sangat jelek

Keuntungan dan kerugian pengobatan dengan tekanan hidrostatik dapat dilihat

pada tabel 2.

Tabel 2. Keuntungan dan kerugian pengobatan reposisi hidrostatik


Keuntungan Kerugian
1. Morbiditasnya kecil 1. Angka kekambuhan lebih tinggi
2. Komplikasi akibat pembiusan dan 2. Adanya penyebab invaginasi yang
pemdehan dapat dihindarkan kecil dapat tak terlihat
3. Proses penyembuhan lebih cepat 3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka
dan ringan bagian ileo-colica dapat tereponir
4. Perawatan menjadi lebih singkat sedangkan bagian ileo-ileal tak
(Penderita perlu dirawat inap selama tereponir oleh karena adanya ileo-
2 – 3 hari karena sering dijumpai caecal valve
kekambuhan selama 36 jam pertama) 4. Kehilangan waktu yang baik
5. Biaya lebih murah untuk operasi pada kegagalan
reposisi/pada reposisi yang tak
sempurna

31
2. Pneumatic Reduction

Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897

dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini

dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan

udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg

untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih

cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran

tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada

reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya:

a. Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan

direkatkan dengan kuat.

b. Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan

kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80

mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum

udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto

polos.

c. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan

teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat

pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.

d. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan

decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan

udara bebas.

32
e. Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan

glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki

hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan.

Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara makin sering digunakan

karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan barium

enema. Jika reposisi konservatif tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi

operatif.

3. Reduksi Manual (Milking) dan Reseksi Usus

Kadang-kadang reposisi barium tidak berhasil, misalnya pada umur kurang

3 bulan dan invaginasi ileo-ileal. Bayangan kontras dalam bentuk cupping tidak

mencapai ileum terminalis sehingga memerlukan operasi. Pengobatan secara

operatif mempunyai 2 tujuan yaitu sebagai terapi definitif serta untuk

mengurangi residif.

Operasi dini tanpa terapi barium dikerjakan bila terjadi perforasi, peritonitis

dan tanda-tanda obstruksi. Keadaan ini biasanya pada invaginasi yang sudah

berlangsung 48 jam. Demikian pula pada kasus-kasus relapse, pasien dewasa atau

lebih dari 2 tahun, serta terdapat penyebab invaginasi yang spesifik.. Invaginasi

berulang 11% setelah reposisi barium dan 3% pada operasi tanpa reseksi usus.

Bisanya reseksi dilakukan jika aliran darah tidak pulih kembali setelah

dihangatkan dengan larutan fisiologik. Usus yang mengalami invaginasi nampak

kebiruan.

33
Pre Operasi

o Sebelum dilakukan tindakan operatif perlu dilakuan perbaikan keadaan

umum. Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah

melakukan tindakan operasi sebelum terlebih dahulu keadaan umum

pasien diperbaiki. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa

perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai apabila produksi urine

sekitar 0,5 – 1 cc/kg BB/jam, nadi kurang dari 120x/menit,

pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan

lembab telah berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai

membaik dan temperature badan tidak lebih dari 38o C. Biasanya perfusi

jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah

masuk, sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah.

Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30 menit

operasi.

Suatu kesalahan besar apabila buru – buru melakukan operasi karena takut

usus menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa

obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta

perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil

metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan,

begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi

jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan – kelainan itu akan

irreversible. Pembedahan bisa ditunda, selama masih dilakukan dekompresi

34
abdomen, rehidrasi dan koreksi elektrolit. Tetapi harus diingat bahwa asidosis

metabolik yang mungkin terjadi tidak akan bisa dikoreksi sampai segmen usus

yang nekrosis direseksi terlebih dahulu.

Prosedur operatif

1) Insisi

o Pasien diposisikan terlentang. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan

secara transversal pada kulit sisi kanan perut (melintang), pada anak –

anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal

oleh karena letaknya relatif lebih tinggi. Ada juga yang menganjurkan

insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk

eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi

bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti

mencoba reposisi manual itu.

Gambar 14. Sayatan di inferior umbilikus

35
2) Diseksi

o Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia

transversalis.

o Usus yang mengalami Invaginasi secara hati-hati dijangkau dari luka

operasi dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus distal ke apex

bersamaan dengan tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu

reduksi . Traksi yang kuat atau menarik usus intususeptum dari

intususipien harus dihindari, karena ini dapat dengan mudah

mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus besar.

Gambar 15. Teknik reduksi manual “Milking”

o Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami Invaginasi

harus dinilai dengan hati-hati.

36
Gambar 16. Evaluasi ileum terminal dengan seksama untuk menilai viabilitas usus.

o Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi manual

tidak dapat dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi setelah reduksi serta

bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai

penyebab invaginasi. Umumnya, ileum terminal yang direduksi muncul

kehitaman dan menebal pada palpasi. Penempatan spons yang hangat dan

lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan perfusi jaringan lokal,

sehingga, berpotensi menghindari reseksi bedah yang tidak perlu. Setelah

usus direseksi dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini

memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi” atau

enterostomi.

o Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan adalah

normal.

37
Gambar 17. Apendektomi insidensial pada irisan infraumbilikal

3) Menutup

o Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan

hemostasis dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di lapisan

menggunakan benang absorbable 3-0.

o Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang diserap.

Karena kausa terbanyak Invaginasi pada dewasa adalah suatu keadaan

neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen

usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang

bersifat jinak maupun yang ganas.

38
Pada invaginasi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan

penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan

untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Jika

ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan

reseksi segera dilakukan. Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu

dilakukan selain reduksi. Tumor jinak dapat diangkat secara lokal, tapi jika ada

keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.

Pada beberapa kasus tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko :

1. Ruptur dinding usus selama manipulasi

2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi

3. Kemungkinan rekurensi kejadian Invaginasi

4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan motilitas

5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat

Batas reseksi pada umumnya adalah 10 cm dari tepi-tepi segmen usus yang

terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian

dilakukan anastosmose end to end atau side to side. Apabila akan melakukan

reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa

usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari/memperkecil timbulnya short

bowel syndrom. Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan

menimbulkan gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang

tersisa 2 meter atau kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika

tinggal 1 meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. Gejala short

39
bowel syndrom adalah adanya reseksi usus yang etensif, diarhea, steatorhe juga

malnutrisi.

Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya

tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus

retrograd Invaginasi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan,

keadaan lainya seperti Invaginasi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak

tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien Invaginasi tanpa

riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi

anastosmose.

Perawatan Pasca Operasi

Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada

saluran cerna selama 1 – 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah

oedem dari intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar.

Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari

nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati

peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara perlahan.

Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada

kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama. Hindari dehidrasi dengan

pemberian yang cukup dan tepat serta pertahankan stabilitas elektrolit. Awasi

akan inflamasi dan infeksi. Berhati-harilah dalam pemberian analgetika agar tidak

mempunyai efek menggangu motilitas usus.

40
J. KOMPLIKASI

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan

(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang

menurunkan aliran air dan natrium dari lumen ke darah. Karena 8 liter cairan

dieksresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, dan tidak adanya absorbsi dapat

mengakibatkan penimbunan intralumen yang cepat. Muntah serta defekasi

disertaidarah dan lendir merupakan sumber utama kehilangan cairan dan

elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel

yang mengakibatkan syok hipotensi, syok hipovolemik, pengurangan curah

jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.

Penanganan yang utama pada penderita invaginasi adalah rehidrasi,

ditambah dengan pemberian peroral untuk sementara dihentikan maka mutlak

penderita diberi cairan secara intravena. Pemberian cairan intravena bisa berupa

normal salin dan natrium laktat atau natrium asetat dengan perbandingan 4 : 1,

ditambahkan kalium, magnesium dan zink (50 – 100 mg/hari), juga diberikan

vitamin B12 karena adanya gangguan absorbsi vitamin B12 akibat obstruksi pada

ileum. Yang harus diperhatikan adalah jumlah urin agar tidak terjadi overload.

K. PROGNOSIS

Faktor penentu prognosis adalah diagnosa dini dan pengobatan yang cepat

dan tepat. Faktor lain yang mempengaruhi prognosis adalah kondisi penderita

waktu datang di rumah sakit dan fasilitas yang ada. Keterlambatan diagnosa

dan tindakan menyebabkan progosa yang jelek dan tingginya angka kematian.

41
Penderita invaginasi yang tidak diobati hampir semua meninggal. Angka

kematian sangat bervariasi, tergantung dari kondisi penderita sewaktu datang,

penanganan yang cepat dan lamanya menderita/mengalami invaginasi. yaitu

berkisar antara 0%-50%. Beberapa penulis melaporkan angka kematian hampir

0% jika pengobatan dilakukan dalam 24 jam pertama dan meningkat jika

penanganan dilakukan setelah 24 jam. Angka kekambuhan invaginasi umumnya

rendah. Angka kekambuhan pada reposisi dengan Ba-enema sebesar 10%.

42
KESIMPULAN

Invaginasi adalah masuknya satu bagian usus ke bagian yang lain, yang

dapat menyumbat usus sehingga menimbulkan infeksi bisa menyebabkan

kematian. Dapat terjadi pada semua umur, paling banyak pada usia di bawah satu

tahun (sekitar 70%). Sedangkan usia yang paling sering adalah 6-7 bulan, dan

lebih sering terjadi pada bayi laki-laki. Hal ini belum diketahui secara pasti, apa

penyebabnya. Tetapi dugaan sementara dari hasil diagnosa para dokter, karena

adanya infeksi virus yang mengakibatkan pembesaran getah bening. Tanda dan

gejalanya sangat diluar dugaan dan biasanya bayi dalam keadaan sehat, serta

gizinya terlihat baik. Tetapi dalam beberapa hari sebelumnya bisa jadi anak

mengalami infeksi saluran cerna. Penting untuk mengenali gejala yang disebutkan

di atas dan segera membawa sang anak ke rumah sakit terdekat untuk

mendapatkan pertolongan sehingga anak terhindar dari kematian.

Intussusception pada orang dewasa relatif jarang terjadi, namun, leading

point yang spesifik dapat diidentifikasi > 90% kasus. Kebanyakan

intussusceptions pada dewasa terkait dengan acute intestinal obstruction atau

sebagian terkait pada obstruksi yang berulang. Penegakan diagnosa yang benar

dan tepat waktu tidak hanya penting untuk menghindari komplikasi dari infark

usus dan perforasi sekunder pada obstruksi tetapi juga untuk mengetahui

penyebab yang merupakan leading pointnya. Hal ini penting karena etiologi yang

diakibatkan oleh suatu keganasan dapat menjadi penyebab utama tarjadinya

43
intussusception. Begitu pula dengan pengetahuan tentang pemeriksaan penunjang

(radiologis) dan gambaran klinis dari intussusception sangat memegang peranan

dalam menegakan diagnosis dan manajemen terhadap pasien ini.

Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang harus dikenali

dengan cepat dan tepat serta penanganan segera karena misdiagnosis atau

keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.

Oleh sebab itu, para calon dokter umum diharapkan bisa mempersiapkan diri

minimal mengetahui teori terkait intususepsi mulai dari definisi sampai pada

penatalaksanaan awal sebagai bekal jika suatu waktu menghadapi kasus ini di

lapangan.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan 13

[cited 2015 Jan 2];

Available from:

URL: http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#showall

2. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference [serial

online] 2011 Apr 14 [cited 2015 Jan 2];

Available from:

URL: http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview#showall

3. Wyllie R. Ileus, adhesi, insusepsi dan obstruksi lingkar tertutup in Nelson

Ilmu Kesehatan Anak. Behrmen, Kliegmen, Arvin editors. 15th ed. Vol 2.

EGC: Jakarta. 1999. p.1319.

4. Ramachandran P. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and

management. Puri P, Hollwarth M editors. Spinger: Dordrecht Heidelberg.

2009.

5. Kartono D. Invaginasi in Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo S,

Pusponegoro AD, et al. Binarupa Aksara: Tangerang. 2005.

6. Pendergast LA & Wilson M. Intussusception: a sonographer’s perspective.

JDMS 19:231-238. Jul-Aug. 2003.

7. Fallan ME. Intussusception in Pediatric Surgery, Ashcraft KW, Holder TM

(eds). 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 2005.

45
8. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence,

Clinical Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva,

Switzerland: World Health Organization, 2002.

9. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al.

The epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004.

Ann Acad Med Singapore 2006;35:674-9.e

10. Ekenze SO, Mgbor SO. Childhood intussusception: The implications of

delayed presentation. Afr J Paediatr Surg 2011;8:15-8.

11. van Heek NT, Aronson DC, Halimun EM, Soewarno R, Molenaar JC, Vos A.

Intussusception in a tropical country: comparison among patient populations

in Jakarta, Jogyakarta, and Amsterdam. J Pediatr Gastroenterol Nutr

1999;29:402-5.

12. Santoso MIJ, Yosodiharjo A dan Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya

gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada

penderita invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011.

13. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW. III, Murphy JM,

eds. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.p.508.

14. Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang & Kan JH. Radiographic evaluation of

intussusception: utility of left side down decubitus view. RSNA 2008;248:3.

15. Chung DH. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques.

Townsend CM & Evers. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.

46

Anda mungkin juga menyukai