Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Invaginasi merupakan prolapses usus dari bagian proksimal ke bagian distal


yang berdekatan. Paul Barbette dari Amsterdam mengenalkan istilah invaginasi pada
tahun 1674. Pada tahun 1899, Treves mendefinisikannya sebagai prolapsus usus ke
dalam lumen yang berdampingan dengannya. Seorang ahli bedah asal Inggris, John
Hutchinson adalah orang pertama yang berhasil melakukan operasi pada kasus
invaginasi pada tahun 1873.
Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan bagian usus yang
menerima intususeptum dinamakan intususipien . Oleh karena itu, invaginasi disebut
juga intususepsi. Lebih dari 60 persen kasus intisusepsi terjadi di tahun pertama
kehidupan dimana sebagian besar terjadi antara bulan kelima dan bulan kesembilan.
Resiko laki-laki terkena dua kali lebih sering daripada perempuan, dan perbandingan
ini meningkat pada usia lebih dari 4 tahun, perbandingannya naik menjadi 8:1.
Intususepsi pada anak-anak biasanya idiopatik. Penderita biasanya bayi sehat,
menyusui, gizi baik dan dalam pertumbuhan optimal. Ada yang menghubungkan
terjadinya invaginasi karena gangguan peristaltik, 10% didahului oleh pemberian
makanan padat dan diare. Diare dan invaginasi dihubungkan dengan infeksi virus,
karena pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus
bersama-sama invaginasi.
Intususepsi pada orang dewasa termasuk jarang, terhitung sekitar 5% dari
semua Intususepsi dan hanya mewakili 1% dari semua obstruksi usus. Tidak seperti
intususepsi anak-anak, yang biasanya idiopatik, intususepsi dewasa seringkali
disebabkan oleh penyebab sekunder. Beberapa kondisi patologis, seperti neoplasma
ganas atau jinak, polip, Divertikulum Meckel, dan adhesi pasca operasi, menjadi titik
awal berubahnya peristaltic usus. Infeksi parasit sering juga menyertai invaginasi
pada orang dewasa. Pada intususepsi usus besar, 65-70% kasus berkaitan dengan

1
tumor ganas, sedangkan pada intususepsi usus halus hanya 30-35% kasus berkaitan
dengan tumor ganas.
Penelitian melaporkan gejala klinis tersering pada invaginasi adalah muntah
(89,5%), nyeri perut dan menangis kuat (89,5%), demam (52,6%), bloody stool
(26,3%), massa abdomen (15,8%), hematemesis (10,5%). Serangan rinitis atau
infeksi saluran napas sering kali mendahului terjadinya invaginasi. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosaekal yang masuk dan naik ke kolon asendens serta
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis
iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis..

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus
masuk ke dalam segmen lainnya yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi.
Umumnya bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal
(intususipien).
Pemberian nama invaginasi bergantung hubungan antara intususeptum dan
intususipien, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum
saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intususeptum dan colon sebagai intususipien.

Gambar 1. Perbandingan Usus Normal dan yang Mengalami Invaginasi

Gambar 2. Invaginasi di Usus Halus dan Usus Besar

3
2.2 Epidemiologi
Insidensi penyakit ini tidak diketahui secara pasti, namun kelainan ini
umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun
dengan bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak
laki laki, dengan perbandingan laki laki dan perempuan tiga banding dua.
Insidens pada bulan Maret Juni dan bulan September Oktober meninggi.
Hal tersebut mungkin berhubungan dengan perubahan musim dimana pada saat
tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi, sehingga banyak
ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor
penyebab.

2.3 Etiologi
Invaginasi sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas dan
serangan episodik gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan limfoid.
Adenovirus ditemukan pada 50% kasus invaginasi. Invaginasi idiopatik umumnya
terjadi pada anak berusia 6 -36 bulan karena tingkat kerentanannya tinggi terhadap
virus. Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk
terjadinya intususepsi, seperti appendiks terbalik, divertikulum Meckel, polip usus,
duplikasi atau limfosarkoma. Intususepsi juga dapat terjadi pada penderita kistik
fibrosis yang mengalami dehidrasi.
a. Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga sering disebut sebagai
invaginasi primer. Faktor presipitasi invaginasi pada anak dapat berupa infeksi virus
dan pertumbuhan tumor intestinum. Beberapa kasus invaginasi berhubungan dengan
vaksin rotavirus. Rotavirus adalah virus penyebab infeksi yang dapat mengakibatkan
terjadinya diare, vomitus, demam, dan dehidrasi. Invaginasi kadang kadang terjadi
setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus.

4
Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rotavirus adalah agen
penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam
fesesnya sebanyak 37 %. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari
dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan folikel submukosa yang diduga
sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point)
terjadinya invaginasi. Selain pada anak- anak, invaginasi pada dewasa juga bisa
idiopatik.
Invaginasi sering terjadi pada umur 3 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini
dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Selain itu, penelitian di India
mendapatkan bahwa Diverticulum Meckel juga dapat menyebabkan ivaginasi pada
bayi baru lahir.
b. Kausal
Pada orang dewasa invaginasi dapat disebabkan oleh diverticulum Meckel,
polip usus, tumor jinak maupun ganas saluran cerna, adhesi usus, luka operasi pada
usus halus dan kolon, IBS (Irritable Bowel Syndrome), dan Hirschsprung. Hipertrofi
Payers Patch di ileum dapat merangsang peristaltik usus sebagai upaya
mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang
berusia diatas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang
biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

2.4 Klasifikasi
Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang
terlibat, pada ileum dikenal sebagai jenis ileo-ileal. Pada kolon dikenal dengan jenis
colo-colica dan sekitar ileo-caecal disebut ileocaecal, jenis jenis yang disebutkan di
atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan.

5
Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan disebut invaginasi ganda, sebagai
contoh adalah jenis ileoileo colica atau ileo-colo colica, hal ini ditemukan pada
keadaan yang lebih lanjut
Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan lokasi
segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau segmen yang mengalami
adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi
terjadinya:
1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus. Penelitian oleh
Amir Gupta, dkk di India menemukan bahwa Gastrointestinal Stromal
Tumor (GIST) menjadi salah satu penyebab invaginasi ileo-ileal.

Gambar 3. (Kiri) Invaginasi jejuno-jejunal. (Kanan)Laparoskopi pada


invaginasi jejuno-jejunal

6
Gambar 4. Invaginasi ileo-ileal
2. Colo-kolika : kolon masuk ke dalam kolon
3. Ileo-colica : ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens

Gambar 5. Invaginasi ileokolika

4. Ileosekal : ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus


minorisnya adalah katup ileosekal. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon asendens dan mungkin
terus sampai keluar dari rektum.

7
Gambar 6. Invaginasi ileosekal

2.5 Patofisiologi
Invaginasi sekunder biasanya terjadi karena adanya lesi patologis atau iritan
pada dinding usus yang dapat menghambat gerakan peristaltik normal serta menjadi
lokus minoris untuk terjadinya invaginasi. Invaginasi dideskripsikan sebagai prolaps
internal usus proksimal dalam lekukan mesenterika dalam lumen usus distal. Hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada pasase isi usus dan menurunkan aliran
darah ke bagian usus yang mengalami invaginasi tersebut. Akhirnya dapat
mengakibatkan obstruksi usus dan peradangan mulai dari penebalan dinding usus
hingga iskemia dinding usus.
Mesenterium usus proksimal tertarik ke dalam usus distal, terjepit, dan
menyebabkan obstruksi aliran vena dan edema dinding usus yang akan menyebabkan
keluarnya feses berwarna kemerahan akibat darah bercampur mucus ( red currant
stool / strawberry jam ). Jika reposisi intususepsi tidak dilakukan, terjadi insufisiensi
arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus yang akan
menyebabkan pendarahan, perforasi, dan peritonitis. Perjalanan penyakit yang terus
berlanjut dapat semakin memburuk hingga menyebabkan sepsis.

8
Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang terjadi
secara mendadak ini, akan menyebabkan bagian apex invaginasi menjadi oedem dan
kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara
spontan. Pada sebagian besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah ileo
caecal. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit
berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan colon,
akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan
obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.

Gambar 7. Patofisiologi Invaginasi

9
2.6 Gambaran Klinis
Intususepsi ditandai dengan trias nyeri kolik, muntah, dan tinja berdarah. Dalam
beberapa kasus, disertai adanya nyeri perut tiba-tiba yang dapat berlangsung beberapa
menit. Setelah fase asimtomatik, nyeri berulang akan menyebabkan anak menangis
lagi. Sifat intermiten dari nyeri ini merupakan petunjuk signifikan untuk diagnosis.
Muntah dapat terjadi baik dengan didahului episode nyeri atau tidak. Bersamaan
dengan muntah, anak biasanya buang air besar. Sayangnya, trias klasik ditemukan
dalam waktu kurang dari sepetiga pasien. Bising usus mungkin normal, menurun,
atau tidak ada. Sebuah massa berbentuk sosis teraba di sisi kanan perut ditemukan
pada 60 sampai 95 persen dari kasus.
Intususepsi disebabkan oleh invaginasi dari salah satu bagian dari usus ke bagian
yang lain, seringnya ileum terminal ke sekum. Hal ini paling umum antara usia 3
bulan dan 2 tahun. Mencret darah dan lendir dalam tinja (disebut 'redcurrent
jelly'stool) terjadi pada 75% kasus.
Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai
berikut : Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang
baik, tiba tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas,
penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti
ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti
normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi. Serangan nyeri perut
datangnya berulang ulang dengan jarak waktu 15 20 menit, lama serangan 2 3
menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi
cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan setiap
kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu
dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum
terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses
biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya
berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses.

10
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa
tumor berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah
atau kiri bawah.
Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut
bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign ini akibat caecum
dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan
venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi
mukosa usus, ini memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru
dijumpai sesudah 6 8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang kadang
sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada
juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18 24 jam
serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi
sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien
dijumpai dengan tanda tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran
peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi.
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan
defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan
dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya
aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus,
ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.
Pemeriksaan colok dubur didapati:
Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa
seperti portio.
Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala gejala invaginasi tidak
khas, tanda - tanda obstruksi usus berhari hari baru timbul, pada penderita ini tidak
jelas tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami

11
prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang
melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul. Suatu keadaan disebut dengan
invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa yang tepat oleh seorang ahli
bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter
dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita.

2.7 Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari
invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serangan
serangan, nyeri menghilang selama 10 20 menit, kemudian timbul lagi
serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir.
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah waktu serangan kolik, biasanya
keluar lendir campur darah ( red currant jelly / strawberry stool ) per anum yang
berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami
strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan, dan pada pemeriksaan perut
dapat teraba massa yang biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis.
Pada inspeksi, sukar sekali membedakan antara prolapsus rektum dan invaginasi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari di sekitar penonjolan untuk
menentukan ada tidaknya celah terbuka. Selain itu, kadang dapat dilihat gambaran
usus / peristaltis usus pada dinding perut dan didapatkan distensi bila sudah terjadi

12
ileus. Pada Auskultasi didapatkan bising usus yang meningkat sehingga dapat
terdengar metallic sound.
Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur.
Ujung invaginatum teraba seperti portio uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga
dinamakan pseudoportio. Jarang ditemukan invaginatum yang sampai keluar dari
rektum. Keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus mukosa rektum. Pada
invaginasi, didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus
berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus.
Invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium. Pemeriksaan foto polos
abdomen, dijumpai tanda obstruksi dan massa di kuadran tertentu dari abdomen
menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. Selain itu, pada foto polos abdomen
didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila
telah lanjut terlihat tanda -tanda obstruksi usus dengan gambaran air fluid leve.
Dapat terlihat free air bila terjadi perforasi. USG membantu menegakkan diagnosis
invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan
pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan pemberian
barium enema dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan
sebagai diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak
jelas pada foto.

13
Gambar 8. Air-Contrast enema menunjukkan adanya invaginasi dalam
caecum

Kriteria diagnosis invaginasi akut:


1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi)
a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan
b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema
pada usus halus yang berinvaginasi, adanya massa intraabdominal yang
dideteksi dengan USG
c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi.
2. Mungkin invaginasi (probable)
Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.

14
3. Possible invaginasi
Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor

Kriteria mayor pada invaginasi yakni:


A. Bukti adanya obstruksi saluran cerna :
a) Riwayat muntah kehijauan
b) Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus
abnormal
c) Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi
usus halus
B. Inspeksi:
a) Massa di abdomen
b) Massa di rectal
c) Prolapsus intestinal
d) Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa
dari jaringan lunak
C. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena :
a) Keluarnya darah per rectal
b) Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly
c) Adanya darah ketika pemeriksaan rectum
Adapun kriteria minor untuk invaginasi adalah usia < 1 tahun, laki-laki, nyeri
perut, muntah, letargi, hangat, syok hipovolemik, foto polos abdomen menunjukkan
pola gas usus yang abnormal, pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis > 10.000/mm3).
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya
tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala
trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu
tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak anak yang mulai
berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah

15
satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari
/ malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah
kemungkinan invaginasi.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah lekosit atau
lekositosis> 10.000/mm3.
2.8.2 Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan sebagai acuan
diagnostik, antara lain:
a. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di dalam usus yang tidak
merata, usus cenderung terdesak ke kiri atas, dan dalam keadaan lanjut terlihat
gambaran obstruksi usus pada posisi tegak dan lateral dekubitus berupa
gambaran air fluid level serta dapat terlihat free air jika sudah terjadi
perforasi.
b. Barium enema
Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat diagnostic juga dapat
berfungsi sebagai terapi. Sebagai alat diagnostic barium enema berfungsi jika
gejala klinik yang terlihat sedikit meragukan. Dengan kontras gambaran yang
akan terlihat berupa gambaran cupping atau coiled spring appearance.

16
Gambar 9. Gambaran cupping dan coiled spring appearance
c. Ultrasonografi (USG)
Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG berupa target lesion atau bisa
juga disebut doughnut sign.

Gambar 10. Gambaran target lession atau doughnut sign


2.9 Diagnosa Banding
Ada beberapa penyakit yang perlu dibedakan dengan invaginasi, antara lain:
a. Gastroenteritis

17
Anak dengan gastroenteritis cenderung sulit dibedakan dengan invaginasi.
Perlu diperhatikan perubahan pola penyakit, karakter rasa sakit, karakteristik
muntah, dan jenis perdarahan untuk membedakannya. Bila diikuti dengan
invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan
perdarahan.
b. Enterocolitis
Pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai kram
abdomen, namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena sakit
cenderung lebih jarang, disertai diare, dan tetap adanya rasa sakit diantara
nyeri. Disini tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
c. Diverticulum Meckel
Perbedaan invaginasi dan diverticulum Meckel terdapat pada rasa sakit yang
biasanya tidak dirasakan penderita diverticulum Meckel
d. Henoch-Schnlein purpura
Terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien Henoch-Schnlein purpura,
namun yang dapat membedakannya adalah ditemukannya purpura pada
penderita Henoch-Schnlein purpura
e. Prolapsus Recti
Perbedaan prolapsus recti dan invaginasi dapat diketahui dengan melakukan
colok dubur, dimana pada prolapsus recti didapati adanya hubungan antara
mukosa dan kulit perianal sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.

2.10 Terapi
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari
serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik. Tatalaksana
invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting sebagai berikut:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan resusitasi cairan dan elektrolit

18
2. Dekompresi, maksudnya menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan
selang nasogastrik / Nasogastric Tube ( NGT) dan pemberian antibiotik
berspektrum luas
3. Reposisi, bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan operatif.
Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu diagnosis
rontgen tersebut ditegakkan. Metode ini dengan cara memasukkan barium
melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Syaratnya ialah
keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan
peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat okbtruktif tinggi.
Kontraindikasi untuk melakukan reposisi dengan barium enema adalah
adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto
abdomen, dijumpai tanda tanda peritonitis, gejala invaginasi sudah lewat
dari 24 jam, dijumpai tanda tanda dehidrasi berat dan usia penderita diatas 2
tahun. Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh
dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan
reposisi hidrostatik. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum.
Hasil reposisi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak
menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif
sangat membantu. Penelitian oleh Ali Eisapour, dkk menemukan bahwa
penggunaan midazolam efektif untuk meningkatkan tingkat kesuksesan
reduksi enema.
Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi
dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang
terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium dideteksi
dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan
dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian
proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium bergerak maju
menandai proses reposisi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium
berhenti dapat diulangi 2 3 kali dengan jarak waktu 3 5 menit. Reposisi

19
dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10 15 menit
tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reposisi pertama, kedua dan
ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.
Reposisi barium enema dinyatakan berhasil apabila :
a. Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai
massa feses dan udara.
b. Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian
usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.
c. Hilangnya massa tumor di abdomen.
d. Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta
norit test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2 3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung
kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama,
penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya.
Sebelum dilakukan tindakan reposisi, maka terhadap penderita :
dipuasakan, resusitasi cairan, dekompressi dengan pemasangan pipa lambung.
Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan
laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat ini
antibiotika berspektrum luas dapat diberikan.
Reduksi Hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu dengan diikuti oleh X-ray. Mula-mula tampak
bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi, dengan
tekanan hidrostatik sebesar sampai 1 meter air, barium didorong ke arah
proksimal. Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati 1 meter air agar tidak
terjadi perforasi selain itu tidak boleh dilakukan penekanan manual di perut
sewaktu dilakukan reposisis hidrostatik.
Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum

20
terminalis, serta pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang
diberikan akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras
kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut
disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra sepanjang bekas tempat
invaginasi
Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk prosedur
diagnostic, kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi. Pemberian
sedikit sedative yang cukup sebelum prosedur enema sangat banyak
membantu berhasilnya reduksi hidrostatik ini.

Gambar 11. Terapi dengan menggunakan barium enema

Indikasi:
1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum
2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi
3. Tidak dehidrasi
4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam
Kontra indikasi:

21
1. Distensi abdomen yang berlebihan
2. Invaginasi rekuren
3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam
4. Peritonitis
5. Perforasi
Keuntungan reposisi hidrostatik
1. Kemungkinan terjadinya perforasi lebih sedikit
2. Lama perawatan lebih pendek, karena tidak bersifat traumatic
Kerugian reposisi hidrostatik itu sendiri adalah cukup banyaknya kasus
invaginasi berulang, karena tidak dilakukan reseksi.
Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara semakin sering digunakan
karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan enema
barium. Penelitian yang dilakukan oleh Jiraporn Khorana, dkk menemukan
bahwa tingkat keberhasilan reduksi hidrostatik sebesar 44% sedangkan tingkat
keberhasilan reduksi pneumostatik sebesar 61%. Jika reposisi konservatif ini
tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif.
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka
leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang
ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sisterna usus
yang berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan
untuk suatu operasi. Tindakan selama operasi tergantung dari penemuan
keadaan usus, reposisi manual harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga
bergantung kepada keterampilan operator dan pengalaman operator. Sewaktu
operasi akan dicoba reposisi manual dengan mendorong invaginasi dari oral
kearah sudut ileosekal, dorongan dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari
bagian proksimal.
Reseksi usus dilakukan pada kasus yang tidak berhasil direposisi dengan
cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis
sebagai penyebab invaginasi. Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah

22
pembedahan. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar
kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan. Oleh karena itu, ahli
bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak melakukan
usaha reposisi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reposisi
dengan hati-hati, tetapi jika ditemukan nekrosis, perforasi, dan edema, reposisi
tidak perlu dilakukan dan reseksi segera dikerjakan. Pada kasus-kasus yang
idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi
Reduksi Dengan Tindakan Operasi
1. Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan
tindakan operasi sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien diperbaiki.
Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah
baik, hal ini ditandai apabila produksi urine sekitar 0,5 1 cc/kg BB/jam.
Nadi kurang dari 120 x/menit, pernafasan tidak melebihi 40 x/menit, akral
yang tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan kering,
turgor kulit mulai membaik dan temperature badan tidak lebih dari 38o C.
Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan
dehidrasi telah masuk, sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan
pasca bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi).
b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung.
c. Pemberian antibiotika dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila buru buru melakukan operasi karena
takut usus menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk. Harus
diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan
umum penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan
bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat
ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan

23
mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan
kelainan-kelainan itu akan irreversible.
2. Tindakan untuk mereposisi usus
Sewaktu operasi awalnya akan dicoba reposisi manual dengan
mendorong invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal, dorongan
dilakukan dengan hati- hati tanpa tarikan dari bagian proximal.

Gambar 12. Terapi dengan Reposisi Manual


Reposisi dengan pembedahan dicapai melalui laparatomi. Setelah dinding
perut dibuka, tindakan selanjutnya tergantung pada temuan yang ada.
Reposisi dikerjakan secara manual diperas seperti memeras susu sapi yang
disebut milking, dikerjakan secara halus dan perlahan dengan sabar, dan
diselingi dengan istirahat beberapa waktu untuk memberi kesempatan agar
aliran darah balik yang mengurangi edema sehingga mempermudah usaha
milking selanjutnya. Jangan sekali-kali menarik bagian usus yang masuk ke
dalam usus lainnya, tetapi diperas dari pihak lainnya.
Jika terjadi kebocoran usus sebelum atau sesudah milking maka
dilanjutkan dengan reseksi usus. Batas reseksi pada umumnya adalah 10 cm
dari tepi - tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi
proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to

24
end atau side to side.

Gambar 13. Anastomose end to end

Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak bagian dari
usus itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini tidak dapat dilakukan
anastomosis end to end, harus colostomy supaya proses digestive tetap
berjalan.
Jika ditemukan penyebab yang menjadi factor pencetus seperti
divertikulum atau duplikasi maka perlu dilakukan reseksi.
Perawatan Pasca Operasi
Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi
pada saluran cerna selama 1 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah
oedem dari intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar.
Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan
dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga
didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara
perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan
reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama.

2.11 Komplikasi

25
Invaginasi dapat memutus suplai darah ke daerah usus yang terkena. Jika
tidak segera ditangani, kekurangan suplai darah dapat menyebabkan jaringan dinding
usus mati dan terjadi perforasi. Perforasi adalah salah satu komplikasi serius yang
diakibatkan adanya infeksi dan dapat menyebabkan terjadinya peritonitis.

2.12 Prognosis
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka
rekurensi pasca reposisi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar 10% dan
dengan reposisi bedah sekitar 2-5%; rekurensi tidak pernah terjadi setelah dilakukan
reseksi bedah. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan dalam 24 jam
pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut, terutama setelah hari
kedua.

26
BAB III
KESIMPULAN

Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus
masuk ke dalam segmen lainnya yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi.
Umumnya bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal
(intususipien).
Insidensi penyakit ini tidak diketahui secara pasti, namun kelainan ini
umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun
dengan bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak
laki laki, dengan perbandingan laki laki dan perempuan tiga banding dua.
Invaginasi sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas dan
serangan episodik gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan limfoid.
Adenovirus ditemukan pada 50% kasus invaginasi. Invaginasi idiopatik umumnya
terjadi pada anak berusia 6 -36 bulan karena tingkat kerentanannya tinggi terhadap
virus. Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk
terjadinya intususepsi, seperti appendiks terbalik, divertikulum Meckel, polip usus,
duplikasi atau limfosarkoma. Intususepsi juga dapat terjadi pada penderita kistik
fibrosis yang mengalami dehidrasi.
Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang
terdiri dari : Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serangan
serangan, nyeri menghilang selama 10 20 menit, kemudian timbul lagi serangan
baru. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas. Buang air besar campur darah dan
lendir.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari
serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

Baden, Lindsay R. Enteroenteric Intussusception. The New England Journal of


Medicine. 2016.

Ciftci, Fatih. Diagnosis and Treatment of Intestinal Intussusception in Adults : a Rare


Experence for Surgeons. Int J Clin Exp Med. 2015.

Das, Dillip Kumar; Majumdar, Pravat Kumar; Shukla, Suprabha. Meckels


Diverticulum Causing Itussusception in a Newborn. Journal of National
Surgery. 2015.

Eisapour, Ali; Mehrayin, Raheleh; Esmaeili-Dooki, Mohammadreza. The Effect of


Midazolam on Decreasing the Duration of Intussusception Hydrostatic
Reduction in Cildren. Med Arh. 2015.

Gupta, Amit; Gupta, Sweety; Tandon, Ashutosh; et. al. Gastrointestinal Stomal
Tumor Causing Ileo-ileal Intussusception in an Adult Patient a Rare
Presentation with Review of Literature. PanAfrican Medical Journal. 2011.

Honjo, Hirotaka; Mike, Makio; Kusanagi, Hiroshi; et al. Adult Intussusception : A


Retrospective Review. 2015.

Khorana, Jiraporn; Singhavejsakul, Jesda; Ukarapol, Nuthapong; et al. Enema


Reduction of Intussusception: The Succes rate of Hydrostatic and Pneumatic
Reduction. Therapeutics and Clinical Risk Management. 2015.

28
Leino, Tuija; Oligren, Jukka; Stromberg, Nina; et al. Evaluatin of the Intussusception
Risk after Pentvalent Rotavirus Vaccination in Finnish Infants. Plos One.
2016.

Miall, Lawrence; Rudolf, Mary; Levene, Malcolm. Paediatrics at a Glance.


Blackwell Science. 2003.

Renzulli, Pietro; Candinas, Daniel. Idiopathic Small-bowel Intussusception in an


Adult. Canadian Medical Association Journal. 2010.

Strange, Gary R; Ahrens, William R; Schafermeyer, Robert et. al. Pediatric


Emergency Medicine. American College of Emergency Physicians. 1999.

Weintraub, Eric; Baggs, James; Duffy, Jonathan; et al. Risk of Intussusception after
Monovalent Rotavirus Vaccination. The New England Journal of Medicine.
2014.

Valentini, Viola; Buquicchio, Grazia Loretta; Galluzzo, Michele et. al.


Intussusception in Adults : The Role of MDCT in the Identification of the Site
and Cause of Obstruction. Hindawi Publishing Corporation. 2015.

Yakan, Savas; Caliskan, Cemil; Makay, Ozer; et al. Intussusception in Adults :


Clinical Characteristics, Diagnosis and Operative Strategies. World Journal
of Gastroenterology. 2009.

Zinner, Michael. J; Ashley, Staley W. Maingots : Abdominal Operations 11th


Edition. McGraw-Hills Access Surgery. 2007.

29

Anda mungkin juga menyukai