Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Invaginasi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus lainnya.
Invaginasi menjadi penyebab tersering obstruksi intestinal pada bayi dan anak-anak. Puncak
insidens tertinggi pada anak usia 4 – 9 bulan. Kegagalan diagnosis dan terapi dini dapat
menyebabkan iskemi usus, perforasi, dan peritonitis yang dapat fatal.1

Trias gejala klasik terdiri dari nyeri perut, muntah, dan darah pada feses. Namun, ketiga
gejala ini hanya muncul pada kurang dari 1/3 anak dengan intususepsi. Invaginasi sering
terjadi pada anak – anak, dan merupakan kasus langka pada dewasa.1

Penyebab invaginasi kebanyakan idiopatik. Hanya sedikit kasus yang berhubungan


dengan keadaan patologis seperti divertikel Meckel, atau proses tumor jinak atau ganas
seperti polip intestinal, tumor usus, dan limfoma usus.1

Hasil laporan WHO yang dikeluarkan pada tahun 2002 di 3 kota besar Indonesia
menunjukkan angka terjadinya invaginasi pada anak yang terjadi di kota Medan sebanyak
29 kasus, dijumpai pada usia 2 bulan sampai2 tahun dan paling banyak ditemukan pada
anak usia di bawah 1 tahun sebanyak 95% dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
2:1.2

1.2 Tujuan

Mahasiswa kepaniteraan klinik senior dapat mampu mengetahui, memahami, dan


menjelaskan tentang :

1. Definisi invaginasi
2. Epidemiologi invaginasi
3. Klasifikasi invaginasi
4. Patofisiologi invaginasi
5. Diagnosis invaginasi
6. Penatalaksanaan invaginasi

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya,
yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi ataupun strangulasi. Invaginasi
sering disebut juga sebagai intussusepsi. Umumnya bagian yang proximal (intussuseptum)
masuk ke bagian distal (intususepien).3

Gambar 1. Invaginasi usus halus yang masuk ke usus besar

2.2 Anatomi Usus Halus dan Usus Besar

2.2.1 Usus Halus4

Usus halus adalah struktur tabung yang membentang dari pylorus sampai apendix.
Panjang seluruh usus halus 270 sampai 290 cm.2 Usus halus terdiri dari tiga segmen:
duodenum , jejunum , dan ileum.
Pada duodenum, segmen yang paling proksimal , terletak di retroperitoneum berbatasan
dengan kepala dan dan bagian inferior dari pancreas. Duodenum dipisahkan dari gaster oleh
pylorus dan jejunum oleh ligamentum dari treitz . Jejunum dan ileum yang terletak di dalam
rongga peritoneum dan diikat ke retroperitoneum mesentery yang luas. Ileum dan usus buntu
yang dibatasi oleh ileocecal katup.

2
Usus halus berisi lipatan mucosa yang dikenal sebagai plicae circulares atau valvulae
conniventes yang terlihat pada inspeksi. Lipatan ini juga terlihat radiographically dan
membantu dalam membedakan antara usus kecil dan usus besar. Lipatan ini yang lebih
menonjol dalam usus proksimal dari pada distal usus kecil. Perbedaan lain yang jelas pada
inspeksi yang lebih karakteristik pada proksimal usus kecil dari pada distal usus halus adalah
circumference, tebal dinding, sedikit lemak mesentery, dan lebih panjang vasa recta. pada
pemeriksaan dari mukosa usus halus terdapat agregat limfoid folikel. Folikel tersebut, terletak
di ileum yang paling penting yang ditunjuk adalah peyer ' s patch.
Sebagian besar pendarahan dari duodenum berasal dari cabang arteri dari trunkus
celiacus dan arteri mesenterika superior. Bagian distal dari duodenum, jejunum , dan ileum
memperoleh darah dari arteri mesenterika superior. Aliran vena mengalir menuju vena
mesenterica superior. Drainase dari pembuluh limfa mengalir sejajar dengan arteri.
Parasimpatis dan simpatis innervation dari usus kecil ini berasal dari vagus dan nervus
splanchnic.

Gambar 2. Anatomi usus halus

2.2.2 Usus Besar5

Usus besar dan rectum yang terdiri atas tabung variasi diameter dengan panjang sekitar
150 cm. Ileum terminalis masuk ke bagian caecum dan menebal. Usus besar dimulai dari
caecum yang merupakan kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal
apendiks.

3
Berlanjut ke colon ascending dengan panjang sekitar 15 cm, berjalan ke atas menuju
hati pada sisi kanan. Colon tranversum memiliki panjang sekitar 45 cm. Tergantung antara
posisi tetap di hepatik dan flexura lienalis, colon tranversum benar-benar tertanam dalam
peritoneum. Omentum mayor melekat pada colon tranversum bagian superior, gabungan dari
dual layer dari peritoneum visceral dan parietal, dan diliputi oleh lemak. Omentum dapat
bergerak. Colon desceden terletak ventral dari ginjal kiri dan meluas ke bawah dari flexure
lienalis dan memiliki panjang sekitar 25 cm. Diameter colon descenden lebih kecil
disbanding colon ascendens. Kolon sigmoid bervariasi dalam panjang dari 15 sampai 50 cm
(rata-rata 38 cm) dan sangat mobile. Ini adalah sebuah tabung yang berdiameter kecil, otot
yang panjang. Mesosigmoid sering melekat ke sisi kiri luar panggul kiri, memproduksi reses
kecil di mesentery yang dikenal sebagai intersigmoid fossa.
Pendarahan arteri ke Colon sangat bervariasi. Secara umum, arteri mesentrika superior
mempendarahi aliran darah terminal ileum dan proksimal colon ascenden, arteri kolon dextra,
yang memperdarahi colon ascenden, dan arteri middle colic, yang memasok colon
transversum. Arteri mesenteric inferior ke kiri bercabang menjadi arteri colic kiri, yang
memasok colon descenden, beberapa cabang sigmoidal, yang memasok kolon sigmoid, dan
superior rectal arteri, yang memasok rektum proksimal.

Gambar 3. Anatomi usus besar

4
2.3 Epidemiologi

Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak-anak dibawah 1 tahun dan frekuensinya
menurun dengan bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada
laki-laki dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. 3 Pada anak di bawah usia
1 tahun, insidens mulai dari 35 tiap 100.000 anak di Brazil sampai 1200 tiap 100.000 anak di
Inggris. Beberapa negara dengan insidens lebih dari 100 per 100.000 orang, yaitu Australia
(101), Hongkong (108), Jepang (185), Israel (219), Vietnam (302), dan Korea Selatan (328).
Sedangkan beberapa negara dengan insidens rendah, di bawah 20 kejadian per 100.000 orang
adalah Finlandia (20), India (18), Malaysia (18), dan Bangladesh (9). Sedangkan data
epidemiologi di Indonesia sampai sekarang ini belum ditemukan.6

2.4 Etiologi1

Pada anak – anak, sekitar 90% kasus intususepsi merupakan kasus idiopatik.
Berdasarkan penyebabnya, invaginasi terbagi atas Idiopatik dan Kausatif:

1. Idiopatik: 90% invaginasi pada anak umur 1 bulan sampai 1 tahun sering tidak
dijumpai penyebab yang jelas, sehingga digolongkan ”Infatil idiophatic
intususseption”. Pada saat operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum
terminal berupa hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai infeksi
rotavirus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.

2. Kausatif : Pada penderita invaginasi yang berumur lebih 2 tahun biasanya ditemukan
adanya kelainan usus sebagai penyebab terjadinya invaginasi, seperti: Inverted
Meckel’s Divertikulum, Hemangioma, Lymphoma, Duplikasi usus, Polip Usus.

Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi yang biasanya timbul setelah dua
minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus disebabkan manipulasi
usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

2.5 Klasifikasi7

Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana yang terlibat:
1. Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke bagian ileum.
2. Ileo-colica, adalah bagian ileum masuk ke bagian kolon.
3. Ileo-caecal, adalah bagian ileum masuk ke bagian caecum.

5
4. Colo-colica, adalah bagian colon masuk ke bagian kolon.
Umumnya banyak yang menyetujui bahwa invaginasi paling sering ialah di valvula
ileosekal. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing jenis
intususepsi. Insidensi terjadi sebanyak 39% ileo-caecal, 31,5% ileo-colica, 6,7% ileo-ileal,
4,7% colo-colica dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas.

2.6 Patofisiologi

Mayoritas intususepsi pada anak bersifat idiopatik. Invaginasi dianggap berkaitan


dengan peristaltik usus yang tidak terkoordinir atau adanya hiperplasia limfoid karena diare.
Invaginasi juga berhubungan dengan pemberian makanan pada anak; pemberian makanan
pengganti ASI sebelum waktunya menimbulkan pembengkakan payer patch di ileum
terminalis, menyebabkan invaginasi segmen ileum ke kolon proksimal. Tipe intususepsi ini
yang paling sering terjadi.8
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya invaginasi pada intinya adalah
gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak
bebas dan satu bagian usus lainnya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian
lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral ke anal sehingga bagian yang masuk ke
lumen usus adalah yang dari arah oral atau proksimal.

Keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat
terjadi sebaliknya yang disebut retrograd invaginasi pada pasien pasca gastrojejunostomi.
Akibat adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya akan menyebabkan dinding
usus terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah
akan menyebabkan nekrosis dinding usus. Perubahan patologik yang diakibatkan invaginasi
terutama pada intususeptum. Intususipiens biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan
pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepiens, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan
tertariknya mesenterium.

Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapat sedemikian besarnya


sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan lendir dan
darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dinding usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi
tidak jarang terjadi gangrene. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami
prolaps. Pembengkakan dari intususeptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak

6
jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi.

Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik parsial maupun
total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan
usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intususepiens)
ini kemudian berkontraksi dan terjadi edema.7

Gambar 4. Patofisiologi invaginasi

2.7 Gambaran Klinis7

Manifestasi penyakit mulai tampak dalam waktu 3-24 jam setelah terjadi invaginasi.
Gejala-gejala sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu nyeri perut, muntah dan perdarahan.
Nyeri perut bersifat serangan setiap 15-30 menit, lamanya 1-2 menit. Di antara 2 serangan,
bayi tampak sehat. Biasanya nyeri disusul oleh muntah. Beratnya gejala muntah tergantung
pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala muntah.
Timbulnya muntah dapat tejadi 3 jam pertama setelah berlangsungnya penyakit.
Setelah serangan kolik yang petama, tinja masih normal, kemudian disusul oleh
defekasi darah bercampur lender (currant jelly stool). Pada 59% penderita, perdarahan terjadi
dalam waktu 12 jam. Darah lendir berwarna segar pada awal penyakit (hematokezia),
kemudian berangsur-angsur bercampur jaringan nekrosis, disebut terry stool oleh karena
terjadi kerusakan jaringan dan pembuluh darah. Hematokezia disebabkan oleh kembalinya
aliran darah dari usus yang mengalami invaginasi.

7
Gambar 5. Red-current jelly stool

2.8 Diagnosis

2.8.1 Anamnesis7

Anamnesis dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat
pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada riwayat dipijat, diberi
makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan. Trias invaginasi ialah:
1. Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (craping pain),
sakitnya kontinyu.
2. Muntah warna hijau (cairan lambung).
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) dan red
current jelly stool.

2.8.2 Pemeriksaan Fisik7

Pemeriksaan fisis, dapat ditemukan distensi abdomen, pireksia, Dance’s sign dan
sousage like sign. Tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dance’s sign
dan sousage like sign dijumpai pada kurang lebih 60% kasus, tanda ini patognominik pada
invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada
daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intussuseptum akan teraba kosong dan tanda
ini disebut sebagai dance’s sign. Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feses
bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda patognomonik.

8
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Polos Abdomen9

Pemeriksaan foto polos abdomen dengan posisi supine dan erect/upright position. Foto
polos abdomen yang menunjukkan tanda-tanda invaginasi hanya didapatkan pada kira-kira
60% kasus. Foto polos abdomen mungkin bisa normal pada awal penyakit. Semakin penyakit
berlangsung, bukti radiologi yang paling awal adalah tidak adanya udara di kuadran kanan
bawah dan didapatkan densitas jaringan lunak di kuadran kanan atas.
Temuan ini diikuti dengan pola yang jelas tentang obstruksi usus kecil, dengan dilatasi
dan air-fluid levels di usus halus saja. Jika distensi terjadi menyeluruh air-fluid levels juga
terdapat di kolon, hasil radiologi ini lebih menunjukkan suatu gastroenteritis akut daripada
suatu invaginasi.
Foto polos abdomen posisi dekubitus lateral kiri juga bisa sangat membantu. Jika
didapatkan tanda-tanda udara di daerah sekum, intususepsi ileocecal sangat tidak mungkin.
Posisi lateral dekubitus kiri ialah posisi penderita yang dibaringkan dengan bagian kiri di atas
meja dan sinar dari arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi
juga dapat mendeteksi adanya perforasi.
Foto polos abdomen untuk melihat tanda-tanda obstruksi dan massa di kuadran tertentu
dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi bisa didapatkan dilatasi lumen usus
halus atau kolon dan terdapat densitas jaringan lunak di daerah usus halus atau kolon.

Gambar 6. Foto polos abdomen menunjukkan dilatasi usus halus

9
Gambar 7. “Air-Fluid Levels” pada posisi tidur samping
(left lateral decubitus)

b. Barium Enema10

Pemeriksaan barium enema digunakan untuk tujuan diagnostik dan terapi, dimana akan
terlihat gambaran “cupping” dan “coilspring”. Untuk tujuan terapi, barium enema dikerjakan
dengan tekanan hidrostatik untuk mendorong usus yang masuk ke arah proksimal, teknik ini
dapat dikerjakan bila belum ada tanda-tanda obstruksi usus yang jelas, seperti muntah-
muntah hebat, perut distensi, dan dehidrasi berat. Peritonitis merupakan kontra indikasi
dilakukan reposisi dengan barium enema. Reposisi berhasil bila setelah rectal tube ditarik
dari anus maka barium keluar dengan disertai massa feses dan udara (menyemprot); pada
fluoroskopi terlihat ada reflux barium kedalam lumen ileum dan massa tumor hilang.

Gambar 8. Foto Barium Enema. Tampak Cupping dan Coilspring.

c. Ultrasonografi (USG)7

Pemeriksaan ultrasound (USG) bisa melihat kondisi secara umum dengan


menggunakan gelombang untuk melihat gambaran usus di layar monitor. USG membantu

10
menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang
invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi.

USG merupakan suatu modalitas yang noninvasive yang dapat digunakan untuk
membantu diagnosis invaginasi. Karakteristik USG termasuk delineasi intussuseptum dan
mesenterium dalam intussuscipiens (target dan pseudokidney signs). Penggunaan USG aman
d`an tidak ada efek radiasi. USG juga membantu menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
nyeri abdomen.USG bisa mendeteksi adanya cairan (ascites), udara dan tidak adanya suplai
darah di dinding usus sehingga kemungkinan sudah terjadinya gangren.s

Pemeriksaan USG merupakan pilihan utama, karena bisa mengetahui adanya dilatasi loop-
loop usus, lambung yang berisi cairan dan intususepsi yang edema serta gambaran massa
seperti sosis atau seperti pisang pada invaginasi jejunum ke dalam lumen lambung.

Gambar 9. Doughnut sign pada invaginasi di kolon tranversum.

Gambar 10. Target sign yang merupakan karakteristik invaginasi.

11
d. CT-Scan11

Alat diagnostik lain adalah CT scan yang sensitif untuk diagnosis intususepsi pada
dewasa.3 CT scan dapat membantu identifikasi lesi patologis usus, dapat mendeteksi
gangguan vaskuler, dan memprediksi kemungkinan resolusi spontan. Dengan CT scan, makin
sering ditemukan invaginasi pada orang dewasa tanpa kelainan patologis usus, sehingga
meningkatkan keberhasilan terapi non-operatif. Walau bagaimanapun, hasil CT scan tidak
terlalu spesifik untuk suatu intususepsi.

Gambar 11. CT scan menunjukkan tanda klasik ying-yang sign pada intususeptum
dalam intususepiens.

2.9 Diagnosis Banding7

1. Trauma abdomen
Pada kasus trauma abdomen, bisa didapatkan nyeri di bagian abdomen yang bersifat
terus-menerus akibat trauma yang dialami. Pada pemeriksaan fisis, tidak didapatkan gerakan
peristaltik yang terlihat di dinding abdomen dari luar (sausage-like sign).
2. Appendisitis akut
Pada appendisitis akut, terdapat gejala klasik yaitu nyeri dirasakan samar-samar dan
tumpul (nyeri visceral) di daerah epigastrium. Awalnya dirasakan nyeri di ulu hati dan
kemudian nyeri berpindah ke nyeri perut kanan bawah yang lebih tajam dan jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Mc Burney sign).
3. Hernia
Hernia ialah adanya penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau
bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Biasanya pasien datang
dengan keluhan adanya benjolan yang hilang timbul di tubuh pasien biasanya benjolan

12
tersebut tidak nyeri. Nyeri baru timbul kalau sudah terjadi gangguan pasase atau gangguan
vaskularisasi.
4. Gastroenteritis
Memberikan gejala diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai
peningkatan suhu tubuh. Diare yang dimaksudkan adalah buang air besar berkali-kali (dengan
jumlah yang melebihi 4 kali, dan bentuk Faeses yang cair, dapat disertai dengan darah atau
lendir.
5. Volvulus
Keadaan dimana usus terputar sehingga menyebabkan obstruksi lumen. Kadang-kadang
aliran darah juga tersumbat, sehingga terjadi infark. Gejalanya tidak ada yang khas: muntah
(kuning kehijauan), nyeri abdomen yang kembung dan berak darah.
6. Divertikulum Meckel
Divertikulum meckel adalah suatu kelainan bawaan, yang merupakan suatu kantung
yang menjulur/menonjol dari dinding usus halus. Divertikula bisa mengandung jaringan
lambung maupun jaringan pankreas. Divertikulum meckel biasanya tidak menimbulkan
gejala, tetapi kantungnya dapat melepaskan asam dan menyebabkan ulkus, sehingga terjadi
perdarahan melalui rektum yang tidak disertai nyeri. Divertikulum lebih cenderung
menyebabkan penyumbatan usus, sehingga timbul nyeri kram dan muntah. Bisa terjadi
peradangan mendadak pada divertikulum yang disebut divertikulitis akut. peradangan ini
menyebabkan nyeri perut yang hebat, seringkali disertai muntah.

2.10 Penatalaksanaan

2.10.1 Perbaiki Keadaan Umum7

Tindakan ini sangat menentukan prognosis, jangan melakukan tindakan operasi


sebelum mengoptimalkan keadaan umum pasien (pasien baru dapat dioperasi apabila sudah
yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini ditandai apabila produksi urine sekitar 0,5-1
cc/kg BB/jam). Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral
yang tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai

membaik dan temperatur badan tidak lebih dari 38°C. Biasanya perfusi jaringan akan baik
apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat diberikan sambil
operasi berjalan dan pasca bedah.

13
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah:
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi(resusitasi).
b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung (NGT).
c. Pemberian antibiotik dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila langsung melakukan operasi karena usus dapat
menjadi nekrosis karena perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa obat anestesi
dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang
belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya
dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan
mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan tersebut akan
irreversible.

2.10.2 Non Operatif7

1. Reduksi Hidrostatik

Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter
dengan tekanan tertentu. Reposisi barium diikuti oleh pemeriksaan rontgen. Mula-mula
tampak bayangan barium bergerak berbentuk cuppimg pada tempat invaginasi. Dengan
tekanan hidrostatik sebesar ¾-1 meter air, barium didorong ke arah proksimal. Pengobatan
dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum terminalis. Pada saat itu, pasase usus
kembali normal, norit yang diberikan per os akan keluar melalui dubur. Seiring dengan
pemberian zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut
disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra sepanjang bekas tempat invaginasi.

Gambar 12. Barium Enema. Tampak kontras mengisi daerah usus yang mengalami
invaginasi.

14
2. Reduksi Pneumatic

Resiko untuk terjadi komplikasi mayor dengan teknik terapi ini adalah kecil. Kadar
keberhasilan menurun dibanding dengan agen reduksi yang lain pada pasien dengan
intususepsi usus halus dan intususepsi yang mengalami prolaps. Ketika melakukan terapi
enema, tekanan gas untuk insufflasi yang direkomendasikan adalah tidak boleh melebihi 120
cm air. Jika menggunakan barium atau kontras larut air (water-soluble contrast), kolom
kontras tidak boleh melebihi 100 cm di atas pantat.

Gambar 13. Perbandingan teknik reduksi dengan barium dan dengan udara.

2.10.3 Operatif7

Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka leukosit,
mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi
abdomen, feses berdarah, gangguan sistem usus yang berat sampai timbul syok atau
peritonitis, pasien segera disiapkan untuk operasi. Pada operasi, reposisi secara manual dan
hasilnya langsung diketahui.
Tindakan selama operasi tergantung kepada temuan keadaan usus, reposisi manual
dengan cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar. Pada anak-anak dibawah umur 2
tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi.
Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah

15
untuk eksplorasi usus dan mereduksi invaginasi. Reseksi usus dilakukan apabila: pada kasus
yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual. Setelah usus direseksi dilakukan
anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan tetapi bila tidak mungkin maka
dilakukan “exteriorisasi” atau enterostom.

Gambar 14. Milking Prosedur

2.11 Komplikasi7

Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi berat
seperti nekrosis usus, perforasi usus, infeksi dan kematian.

2.11 Prognosis7

Dengan terapi dini yang adekuat, prognosisnya baik dan jarang terjadi kekambuhan.
Prognosis tergantung dari viabilitas usus setelah reposisi. Lebih dini diagnosis, lebih baik
prognosis. Kemunculan peritonitis menunjukkan bahwa perjalanan penyakit akan memburuk.
Karena alasan ini, tidak ada tindakan lain yang dilakukan selain mereduksi intususepsi,
kecuali jika ditemukan kondisi-kondisi yang menyebabkan obstruksi seperti adanya polip
atau divertikulum meckel pada saat operasi.

16
BAB III
KESIMPULAN

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya,
yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi ataupun strangulasi. Kelainan ini
umumnya ditemukan pada anak-anak dibawah 1 tahun. Invaginasi dianggap berkaitan dengan
peristaltik usus yang tidak terkoordinir atau adanya hiperplasia limfoid karena diare. Gejala-
gejala yang muncul sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu nyeri perut, muntah dan
perdarahan. Prognosis tergantung dari viabilitas usus setelah reposisi.

17
DAFTAR PUSAKA

1. Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Garau R, Caddeo F, et al. Intussusception in


children: Not only surgical treatment. J Pediatr Neonatal Individualized
Medicine.2017;6(1):1-6.
2. Navarro O, Dugougeat F, Kornecki A, et al. The Impact of Imaging in the Management
of Intussusception Owing to Pathologic Lead Point in Children. A Review of 43 cases.
Pediatr Radial 2000;30;594-603.
3. Jong W.D., Sjamsuhidayat, R. 2010. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum.
Dalam: Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.
4. Scanlon, Valerie C. 2006 . Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC
5. Watson.R. 2002. Anatomi Dan Fisiologi. Ed 10. Jakarta: EGC.
6. Jiang J, Jiang B, Parashar U, Nguyen T, Bines J, Patel MM. Childhood intussusception:
A literature review.2013;8(7):e68482.
7. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
8. Aydin N, Roth A, Misra S. Surgical versus conservative management of adult
intussusception: Case series and review.Internat J Surg Case Report. 2016;20:142.
9. Dolinak D., Matshes E.W., Lew E.O., [Online] [cited 2019 Desember 20]. Available
from : URL: http://emedicine.medscape.com/article/930708-diagnosis.
10. Sander MA. Invaginasi Ileo-Kolo-Kolika, Bagaimana Mengenali Gejala Klinis Sejak
Awal dan Penatalaksanaannya?. 2014;5(1);16-22.
11. Djaya AMES. Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi. 2019;46(3);189-192.

18

Anda mungkin juga menyukai