PENDAHULUAN
Sebanyak 75% kasus invaginasi anak ditemukan pada usia dibawah 3 tahun
dimana 40% nya didapatkan pada usia antara 1 dan 12 bulan.Insiden terjadinya
invaginasi diperkirakan mencapai 1 dari 2000 anak, penelitian Inggris dan
Skotlandia menunjukkan insiden yang lebih tinggi yaitu 4 dari 1000 kelahiran
hidup. Jenis kelamin laki-laki lebih dominan terjadi dibanding dengan perempuan
dengan rasio berkisar 3:2 sampai dengan 2:1 (Hanz-Iko, 2006).
Penting sekali diketahui saat pertama penderita menunjukkan tanda-tanda
kolik, karena ini berhubungan dengan prognosa. Semakin lambat penderita
dibawa untuk mendapat pertolongan dari timbulnya tanda-tanda kolik yang
pertama berarti prognosa semakin buruk.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Berapa banyak kasus invaginasi di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
dalam periode 2011-2015
2. Bagaimana distribusi kasus invaginasi berdasarkan jenis kelamin, umur,
keluhan utama, faktor predisposisi, lamanya keluhan sampai mendapatkan
pertolongan, jenis invaginasi, jenis tindakan, dan hasil operasi.
I.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah kasus
invaginasi di RS Wahidin Sudirohusodo, distribusi kasus invaginasi
berdasarkan jenis kelamin, umur, keluhan utama, faktor predisposisi, lamanya
keluhan sampai mendapatkan pertolongan, jenis invaginasi, jenis tindakan,
dan hasil operasi.
I.4. Manfaat
Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan gambaran dan data
mengenai kasus invaginasi di RS Wahidin Sudirohusodo.
2
I.5. Metode
Metode penelitian ini bersifat retrospektif deskriptif dengan mengambil
data kasus invaginasi periode Januari 2011 - Desember 2015 di bagian
Rekam Medis RS Wahidin Sudirohusodo dan dari data yang didapat
kemudian diolah, dianalisa dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
I.6. Tempat dan Waktu
Bagian rekam medis RS Wahidin Sudirohusodo, waktu evaluasi periode
Januari 2011 s/d Desember 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan
merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah
masuknya segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih
distal (kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi
usus Definisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus
(Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada
umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum)
memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga
yang sebaliknya atau retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum terminal
ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu
segmen usus yang dimasuki segmen lain
Gambar 1. Intususepsi usus halus yang masuk ke usus besar (Mckee, jawetz 1996)
gambaran : 39% ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan
sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas (Tumen 1964).
Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa
ditemukan 5%kasus obstruksi usus disebabkan karena invaginasi (Ellis,90).
Biasanya terdapat tumor pada apex intussuception, pada usus halus biasnya tumor
jinak dan tumor ganas pada usus besar. (Ellis 90). Tumor usus halus banyak
ditemukan diduodenum, yejunum bagian proksimal dan terminal ileum. Distal
yejunum dan proksimal ileum relatif jarang (Leaper 89) dan terbanyak di temukan
di terminal ileum (Schrok,88). Tumor usus halus merupakan 1-5% tumor di dalam
saluran pencernaan makanan, hanya 10 % yang akan menimbulkan gejala-gejala
7
10
11
adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang
arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus,
pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi
pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk
kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga
akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan
menyebabkan nekrosis dinding usus
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada
intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan
dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi.
Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya
bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen.
Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang
terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami
prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan
tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadangkadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik
partiil maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian
proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus
12
(1)
(2)
(3)
(4)
Gambar 3. Sketsa patogenesis : Pembengkakan payer pacth (1), Invaginasi Iliocolica (2),
Invaginasi Ilioileal (3) dan Rotasi intususeptum (6)
13
14
15
16
intususepsi terjadi pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma
tumpul abdomen yang tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .
Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus
yang terjadi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada
kira-kira 95% kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu
penyebab organik, dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna
maupun maligna. Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus
ditangani dengan anggapan terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi
pada kasus yang hanya mengenai kolon saja (Cohn 1976).
Gambaran Klinis
Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan
adanya serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai
puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat
ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara
satu serangan dnegan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama
sekali bebas dari gejala.
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah
muntah, keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di
17
perut. Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin
tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan
oleh kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya
sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak
ditemukan.
Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan
pada 90%, muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya
masa abdomen pada 73% kasus (Cohn, 1976).
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan
obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah
terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24
jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti
intususepsi pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan
penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam
usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaanpemeriksaan lain (Cohn, 1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang,
harus dipikirkan kemungkinan intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat
diagnosis dengan pemeriksaan radiologis seringkali menyebabkan tidak
ditegakkanya
diagnosis.
Pemeriksaan
radiologis
sering
tidak
berhasil
18
kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang, meskipun
pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak memberikan
hasil yang positif.
Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak
jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama
terdiri dari serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan
kadang-kadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan
lendir melalui rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejalagejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa
abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan
(Tumen, 1964).
Diagnosis
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai
dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi
segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus
bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus
bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya
darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja
dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan
mucus pada + 20% kasus.
Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali
saluran pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala
19
paling awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan
intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa
pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang
diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali
dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare
sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai
pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan
Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi,
gejala ini dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering
dijumpai sebagai gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah
reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman
yang terakhir dimakan sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada
refluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami
seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi
sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90%.
Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dances Sign dan
Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja
serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dances Sign
dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada
invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering
ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum
akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dances Sign. Pemeriksaan
20
colok dubur teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada
sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik.
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa
di kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi.
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign
pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan
longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien
ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.
TRIAS INVAGINASI :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki
(Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan
dalam) currant jelly stool
Obstruksi usus ada 2 :
1. Mekanis kaliber usus tertutup
2. Fungsional kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang
Pemeriksaan Fisik :
Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.
21
Gambar 4. Foto Polos Abdomen yang Menunjukk an Gambaran Obstruksi Usus dengan
Air Fluid Level ( Nasut ion, 2013)
22
23
didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu
cupshaped appearance pada barium di tempat ini.
Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi
mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin
akan diperoleh suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk
intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa
dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi
mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag
mencapai waktu bertahun tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng
dewasa daripada anak-anak (Tumen 1964). Biasanya
ditemukan suatu
kelainanlokal pada usus namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan
dari literatur 122 kasus intususepssi khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa
penulis tidak menyetujui konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus
menerus
dalam
waktu
demikian
lama.
Stallman
(cit
Tumen
1964)
24
terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu
yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatif baik, sampai akhirnya
terdapat suatu serangan yang demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi
spontan, dan tindakan bedah menjadi diperlukan.
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya
yaitu melalui :
Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti
diatas).
Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed
Tomography)
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan adalah :
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama,
maka akan memberikan prognosa yang lebih baik.
25
26
27
Gambar 6. Usus yang sudah rusak dan Perforasi (Nasution, 2013). Pada gambar diatas
dapat terlihat usus yang sudah rusak dan telah terjadi perforas i
28
keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak
tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa
riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi
anastosmose .
3. Pasca Operasi
HindariDehidrasi
Pertahankan stabilitas elektrolit
Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai
penyebabnya adalh besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung
dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh
dicoba dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema,
reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila
akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya
dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari /
memperkecil timbulnya short bowel syndrom.
Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
adanya reseksi usus yang etensif
diarhea
29
steatorhe
malnutrisi
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan
gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter
atau kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter
maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).
30
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
III. Hasil Penelitian
Dari hasil studi retrospektif yang dilakukan di RS Wahidin Sudirohusodo
bagian Rekam Medis, diperoleh data penderita invaginasi periode tahun 20062010 sebanyak 26 kasus, 23 kasus diantaranya dilakukan tindakan operasi. Dari
tahun 2006 hingga tahun 2010, tampak insidens kasus invaginasi berfluktuasi.
Tabel I. Distribusi Kasus invaginasi di RSWS 1 Januari 2011 - 31 desember 2015
Tahun
Jumlah
Kasus
2011
2012
2013
2014
2015
Total
8
15
17
16
14
70
10.81
20.27
22.97
21.62
18.92
100%
31
32
Faktor predisposisi
Jumlah Kasus
Diare
39
55.71
Perubahan jenis
makanan
19
27.14
Trauma
1.43
ISPA
8.57
Polip
1.43
pencahar
5.71
total
70
100
33
Dari grafik III ditemukan keluhan pasien saat pertama datang ke rumah
sakit adalah adanya Current Jelly Stool sebanyak 34 pasien (48.6%), distensi
abdomen sebanyak 26 pasien (37,1%), muntah sebanyak 7 orang (10,0%) dan
Nyeri Abdomen 3 pasien (4,3 %).
Tabel III. Distribusi Kasus Invaginasi berdasarkan Lama terjadinya sampai
penderita mendapatkan pertolongan
Lama kejadian
Jumlah Kasus
1
2
3
4
5
12
17
25
8
5
17.14
24.29
35.71
11.43
7.14
2.86
7
total
1
70
1.43
100
34
35
36
PEMBAHASAN
Selama periode 2011-2015 didapatkan 70 kasus invaginasi. Dari tahun ke
tahun jumlahnya berfluktuasi dengan rata-rata 14 kasus pertahun. Insidennya
relative rendah dibandingkan dengan kasus bedah anak lainnya. Di Amerika
Insidens Invaginasi terjadi pada bayi 1,5-4 kasus/ 1000 bayi kelahiran hidup. Dari
data yang ada, kelompok jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita kasus
invaginasi dibanding perempuan. Menurut kepustakaan bahwa laki-laki lebih
banyak dari perempuan dengan perbandingan 3:2 (Vinh. T Lam, 2000), dan
menurut kepustakaan lain 3:1 (kidshealth.org,2008). Pada penelitian ini
didapatkan 6,1 : 3,8. Pada anak usia lebih dari 4 tahun, rasio insidensi anak lakilaki dengan anak perempuan adalah 8:1 (emedicine,2008)
37
38
Jarang yang datang < 24 jam. Hal ini mungkin disebabkan ketidak tahuan dari
orang tua penderita dan keterlambatan diagnosa sebelumnya. Di kepustakaan
dikatakan bahwa semakin lambat penderita dibawa untuk mendapatkan
pertolongan dari saat timbulnya tanda-tanda kolik, berarti prognosa semakin
buruk. Munculnya nyeri pada anak dan balita dengan nyeri yang bersifat
paroxysmal harus dicurigai suatu invaginasi. Gejala ini biasanya diikuti dengan
ditemukannya darah dan lendir pada rectum yang terjadi dalam 12-24 jam
kemudian yang semakin berkembang dan menjadi lebih keras.
Dari distribusi kasus berdasarkan jenis Invaginasi didapatkan kasus
invaginasi terbanyak adalah ileocolica (38,6%) kemudian ileocolocolica (25,7%).
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa 80-90% kasus ileocolica dan 15%
ileoileal (karl-Ludwiq, 2006).
Pada umumnya tindakan yang dilakukan adalah reseksi anastomose, hal
ini oleh karena pasien datang terlambat pada saat sudah terjadi nekrosis usus dari
bagian intususeptum invaginasi. Beberapa diantaranya berhasil dilakukan reduksi
manual dengan milking dan dilakukan caecopeksi dan sebagian lagi dilakukan
enterostomi . Hasil/ prognosa dari tindakan operasi tergantung dari onset mulainya
keluhan sampai datang dibawah untuk mendapatkan pertolongan. Invaginasi
dengan terapi sedini mungkin memiliki prognosis yang baik.
39
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan:
Dari hasil penelitian retrospektif yang dilakukan terhadap evaluasi kasus
invaginasi di RS Wahidin Sudirohusodo dari tahun 2011 sampai 2015 di dapatkan
70 kasus, dengan hasil sebagai berikut :
Kasus terbanyak pada tahun 2013 sebanyak 17 kasus (24,3%) dan
terendah pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus (11,4%) dengan insiden ratarata 14 kasus pertahun.
Berdasarkan jenis kelamin, terbanyak pada laki-laki yakni 43 kasus
(61,4%)
Berdasarkan kelompok umur terbanyak pada kisaran umur 0-6 bulan yakni
sebesar 29 kasus (41,4%)
Berdasarkan faktor predisposisi terbanyak adalah diare yakni sebesar 39
kasus (55,7%)
Berdasarkan keluhan utama terbanyak adalah adanya red current jelly stool
yakni sebesar 34 kasus (48,6%)
Berdasarkan lama kejadian hingga pasien mendapatkan pertolongan, yang
paling banyak pada 3 hari yaitu sebanyak 25 kasus (35,7%)
Berdasarkan jenis invaginasi terbanyak adalah ileocolica yakni sebanyak
27 kasus (38,6%)
40
SARAN:
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari rekam medis, tampak pencatatan
dan pelaporan pada status penderita masih banyak yang belum lengkap dan belum
jelas baik mengenai informasi riwayat penyakit sebelumnya, perubahan
pemberian jenis makanan, keluhan pertama muncul kolik dan tindakan
pembedahan secara mendetail. Untuk itu diperlukan pembenahan mengenai
pencatatan dan pelaporan rekam medis menjadi lebih baik, lengkap dan jelas
sehingga memudahkan dalam pengambilan data yang diperlukan pada penelitianpenelitian di kemudian hari.
41
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
42
Makalah III
Fakultas Kedokteran
EVALUASI KASUS
Oleh :
Hervianti Asri
Pembimbing:
dr. Ahmadwirawan, Sp.B, Sp.BA
43