Anda di halaman 1dari 13

INVAGINSI

Atrisia Ayuning Tyas, dr. Metrila Herawati, M.kes Sp.Rad

A. Pendahuluan

Invaginasi atau intususepsis yang merupakan keadaan masuknya

suatu bagian usus kebagian usus lainnya merupakan suatu keadaan gawat

darurat yang jika tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan

mortalitas. Dari penelitian didapatkan jumlah mortalitas pasien yang

mendapat penanganan 10 jam setelah gejala timbul adalah sebanyak 10%

sedangkan penanganan yang dilakukan 72 jam setelah gejalah timbul dapat

menyebabkan mortalitas sebanyak 60% (Andayani, 2016).

Invaginasi atau intussussepsi adalah penyebab tersering dari

obstruksi usus akut pada anak. Di negara - negara barat, penderita

invaginasi biasanya datang dalam keadaan yang masih dini, sehingga

angka kesakitan dan angka kematian dapat ditekan. Kebanyakan penderita

sembuh bila dirawat sebelum 12 jam setelah kejadian. Di negara-negara

berkembang seperti di Indonesia, penderita sering datang dalam keadaan

yang sudah terlambat atau lebih dari 12 jam setelah kejadian. sehingga

sebagian besar memerlukan tindakan pembedahan yang sering disertai

dengan reseksi usus (Zakaria, 2007).

Karena termasuk dalam kegawatdaruratan medis, maka perlu

dilakukan penanganan secara cepat yang dimulai dengan memperbaiki

keadaan umum serta hidrasi pasien.Penanganan selanjutnya yang dapat

digunakan sekaligus untuk diagnostic invaginasi ini adalah dengan


melakukan pemeriksaan barium enema, dengan tujuan tekanan hidrostatik

barium dapat mendorong usus yang terjepit, sehingga dapat kembali

seperti semula (Andayani, 2016).

B. Anatomi (Luhulima dkk, 2014)

1. Usus Halus

Usus halus dimulai dari ujung distal pylorus sampai dicaecum. Terdiri dari

duodenum, jejunum dan ileum. Panjang seluruh usus halus adalah kira-kira

7 meter.

a. Duodenum

Merupakan ujung cranium dari usus halus. Pendek dengan ukuran

kira-kira 25 cm (sebelah 12 jari orang dewasa). Mulai disebelah

kanan linea mediana dan berakhir kurang lebih 1 inch disebelah

kirri linea mediana. Pangkal duodenum dimulai setinggi vertebra

lumbal I, kurang lebih 2,5 cm di sebelah kiri linea mediana setinggi

vertebra lumbalis II.

b. Jejunum dan ileum

Organ ini berkelok-kelok dan dikfiksasi pada dinding dorsal cavum

abdomen oleh mesenterium. Panjang seluruh jejunum-ileum adalah

6-7 meter, jejunum berada dibagian proximal dengan panjang

kurang lebih 2/5 bagian dari keseluruhannya, sedangkan ileum

berada dibagian distal (anal) dengan panjang kira-kira 3/5 bagian

yang sisa. Jejunum dan ileum menempati sebagian besarr cavum

abdomen bahkan sampai ke dalam cavum pelvicum.


2. Usus besar

Lenih pendak daripada usus besar, panjang kira-kira 1,5 meter.

Pangkalnya lebih lebardarripada ujung distalnya. Terdiri dari caecum,

colon, rectum.

a. Caecum

Bangunan ini merupakan peermulaan dari kolon, salah satu

ujungnya buntu dan menghadap ke kaudal. Sedangkan ujung yang

lain terbuka menghadap ke cranial. Terletak didalam fossa iliaka

dextra, dubungkus oleh peritoneum (intra peritoneum), mudah

bergerak. Pada dinding sebelah kiri teerdapat muara darri ileum.

b. Colon

Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon

memiliki tiga divisi:

1) Colon ascenden : mulai dari flexura coli dextra, berjalan

melintang ke kiri melewati llinea mediana, agak miring ke

cranial sampai ditepi kanan ren sinistra, disebelah caudal lien,

lalu membelok ke caudal.

2) Colon descendens: dimulai dari flexura coli sinistra, berjalan

ke caudal, berada di sebela ventro-lateeral polus inferior ren

sinistra, di sisi lateral m. psoas major, disebelah ventral m.

quadrates lumborum sampai di sebelah ventral crista iliaca dan

ibia di fossa iliaca sinistra, kemudian membelok kekanan, kea


rah ventrocaudal menjadi colon sigmoid, berada disebelah

ventral dari vasa iliaca externa.

3) Colon sigmoid: bangunan ini berbentuk huruf S dan terletak

didalam cavum pelvicum. Membuat dua buah lekukan dan pada

linea mediana menjadi rectum, setinggi corpus vertebra sacralis

3.

c. Rectum

Merupakan bagian caudal (anal) dari usus besar, terletak

retroperitoneal, memanjang mulai setinggi corpus vertebra sacralis

3 sampai anus. Anus adalah muara dari rectum ke dunia luar.

C. Definisi

Ivaginasi adalah suatu keadaan masuknya suatu segmen usus

kesegmen bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi

usus starangulasi . terjadi ketika segmen usus prolaps ke dalam lumen usus

yang berdekatan bagian usus yang prolaps dinamakan intususseptum,

sedangkan bagian usus yang menerima intussuseptum dinamakan

intussusipien(Reksopradjo dkk, 2008 dan Soetikno. 2013).

D. Epidemiologi

Invaginasi atau intususepsis sering ditemukan pada anak dan agak

jarang pada orang muda dan dewasa. Kebanyakan diditemukan pada

kelompok umur 2-12 bulan. Telaah literatur tahun 2013 menilai

epidemiologi intususepsi dibawah usia 18 tahun di dunia pada tahun 2002-

2012, penelitian ini mengungkapkan 44,454 kejadian intususepsi


diwilayah amerika utara, asia, eropa, oseania, afrika, mediteraniantimur,

amerika selatan juga amerika tengah. Angka kejadian terendah adalah

pada usia 0-2 bulan, yaitu 13-37 per 100.000 orang dan insidens tertinggi

pada usia 4-7 tahun yaitu 97-126 per 100.000 orang . beberapa Negara

dengan insidens lebih darri 100 per 100.000 orang, yaitu Australia (101),

hongkong (108), dan jepang (185), Israel (219), Vietnam (302), dan korea

selatan (328). Sedangkan beberapa Negara dengan insidens rendah,

dibawah 20 kejadian per 100.000 orang adalah finlandia (20), india (18),

Malaysia (18), dan Bangladesh (9). (Jiang J dkk, 2013)

E. Etiologi (Marsicovetere dkk, 2017)

Intususepsis terjadi akibat perubahan peristaltic normal oleh lesi di

dinding usus yang meyebabkan invaginasi. Itu dapat terjadi dimana saja di

usus besar maupun usus keci.

a. Etiologi pada anak

Intususepsi paling sering ditemukan pada anak-anak dan telah

dilaporkan sebagai kegawat daruratan pada anak usia dini dan yang

paling umum kedua penyebab obstruksi usus setelah stenosis pylorus.

Etiologi invaginasi anak biasanya idiopatik hanya 10% dari kasus yang

memiliki indentifikasi dan mencetuskan lesi. Fitur anatomi tertentu

dalam perkembangnyan saluran pencernaan dapat mempengaruhi usus

anak ke intususepsi, termasuk penyisipan anterior ileum terminal

sehubungan dengan sekum, penurunan kekakuan sekum sekunder


karena tidak adanya atau taeniae coli terbelakang, dan kurangnya peran

dari serat otot longitudinal usus besar di tingkat katup ileocecal.

Etiologi infeksi yang dapat menyebabkan limfedonompati mesenterika

adalah penyebab umum lain dari intususepsis anak. Hipertrofi Peyer

patch dalam pengaturan penyakit virus umum seperti adenovirus dan

rotavirus dapat menyebabkan intususepsi. Malrotasi adalah etiologi

lain dari intususepsi dalam kondisi yang disebut sindrom Waugh.

patofisiologi melibatkan prolaps di daerah ileokolika ke kolon asenden

di midabdomen pada anak dengan malrotasi. Karena usus besar yang

meninggi tidak melekat pada retroperitoneum intususeptum sering

berkembang ke dalam turun kolon dan rektum tanpa mengorbankan

vaskularisasi usus. Pada saat operasi untuk malrotasi dan intususepsi.

b. Etiologi orang dewasa

Intususepsi orang dewasa jarang terjadi, hanya 1 sampai 5%

sumbatan usus Usia rata-rata intususepsi pada orang dewasa adalah 50

tahun tanpa dominasi jenis kelamin. Berbeda langsung dengan etiologi

pediatrik, intususepsi orang dewasa dikaitkan dengan penyebab yang

dapat diidentifikasi di 90% dari kasus simptomatik dengan penyebab

idiopatik pada 10% kasus. Neoplasma jinak atau ganas menyebabkan dua

pertiga kasus dengan poin utama: infeksi, perlengketan pasca operasi,

granuloma Crohn, tukak usus ( Yersinia), dan kelainan bawaan seperti

Meckel diverticulum. Dari kasus-kasus yang disebabkan oleh neoplasma,


50% dari mereka adalah ganas. Dan kebanyakan lesi bersifat jinak dengan

rata-rata 50 hingga 75%.

F. Patofisiologi

Patofisiologi intususepsis adalah ketika terjadinya invaginasi

bagian proksimal segmen usus ke dalam bagian distal segmen usus yang

berdekatan. Seiring dengan terjadinya peristaltic pada usus intususepsis

akan mendorong usus semakin jauh kea rah distal. Hal ini menyebabkan

kompesi pembuluh mesenterika dan limfatik yang menyebabkan kongesti

vena dan edema jaringan, sehingga akan menghasilakan sekresi lendir dan

perdarahan, nekrosis dinding usus, hingga perforasi (Marinis, 2009 dan

jain, 2018).

Edema yang terjadi pada intususepsis juga menghasilkan sumbatan

intraluminal usus. Ketika gerakan peristaltic usus terganggu, tranlokasi

bekteri akan terjadi dan dapat menyebabkan terjadinya sepsis dan

hipovolemia pada pasien.

G. Klasifikasi

Lokasi pada saluran ceerna yang sering terjadi invaginasi

merupakan lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau

segmen yang mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4

kategori berdasarkan lokasi terjadinya (Marinis, 2009):

a. Entero-enterika: usus halus masuk kedalam usus halus

b. Colo-colika: kolon masuk kedalam kolon

c. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon ascendens


d. Ileo-sekal: ileum terminal yang masuk kedalam sekum dimana

lokus minorisnya adalah katup ileosekal

H. Diagnosis

a. Gejala Klinis

Gejala klasik intusisepsis pada anak adalah nyeri perut, muntah, dan

defekasi darah yang sering disebut currant jelly. Jika ketiga gejala

klasik ini ada, nilai prediktif diagnosis intususepsis maencapai 93%.

Akan tetapi gejalah klasik hanya muncul pada kurang dari 25% kasus.

Mayoritas pasien, terutama dewasa datang dengan gejala tidak spesifik

seperti muntah, nyeri perut menangis berlebihan, letergi, atau keluhan

lain karena obstruksi usus, sehingga salah diagnosis (Djaya, 2019),

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group

mendirikan sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari

kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini membantu untuk membuat

keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk membuktikan

apakah kasus tersebut adalah intususepsi.

Kriteria Mayor

a) Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah

hijau, diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang

abnormal atau tidak ada sama sekali.

b) Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya

tercakup hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau


prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto abdomen, USG

maupun CT Scan.

c) Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi

perdarahan rectum atau gambaran feses “red currant jelly” pada

pemeriksaan “Rectal Toucher“.

Kriteria Minor

a) Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun

b) Nyeri abdomen

c) Muntah

d) Lethargy

e) Pucat

f) Syok hipovolemi

g) Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat

pembuktian, yaitu:

Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat

pembedahan

Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema

menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa

dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.

Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)


Dua kriteria mayor

Satu kriteria mayor d an tiga kriteria minor

Level 3 – Possible

Empat atau lebih kriteria minor

b. Pemeriksaan Radiologi

I. Penatalaksanaan

Tindakan perbaikan keadaan umum mutlak perlu dikerjakan sebelum

melakukan tindakan apapun.

1. pemasangan sonde lambung untuk dekompresi dan mencegah aspirasi

2. rehidrasi. Hati-hati tanda-tanda dehidrasi kadang-kadang tidak jelas

tampak karena bayi bergizi baik dan sering malah gemuk

3. obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit. Fenobarbital dan valium

4. setelah keadaan umum baik, dilakukan tindakan pembedahan, bila

jelas telah terdapat tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan

tindakan reposisi dengan enema barium.

5. Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara keunggulan utama

reduksi intususepsi menggunakan udara adalah paparan radiasi rendah

dan risiko peritonitis rendah jika terjadi perforasi. Selain itu

penggunaanudara membuat tindakan reduksi lebih cepat, aman dan

murah dibandingkan menggunakan barium

6. Reposisi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis

roentgen tersebut ditegakkan, asalkan keadaan umum mengizinkan,

tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik
dan tidak terdapat obstruksi tinggi. Tekanan hidrostatik tidak boleh

melewati satu meter air dan tidak boleh melewati satu meter air dan

tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manal diperut

sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini. Pengelolahan dikatakan

berhasil jika barium kelihatan masuk ileum.

7. Jika reposis konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi

operatif. Sewaktu operasi, dicoba dilakukan reposisi manual dengan

mendorong invaginatum dari oral kearah sudut ileosekal, dorongan

dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari bagian proksimal

J. Komplikasi

Komplikasi intususepsi sebenarnya bisa dihindari dengan diagnosis

dini, resusitasi cairan dan tatalaksana adekuat. Komplikasi yang dapat

terjadi berupa perforasi usus, infeksi pada luka operasi, hernia, adhesi

internal yang dapat menyebabkan obstruksi usus, syok sepsis akibat

peritonitis yang tidak terdeteksi dan perdarahan saluran cerna yang bisa

menyebabkan hipovolemia.(Raghavan dkk, 2012).

K. Prognosis (Jain, 2019).

Prognosis untuk intususepsi sangat baik jika didiagnosis dan

diobati diobati dengan cepat, tetapi jika tidak diobati dapat menyebabkan

kematian dalam dua hingga lima hari. Semakin lama segmen usus prolaps
dan semakin lama tanpa suplai darah, semakin tidak efektif reduksi non-

operatif

Mortalitas akibat intususepsis dilaporkan <1%. Rekurensi

setelah reduksi nooperatif dilaporkan pada 5% kasus. Dan setelah reduksi

operatif dilaporkan 1-4% kasus.

DAFTAR PUSTAKA

Marinis A, Yiallourou A., Smanides, L., Dafnios, N., Anatasopoulos, G.,

Vassilou, S. et al. 2009. Intussusception of the bowel in adults: a refiew.

World Journal Gastroenterology . 15 (4). 407-11.


Raghavan, P., Salon . J., Rajan, D. 2012. Multiple intestinal intussusceptions as a

complication ao severe hyperglycemia in a patient with diabetic

ketoacidosis. Case reports in endocrinology. 1-4

Anda mungkin juga menyukai