Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ileus obstruksi adalah hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh
obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltik (Pajajaran et al., 2016).
Ileus obstruksi adalah suatu keadaan dimana isi lumen saluran cerna
tidak dapat disalurkan ke distal karena adanya sumbatan atau hambatan
mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang
menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Rilianti dan Oktarlina, 2017).

B. Epidemiologi
Setiap tahunnya, setiap 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosis ileus. Obstruksi usus sering disebut juga ileus obstruksi yang
merupakan kegawatan dalam bedah abdomen yang sering dijumpai. Ileus
obstruksi merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appenditis akut. Di Amerika diperkirakan sekitar 300-400 ribu kasus tercatat
tiap tahunnya sedangkan di Indonesia tercatat 7.059 kasus yang dirawat inap
dan 7.024 kasus rawat jalan pada 2004 (Pajajaran et al., 2016).
Hasil penelitian Markogiannakis, dkk (2001-2002), insiden rate
penderita penyakit ileus obstruksi yang dirawat inap sebesar 60% di Rumah
Sakit Hippokratian, Athena di Yunani dengan rata-rata pasien berumur antara
sekitar 16-98 tahun dengan rasio perbandingan perempuan lebih banyak
daripada laki-laki, yaitu 3 : 2 (Pasaribu, 2012).
Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik
sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus
strangulasi (63%). Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang
sering dijumpai oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus
terbanyak. Sekitar 44% dari obstruksi mekanik usus (ileus obstruksi)
disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi. Adhesi pasca

3
4

operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai akibat
insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya (Indrayani, 2013).
Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali
operasi intra-abdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari
sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang
penting. Di negara maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab
terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digestif yang memerlukan
tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan obstruksi usus akibat adhesi. Untuk
obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-75% (Indrayani,
2013).

C. Etiologi
Menurut Wibisono dan Jeo (2014), etiologi ileus obstruksi dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1. Ekstraluminal: hernia, karsinoma, adhesi (perlengketan), dan abses.
2. Intrinsik dinding usus: tumor primer, malrotasi, chron disease, infeksi
(seperti TB dan divertikulitis), hematoma, striktur iskemik, intususepsi,
dan endometriosis.
3. Intraluminal: batu empedu, enterolith, benda asing, bezoar (massa yang
terperangkap di dalam saluran cerna), dan impaksi fekal.

Menurut Indriyani (2016), ada dua faktor penyebab ileus obstruksi


yaitu:
1. Hernia inkarserata
Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun,
jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam,
harus diadakan herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, diantaranya:
a. Adhesi atau perlekatan usus: di mana pita fibrosis dari jaringan ikat
menjepit usus. Dapat berupa perlengketanmungkin dalam bentuk
5

tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal


dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum.
Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
b. Invaginasi: disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan
agak jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering
bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon
ascendens dan mungkin terus sampai keluar dar i rektum. Hal ini
dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi
dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium.
c. Askariasis: cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum,
biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa
terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal
yang merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi
untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus: merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus
yang abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus
sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga
pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah
mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus
obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e. Tumor: tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama
karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan
6

obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis


di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ileus: inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau
usus halus yang menyeb abkan batu empedu masuk ke t raktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering
ialah karsinoma, ter utama pada daerah rekto-sigmoid dan kolon kiri
distal.

D. Klasifikasi
Menurut Soetikno (2011), ileus dibagi menjadi dua, yaitu ileus
fungsional dan ileus obstruksi (mekanik). Ileus fungsional dibagi menjadi dua
lagi, yaitu ileus lokal (sentinel loop) dan ileus generalisata (ileus paralitik).
Ileus obstruksi dibagi menjadi dua lagi, yaitu ileus obstruksi letak tinggi (usus
halus) dan ileus obstruksi letak rendah (kolon).
Menurut Indrayani (2013), berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus
obstruksi atau ileus mekanik dibedakan menjadi 2, antara lain:
1. Ileus obstrukti letak tinggi: obstruksi mengenai usus halus (dari gaster
sampai ileum terminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah: obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampai rectum).
Menurut Indrayani (2013), bedasarkan stadiumnya, ileus obstruksi juga
dapat dibedakan menjadi 3, antara lain:
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction): obstruksi terjadi sebagian
sehingga makananmasih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple obstruction): obstruksi/ sumbatan yang tidak
dihyg sertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran
darah).
7

3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction): obstruksi disertai


dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren.

E. Patofisiologi
Pada awalnya akan muncul gambaran obstruksi dan kontraktilitas usus
meningkat untuk mengeluarkan isi usus melalui lokasi sumbatan. Kemudian
usus menjadi lelah, berdilatasi (melebar), dan kontraksi berkurang. Dilatasi
usus akan mengakibatkan akumulasi air dan elektrolit intralumen sehingga
terjadi dehidrasi dan hipovolemia. Sembatan di bagian proksimal dapat
disertai terjadinya hipokloremia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik akibat
muntah. Tekanan intralumen yang meningkat dapat menyebabkan penurunan
aliran darah mukosa, iskemia yang berujung dengan perforasi dan peritonitis
(Wibisono dan Joe, 2014).

F. Manifestasi Klinis
Menurut Indrayani (2013), manifestasi klinis ileus obstruksi adalah
sebagai berikut.
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi,
artinya disertaidengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di
dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi,maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung.
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang
banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi
berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering
dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin
distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan
dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal
sampai demam. Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada
8

pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah


distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar
sesuai dengan timbulnya nyeri padaobstruksi di daerah distal.

2. Obstruksi disertai proses strangulasi


Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai
dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya scar
bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa
nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak
menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah
terjadinya nekrosis usus.

3. Obstruksi di kolon
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri
akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan
terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis.
Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri.
Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit.
Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul
kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah
refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan
tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian.
Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan
sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi
dandindingnya yang lebih tipis.
Pada pemeriksaan fisik akan menunjukkan distensi abdomen dan
timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan
terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan
terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi.
9

G. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruksi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang (Pajajaran et al., 2016).
1. Anamnesis
Pada ileus obstruksi, hal yang penting selain menyingkirkan
diagnosis ileus paralitik adalah menentukan sifat obstruksi (parsial atau
komplit), identifikasi lokasi dan gangguan anatomi yang mendasari.
Keluhan umum pasien yaitu distensi abdomen, nyeri atau rasa tidak
nyaman di perut, keluhan tersebut sering berhubungan dengan obstipasi
dan mual atau muntah. Pasien dengan obstruksi usus proksimal
umumnya mengeluh kembung dan distensi. Nyeri khas pada obstruksi
yaitu rasa seperti tertekan yang tumpul, atau seperti diremas dengan
periode eksaserbasi kram dan gelombang yang muncul secara bergantian.
Nyeri pada obstruksi usus halus menjalar ke area periumbilikal, derajat
nyeri cukup berat dan bersifat kolik. Sedangkan nyeri pada obstruksi
kolon terlokalisasi sedikit di bawah umbilikus, sedangkan pada lesi distal
biasanya mengalami nyeri yang lebih terlokalisasi pada abdomen kiri
bawah (Dairi et al., 2016).
Beberapa pasien mengeluh adanya borborigmi, atau gerakan usus
yang dapat dilihat. Pada pasien dengan obstruksi pada outlet gaster,
muntah akan bersifat asam dan tidak mengandung cairan bilier.
Sedangkan pada obstruksi usus halus, muntah mengandung cairan bilier,
terasa pahit dan dapat berbau feses. Ketika terjadi obstruksi komplit,
maka pasien tidak dapat flatus ataupun buang air besar. Selain
menanyakan mengenai keluhan yang dirasakan oleh pasien, kita juga
perlu mengetahui riwayat gejala gastrointestinal sebelumnya, adanya
penyakit lain, trauma atau operasi sebelumnya dan penggunaan obat-
obatan (Dairi et al., 2016).

2. Pemeriksaan fisik
10

Pasien terlihat meringkuk, memegang perut, gelisah dan sering


berganti-ganti posisi tidur, muntah. Pada inspeksi dapat terlihat distensi
abdomen dan peristaltik usus. Perkusi abdomen akan menghasilkan suara
timpani. Bila ditemukan pekak alih atau puddle sign pada perkusi maka
kemungkinan terdapat cairan bebas di abdomen yang menyiratkan
adanya asites inflamatorik atau asites akibat inflamasi. Pada palpasi,
harus dicari adanya massa oleh karena inflamasi, atau neoplasma. bila
teraba massa solid maka kemungkinannya adalah abses dari Crohn’s
disease atau diverticulitis. Bila pasien merasakan rebound tenderness
pada palpasi maka hal tersebut mengindikasikan adanya komplikasi yang
membutuhkan operasi segera. Auskultasi dapat membedakan obstruksi
intestinal dengan ileus paralitik, yaitu pada obstruksi intestinal bising
usus menjadi lebih keras, high pitched, dan hiperaktif, kecuali bila
obstruksi berlangsung selama beberapa hari atau telah timbul komplikasi
berupa iskemia, nekrosis, atau peritonitis (Dairi et al., 2016).
Pemeriksaan rektal dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan
atau masssa di daerah pelvik. Pada pemeriksaan rektal, bila didapatkan
feses pada sarung tangan, maka hal itu mengindikasikan adanya impaksi
feses (Dairi et al., 2016).

3. Pemeriksaan penunjang
Menurut Pajajaran et al. (2016), untuk kasus tertentu dilakukan
foto polos tiga posisi, yaitu posisi terlentang (supine), tegak dan miring
ke kiri (left lateral decibitus). Biasanya posisi demikian dimintakan
untuk memastikan adanya udara bebas yang berpindah-pindah bila difoto
dalam posisi yang berbeda. Untuk menegakkan diagnosa secara
radiologis pada ileus obstruksi dilakukan foto abdomen. Yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain:
a. Posisi terlentang (supine)
Gambaran yang diperoleh yaitu dilatasi usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan
11

(Herring Bone Appearance). Gambaran ini didapat dari pengumpulan


gas dalam lumen usus yang dilatasi.
b. Posisi tegak
Gambaran radiologis didapatkan adanya air fluid level dan step
ladder appearance.
c. Posisi left lateral decubitus (LLD)
Untuk melihat air fluid leveldan perforasi usus. Dari air fluid
leveldapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid levelpendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah
adanya udara bebas infradiafragma dan air fluid level.

Pemeriksaan foto polos abdomen dapat digunakan untuk


menegakkan diagnosis obstruksi usus pada lebih dari 60% kasus.
Dilakukan dengan dua posisi yaitu supine dan tegak (atau lateral
dekubitus bila pasien tidak bisa tegak) merupakan pemeriksaan awal
yang berguna untuk menentukan letak obstruksi dan mencari
penyebabnya. Pada posisi tegak atau lateral dekubitus dapat terlihat
multiple air fluid levels dan stepladder pattern. Stepladder patern dengan
multiple air fluid levels dan tidak terlihat gas di dalam kolon adalah tanda
patognomonik Dapat ditemukan scalloped effect oleh karena udara dan
cairan yang berkumpul di kolon proksimal dari obstruksi. Pada tahap
awal strangulasi, sulit dibedakan dengan obstruksi simple, namun bila
sudah mencapai tahap lanjut, maka usus yang nekrotik akan kehilangan
kontur mukosanya dan mengalami edema sehingga tampak gambaran
thumbprinted dan bentuk coffee bean. Untuk membedakan ileus paralitik
dengan ileus obstruksi, maka perlu diperhatikan derajat distensi
intestinal, jumlah cairan dan gas intralumen, dan pola distribusi air fluid
levels. Pada obstruksi intestinal, akumulasi gas dan cairan lebih banyak
sedangkan air fluid levels lebih panjang dan terlihat lebih jelas. Selain itu
dapat ditemukan stepladder pattern. Apabila multiple air fluid levels
12

terlihat sebagai pola string of beads, maka terdapat kecenderungan


adanya obstruksi parsial atau komplit derajat tinggi (Dairi et al., 2016).

Sumber: Dairiet al., 2016


Gambar 2.1: Obstruksi Usus Halus (Kiri) Foto Polos Abdomen
Posisi Supine, (Kanan) Foto dengan Posisi Tegak,
Menunjukkan Adanya Air-Fluid Levels

Walaupun pemeriksaan foto polos abdomen dapat menegakkan


diagnosis pada sebagian besar kasus obstruksi intestinal, namun evaluasi
lebih lanjut diperlukan (misalnya dengan CT-scan atau radiografi
barium) pada 20-30% kasus. Sensitivitas CT-scan adalah 80-90 %
sedangkan spesifisitasnya adalah 70-90% dalam deteksi obstruksi usus
halus. Pada pemeriksaan CT-scan, adanya transisi yang jelas antara
bagian usus yang berdilatasi dengan yang kolaps, dilatasi usus proksimal,
dekompresi usus distal dan dengan kontras intralumen tidak dapat
melalui zona transisi, serta kolon mengandung sedikit gas atau cairan,
maka hal-hal tersebut mengarah pada diagnosis pasti obstruksi intestinal.
Sedangkan bila terlihat titik transisi yang tidak terdapat adanya struktur
ekstralumen atau abnormalitas dinding usus mneyiratkan adanya pita
adhesi atau kongenital. Perubahan pada ketebalan dinding usus, massa
ekstralumen dan penemuan lain menyediakan informasi penting
mengenai penyebab dari obstruksi. Pemeriksaan CT-scan abdomen
berguna dalam mendiagnosis tuberkulosis gastrointestinal. CT-scan dapat
13

menunjukkan adanya penebalan dinding usus yang asimetris, dan nodus-


nodus yang melebar (Dairi et al., 2016).

Sumber: Dairi et al., 2016


Gambar 2.2: CT-scan Menunjukkan Adanya Dilatasi Jejunum
dengan Transisi yang Jelas, Bagian Distal Tampak
Usus Halus Sesuai dengan Gambaran Obstruksi Usus
Halus Komplit

Pada obstruksi intestinal parsial, penggunaan kontras barium


direkomendasikan pada pasien dengan riwayat obstruksi berulang atau
obstruksi mekanik level rendah untuk menentukan segmen obstruksi dan
derajat obstruksi. Selain itu dapat membantu mengetahui penyebab
obstruksi namun apabila dicurigai terdapat perforasi, maka kontras
barium tidak boleh digunakan. Begitu juga dengan obstruksi kolon
karena dapat menyebabkan impaksi barium. Selain itu, dapat pula
digunakan sigmoidoskopi atau kolonoskopi pada obstruksi kolon.
Sigmoidoskopi dapat pula berfungsi sebagai terapi pada volvulus
sigmoid (Dairi et al., 2016).
14

(a) (b)
Sumber: Pajajaranet al., 2016
Gambar 2.3: (a) Ileus Obstruksi Letak Tinggi; (b) Ileus Obstruksi
Letak Rendah

Ileus obstruksi letak tinggi akan tampak dilatasi di proksimal


sumbatan dan kolaps usus di bagian distal sumbatan. Penebalan dinding
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran “herring
bone appearance” karena dua dinding usus halus yang menebal dan
menempel membentuk gambaran vertebrae dan muskulus sirkuler
menyerupai kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek seperti tangga
yang disebut “step ladder appearance” karena cairan transudasi berada
dalam usus halus yang terdistensi (Pajajaran et al., 2016).
Dikatakan ileus obstruksi letak rendah bila lokasi sumbatan pada
bagian anorektal atau ileus obstruktif letak tinggi jika sumbatan berada
jauh dari anorektal seperti kolon sigmoid atau caecum dan lain-lain.
Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi. Gambaran penebalan
usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen. Air fluid level
yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik gambaran
radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster sampai
rektum (Pajajaran et al., 2016).
15

Tabel 2.1: Perbedaan Ileus Obstruksi Letak Rendah dan Ileus Obstruksi
Letak Tinggi
ILEUS OBSTRUKSI LETAK ILEUS OBSTRUKSI LETAK
RENDAH TINGGI
Karakteristik  Lebih jarang ditemukan  Disebut juga obstruksi dinamik
dibandingkan obstruksi usus karena usus berusaha untuk
kecil melewati sumbatan
 Penyebab paling sering dari fisik.Penyebabnya dibagi
obstruksi mekanik adalah menjadi intraluminal
keganasan. Biasanya terdapat di (neoplasma, intussusepsi, dan
distal dari kolon desenden. benda asing); mural (neoplasma
 Penyebab lain meliputi hernia, dan striktur) atau ekstrinsik
volvulus, intussusepsi, (adhesi, hernia, volvulus dan
divertikulitis, iskemia atau neoplasa).
kolitis yang diinduksi radiasi.  Seiring waktu, mulai dari titik
 Obstruksi lebih sering terjadi obstruksi ke proksimal, usus
pada orang lanjut usia. halus akan berdilatasi akibat
 Jika katup ileosekal berfungsi udara yang tertelan dan cairan
baik, terjadi obstruksi putaran yang secara terus menerus
tertutup yang menyebabkan diproduksi oleh lambung,
gangguan perfusi dan iskemia. pankreas, sistem bilier dan usus
 Perforasi terjadi jika obstrusi halus itu sendiri.
tidak membaik.  Peristaltik akan tetap berlanjut
dan bahkan meningkat sebagai
usaha untuk mengatasi
obstruksi. Hal ini menyebabkan
mulai dari titik obstruksi ke
distal, gelombang peristaltik
akan mengosongkan udara dan
isi usus lainnya.
 Jika obstruksi sudah
berlangsung cukup lama, maka
udara di rektum dan kolon
sigmoid akan menghilang.
 Penyebab ileus obstruksi letak
tinggi antara lain adhesi pasca
pembedahan, keganasan, hernia,
ileus akibat sumbatan oleh batu
empedu, intussusepsi, dan
inflammatory bowel disease.
 Pseudo-obstruksi biasanya
memiliki gejala dan tanda
obstruksi tanpa ditemukan
penyebab apa pun. Berhubungan
dengan berbagai kondisi medis.
16

Gambaran  Nyeri kram abdominal bawah  Nyeri kram abdomen, distensi


klinis biasanya berkembang secara dan muntah sering terdapat.
diam-diam dan disertai gejala Nyeri sering kali terlokalisir di
konstipasi. daerah epigastrium dan
 Distensi abdomen tampak lebih periumbilikal. Pada obstruksi
nyata dibandingkan dengan usus halus, flatus dan pasase
obstruksi usus halus. Muntah- feses biasanya tetap ada kecuali
muntah merupakan gejala pada tahap lanjut.
lanjutan dari obstruksi usus  Secara umum,semakin
besar dan terjadi bila katup proksimal obstruksi yang
ileosekal inkompeten. terjadi, semakin cepat gambaran
 Nyeri lokal dengan tanda-tanda klinis muncul.
peritonitis mengesankan adanya  Cari tanda-tanda distensi,
iskemia atau perforasi. Sekum jaringan parut, dan hernia. Pada
merupakan daerah paling sering pemeriksaan perkusi, abdomen
untuk terjadi perforasi. bersifat timpanik. Pada
auskultasi dapat ditemukan
peningkatan bising usus dan
metallic sound.
 Nyeri tekan yang nyata
mengarah pada adanya
komplikasi obstruksi. Tanda-
tanda iskemia usus halus dicari.
Strangulasi usus sulit
didiagnosis hanya dengan
pemeriksaan fisik saja.

Gambaran  Foto polos abdomen: Foto polos  Foto polos abdomen: Usus halus
Radiologi abdomen seringkali diagnostik. dibedakan dari usus besar dari
Usus besar akan terlihat valvula conniventes yang
berdilatasi di perifer (gambaran melintas usus secara komplit.
picture frame). Perlu dicatat Petunjuk lain adalah lokasinya
bahwa pola haustra tidak (sentral atau marginal). Terdapat
melintasi seluruh penampang juga lengkungan yang
kolon. Hal ini berbeda dengan berdilatasi pada usus yang
valvula conniventes di usus terletak di sentral yang saling
halus. menempel satu sama lain (step
 Lengkungan usus halus yang ladder appearance) pada
berdilatasi terlihat pada keadaan obstruksi usus halus distal.
katup ileosekal yang Bandingkan dengan diameter
inkompeten. lekukan usus yang didekatnya
 Distensi sekum >8cm (normal <3cm). Udara dalam
meningkatkan kemungkinan kolon biasanya jarang atau tidak
terjadinya perforasi sekum. ada sama sekali. Pada foto
 Gambaran air fluid level tegak, terdapat gambaran air
biasanya sedikit, karena kolon fluid level multipel (>3). Berhai-
17

berfungsi untuk mereabsorbsi hati pada pasien dengan usus


cairan. yang terisi penuh cairan karena
 Tidak terdapat gambaran udara kasus seperti ini bisa tidak
di rektum jika obstruksi sudah terdiagnosis. Ingat pada ileus
berlangsung cukup lama. obstruksi, terdapat
 Foto toraks tegak atau foto ketidakseimbangan distribusi
lateral dekubitus harus antara udara dan pada ileus
dilakukan bila dicurigai terdapat obstruksi letak tinggi, maka
perforasi. terdapat dilatasi usus halus yang
 Pemeriksaan kontras akan dominan. Gambaran string of
membantu menggambarkan beads/pearls juga menjadi
lokasi obstruksi. petanda adanya ileus obstruksi
letak tinggi.
 Pemeriksaan kontras: Enema
usus halus lebih sensitif
dibandingkan pemeriksaan
follow through.
 CT: untuk menilai tingkat
obstruksi dan ada tidaknya
kelainan ekstraluminal.
Sumber: Soetikno, 2011

Terlentang Berdiri
Sumber: Palmer et al., 2014
Gambar 2.4: Gambaran Obstruksi Usus Halus yang Khas pada Posisi
Berdiri Terlihat Beberapa Air Fluid Level
18

(a) (b)
Sumber: Palmer et al., 2014
Gambar 2.5: (a) Obstruksi Usus Halus Bagian Tengah; (b) Obstruksi
Usus Halus Bagian Bawah. Ini merupakan Gambaran
Khas Usus Halus yang Dilatasi Bila Penderita Berbaring

Sumber: Palmer et al., 2014


Gambar 2.6: Obstruksi pada Ileum Bagian Bawah Karena Batu
Empedu yang Menyumbat Valvula Ileocaecal, Disebut
Juga “Gallstone Ileus”
19

Sumber: Palmer et al., 2014


Gambar 2.7: Volvulus pada Colon Sigmoid

Keterangan:
Colon sigmoid yang dilatasi amat besar ini terjadi karena adanya volvulus.
Usus amat teregang sehingga pola haustra yang normal menghilang.
Volvulus colon sigmoid merupakan jenis obstruksi usus besar yang sering
dijumpai: bagian yang teregang naik dan keluar dari pelvis, sering dengan
suatu striktur, yang terlihat dan akhirnya seluruh colon dilatasi.

Sumber: Palmer et al., 2014


Gambar 2.8: Obstruksi Sigmoid yang Awal
20

Keterangan:
Pada stadium ini, colon transversum tetap normal (di sini terlihat di atas colon
sigmoid yang amat besar). Tidak terdapat gas di dalam pelvis di bawah
obstruksi.

H. Diagnosis Banding
Pada ileus paralitik, nyeri yang timbul lebih ringan tapi konstan dan
difus serta terdapat distensi abdomen. Bila ileus disebabkan oleh proses
inflamasi akut akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, pankreatitis akut dapat menimbulkan
keluhan yang serupa (Wibisono dan Joe, 2014).

I. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan ileus obstruksi adalah dekompresi
bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan
operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi
adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan
(adhesi). Penderita ileus obstruksi harus di rawat di rumah sakit (Indriyani,
2016).

1. Persiapan
Menurut Wibisono dan Joe (2014), persiapan meliputi:
a. Pemasangan pipa lambung dengan tujuan mengurangi gejala klinis
seperti muntah, mencegah terjadinya aspirasi dan melakukan
dekompresi.
b. Resusitasi cairan dan elektrolit dengan cairan isotonik dilakukan
untukperbaikan keadaan umum.
c. Pemasangan kateter urin dilakukan untuk monitor produksi urin.
d. Antibiotik spektrum luas dapat diberikan bila ditemukan tanda infeksi.
21

2. Operasi
Laparotomi dan eksplorasi untuk menentukan viabilitas usus
setelah pelepasan strangulasi. Laparoskopi dapat dipertimbangkan pada
kondisi distensi minimal, sumbatan proksimal, dan sumbatan parsial
(Wibisono dan Joe, 2014).

3. Pasca-bedah
Cairan, elektrolit, dan nutrisi perlu diperhatikan karena keadaan
usus masih paralitik (Wibisono dan Joe, 2014).

J. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat
ileus obstruktif. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang
mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus
yang mengalami perforasi mungkin mengalami perforasi dan mengeluarkan
materi tersebut ke dalam rongga peritoneum yang menyebabkan peritonitis.
Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi usus
yang permeable tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan
getah bening dan mengakibatkan syok septik. Komplikasi lain yang dapat
timbul antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dari proses
muntah dan dapat menyebabkan kematian (Pasaribu, 2012).
Hilangnya cairan dan elektrolit dapat sangat berat, dan apabila tidak
dilakukan terapi penggantian cairan, maka dapat terjadi hipovolemi,
insufisiensi renal dan bahkan syok. Komplikasi yang paling berbahaya dari
obstruksi intestinal akut adalah “closed-loop” obstruction yang terjadi ketika
lumen usus mengalami oklusi pada dua titik yang disebabkan satu mekanisme
misalnya hernia fasial atau pita adhesi. Pada komplikasi tersebut, aliran darah
juga terhambat. Pada kolon, walaupun aliran darah tidak terhambat oleh
karena adanya mekanisme obstruksi, namun distensi pada sekum menjadi
sangat ekstrim oleh karena diameternya yang besar, akibatnya, aliran darah
22

intramural dapat terganggu pula dan pada akhirnya terjadi gangren pada
dinding sekum. Setelah terjadi hambatan aliran darah maka sebagai akibatnya
terjadi invasi bakteri dan dapat pula timbul peritonitis. Sama halnya dengan
ileus paralitik, efek sistemik yang disebabkan distensi adalah elevasi
diafragma dengan ventilasi yang terhambat dan selanjutnya ateletaksis (Dairi
et al., 2016).

K. Prognosis
Mortalitas ileus obstruksi ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda
ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif
yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada
obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus
(Indrayani, 2013).

Anda mungkin juga menyukai