Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ILLEUS OBSTRUKTIF
DI RUANG INSTALASI DAWAT DARURAT RS UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dosen Pembimbing :
Erna Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep.

Kelompok 4 :
Ro’ihatus Siha 132113133085

PRAKTIK PROFESI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2022
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Ileus Obstruktif

Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan aliran normal isi usus
sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut dengan kronik,
partial atau total. Intestinal obstruction terjadi ketika isi usus tidak dapat
melewati saluran gastrointestinal (Nurarif& Kusuma, 2015).
Menurut Indrayani (2013), ileus obstruktifadalah gangguan atau
hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut
yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan.
Obstruksi usus mekanis adalah suatu penyebab fisik penyumbatan usus
dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti
pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
intususepsi, tumor polipoid, tumor kolon dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses (Nurarif& Kusuma, 2015).

1.2 Etiologi
Menurut Indrayani (2013), terdapat 2 (dua) penyebab terjadinya ileus
obstruksi pada usus halus, antara lain :
1. Hernia inkarserata :
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung
hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi
(penyempitan) dan strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan
terhentinya aliran darah ke usus). Pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera.
2. Non Hernia Inkarserata
a. Adhesi Atau Perlekatan Usus
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum.Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai
strangulasi. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5%
dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
b. Invaginasi (Intususepsi)
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus
sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik
pada bagian usus yang masuk dengankomplikasi perforasi dan peritonitis.
Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan
dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-
mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan
tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati
atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh
dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan
perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan makanan)
terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan
volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus, kecuali
jika ia menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus.
f. Batu Empedu Yang Masuk Ke Ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
(koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur
lainnya) dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke raktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi
kolon yang paling sering ialah karsinoma (kanker yang dimulai di kulit atau
jaringan yang melapisi atau menutupi organ-organ tubuh) , terutama pada
daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.

1.3 Klasifikasi Ileus Obstruktif


Terdapat 4 klasifikasi dari ileus obstruktif, antara lain :
1. Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan, antara
lain :
a. Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di
dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena
atresia usus dan neoplasma
b. Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,
dan volvulus (Pasaribu, 2012).
2. Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2, antara
lain :
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).
3. Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3, antara lain :
a. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena
kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,
diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di
dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu (Pasaribu, 2012).
4. Menurut stadiumnya, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3, antara lain:
a. Obstruksi sebagian (partial obstruction), obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
b. Obstruksi sederhana (simple obstruction), obstruksi atau sumbatan yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran
darah).
c. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction), obstruksi disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren (Indrayani, 2013).

1.4 Maniestasi Klinis


1. Mekanik Sederhana (Usus Halus Atas)
a. Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas,
b. Distensi,
c. Muntah,
d. Peningkatan bising usus,
e. Nyeri tekan abdomen.
2. Mekanik Sederhana (Usus Halus Bawah)
a. Kolik (kram) signifikan midabdomen,
b. Distensi berat,
c. Bising usus meningkat,
d. Nyeri tekan abdomen.
3. Mekanik Sederhana (Kolon)
a. Kram (abdomen tengah sampai bawah),
b. Distensi yang muncul terakhir,
c. Kemudian terjadi muntah (fekulen),
d. Peningkatan bising usus,
e. Nyeri tekan abdomen.
4. Obstruksi Mekanik Parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat, nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
6. Manifestasi Klinik Laparatomi :
a. Nyeri tekan
b. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kelemahan
d. Konstipasi
e. Mual dan muntah, anoreksia
1.5 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh
karenanya sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak
adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan
elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan
hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila
tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan penurunan absorbsi
cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus
adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis,
disertai absorbsi toksin-toksin atau bakteri kedalam rongga peritonium dan
sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi
diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis.
Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera
setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat
terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang
dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup
panjang.
Hernia Inkarserata, Adhesi, Intususepsi, Askariasis, Volvulus, Tumor, Batu Empedu
1.6 WOC
ILEUS OBSTRUKTIF

Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah paroksimal dari letak obstruktif

Distensi abdomen Gelombang peristaltic berbalik arah, isi usus Kerja usus melemah Klien rawat
terdorong ke lambung kemudian mulut inap
Gangguan
Poliferasi bakteri Tekanan Reaksi
peristaltic usus
cepat intralumen ↑ Asam hospitalisasi
lambung ↑
Kimus sulit
pelepasan bakteri Tekanan vena & cemas
dicerna usus
dan toksin dari usus arteri ↓ Mual muntah Defisit Nutrisi
yang infark
Ansietas
Kehilangan cairan Sulit BAB
Iskemia menuju ruang dehidrasi
bakteri melepas
endotoksin, dinding usus peritonium
Risiko
Konstipasi
Intake cairan ↓
Ketidakseimbangan
Melepaskan Metabolism Pelepasan bakteri & Elektrolit
zat pirogen anaerob toksin dr usus yg Cairan intrasel ↓
nekrotik ke dlm
Merangsang peritonium
Impuls → Hipovolemia
pengeluaran
hipotalamus bagian
termoregulator mediator kimia Resiko infeksi
melalui ductus
thoracicus
Merangsang reseptor Merangsang susunan Saraf simpatis terangsang
nyeri saraf otonom, utk mengaktivasi RAS REM ↓ Pasien terjaga

Suhu tubuh ↑ mengaktivasi mengaktifkan kerja organ


Nyeri akut norepinephrine tubuh Gg Pola Tidur
Hipertermi
1.7 Penatalaksanaan
Menurut Nurarif& Kusuma (2015), tujuan utama penatalaksanaan
adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi.
Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab
obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh
dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh
perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat dirumah sakit.
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien
dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah
dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen
dengan pemantauan dan konservatif.
2. Operasi
Bedah Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dilakukan pada bedah digesif dan kandungan. Adapun tindakan digesif yang
sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi. (Smeltzer, 2012).
Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses
pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan
Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2
tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah
fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post
laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan
yang di berikan kepada klien yang telah menjalani operasi pembedahan
abdomen.
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik (Nurarif& Kusuma, 2015).

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Arif Mutaqin (2008), untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan
adanya anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai
berikut:
1. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) :
meningkat akibat dehidrasi
2. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum
meningkat, Na+ dan Cl- rendah.
3. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
a. Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula
connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi
perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)
b. Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi
barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat
dan penyebab.
5. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi
untuk menunjukkan tempat obstruksi (Pasaribu, 2012).
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan
secara keseluruhan. Tahap pengkajian keperawatan pada klien ileus obstruktif yaitu :

a. Identitas klien
Identitas umum, meliputi nama, tempat tanggal lahir/umur, pendidikan, suku
bangsa, pekerjaan, agama, dan alamat rumah. Berdasakan jenis kelamin ileus
obstruktif lebih banyak diderita oleh pasien laki-laki dengan rentang usia 20-60
tahun. Meski demikian kejadian obstruksi usus ini juga dapat terjadi pada usia
anak-anak.
Alasan masuk RS: Pasien mengalami nyeri akut, sianosis, bibir mukosa kering,
takikardia, hipotensi (tanda hipovolemia)
b. Primary Survey
1) Airway: Lihat patensi jalan nafas, adakah suara nafas tambahan seperti
snoring, gargling.
2) Breathing:
Inspeksi : Nafas pasien, perkembangan dada, adanya penggunaan otot
bantu nafas, jejas/luka, frekuensi nafas, irama, kedalaman, simetris atau tidak.
Palpasi : Adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : Sonor, dan redup apabila ada cairan, serta hipersonor apabila
terdapat penumpukan udara di rongga paru.
Auskultasi : Apakah terdapat suara nafas tambahan berupa ronkhi atau
wheezing.
3) Circulation: Palpasi nadi karotis, frekuensi nadi, tekanan darah, observasi
adanya gangguan perfusi (CRT>3 detik, nadi perifer menurun, akral dingin,
wana kulit pucat, konjungtiva anemis, turgor kulit menurun). Ada tidaknya
perdarahan eksternal dan internal.
4) Disability: Observasi tingkat kesadaran, GCS, pupil, kemampuan motorik.
5) Exposure: Observasi adanya jejas/luka, fraktur, edema, benjolan.
c. Secondary Surve
1) Riwayat kesehatan sekarang : Pasien biasanya akan mengungkapkan perut
terasa nyeri dan kembung, mengeluh mual, dan memiliki riwayat muntah.
Pasien juga akabiasanya mengatakan nyeri perut berkurang setelah muntah.
Selain itu pasien akan mengatakan mengalami perubahan durasi defekasi yang
berangsur-angsur berubah menjadi konstipasi atau dapat juga terjadi flatus
(tidak aada defekasi).
2) Riwayat kesehatan dahulu : Penjelasan mengenai apakah sebelumnya pasien
pernah mengalami penyakit pada sistem pencernaan, atau adanya riwayat
operasi pada sistem pencernaan. Biasanya pasien dengan obstruksi usus
memiliki riwayat penyakit berkaitan dengan sistem pencernaan seperti
tumor/keganasan dan pernah melakukan operasi abdomen sebelumnya
(Adhikari et al. 2010).
3) Alergi : Alergi makanan atau obat yang pernah dialami.
4) Obat yang biasa digunakan
d. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Keadaan umum, GCS
Pasien tampak lemah dan gelisah.
b. TTV dan Nyeri
Pengukuran dan observasi tekanan darah, nadi, pernafasan, saturasi oksigen, dan
suhu badan. Apabila terjadi takikardia, pucat dan pasien hipotensi merupakan
tanda syok. Pengkajian nyeri PQRST.
c. Kepala:
Inspeksi: Tidak terdapat massa (benjolan), tidak terdapat lesi, wajah simetris, tidak
terdapat lesi pada wajah, ekspresi meringis kesakitan.
Palpasi: Tidak ada nyeri kepala atau pun benjolan.
d. Mata:
Inspeksi: Mata simetris, konjungtiva anemis sebagai tanda intake cairan yang
kurang, bola mata simetris, dan tidak terdapat gangguan penglihatan
Palpasi: Nyeri tekan tidak ada
e. Telinga:
Inspeksi: Tidak terdapat lesi atau serumen yang keluar dari telinga. Bentuk daun
telinga normal dan simetris, tidak ada nyeri tekan pada tragus, tidak ada gangguan
pendengaran, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada benjolan dan
tanda-tanda peradangan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan benjolan
f. Hidung:
Inspeksi: Bentuk hidung simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung,
penggunaan oksigen, tidak ada serumen atau sekret yang keluar dari hidung.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan benjolan
g. Mulut:
Inspeksi: Mukosa bibir kering, sianosis, ttidak ada benjolan/tanda peradangan.
h. Leher:
Inspeksi: Bentuk leher simetris, tidak ada benjolan pada leher, trakea simetris, tidak
terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan vena jugularis, dan tidak ada pembesaran
pada kelenjar tiroid.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan benjolan, teraba nadi karotis
i. Dada:
1) Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada, warna kulit, pengembangan paru simetris, tidak
ada penggunaan otot bantu nafas, irama nafas tidak teratur, nafas pendek
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi
Perkusi : perkusi paru sonor
Auskultas : tidak ada suara ronkhi, wheezing
2) Jantung
Inspeksi : tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri.
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : suara jantung terdengar pekak
Auskultasi : suara S1 dan S2 normal, tidak ada suara jantung abnormal.
j. Abdomen:
Inspeksi : Tidak terdapat hiperpigmentasi, bentuk asimetris (apabila ada tumor
yang menyebabkan lumen usus melebar), tidak ada benjolan atau lesi, kondisi
bersih, dan tidak ada asites, mual muntah, terlihat gerakan peristaltik
(hiperperistaltik dan dilatasi karena obstruksi lumen usus)
Auskultasi: Hiperperistaltik pada ileus obstruktif (terdengar keras dan bernada
tinggi) dan hipoperistaltik pada ileus paralitik (Indrayani, 2018). Bising usus
normal 15-30 x/menit pada dewasa (Muttaqin, 2008)
Perkusi : timpani dan pekak (adanya cairan bebeas di dalam rongga abdomen)
Palpasi : nyeri tekan dan lepas, teraba massa
k. Urogenital:
Warna kuning pekat, jumlah, frekuensi BAB dan BAK.
l. Ekstremitas:
Ekstremitas atas
Pergerakan ekstremitas, letak infus, kekuatan otot, edema
Ekstremitas bawah
Pergerakan ekstremitas, letak infus, kekuatan otot, edema
m. Kulit dan kuku:
1) Kulit
Tidak terdapat hiperpigmentasi, warna kulit pucat, akral dingin, kulit dalam
keadaan bersih, tidak ada edema
2) Kuku
Warna kuku pucat, kondisi kuku tidak retak/pecah, tidak ada
lesi/peradangan, CRT > 3 detik.
.
2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (D.0077) b.d agen pencedera fisiologis dan distensi abdomen
b. Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
c. Hipovolemia (D.0023) b.d intake yang tidak adekuat dan ketidak
efektifan penyerapan usus halus
d. Risiko Infeksi (D.00142) d.d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
: gangguan peristaltik usus
e. Ansietas (D.0080) b.d perubahan lingkungan dan kekhawatiran
mengalami kegagalan
2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) b.d agen tindakan keperawatan Observasi
pencedera selama 2x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis dan diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, kualitas,
distensi abdomen pasien menurun dengan dan intensitas nyeri.
kriteria hasil: 2. Beri teknik non-farmakologi
Tingkat Nyeri (L.08066) untuk menguragi nyeri.
1) Keluhan nyeri 3. Kontrol lingkungan yang
menurun (5) memperberat nyeri.
2) Ekspresi meringis Edukasi
menurun (5) 4. Jelaskan strategi meredakan
3) Sikap protektif nyeri.
menurun (5) 5. Ajarkan teknik non-
4) Tekanan Darah farmakologi Identifikasi skala
membaik (5). nyeri.
6. Identifikasi respon nyeri non
verbal.
Terapeutik
7. napas dalam untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
analgesik.

2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Gangguan Makan


(D.0019) b.d tindakan keperawatan (I.03119)
ketidakmampuan diharapkan mual muntah Observasi :
mengabsorpsi pasien menurun dengan 1. Monitor asupan dan keluarnya
nutrien kriteria hasil : makanan dan cairan serta
Status nutrisi (L.03030) kebutuhan kalori
1) Porsi makan yang Terapeutik :
dihabiskan 2. Timbang berat badan secara
Meningkat (5) rutin
2) Pasien 3. Berikan penguatan positif
mengungkapkan terhadap keberhasilan target
keinginan untuk dan perubahan perilaku
meningkatkan nutrisi Edukasi :
meningkat (5) 4. Ajarkan pengaturan diet yang
3) Perasaan cepat tepat
kenyang menurun (5) Kolaborasi :
4) Rambut rontok 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
menurun (5) tentang target berat badan,
5) Frekuensi makan kebutuhan kalori dan pilihan
meningkat (5) makanan
6) Nafsu makan
membaik (5)

3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I. 14539)


(D.0142) d,d
tindakan keperawatan Observasi:
peningkatan
paparan diharapkan masalah - Monitor tanda dan gejala
organisme
risiko infeksi dapat infeksi lokal dan sistemik
pathogen dan
penurunan teratasi dengan kriteria - Terpeutik
hasil : - Berikan perawatan pada
Tingkat Infeksi kulit yang edema
(L.14137) - Cuci tangan sebelum dan
- Demam menuurn sesudah kontak dengan
(5) pasien
- Kemerahan Edukasi
menurun (5) - Jelaskan tanda dan gejala
- Nyeri menurun (5) infeksi
Kadar sel darah putih - Ajarkan cara mencuci
membaik (5)
tangan yang benar
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi
jika perlu
4. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan Reduksi Ansietas I.09314
b.d kekhawatiran tindakan keperawatan Observasi :
terhadap diharapkan tingkat 1) Identifikasi saat tingkat
kegagalan ansietas pasien menurun ansietas\ berubah
dengan Kriteria hasil : 2) Monitor tanda-tanda ansietas
Tingkat Ansietas 3) Identifikasi Teknik relaksasi
(L.09093) yang pernah digunakan
1) Pasien 4) Identifikasi
mengungkapkan kesediaan,kemampuan dan
kebingungannya penggunaan Teknik
menurun (5) sebelumnya
2) Pasien Terapeutik :
mengatakan 5) Motivasi pasien untuk
kekhawatirannya mengidentifikasi situasi yang
menurun (5) memicu kecemasan
3) Keluhan pusing 6) Ciptakan lingkungan yang
menurun (5) tenang, anjurkan
4) Tanda-tanda menggunakan pakaian yang
vital longgar
1. dalam batas normal 7) Gunakan relaksasi sebagai
(5) penunjang dengan analgetik
atau tindakan medis lain
Edukasi :
8) Anjurkan mengambil posisi
nyaman
1. Anjurkan keluarga untuk tetap
Bersama pasien, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Chahayaningrum, Tenti. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan


Laparatomi Pada Ileus Obstruksi Di Instalasi Bedah Sentral Rsud Dr
Moewardi Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta
(jurnal).

Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Universitas
Udayana : Denpasar (jurnal)

Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnose Medis Dan Nanda Nic – Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Media Action : Yogjakarta.

Pasaribu,Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap


Di Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010. Universitas Sumatera Utara
: Sumatera Utara (jurnal)

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim


Pokja SDKI DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja
SLKI DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim


Pokja SIKI DPP PPNI

Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6, Volume1. EGC: Jakarta.

Sjamsuhidajat. 2006. Manual Rekam Medis. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2011). Diagnosis Keperawatan Edisi 9. EGC :


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai