Dosen Pembimbing :
Erna Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep.
Kelompok 4 :
Ro’ihatus Siha 132113133085
Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan aliran normal isi usus
sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut dengan kronik,
partial atau total. Intestinal obstruction terjadi ketika isi usus tidak dapat
melewati saluran gastrointestinal (Nurarif& Kusuma, 2015).
Menurut Indrayani (2013), ileus obstruktifadalah gangguan atau
hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut
yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan.
Obstruksi usus mekanis adalah suatu penyebab fisik penyumbatan usus
dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti
pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
intususepsi, tumor polipoid, tumor kolon dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses (Nurarif& Kusuma, 2015).
1.2 Etiologi
Menurut Indrayani (2013), terdapat 2 (dua) penyebab terjadinya ileus
obstruksi pada usus halus, antara lain :
1. Hernia inkarserata :
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung
hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi
(penyempitan) dan strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan
terhentinya aliran darah ke usus). Pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera.
2. Non Hernia Inkarserata
a. Adhesi Atau Perlekatan Usus
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum.Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai
strangulasi. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5%
dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
b. Invaginasi (Intususepsi)
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus
sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik
pada bagian usus yang masuk dengankomplikasi perforasi dan peritonitis.
Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan
dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-
mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan
tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati
atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh
dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan
perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan makanan)
terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan
volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus, kecuali
jika ia menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus.
f. Batu Empedu Yang Masuk Ke Ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
(koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur
lainnya) dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke raktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi
kolon yang paling sering ialah karsinoma (kanker yang dimulai di kulit atau
jaringan yang melapisi atau menutupi organ-organ tubuh) , terutama pada
daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.
Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah paroksimal dari letak obstruktif
Distensi abdomen Gelombang peristaltic berbalik arah, isi usus Kerja usus melemah Klien rawat
terdorong ke lambung kemudian mulut inap
Gangguan
Poliferasi bakteri Tekanan Reaksi
peristaltic usus
cepat intralumen ↑ Asam hospitalisasi
lambung ↑
Kimus sulit
pelepasan bakteri Tekanan vena & cemas
dicerna usus
dan toksin dari usus arteri ↓ Mual muntah Defisit Nutrisi
yang infark
Ansietas
Kehilangan cairan Sulit BAB
Iskemia menuju ruang dehidrasi
bakteri melepas
endotoksin, dinding usus peritonium
Risiko
Konstipasi
Intake cairan ↓
Ketidakseimbangan
Melepaskan Metabolism Pelepasan bakteri & Elektrolit
zat pirogen anaerob toksin dr usus yg Cairan intrasel ↓
nekrotik ke dlm
Merangsang peritonium
Impuls → Hipovolemia
pengeluaran
hipotalamus bagian
termoregulator mediator kimia Resiko infeksi
melalui ductus
thoracicus
Merangsang reseptor Merangsang susunan Saraf simpatis terangsang
nyeri saraf otonom, utk mengaktivasi RAS REM ↓ Pasien terjaga
2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan
secara keseluruhan. Tahap pengkajian keperawatan pada klien ileus obstruktif yaitu :
a. Identitas klien
Identitas umum, meliputi nama, tempat tanggal lahir/umur, pendidikan, suku
bangsa, pekerjaan, agama, dan alamat rumah. Berdasakan jenis kelamin ileus
obstruktif lebih banyak diderita oleh pasien laki-laki dengan rentang usia 20-60
tahun. Meski demikian kejadian obstruksi usus ini juga dapat terjadi pada usia
anak-anak.
Alasan masuk RS: Pasien mengalami nyeri akut, sianosis, bibir mukosa kering,
takikardia, hipotensi (tanda hipovolemia)
b. Primary Survey
1) Airway: Lihat patensi jalan nafas, adakah suara nafas tambahan seperti
snoring, gargling.
2) Breathing:
Inspeksi : Nafas pasien, perkembangan dada, adanya penggunaan otot
bantu nafas, jejas/luka, frekuensi nafas, irama, kedalaman, simetris atau tidak.
Palpasi : Adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : Sonor, dan redup apabila ada cairan, serta hipersonor apabila
terdapat penumpukan udara di rongga paru.
Auskultasi : Apakah terdapat suara nafas tambahan berupa ronkhi atau
wheezing.
3) Circulation: Palpasi nadi karotis, frekuensi nadi, tekanan darah, observasi
adanya gangguan perfusi (CRT>3 detik, nadi perifer menurun, akral dingin,
wana kulit pucat, konjungtiva anemis, turgor kulit menurun). Ada tidaknya
perdarahan eksternal dan internal.
4) Disability: Observasi tingkat kesadaran, GCS, pupil, kemampuan motorik.
5) Exposure: Observasi adanya jejas/luka, fraktur, edema, benjolan.
c. Secondary Surve
1) Riwayat kesehatan sekarang : Pasien biasanya akan mengungkapkan perut
terasa nyeri dan kembung, mengeluh mual, dan memiliki riwayat muntah.
Pasien juga akabiasanya mengatakan nyeri perut berkurang setelah muntah.
Selain itu pasien akan mengatakan mengalami perubahan durasi defekasi yang
berangsur-angsur berubah menjadi konstipasi atau dapat juga terjadi flatus
(tidak aada defekasi).
2) Riwayat kesehatan dahulu : Penjelasan mengenai apakah sebelumnya pasien
pernah mengalami penyakit pada sistem pencernaan, atau adanya riwayat
operasi pada sistem pencernaan. Biasanya pasien dengan obstruksi usus
memiliki riwayat penyakit berkaitan dengan sistem pencernaan seperti
tumor/keganasan dan pernah melakukan operasi abdomen sebelumnya
(Adhikari et al. 2010).
3) Alergi : Alergi makanan atau obat yang pernah dialami.
4) Obat yang biasa digunakan
d. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Keadaan umum, GCS
Pasien tampak lemah dan gelisah.
b. TTV dan Nyeri
Pengukuran dan observasi tekanan darah, nadi, pernafasan, saturasi oksigen, dan
suhu badan. Apabila terjadi takikardia, pucat dan pasien hipotensi merupakan
tanda syok. Pengkajian nyeri PQRST.
c. Kepala:
Inspeksi: Tidak terdapat massa (benjolan), tidak terdapat lesi, wajah simetris, tidak
terdapat lesi pada wajah, ekspresi meringis kesakitan.
Palpasi: Tidak ada nyeri kepala atau pun benjolan.
d. Mata:
Inspeksi: Mata simetris, konjungtiva anemis sebagai tanda intake cairan yang
kurang, bola mata simetris, dan tidak terdapat gangguan penglihatan
Palpasi: Nyeri tekan tidak ada
e. Telinga:
Inspeksi: Tidak terdapat lesi atau serumen yang keluar dari telinga. Bentuk daun
telinga normal dan simetris, tidak ada nyeri tekan pada tragus, tidak ada gangguan
pendengaran, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada benjolan dan
tanda-tanda peradangan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan benjolan
f. Hidung:
Inspeksi: Bentuk hidung simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung,
penggunaan oksigen, tidak ada serumen atau sekret yang keluar dari hidung.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan benjolan
g. Mulut:
Inspeksi: Mukosa bibir kering, sianosis, ttidak ada benjolan/tanda peradangan.
h. Leher:
Inspeksi: Bentuk leher simetris, tidak ada benjolan pada leher, trakea simetris, tidak
terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan vena jugularis, dan tidak ada pembesaran
pada kelenjar tiroid.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan benjolan, teraba nadi karotis
i. Dada:
1) Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada, warna kulit, pengembangan paru simetris, tidak
ada penggunaan otot bantu nafas, irama nafas tidak teratur, nafas pendek
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi
Perkusi : perkusi paru sonor
Auskultas : tidak ada suara ronkhi, wheezing
2) Jantung
Inspeksi : tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri.
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : suara jantung terdengar pekak
Auskultasi : suara S1 dan S2 normal, tidak ada suara jantung abnormal.
j. Abdomen:
Inspeksi : Tidak terdapat hiperpigmentasi, bentuk asimetris (apabila ada tumor
yang menyebabkan lumen usus melebar), tidak ada benjolan atau lesi, kondisi
bersih, dan tidak ada asites, mual muntah, terlihat gerakan peristaltik
(hiperperistaltik dan dilatasi karena obstruksi lumen usus)
Auskultasi: Hiperperistaltik pada ileus obstruktif (terdengar keras dan bernada
tinggi) dan hipoperistaltik pada ileus paralitik (Indrayani, 2018). Bising usus
normal 15-30 x/menit pada dewasa (Muttaqin, 2008)
Perkusi : timpani dan pekak (adanya cairan bebeas di dalam rongga abdomen)
Palpasi : nyeri tekan dan lepas, teraba massa
k. Urogenital:
Warna kuning pekat, jumlah, frekuensi BAB dan BAK.
l. Ekstremitas:
Ekstremitas atas
Pergerakan ekstremitas, letak infus, kekuatan otot, edema
Ekstremitas bawah
Pergerakan ekstremitas, letak infus, kekuatan otot, edema
m. Kulit dan kuku:
1) Kulit
Tidak terdapat hiperpigmentasi, warna kulit pucat, akral dingin, kulit dalam
keadaan bersih, tidak ada edema
2) Kuku
Warna kuku pucat, kondisi kuku tidak retak/pecah, tidak ada
lesi/peradangan, CRT > 3 detik.
.
2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (D.0077) b.d agen pencedera fisiologis dan distensi abdomen
b. Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
c. Hipovolemia (D.0023) b.d intake yang tidak adekuat dan ketidak
efektifan penyerapan usus halus
d. Risiko Infeksi (D.00142) d.d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
: gangguan peristaltik usus
e. Ansietas (D.0080) b.d perubahan lingkungan dan kekhawatiran
mengalami kegagalan
2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) b.d agen tindakan keperawatan Observasi
pencedera selama 2x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis dan diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, kualitas,
distensi abdomen pasien menurun dengan dan intensitas nyeri.
kriteria hasil: 2. Beri teknik non-farmakologi
Tingkat Nyeri (L.08066) untuk menguragi nyeri.
1) Keluhan nyeri 3. Kontrol lingkungan yang
menurun (5) memperberat nyeri.
2) Ekspresi meringis Edukasi
menurun (5) 4. Jelaskan strategi meredakan
3) Sikap protektif nyeri.
menurun (5) 5. Ajarkan teknik non-
4) Tekanan Darah farmakologi Identifikasi skala
membaik (5). nyeri.
6. Identifikasi respon nyeri non
verbal.
Terapeutik
7. napas dalam untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
analgesik.
Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Universitas
Udayana : Denpasar (jurnal)
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja
SLKI DPP PPNI.