Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN VOMITUS DI

RUANG TERATAI RSUD SOETRASNO REMBANG

NAMA : SHAHIB ANSHARI MUHAJIR

NIM : 04.16.444.8

KELAS : D/KP/V

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL YOGYAKARTA


LAPORAN PENDAHULUAN

VOMITUS (MUNTAH)

A. Definisi

Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di medulla
oblongata otak.

Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan bantuan
kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus.
Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic
esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan
kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus
dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi
abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat.

B. Etiologi

Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut

Usia 0 – 2 Bulan :

1. Kolitis Alergika

Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti
dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.

2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal

Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi


terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.

3. Refluks Esofageal

Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada
neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu,
atau bronkospasme.
4. Peningkatan tekanan intrakranial

Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.

5. Malrotasi dengan volvulus

80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis
biliaris.

6. Ileus mekonium

Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.

7. Necrotizing Enterocolitis

Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir.
Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.

8. Overfeeding

Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan
kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.

9. Stenosis pylorus

Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1
dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif
akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.

Usia 2 bulan-5 tahun

1. Tumor otak

Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia, dan tanpa
nyeri perut.

2. Ketoasidosis diabetikum

Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.


3. Korpus alienum

Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang
menetes.

4. Gastroenteritis

Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya
diikuti oleh diare dan demam.

5. Trauma kepala

Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.

6. Hernia inkarserasi

Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.

7. Intussusepsi

Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau
demam dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.

8. Posttusive

Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.

9. Pielonefritis

Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai
riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya

Usia 6 tahun ke atas

1. Adhesi

Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.

2. Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang
semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia,
demam subfebril, dan konstipasi.

3. Kolesistitis

Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya,
anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara
tiba-tiba setelah makan.

4. Hepatitis

Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai
riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.

5. Inflammatory bowel disease

Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan
terjadinya obstruksi.

6. Intoksikasi

Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika
mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.

7. Migrain

Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma.
Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.

8. Pankreatitis

Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang
infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.

9. Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering
memburuk pada waktu malam.

C. Patofisiologi

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan


pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah
yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju
CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung.

Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ)
dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung caudal
ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang
melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek
serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui
vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia
melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target
dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus dan visera merupakan jaras keempat yang
menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat.
Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan
timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.

D. Prognosa

Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan
penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang
terjadi dari muntah itu sendiri.

E. Komplikasi

a. Komplikasi metabolik :

Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium,
natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang
kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini
diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya
natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal
bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis
yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi
deplesi Natrium dan Kalium

b. Gagal Tumbuh Kembang

Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi
sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh
kembang.

c. Aspirasi Isi Lambung

Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang
menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi
GERD.

d. Mallory Weiss syndrome

Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya
terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan
pada mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila
anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah

e. Peptik esofagitis

Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa


esophagus oleh asam lambung.

F. Pencegahan

Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan bukannya
terlentang.
G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a) Darah lengkap

b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.

c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan
saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.

d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit
metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.

e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan
defek pada siklus urea.

f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah
penyakit hati.

g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum
lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.

h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau
infeksi parasit.

2. Ultrasonografi

Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi
akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.

3. Foto polos abdomen

a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik
kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik
karena dapat ditemukan pada gastroenteritis

c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan
adanya perforasi.

4. Barium meal

Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila
curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada
pengeluaran gaster.

5. Barium enema

Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan
hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat
rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.

Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah
dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang
dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan
bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.

Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi.
Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak
dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau
kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic
pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,
misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi
kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :

1. Antagonis dopamin

Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya
merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi,
mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks
gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4
kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal
pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena
mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.

Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat
dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro
merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek
peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.

2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)

Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan


etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin
(AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness)
atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5
mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.

3. Prokloperazin dan Klorpromerazin

Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang


disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan
antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya
boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam
3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>

4. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular
atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari
dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.

5. 5-HT3 antagonis serotonin

Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan


dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan
mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan
motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30
menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan
kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg
IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.

I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan absorbsi

3. Nausea berhubungan dengan iritasi gastric

4. ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia

5. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic

6. cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

J. Rencana asuhan keperawatan

Diagnosa : Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output cairan yang berlebihan.

Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi

Kriteria hasil : Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan
seimbang.
Intervensi :

- Observasi tanda-tanda vital.

- Observasi tanda-tanda dehidrasi.

- Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan).

- Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 –
2500 cc per hari.

- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit.

- Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan.

Kriteria Hasil : Klien tidak mual dan muntah.

Intervensi :

- Monitortanda-tandavital.

Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.

- Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.

Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan
sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

- Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.

Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

- Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai
dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat.
Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan
menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah.

Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi :

- Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien

Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

- Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal

Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat


suasana negatif dan mempengaruhi masukan.

- Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.

- Beri makan sedikit tapi sering

Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.

- Anjurkan kebersihan oral sebelum makan

Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

- Tawarkan minum saat makan bila toleran.

Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

- Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.

Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol
dan mendorong untuk makan.

- Memberi makanan yang bervariasi

Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.


DAFTAR PUSTAKA

Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky™. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru

Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi
anak. CV. Sagung Seto. Jakarta

http://rinimustikasari.blogspot.com/2009/11/muntah-pada-bayi-dan-anak.html diakses pada


tanggal 27 oktober 2013

Anda mungkin juga menyukai