Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GED (GASTROENTESTINAL DEHIDRASI )

I. Definisi

Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari

4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer,

dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja

(Sudaryat Suraatmaja.2005).

Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang

disebabkan output melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang.

Meskipun yang hilang adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai

gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena kekuarangan air ( watter

deflection ), kekurangan natrium ( sodium deflection ), serta kekurangan air

dan natrium secara bersama-sama ( prescilla 2009 ),

Jadi, Gastroenteritis dehidrasi adalah peradangan pada lambung, usus

halus dan usus besar dengan berbagai kodisi patologis dari saluran

gastrointestinal dengan manifestasi diare dengan atau disertai muntah, serta

ketidaknyamanan abdomen yang bisa juga mengakibatkan dehidrasi karena

banyaknya cairan yang keluar karena gangguan tersebut.

Gastroenteritis dehidrasi adalah diare dengan atau tanpa muntah yang

disebabkan masuknya bakteri, virus atau toksin. Penyebabnya biasanya tidak.

Akan tetapi makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan sumber

utama infeksi. Beberapa organime yang memainkan peranan adalah:


1. Staphylococcus aureus – dari makananan dan minuman yang

terkontaminasi dengan masa inkubasi 2–4 jam.

2. E coli – berasal dari daging dan susu dengan masa inkubasi 12 – 48 jam.

3. Campylobacter jejuni – berasal dari daging dan susu dengan masa

inkubasi 48 – 96 jam.

4. Salmonella spp – berasal dari daging dan telur dengan masa inkubasi 12 –

48 jam.

5. Rotavirus – mungkin disebabrkan dari makanan dan cairan dengan masasi

1 – 7 hari

II. Etiologi

Penyebab dari gastroenteritis dehidrasi antara lain :

1. Faktor infeksi

a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

penyebab utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal

sebagai berikut:

1) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor,

versinia aoromonas dan sebagainya.

2) Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis)

3) Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis,

protozoa, jamur).

b. Infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA,

tonsilitis, bronkopneumonia, dan lainnya.

2. Faktor malabsorbsi:
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan

sukrosa), mosiosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).

b. Malabsorbsi lemak

c. Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada

anak yang lebih besar).

5. Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil,

malnutrisi,penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang

terkontaminasi, sanitasi atau higiene buruk, pengolahan dan penyimpanan

makanan yang tidak tepat.

III. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare adalah adanya gangguan

osmotik yaitu akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga teradi

pergeseran air dan elek trolit ke dalam rongga usus yang berlebihan akan

merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga akan timbul diare.

Penyebab yang kedua adanya gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu

(misal toksik) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan

elektrolit kedalam rongga usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan

elektrolit ke dalam rongga usus selanjutnya timbul diare. Penyebab ketiga

adalah adanya gangguan motilitas usus yaitu hiperperistaltik akan

menyebabkan berkurangnya usus untuk menyerap makanan sehingga timbul


diare. Sebaliknya peristaltik usus menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh

berlebihan, selanjutnya timbul diare.

Faktor infeksi virus, bakteri, dan parasit masuk kedalam tubuh manusia

melalui makanan dan minuman yang tercemar, tertelan lalu masuk kedalam

lambung yang akan dinetralisir oleh asam lambung. Mikroorganisme akan

mati atau bila jumlahnya banyak maka akan ada yang lolos sampai usus

duabelas jari (duodenum) dan akan berkembangbiak di usus halus bakteri

memproduksi enzim mucinosa yang akan berkembangbiak di usus halus.

Bakteri memproduksi enzim mucinosa yang mana mencairkan cairan lendir

sel epitel. Di dalam membrane bakteri mengeluarkan sehingga penyerapan

makanan/ air terganggu terjadilah hipersekresi sehingga terjadilah diare.

Faktor non infeksi (malabsorbsi) merupakan makanan yang tidak dapat

diserap oleh lambung yang terdapat keseimbangan mikrofora melalui prses

fermentasi, mikroflora usus metabolisme berbagai macam substrat terutama

komponen dari diet dengan hasi akhir asam lemak dan gas sehingga tekanan

osmotik dari rongga usus meningkat dan terjadi perpindahan cairan dari

rongga usus yang berakibat mobilitas usus meningkat sehingga menimbulkan

diare.

Faktor psikologi (takut dan cemas) menyebabkan pengeluaran hormon

adrenalin meningkat dan akan mempengaruhi kerja saraf parasimpatik

sehingga terjadi hiperperistaltik yang akhirnya timbul diare.

Dehidrasi merupakan komplikasi yang sering terjadi jika cairan yang

dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan yang masuk, cairan yang keluar
disertai elektrolit. Mula-mula mikroorganisme Salmonella, Escherichia Coli,

Vibrio Disentri dan Entero Virus masuk ke dalam usus, disana berkembang

biak toxin, kemudian terjadi peningkatan peristaltik usus, usus kehilangan

cairan dan elektrolit kemudian terjadi dehidrasi.


IV. Tanda Dan Gejala

1. Diare (BAB, lembek, cair)

a. Faktor osmotik disebabkan oleh penyilangan air ke rongga usus dalam

perbandingan isotonic, ketidakmampuan larutan mengabsorbsi

menyebabkan tekanan osmotik menghasilkan pergeseran cairan dan

Iodium ke rongga usus.

b. Penurunan absorbsi atau peningkatan sekresi sekunder air dan

elektrolit. Peningkatan ini disebabkan sekresi sekunder untuk inflamasi

atau sekresi aktif sekunder untuk merangsang mukosa usus.

c. Perubahan mobiliti

d. Hiperperistaltik atau hipoperistaltik mempengaruhi absorpsi zat dalam

usus.

2. Mual, muntah dan panas (suhu > 370C)

Terjadi karena peningkatan asam lambung dan karena adnaya

peradangan maka tubuh juga akan berespon terhadap peradangan tersebut

sehingga suhu tubuh meningkat.

3. Nyeri perut dan kram abdomen

Karena adanya kuman-kuman dalam usus, menyebabkan peningkatan

peristaltik usus dan efek yang timbul adanya nyeri pada perut atau

tegangan atau kram abdomen.


4. Peristaltik meningkat (> 35x/menit)

Akibat masuknya patogen menyebabkan peradangan pada usus dan usus

berusaha mengeluarkan ioxin dan meningkatkan kontraksinya sehingga

peristaltik meningkat.

5. Penurunan berat badan

Terjadi karena sering BAB encer, yang mana feses malah

mengandung unsur-unsur penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

sehingga kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi.

6. Nafsu makan turun

Terjadi karena peningkatan asam lambung untuk membunuh bakteri

sehingga tumbuh mual dan rasa tidak enak.

7. Turgor kulit menurun dan membran mukosa kering

Karena banyak cairan yang hilang dan pemasukan yang tidak adekuat.

8. Mata cekung

Adanya ketidakseimbangan cairan tubuh dan peningkatan tekanan

osmotik mengakibatkan beberapa jaringan kekurangan cairan dan oksigen.

9. Gelisah dan rewel

Ini terjadi karena kompleksitas dari tanda klinis yang dirasakan

penderita sehingga tubuh tidak merasa nyaman sebab adanya ketidak

homeostasis dalam tubuh.

10. Kesadaran menurun

Gejala klinis 10,11,12 terjadi karena penurunan cairan tubuh yang

mengakibatkan kerja jantung ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan O2


dan nutrisi sistemik sehingga denyut jantung cepat, nadi cepat tapi lemah,

disebabkan peningkatan denyut jantung dengan peningkatan kepekaan dan

tekanan osmotik plasma darah. Efeknya ginjal berusaha ineretensi air

dengan mencegah eksresi Na sehingga urine pekat dan Na meningkat

dengan cairan sirkulasi yang buruk dampaknya otak kekurangan O2 dan

nutrisi sehingga pusat kesadaran hipotalamus terganggu.

Adapun tanda dan gejala dehidrasi yang lebih spesifik dibagi menjadi

3 bagian Yaitu :

a. Dehidrasi ringan

1. Diare: bab kurang dari 4 kali sehari

2. Muntah sedikit, rasa haus normal

3. Denyut nadi normal, atau meningkat

4. Membran mukosa kering

5. Berat badan turun : anak 3% dan bayi 5%

6. Tekanan darah dalam batas normal

7. Turgor kulit kurang baik

b. Dehidrasi sedang

1. Kehilangan berat badan : 6% dan bayi 10%

2. Mengantuk dan lesu

3. Pucat

4. Diare 4-10 kali sehari

5. Muntah beberapa kali

6. Exremitas dingin
7. Mata cekung, mulut/lidah kering

8. Turgor kulit tidak kenyal

9. Nafas dan denyut nadi agak cepat

10. Ubun-ubun cekung

c. Dehidrasi berat

1. Sangat mengantuk, lemah

2. Diare lebih dari 10 kali sehari

3. Sering muntah

4. Air mata tidak ada, mulut dan lidah sangat kering

5. Kulit dicubit kembali sangat lambat

6. Nafas dan denyut nadi sangat cepat, ubun-ubun sangat cekung

7. Berat badan turun: anak 9% dan bayi 15%

Tabel metode sistem skor dehidrasi dari Maurice King (2014)

SKOR 0 1 2

Keadaan Sehat Gelisah,cengeng,m Delirium,koma,gejala

umum engantuk,apatis syok

Elastisitas kulit Normal Sedikit kering Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat Cekung

Ubun-Ubun Normal Sedikit cekung Sangat Cekung

besar

Mulut Normal Kering Kering dan sianosis

Denyut nadi Normal Sedang (120-140) Lemah > 140


Skor

0-2 : Dehidrasi ringan

3-6 : Dehidrasi sedang

7-12 : Dehidrasi berat

(welch,T,2014 )

Metode perhitungan kebutuhan hidrasi

BJ Plasma – 1,025 x BB (kg) x 4 ml

0,001

Contoh : Pria BB 40Kg dengan BJ plasma pada saat itu 1,030,maka kebutuhan

cairan untuk rehidrasi inisial :

1,030 – 1,025 x 40 x 4 ml = 800 ml

0,001

V. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Tinja

a. Makroskopis dan mikroskopis.

b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest,

bila diduga terdapat intoleransi gula.

c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan Darah

a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium

dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.

b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.


3. Doudenal Intubation

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif,

terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

VI. Komplikasi

1. Dehidrasi:

Pada diare akan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan

keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik), yang secara klinis berupa

pernafasan Kussmaul, hipoglikemia, gangguan gizi dan gangguan

sirkulasi.

a. Dehidrasi isonatremia dan hiponatremia

Pada keadaan dehidrasi, terdapat defisit natrium dan cairan dalam

tubuh. Pada kebanyakan kasus, kehilangan natrium proporsional

dengan banyaknya cairan yang hilang dan natrium dalam plasma tetap

dalam kadar normal (dehidrasi isonatremia). Apabila didapatkan

keadaan dimana kehilangan natrium melebihi jumlah cairan yang

hilang, kadar natrium plasma menurun (dehidrasi hiponatremia) dan

akan menyebabkan cairan ekstrasel masuk ke intrasel. Peningkatan

volume intrasel akan menyebabkan volume otak yang bertambah yang

kadang dapat menyebabkan kejang.

b. Dehidrasi hipernatremia

Terkadang, kehilangan cairan melebihi penurunan jumlah natrium

sehingga mengakibatkan kadar natrium plasma yang meningkat

(dehidrasi hipernatremia). Biasanya hal ini terjadi karena tingginya


kadar insensible water loss (IWL) karena adanya demam tinggi atau

diare profuse dengan jumlah natrium yang sedikit. Cairan ekstrasel

menjadi hipertonik dan cairan ekstrasel keluar ke intrasel. Pada

keadaan ini, manifestasi klinis seperti tonus dan turgor kulit yang

menurun, ubun – ubun besar dan mata yang cekung tidak sejelas pada

dehidrasi hiponatremia dan lebih sulit didiagnosis secara klinis.

2. Renjatan hipovolemik, Terjadi pada dehidrasi berat akibat kehilangan

cairan yang besar, maka jantung akan bekerja lebih cepat.

3. Kejang dan malnutrisi energi protein Dapat terjadi karena serum natrium >

165 m.mol kehilangan air sama dengan kehilangan natrium, biasa terjadi

setelah inteke cairan hypertonik selama diare.

4. Bakterimia

5. Malnutrisi

6. Hipoglikemia, Kalium rendah < 3,5 keletihan otot, kembung. Ileus

paralitik terjadi karena kurangnya total kalium tubuh (deplesi kalium)

7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

VII. Penatalaksanaan :

Medis

1 Pemberian cairan

a. Cairan per oral.

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan

peroral berupa cairan yang berisikan oralit, NaCl dan Na, HCO, K dan

Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,
atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri

(mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula

dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah

sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

b. Cairan parenteral.

Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung

dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan

kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai

dengan kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya

cairan setempat. Pada umumnya cairan RL (Ringer Laktat) diberikan

tergantung berat/ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan

kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

1) Dehidrasi ringan :1 jam pertama 50-100 ml/kg BB/ oral kemudian

125 ml/ kg / hari.

2) Dehidrasi sedang : 1 jam pertama 50-100ml / kg BB / oral kemudian

125 ml / kg BB / hari.

3) Dehidrasi berat : 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg

BB / menit (inperset 1 ml : 20 tetes), 16 jam berikutnya 105 ml/ kg

BB oralit per oral.

2 Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan

tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu

diperhatikan :
a. Memberikan asi.

b. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein,

vitamin, mineral dan makanan yang bersih.

3 Obat-obatan.

a. Obat anti sekresi.

b. Obat anti spasmolitik.

c. Obat antibiotik.

VIII. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif

2. Resiko Gangguan integritas kulit perianal

3. Ketidakseimbangan nustrisi kurang dari kebutuhan tubuh

4. Resiko syok dengan faktor resiko hipovelamik

IX. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1 Kekurangan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor b.a.b (volume,
volume keperawatan 3x24 jam warna, frekuensi,
cairan dan volume cairan dapat konsistensi) ada
ketidakseimb terpenuhi dengan kriteria lendir/pus/nanah.
angan hasil : 2. Monitor pengeluaran
elektrolit 1. Cairan dan elektrolit urine (volume, darah,
berhubungan terpenuhi berat jenis).
dengan Kehi 2. Berat badan tidak 3. Timbang berat badan
langan cairan mengalami penurunan perhari.
aktif 3. Diare berhenti ,feses 4. Monitor intake out put.
normal 5. Kaji status hidrasi anak
4. Turgor kulit normal 6. Kolaborasi pemberian
cairan intravena sesuai
instruksi dan kaji area
penusukan.
2 Resiko Setelah dilakukan tindaka 1. Monitor tanda dan
gangguan keperawatan selama 3x 24 gejala gangguan
integritas jam. diharapkan integritas intergritas kulit.
kulit perianal kulit tidak terganggu 2. Anjurkan keluarga
Kriteria hasil : untuk mencuci daerah
1. Tidak terjadi iritasi : perianal dengan air
kemerahan, lecet, bersih.
kebersihan terjaga 3. Anjurkan keluarga
2. Keluarga mampu untuk menjaga
mendemontrasikan kebersihan dan
perawatan perianal keringnya daerah
dengan baik dan benar perianal.
4. Anjurkan keluarga
untuk selalu menganti
popok atau celana.
5. Kolaborasi jika tanda-
tanda gangguan
integritas kulit muncul.
3 Ketidakseimb Setelah diberikan asuhan 1. Kaji status nustrisi
angan nutrisi keperawatan 3x24 jam (alergi)
kurang dari kebutuhan nutrisi pada 2. Monitor makanan yang
kebutuhan tubuh dapat terpenuhi masuk dan catat
tubuh dengan kriteria hasil : masukan kalorinya.
berhubungan 1. Kebutuhan nutrisi 3. Kaji dan catat feses
dengan terpenuhi yang anak
ketidakmamp ditandai dengan tidak 4. Kolaborasi dengan
uan mencerna terjadinya penurunan dokter diet untuk
makanan berat badan. kebutuhan nutrisi anak
2. Mampu mencerna 5. Libatkan dan support
makanan pada anak dan keluarga
3. Mual dan muntah tidak dalam program
ada. keperawatan

4 Resiko syok Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok


keperawatan selama 3 x 24
dengan faktor 1. Monitor terhadap
jam, diharapkan resiko
resiko adanya respon
syok tidak terjadi
kompensasi awal syok
hipovelamik
Kriteria hasil: (missal, tekanan darah
normal, tekanan nadi
1. Penurunan tekanan
melemah, hipotensi
darah siastolik dan
ortostatik ringan,
diastolic
pucat dan dingin pada
2. Meningkatnya laju
kulit, mual dan
jantung
muntah, peningkatan
3. Nadi lemah dan halus
rasa haus dan
4. Nyeri dada
kelemahan)
5. Meningkatnya laju
2. Monitor status
nafas
sirkulasi (missal,
6. Penurunan oksigen
tekanan darah, warna
7. Akral dingin, kulit
kulit, temperature
lembab/basah
kulit, bunyi jantung,
8. Pucat Penurunan
nadi dan Irama
tingkat
jantung)
3. Monitor tekanan
oksimetri
4. Monitor suhu dan
status respirasi
5. Catat warna, jumlah
dan frekuensi BAB,
muntah dan drainase
nasogastrik
DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 2015. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC.

Jakarta

Carpenitto.LJ. 2010. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis.

Ed 6. EGC. Jakarta.

Doengoes,2010. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

Lab/ UPF IKA, 2014. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr.

Soetomo. Surabaya.

Markum.AH.2009. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Ngastiyah. 2012. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta

Soetjiningsih, 2015. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Suryanah,2010. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai