FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSSAR 2021 A. KONSEP MEDIS TB PARU 1. Definisi Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru.Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.( Dhjojodibroto,2016) Ada beberapa klasifikasi TB Paru menurut ( Dhjojodibroto,2016) yaitu: a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1) Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1) Tuberkulosis paru BTA positif a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi: a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan 2. Etiologi Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun ( Dhjojodibroto,2016) Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalamtubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.( Chandra, 2018) 3. Patofisiologi Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri dari makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.( Mandal,dkk, 2016) 4. Pathway 5. Manifestasi Klinis a. Gejala sistemik/umum 1) Penurunan nafsu makan dan berat badan. 2) Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 3) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. b. Gejala khusus 1) Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. 2) Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. ( Chandra,2018) 6. Komplikasi TB Paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu 17 : a. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,laryngitis, usus. b. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah: 1) Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik 2) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus 3) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru 4) Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya (Nastiti,2016) 7. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium darah rutin: LED normal / meningkat, limfositosis b. Tehnik Polymerase Chain Reaction : Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi c. Pemeriksaan radiologi: Rontgen thorax PA dan lateral Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB (Goesasi,2021) 8. Penatalaksanaan a. Pengobatan Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman. Prinsip pengobatan TB Paru adalah obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. b. Pembedahan Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak. c. Pencegahan Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.(Goesasi,2021) 9. Prognosis Tergantung pada tempat proses kerusakan serta daya tahan tubuh. Dengan pemberian anti tuberklosis yang teratur, prognosa sangat baik. Perlu diingat bahwa penderita-penderita yang mendapat pengobatan kortikosteroid dosis tinggi untuk penyakit lain mempunyai resistensi yang rendah terhadap tuberklosis (limfosit T yang melindungi tubuh terhadap tuberklosis dirusak oleh kortikosteroid). (Zulkoni, 2017) B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat megnidentifikasi, mengenai masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan a. Pengumpulan data 1). Identitas a). Identitas klien, perlu dikaji identitas yang mempunyai hubungan meliputi : nama hubungan dengan penyakit tidak terbatas pada semua umur tetapi anak-anak dan orang tua lebih rentan terhadap penyakit ini, jenis kelamin lebih sering laki-laki terkena dari pada perempuan karena faktor kebiasaan seperti merokok, pendidikan hubungan dengan penyakit pendidikan rendah biasanya kurang pengetahuan tentang penyakit ini, pekerjaan hubungan dengan penyakit orang-orang yang bekerja di udara terbuka lebih sering terkena seperti kuli bangunan, sopir, status marital berpengaruh pada proses penularan, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no. medrec. Diagnosa medis dan alamat hubungan dengan penyakit TBC apakah klien tinggal dilingkungan kumuh dan rumah ventilasi kurang. b). Identitas penaggung jawab meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien. 2). Riwayat Kesehatan a). Keluhan utama Pada klien TB paru biasanya ditemukan keluhan utama berupa sesak nafas disertai batuk-batuk dan nyeri dad b) Riwayat Kesehatan Sekarang Riwayat kesehatan sekarang merupakan data yang menceritakan awitan gejala yang klien alami sehingga klien dibawa ke rumah sakit sampai dilakukan pengkajian. Riwayat kesehatan sekarang menggunakan metoda PQRST sebagai pengebangan dari keluhan utama. Metode ini meliputi hal-hal yang memperberat atau memperingan, kualitas dan kekerapannya, waktu timbulnya dan lamanya. c) Riwayat kesehatan dahulu. Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit serupa sebelumnya, tanyakan juga penyakit infeksi yang pernah diderita klien seperti pneumonia, bronkhi\ritis dan lain-lain. Selain itu perlu juga dikaji pola kebiasaan sehari-hari mencakup aktifitas, penggunaan obat-obat tertentu, kebiasaan hygiene d) Riwayat Kesehatan keluarga Tanyakan di keluarga apakah ada yang menderita PPOM atau penyakit paru seperti TB paru. Jika ada gambaran dengan struktur keluarga. Bagaimana kondisi rumah dan lingkungan sekitarnya. 3). Pola Aktivitas sehari-hari Mengungkapkan pola aktivitas klien antara sebelum sakit dan sesudah sakit meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup. 4). Pemeriksaan Fisik Dilakukan dengan cara inpeksi, palpasi, perpusi, dan auskultasi berbagai sistem tubuh, maka akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : a). Keadaan Umum Pada klien yang dimobilisasi perlu dilihat dalam hal keadaan umumnya meliputi penampilan postum tubuh, kesadaran keadaan umum klien, tanda-tanda vital perubahan berat badan, perubahan suhu, bradikardi, labilitas emosional. b). Sistem kardiovaskular Kemungkinan terjadi penurunan ekanan darah, tachikardi, peningkatan JVP, konjugtiva pucat, perubahan jumlah hemoglobin/ hematokrit dan leukosit, bunyi jantung S1 dan S2 mungkin meredup. c). Sistem Pernafasan Nlilai ukuran dan kesimetrisan hidung, pernafasan cuping hidung, deformitas, warna mukosa, edema, nyeri tekan pada sinus. Nilai-nilai ukuran, bentuk dan kesimterisan dada, adanya nyeri, ekspansi paru, pola pernapasan, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, sianosis, bunyi nafas dan frekuensi nafas. Biasnya pada klien TB paru aktif ditemukan dispneu, nyeri pleuritik luas, deviasi trachesa, sianosis. Ekspansi paru berkurang pada sisi yang terkena, perkusi hipersonar, suara nafas berkurang pada sisi yang terkena, vokal fremitu berkurang. Terdengar ronchi basah atau kering. d). Sistem Gastrointestinal Kaji adanya lesi pada bibir, kelembaban mukosa, nyeri stomatitis, keluhan waktu menguyah. Amati bentuk abdomen, lesi, nyeri tekan adanya massa, bising usus. Biasanya ditemukan keluhan mual dan anorexia, palpalasi pada hepar dan limpe biasanya mengalami pembesaran bila telah terjadi komplikasi. e). Sistem Genitourinari Kaji terhadap kebutuhan dari genetalia, terjadinya perubahan pada pola eliminasi BAK, jumlah urine ouput biasanya menurun, warna perasaan yeri atau terbakar. Kaji adanya retensio atau inkontinensia urine dengan cara palpalasi abdomen bawah atau pengamatan terhadap pola berkemih dan keluhan klien. f). Sistem Muskuloskeletel Kaji pergerakan ROM dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, kaji nyeri pada waktu klien bergerak. Pada klien penumothorax akibat TB ditemukan keletihan, perasaan nyeri pada tulang-tulang dan intolerance aktivitas pada saat sesak yang hebat. g). Sistem Endokrin Kaji adanya pembesaran KGB dan tiroid, kaji adakah riwayat DM pada klien dan keluarga. h). Sistem Persyarafan Kaji tingkat kesadaran, penurunan sensori, nyeri, refleks, fungsi syaraf kranial dan fungsi syaraf serebal. Pada klien TB paru bila telah mengalami TB miliaris maka akan terjadi komplikasi meningitis yang berakibat penurunan kesadaran, penurunan sensasi, kerusakan nervus kronial, tanda kernig dan bruzinsky serta kaku kuduk yang positif. i). Sistem Integumen Kaji keadaan kulit meliputi tekstru, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan, kaji turgor kulit dan perubahan suhu. Pada klien TB paru ditemukan fluktuasi suhu pada malam hari, kulit tampak berkeringat dan perasaan panas pada kulit. Bila klien mengalami tirah baring lama akibat pneumotorax, maka perlu dikaji adalah kemerahan pada sensi-sendi / tulang yang menonjol sebagai antisipasi dari dekubitus. 5). Data Psikososial a). Status emosi : pengendalian emosi mood yang dominan, mood yang dirasakan saat ini, pengaruh atas pembicaraan orang lain, kesetabilan emosi. b). Konsep dari bagaimana klien melihat dirinya sebagai seorang pria, apa yang disukai dari dirinya, sebagaimana orang lain menilai dirinya, dapat klien mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan. c). Gaya komunikasi : cara klien bicara, cara memberi informasi, penolakan untuk berespon, komunikasi non verbal, kecocokan bahasa verbal dan nonverbal. d). Pola interaksi, kepada siapa klien menceritakan tentang dirinya, hal yang menyebabkan klien merespon pembicaraan, kecocokan ucapan dan perilaku, anggaran terhadap orang lain, hubungan dengan lawan jenis. e). Pola koping apa yang dilakukan klien dalam mengatasi masalah, adalah tindakan mamadaptif, kepada siapa klien mengadukan masalah f). Sosial tingkat pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, teman dekat, cara pemanfaatan waktu dan gaya hidup 6). Data Spiritual Arti kehidupan yang penting dalam kehidupan, keyakinan tentang penyakit dan proses kesembuhan, hubungan kepercayaan dengan Tuhan, ketaatan menjalankan ritual agama, keyakinan bantuan Tuhan dalam proses kesembuhan yang diyakini tentang kehidupan dan kematian. 7). Data Penunjang Pemeriskaan laboratorium, darah yaitu Hb, leukosit, trombosit, hematokrit, AGD, pemeriksaan radiologik : thorax foto, sputum dan bila perlu pemeriksaan LCS. Data penunjang untuk klien dengan TB paru yaitu : a). Pemeriksaan darah - Anemia terutama bila periode akut - Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit - LED meningkat terutama fase akut - AGD menunjukkan peninggian kadar CO2. b). Pemeriksaan radiologik Karakteristik radiologik yang menunjang diagnosis antara lain : - Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru - Bayangan yang berawan atau berbercak - Adanya klasifikasi - Kelainan yang bilateral - Bayangan menetap atau relatif menetap beberapa minggu - Bayangan milier c). Pemeriksaan Bakteriologi Ditemukannya kuman mycobacterium tuberculosis dari dahak penderita TB d). Uji Tuberkulin (Mantoux tes) Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantaoux yaitu penyuntikan melalui intrakutan menggunakan semprit tuberkulin 1 cc jarum no. 26 Uji tuberkulin positif jika indusrasi lebih dari 10 mm pada gizi baik atau 5 mm pada gizi buruk . hal ini dilihat setelah 72 jam penyuntikan. Bila uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB paru. 8). Therapi - Agen anti infeksi Obat primer : isoniazid (INH), ethambutol, rifampycin, streptomycin - Diet TKTP - Cairan rehidrasi RL 2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Ada beberapa intervensi yang dapat diambil yaitu : (SIKI, 2018 ; SLKI, 2019) : No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan 1 Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Nafas Definisi : keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak pola napas membaik dengan kriteria 1. Monitor Pola Nafas (Frekuensi, memberikan ventilasi adekuat hasil : Kedalaman Dan Usaha) Gejala dan tanda mayor : Dispnea menurun 2. Monitor Bunyi Nafas Tambahan Subjektif Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor Sputum Dispnea menurun Terapeutik Objektif Pemanjangan fase ekspirasi 4. Posisikan Semi-Fowler Atau Fowler Penggunaan oto bantu pernapasan Frekuensi napas membaik 5. Berikan Minum Air Hangat Fase ekspirasi memanjang Kedalaman napas membaik 6. Lakukan Fisioterapi Dada Pola napas abnormal (mis 7. Berikan Oksigen takipnea, bradipnea, hiperventilasi, Edukasi ussmaul, cheyne-stokes) 8. Ajarkan Teknik Batuk Efektif Gejala dan tanda minor Subjektif Ortopnea Objektif Pernapasan pursed-lip Pernapasan cuping hidung Diameter thoraks anterior-posterior meningkat Ventilasi semenit menurun Kapasitas vital menurun’ Tekanan ekspirasi menurun Tekanan inspirasi menurun Ekskursi dada berubah 2 Gangguan Pola Tidur Selama dilakukan intervensi Dukungan Tidur Definisi : keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi Gangguan kualitas dan kuantitas pla tidur membaik dengan kritria 1. Identifikasi pola aktifitas pola tidur waktu tidur akibat factor eksternal hasil : 2. Identifikasi factor pengganggu tidur Penyebab Keluhan sulit tidur menurun Terapeutik Hambatan lingkungan Keluhan sering terjaga menurun 3. Lakukan prosedur untuk meningkatkan Kurangnya kontrol tidur Keluhan tidak puas tidur menurun kenyamanan Kurangnya privasi Keluhan pola tidur berubah Edukasi Restrain fisik menurun 4. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama Ketiadaan teman tidur Keluhan istirahat tidak cukup sakit Tidak familiar dengan peralatan menurun 5. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau tidur cara nonfarmakologi lainnya Gejala dan tanda mayor : Subjektif Mengeluh sulit tidur Mengeluh sering terjaga Mengeluh tidak puas tidur Mengeluh pola tidur berubah Mengeluh istrahat tidak cukup Objektif : Tidak tersedia Gejala dan tanda minor : Subjektif : Mengeluh kemampuan beraktifitas menurun Objektif : Tidak tersedia 3 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manejemen Jalan Napas Definisi : keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi Ketidakmampuan membersihkan bersihan jalan napas meningkat secret atau obstruksi jalan napas untuk dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola Nafas (frekuensi, mempertahankan jalan napas tetap Produk sputum menurun kedalaman dan usaha) paten suara mengi/ronchi menurun 2. Monitor bunyi nafas tambahas Penyebab : gelisah klien menurun 3. Monitor sputum Spasme jalan napas frekuensi dan pola napas Terapeutik Hipersekresi jalan napas membaik 4. Posisikan semi-fowler atau fowler Disfungsi neuromuskuler 5. Berikan minum air hangat Benda asing dalam jalan napas 6. Lakukan fisioterapi dada Sekresi yang tertahan 7. Berikan oksigen Proses infeksi Edukasi Efek agen farmakologis 8. Ajarkan teknik batuk efektik Gejala dan tanda mayor Subjektif Tidak ada Objektif Batuk tidak efektif Tidak mampu batuk Sputum berlebih Mengi, wheezing,dan/atau ronkhi kering Gejala dan tanda minor Subjektif Dispnea Sulit bicara Ortopnea Objektif Gelisah Sianosis Bunyi napas menurun Frekuensi napas berubah Pola napas berubah 4 Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri Defenisi keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi Pengalaman sensorik atau emosional tingkat nyeri menurun dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, yang berkaitan dengan kerusakan hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri jaringan actual atau fungsional, Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri dengan onset mendadak atau lambat Meringis menurun dan berintensitas ringan hingga berat Gelisah menurun 3. Identifikasi factor yang memperberat dan yang berlangsung kurang dari 3 bulan Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri Penyebab Frekuensi menurun Terapeutik Agen pencedera fisiologis 4. Berikan tekhnik nonfarmakologis untuk Agen pencedera kimiawi mengurangi rasa nyeri Agen pencedera fisik Gejala dan tanda mayor Subjektif 5. Fasilitasi istirahat dan tidur Mengeluh nyeri Edukasi Objektif 6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu Tampak meringis nyeri Bersikap protektif Gelisah 7. Jelaskan strategi meredakan nyeri Frekuensi nadi meningkat Kolaborasi Sulit tidur 8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika Gejala dan tanda minor perlu Subjektif Tidak ada Objektif Tekanan darah meningkat Pola napas berubah Nafsu makan berubah Proses berpikir terganggu Menarik diri Berfokus pada diri sendiri Diaphoresis 5 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi Definisi keperawatan selama 1 x 24 maka Observasi Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk status nutrisi membaik dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi memenuhi kebutuhan metabolic hasil : 2. Identifikasi alergi makanan dan Penyebab Porsi makanan yang dihabiskan intoleransi makanan Kurangnya asupan makanan’ Berat badan membaik 3. Monitor asupan makanan ketidakmampuan menelan Indeks mssa tubuh (IMT) 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratoium makanan membaik Terapeutik Ketidakmampuan menagbsorbsi 5. Sajikan makanan secara menarik dan nutrient suhu yang sesuai Peningkatan kebutuhan 6. Berikan makanan tinggi serat metabolism Edukasi Factor ekonomi’faktor psikologi 7. Anjurkan posisi duduk, jika mampu Gejala dan tanda mayor Kolaborasi Subjektif 8. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum Tidak Tersedia makan Objektif 9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Berat badan menurun minimal 10% menentukan jumlah kalori dan jenis dibawah rentan normal nutrient yang dibutuhkan Gejala dan tanda minor Subjektif Cepat kenyang setelah makan Kram/nyeri abdomen Nafsu makan menurun Objektif Bising usus hiperaktif Otot pengunyah lemah Otot menelan melemah Membran mukosa pucat Sariawan Serum albumin turun Rambut rontok berlebih Diare 6 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manejemen Energi Defenisi keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi Ketidakcukupan energy untuk toleransi aktivitas meningkat dengan 1. Identifikasi gangguan lingkungan fungsi melakukan aktivitas sehari-hari kriteria hasil : tubuh yang mengakibatkan kelelahan Penyebab Frekuensi nadi meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional Ketidakseimbangan antara suplai Keluhan lelah menurun 3. Monitor pola dan jam tidur dan kebutuhan oksigen Dyspnea saat aktivitas menurun 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan Tirah baring Dyspnea setelah aktivitas selama melaukan aktivitas Kelemahan menurun Terapeutik Imobilitas 5. Sediakan lingkungan nyaman dan Gaya hidup yang monoton rendah stimulus Gejala dan tanda mayor 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau Subjektif aktif Mengeluh lelah Objektif Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat Gejala dan tanda minor Subjektif Dispnea saat/setelah beraktivitas Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas Merasa lemah Objektif Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas Gambaran EKG menunjukkan iskemia Sianosis 7 Risiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi Definisi keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi Beresiko mengalami pengingkatan tingkat infeksi menurun dengan 1. Monitor tanda dan gejalan infeksi terserang organisms patogenik kriteria hasil : Terapeutik Faktor Risiko Demam menurun 2. Cuci tangan sesudah dan sebelum kontak a. Penyakit kronis Kemerahan menurun dengan pasien b. Efek prosedur invasive Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptik c. Melnutrisi Bengkak menurun Edukasi d. Peningkatan paparan organisme Kadar sel darah putih menurun 4. Jelaskan tanda dan gejalan infeksi pathogen lingkungan 5. Ajarkan etika batuk e. Ketidakadekutan pertahanan Kolaborasi tubuh primer 6. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika Gangguan peristaltic perlu Kerusakan integritas kulit Perubahan sekresi pH Merokok f. Ketidakadekutan pertahanan tubuh sekunder Penurunan hemoglobin Imununosupresi Leukopenia 3. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010). Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017) 4. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2017). Menurut Setiadi (2017) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2017). DAFTAR PUSTAKA Chandra, Budiman, 2018, Kontrol Penyakit Menular Pada Manusia, Jakarta ; Egc Dhjojodibroto, Darmanto. 2016. Respiratory Medicine. Jakarta: EGC Goesasi, 2021, Rehabilitasi Medik Pada Penyakit Tb. Jakarta: Rineka cipta Mandal,dkk, 2016, Penyakit Infeksi. Jakarta; Erlangga Nastiti,2016, Pedoman Nasional Tuberkolosis Anak , Jakarta: UKK Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI Zulkoni, 2017, Parasitologi, Yogyakarta: Nuha medika