Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

A. Konsep Dasar Luka Bakar


1. Pengertian
Luka bakar (combus) adalah suatu trauma yang disebabkan oleh
panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa
dan jaringan yang lebih dalam (Padila, 2012).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Luka bakar adalah kerusakan secara langsung maupun tidak
langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai
ke organ dalam yang disebabkan kontak langsung dengan sumber panas,
yaitu api, air atau uap panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik (Majid
& Prayogi, 2013).
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal
(fase syok) sampai fase lanjut (Nugroho, 2012).

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Sistem Intergumen

Gambar 1. Anatomi Kulit


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan
mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma
ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama
reseptor, yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan
ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai
kemampuan menyerap air yang berlebihan dan mempertahankan
kelembaban dalam jaringan subkutan (Majid & Prayogi, 2013).
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai
hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini
akan hilang mealui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar
ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D. Kulit tersususn atas 3 lapisan utama, yaitu
epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1) Lapisan epidermis, terdiri atas :
a) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai
inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung keratin,
suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barrier
terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir
pathogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari
tubuh.
b) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat
telapak tangan dan telapak kaki.
c) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi
seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis
yang sejajar dengan permukaan kulit.
d) Stratum spinosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang
paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-sel terdiri dari
sel yang bentuknya poligonal.
e) Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena
sel-selnya terletak dibagian basal/basis, stratum basal
menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-
sel induk.
2) Lapisan dermis terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris). Lapisan ini
berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-
sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b) Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan lapisan
ini juga memproduksi kolagen. Dermis juga tersusun dari
pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat
serta sebasea dan akar rambut.
3) Jaringan subkutan atau hypodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini
utamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan
antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.
Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh.
b. Kelenjar Pada Kulit
1) Kelenjar sebase berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam
ruang antara folikel dan batang rambut yang akan melumasi
rambut sehingga menjadi lentur dan luak. Kelenjar keringat
ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh.
Kelenjar ini terdapat pada telapak tangan dan kaki.
2) Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
a) Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit.
Melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu
lingkungan dan suhu tubuh. Kecepatan sekresi keringat
dikendalikan oleh saraf simpatik. Pengeluaran keringat
pada tangan, kaki, aksila, dahi, merupakan reaksi tubuh
terhadap stres, nyeri dan lain-lain.
b) Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini
terdapat pada aksila, anus, skrotum, labia mayora dan
bermuara pada folikel rambut. Kelenjar ini aktif pada masa
pubertas, pada wanita akan membesar dan berkurang pada
siklus haid.
c. Fisiologi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga
hemostatis tubuh, yaitu (Majid & Prayogi, 2013) :
1) Fungsi Proteksi
Kulit melakukan proteksi terhadap tubuh dengan berbagai
cara, yaitu :
a) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan),
panas dan zat kimia. Keratin merupakan struktur yang
keras, kaku, tersusun rapi dan erat seperti batu bata di
permukaan kulit.
b) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari
permukaan kulit dan dehidrasi, selain itu juga mencegah
masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.
c) Sebum yang berasal dari kelenjar keringat mencegah kulit
dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat
bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan
kulit. Adanya sebum ini bersamaan dengan ekskresi
keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar
PH 5-6,5 yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba.
d) Pigmen melanin melindungi dari efek sinar ultraviolet
yang berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit
melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya.
Pigmen ini bertugas melindungi materi gietik dari sinar
matahari, sehingga materi ginetik dapat tersimpan dengan
baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin
maka dapat timbul keganasan.
e) Sel Nk`cerhk`s, berperan sebagai sel imun yang
protektif yang merepretasikan antigen terhadap mikroba
dan sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang
masuk melewati keratin dan sel Nk`cerhk`s.
2) Fungsi Absorbsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material
laur dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K, obat-obatan
tertentu, oksigen dan karbon doiksida. Permeabilitas kulit
terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bgian pada fungsi respirasi. Selain itu
beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCI 4 dan

merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk larut dalam


lemak, seperti korstiton, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit
dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya
kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel atau
melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis dari pada yang melalui muara
kelenjar.
3) Fungsi Ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantara dua
kelenjar, yaitu kelenjar sebase dan kelenjar keringat.
a) Kelenjar Sebasea
Merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju
lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili
berkontraksi menekan sebase sehingga sebum dikeluakan
ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut
merupakan campuran dan trigliserida, kolesterol, protein
dan elektrolit. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan
bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.
b) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400
ml air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar
keringat tiap hari. Seorang yang berkerja dalam ruangan
mengeksreksikan 200 ml keringat tambahan dan bagi orang
yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi.
Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga
merupakan sarana untuk mengeksreksikan garam,
karbondioksida dan dua molekul organik hasil pemecahan
protein, yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis kelenjar
keringat, yaitu keringat apokrin dan kelenjar keringat
merokrin.
4) Fungsi Persepsi
Kulit megandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Respon terhadap rangsangan panas diperankan oleh
badan-badan Ruffini dermis dan subkutis, sedangkan terhadap
dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di
dermis. Selanjutnya terhadap tekanan diperankan oleh badan
Paccini di epidermis.
5) Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh
Kulit berkuntribusi terhadap pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi) melalui dua cara, yaitu : pengeluaran keringat
dan menyesuaikan alian darah di pembuluh kapiler. Pada saat
suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah
banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi)
sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya,
pada saat suhu tubuh rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih
sedikit keringat dan akan mempersempit pembuluh darah
(vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh
tubuh.
6) Fungsi Pembentukan Vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivitas
prekusor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar
ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekusor
dan menghasilkan calsitrio, bentuk vitamin D yang aktif.
Calsitrio adalah hormon yang berperan dalam mengabsorbsi
kalsium dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah.
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin E sendiri,
namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan
sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap
diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula mengeksresikan
emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat
dan otot-otot di bawah kulit.

3. Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya
adalah (Majid & Prayogi, 2013) :
a. Paparan Api
1) Inkme : Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api
terbuka dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.
Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai
tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar,
sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
2) Benda panas (kontak) : Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area
tubuh yang mengalami kontak. Contohnya adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan
masak.
b. \lknds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan
dan semakin lama kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan luka percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka pada umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
c. Uap Panas
Uap panas terutama ditemukan di daerah industri atau akibat
kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas
akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran nafas distal di paru.
d. Gas Panas
Inhalasi dapat menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas
bagian atas dan obstruksi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran Listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik
yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat
menyebabkan luka bakar tambahan. Luka bakar eneltria (listrik)
disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya vontkce dan cara gelombang elektrik itu
sampai mengenai tubuh.
f. Zat Kimia
g. Radiasi
h. \u`our` sinar matahari, terapi radiasi

4. Patofisiologi
Pada dasarnya luka bakar terjadi akibat paparan suhu yang tinggi,
akibatnya akan merusak kulit dan pembuluh darah tepi maupun
pembuluh darah besar dan akibat kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan plasma sel darah, protein dan albumin, mengalami
gangguan fisiologi. Akibanya terjadilah kehilangan cairan yang massif,
terganggunya cairan di dalam lumen pembuluh darah. Suhu tinggi juga
merusak pembuluh darah yang mengakibatkan sumbatan pembuluh
darah sehingga dalam beberapa jam setelah terjadi reaksi tersebut dapat
mengakibatkan radang sistemik, maupun kerusakan jaingan lainnya.
Pada luka bakar juga dapar terjadi syok hipovolemik (burn syok).
a. Fase akut
Fase akut luka bakar disebut juga sebagai fase awal atau fase
syok. Dalam fase akut ini penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas) dan
circulation (sirkulasi). Gangguan jalan nafas tidak hanya terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderita luka bakar pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
karena panas yang berdampak pada sistemik.

b. Fase subakut
Fase subakut berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah
yang terjadi adalah adanya kerusakan atau kehilangan jaringan
akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi akan
menyebabkan :
1) Proses imflamasi dan infeksi.
2) Permasalahaan pada penutupan lukan dengan fokus perhatian
pada luka yang terbuka, jaringan epitel dan atau pada struktur
organ fungsional
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung sampai terjadinya jaringan parut
akibat luka dan permulihaan fungsi organ-organ fungsional.
Permasalahan yang muncul pada fase ini adalah adanya penyulit
berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur (Majid & Prayogi, 2013).
5. Pathway

6. Manifestasi Klinis
a. Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang
terkena dan kedalaman luka (Majid & Prayogi, 2013), yaitu :
1) Luka Bakar Derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang
terbakar menjadi merah, nyeri, sangat sensitif terhadap
sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika ditekan, daerah
yang terbakar akan memutih, belum terbentuk lepuh.
Gambar 2. Luka Bakar Derajat I

2) Luka Bakar Derajat II


Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Terjadi
kerusakan epidermis dan dermis. Kulit melepuh, dasarnya
tampak merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang
jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan
terasa nyeri.

Gambar 3. Luka Bakar Derajat II

3) Luka Bakar Derajat III


Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Seluruh
epidermis dan dermis telah rusak dan telah terjadi kerusakan
jaringan di bawahnya (lemak atau otot). Permukaannya bisa
berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan
kasar. Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar
bisa menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang
daerah yang terbakar melepuh dan rambut/bulu di tempat
tersebut mudah dicabut dari akarnya. Jika disentuh, tidak

timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah


mengalami kerusakan. Jaringan yang terbakar bisa mati. Jika
jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan
akan merembes dan menyebabkan pembengkakan.
Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar
cairan karena perembesan tersebut bisa menyebabkan
terjadinya syok. Tekanan darah sangat rendah sehingga darah
yang mengalir ke otak sangat sedikit.

Gambar 4. Luka Bakar Derajat III

b. Kedalaman Luka Bakar


1) Luka Bakar Derajat I
a) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis.
b) Kulit kering, hiperemi berupa eritema.
c) Tidak dijumpai bullae.

d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.


e) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari.
2) Luka Bakar Derajat II
Tampak bullae, dasar luka kemerahan (derajat IIA), dasar
pucat keputihan (derajat IIB), nyeri hebat terutama pada derajat
IIA. Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu
:
a) Derajat IIA dangkal (superficial)
(1) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
(2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar

keringat, kelenjar sebasea masih utuh.


(3) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat IIB dalam (deep)
(1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
(2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari
sebulan.

3) Luka Bakar Derajat III


a) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan
yang lebih dalam.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
c) Tidak dijumpai bulae.
d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena
kering letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang

dikenal sebagai eskar.


f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena
ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
g) Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses
epitelisasi spontan dari dasar luka.

Gambar 5. Klasifikasi Kedalaman Luka Bakar

c. Berdasarkan Tingkat Keseriusan Luka


1) Luka bakar ringan (minor)
a) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa.
b) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut.
c) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak
mengenai muka, tangan, kaki dan perineum).
2) Luka bakar sedang (moderate burn)
a) Luka bakar dengan luas 15 - 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %.
b) Luka bakar dengan luas 10 - 20 % pada anak usia < 10
tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %.
c) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun
dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki dan
perineum.
3) Luka bakar berat (major burn)
a) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10
tahun atau di atas usia 50 tahun.
b) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan
pada butir pertama.
c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.
d) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar.

e) Luka bakar listrik tegangan tinggi.


f) Disertai trauma lainnya.
g) Pasien dengan resiko tinggi.

Tabel 1. Manifestasi Klinik


Kedalaman Bagian Penampilan Perjalanan
Dan Penyebab Kulit Yang Gejala
Luka Kesembuhan
Luka Bakar Terkena
Derajat I Epidermis Kesemutan, Memerah, Kesembuhan
(Superfisial) : hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
tersengat (supersensivitas), ketika ditekan waktu satu
matahari, rasa nyeri minimal atau minggu, terjadi
terkena api mereda jika tanpa edema pengelupasan kulit
dengan didinginkan
intensitas rendah
Derajat II Epidermis Nyeri, Melepuh, dasar Kesembuhan
(Partial- dan bagian hiperestesia, luka berbintik- dalam waktu 2-3
Thickness) : dermis sensitif terhadap bintik merah, minggu,
tersiram air udara yang dingin epidermis retak, pembentukan
mendidih, permukaan parut dan
terbakar oleh luka basah, depigmentasi,
nyala api terdapat infeksi dapat
edema mengubahnya
Derajat IIIEpidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
(Full- Thickness)keseluruhan bakarberwarna
syok, hematuria (adanya darah dalam urin)
eskar,
dan
diperlukan pencangkok
:dermis dan putih seperti
terbakar nyalakadang bahan kulit atau
api, terkena jaringan kemungkinan pula gosong, kulit dan hilangnya
cairan mendidih subkutan hemolisis retak dengan kontur serta fungsi
dalam waktu yang lama, tersengat (destruksi
arus listriksel darah merah), kemungkinan
lemak kulit,
bagian yang terdapat luka masuk
hilangnya dan ata
jari tangan ke
tampak,
terdapat edema

Sumber : Majid & Prayogi, 2013

d. Fase-Fase Luka Bakar


1) Fase Akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), breathing (mekanisme bernafas) dan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera
atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-

72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab


kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.
2) Fase Sub Akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang
terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak
denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :
a) Proses inflamasi dan infeksi.

b) Masalah penutupan luka dengan titik perhatian pada luka


telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada
struktur atau organ-organ fungsional.
c) Keadaan hipermetabolisme.
3) Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi
parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional
Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut

yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan

kontraktur (Majid & Prayogi, 2013).


e. Luas Luka Bakar
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas
permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk
menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles
dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada
orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang
berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut
Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun

dan 1 tahun (Majid & Prayogi, 2013).

Gambar 6. Penilaian luas luka bakar dengan runm di `i`m dan


runm di Sknnklm

Wallace membagi tubuh bagian 9% atau kelipatan 9 yang


terkenal dengan nama rule of nine atau rule of Wallace, yaitu :
1) Kepala sampai leher :9%
2) Lengan kanan :9%
3) Lengan kiri :9%
4) Dada sampai prosessus sipoideus :9%
5) Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%
6) Punggung :9%
7) Bokong :9%
8) Genetalia :1%
9) Paha sampai kaki kanan depan :9%
10) Paha sampai kaki kanan belakang :9%
11) Paha sampai kaki kiri depan :9%
12) Paha sampai kaki kiri belakang :9%
Total : 100%

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan
lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.

c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan


cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat
pada retensi karbon monoksida.
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.

e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan


kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidak-
adekuatan cairan.
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa natrium.
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.

i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi


atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.

k. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau


distritmia.
l. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar (Nugroho, 2012).

8. Komplikasi
Komplikasi luka bakar, yaitu (Nugroho, 2012) :
a. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan

integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan


mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah
akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan
saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.
b. Gagal Respirasi Akut (Adult Respiratory Distress Syndrome)
c. Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi
dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.

d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling


Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan tanda-
tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea
dapat mengakibat nause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder
akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung)
dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan
atau vomitus yang berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus
curling.
e. Syok Sirkulasi
Terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan

hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang


adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,
perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan
pada tekanan darah, curah jantung, tekanan vena sentral dan
peningkatan frekuensi denyut nadi.

f. Gagal ginjal akut


Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusitasi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau
mioglobin terdektis dalam urine.
g. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal

5. Penatalaksanaan Medik
Petunjuk perawatan pasien luka bakar sebelum di rumah sakit (
pre hospital) (Majid & Prayogi, 2013), yaitu :

a. Jauhkan penderita dari sumber luka bakar.


1) Padamkan pakaian yang terbakar .
2) Hilangkan zat kimia penyebab luka bakar
3) Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
4) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan
objek yang kering dan tidak menghantarkan arus.
b. Kaji ABC (airway, breathing, circulation)
1) Perhatikan jalan nafas (airway)
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari

sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas


ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan
mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma
inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau
krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan
pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat
menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan
kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal,
endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa

menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan


nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan
sarana pembebasan jalan nafas dari sekret yang diproduksi,
memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan
laνase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi sudah

dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan


pilihan.
2) Pastikan pernafasan (breathing) adekuat
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan
dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas
tambahan ronkhi, wheezing atau stridor (Moenadjat, 2009),
Pastikan pernafasan adekuat dengan :
a) Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret

banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini


sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami
gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi
jalan nafas, bukan karena kekurangan oksigen. Hindari
pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan tekanan
karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma)

Anda mungkin juga menyukai