Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM INTEGUMEN LUKA BAKAR

A. Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Smeltzer, suzanna,
2002, dikutip oleh Amin Hudanurarif, Hardhi Kusuma.2013).
Luka bakar yaitu kerusakan secara langsung maupun tidak langsung pada jaringan kulit
yang tidak menutup kemungkinan sampai ke organ dalam yang disebabkan kontak langsung
dengan sumber panas yaitu, api, air atau uap panas, bahan kimia, radiasi, dan arus listrik
(Majid, 2013).
Luka bakar electric merupakan suatu bentuk trauma pada kulit atau jaringan lainnya
yang disebabkan oleh kontak terhadap panas atau pajanan akut lain baik secara langsung
maupun tidak langsung. Luka bakar terjadi saat sel yang ada pada kulit atau jaringan lainnya
mengalami kerusakan,Luka bakar electrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan
dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
Proses penyembuhan luka bakar bervariasi sesuai dengan derajat kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar electrik ditentukan seberapa lama dan seberapa tinggi tegangan arus
listrik terkontaminasi dengan tubuh (Singer et al., 2014).
Jadi, luka bakar electric merupakan luka yang disebabkan karena kontak langsung atau
terpapar oleh yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh terutama kulit yang memberikan
gejala tergantung luas, dan dalamnya lokasi luka.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi system intergumen
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai
fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan
tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air serta
elektroloi yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan
(Majid & Prayogi, 2013).
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolism
makanan yang memproduksi energy, panas ini akan hilang mealui kulit, selain itu kulit
yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensitensis vitamin D. Kulit tersususn atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan
jaringan subkutan.
Lapisan episermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati
dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barrier
terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir pathogen dan mencegah
kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat telapak tangan dan telapak
kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yag sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum / stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-sel terdiri dari sel yang bentuknya polygonal
(banyak sudut dan mempunyai)
e. Stratum basal / germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di
bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk.
Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris). Lapisan ini berada langsung di bawah
epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk
kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen. Dermis juga
tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan
akar rambut
c. Jaringan subkutan atau hypodermis

Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose
yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.
Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan
suhu tubuh.

d. Kelenjar Pada Kulit

Kelenjar sebase berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel
dan batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi lentur dan luak.
Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh.
Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki.

e. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit.


Melepaskan keringat sebagi treaksi peningkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh.
Kecepatan sekresi keringat dikendalikan oleh saraf simpatik. Pengeluaran keringat pada
tangan, kaki, aksila, dahi, meruakan reaksi tubuh terdapat stress, nyeri dan lain-lain.

2. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus,
skrotum ,labia mayora, dan bermuara

3. pada folikel rambut. Kelenjar ini aktif pada masa pubertas, pada wanita akan membesar
dan berkurang pada siklus haid.

C. Fisiologi Kulit

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga hemostatis tubuh diantaranya yaitu
(Majid, 2013) :

a. Fungsi proteksi

Kulit melakukan proteksi terhadap tubuh dengan berbagai cara yaitu:

1. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (Gesekan), panas, dan zat kimia.
Keratin merupakan struktur yang keras, kaku dan tersusun rap dan erat seperti batu
bata di permukaan kulit.

2. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi,
selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.

3. Sabun yang berasal dari kelenjar keringat mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengndung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit. Adanya sebum ini bersamaan dengan eksresi keringat, akan
menghasilkan mantel asam dengan kadar PH 5-6,5 yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroba. Pigmen melanin melindungi dari efek sinar ultraviolet yang
berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-
sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi gietik dari sinar matahari,
sehingga materi ginetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada
proteksu oleh melanin maka dapat timbl keganasan.

4. Sel Langerhans, berperan sebagai sel imun yang protektif yang merepretasikan
antigen terhadap mikroba, dan sel fagosit yang bertugas memfagositosi mikroba yang
masuk melewati keratin dan sel Langerhans.
b. Fungsi absorsi
1. Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material laur dalam lemak seperti vitamin
A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon doiksida. Permeabilitas kulit
terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bgian
pada fungsi respirasi. Selain itu beberaa material toksik dapat di serap seperti aseton, CCI 4,
dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti korstiton, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.
Kemampuan absorsi kulit dipengaruhi leh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolism dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel atau
melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis dari pada
yang melalui muara kelnjar
2. Fungsi eksresi
Kulit juga berfungsi dalam eksresi dengan perantara dua kelenjar eksokrinya, yaitu kelenjar
sebase dan kelenjar keringat.
a) Kelenjar sebase merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dam
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sedum dikeluarkan
ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan sebase sehingga sebum
dikeluakan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan
campuran dan trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi
menghambat pertumbuhan banteri, melumasi dan memproteksi keratin.
b) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekira 400 ml air dapat keluar dengan
cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang berkerja dalam ruangan
mengeksreksikan 200 ml keringat tambahan, san bagi orang yang aktif jumlahnya
lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merukapan sarana
untuk mengeksreksikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organic hasil
pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis kelenjar keringat yaitu
keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
3. Fungsi presepsi
Kulit megan dung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Untuk merespon
terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini dermis dan subkutis,
sedangkan terhada dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis
berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di
epidermis. Selanjutnya terhadap tekanan di perankan oleh badan Paccini di epidermis.
4. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit berkuntribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (teroregulasi) melalui dua cara yaitu:
pengeluaran keringat dan menyesuaikan alian darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu
tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar
pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas aka erbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya,
pada saat suhu tubuh rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan
mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran
panas oleh tubuh.
5. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivitas prekusor 7-dihidroksi kolesterol
dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekusor
dan menghasilkan calsitrio, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitrio adalah hormone yang
berperan dalam mengabsorsi kalsium malanan dari traktus gastrointestinal ke dalam
pembuluh darah.
6. Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin E sendiri namun belum memenuhi
kebutuhan tubuh secara kseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap
diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula mengeksresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.
D. Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah (Majid, 2013) :
a. Paparan api
Flame : Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka dan menyebabkan
cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu
b. baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan
serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
c. Benda panas (kontak) : Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar
yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya adalah
luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
d. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama kontaknya,
semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan
dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan luka percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada
kasus yang disengaja, luka pada umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
e. Uap panas
Uap panas terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh
uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran nafas distal di paru.
f. Gas panas
Inhalasi dapat menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas
akibat edema.
1. Aliran listrik
2. Cedera timbul akibat aliran listrik yang menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar
mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar
pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan. Luka bakar electrik (listrik) disebabkan
oleh panas yang digerakkan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat
ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
3. Zat kimia
4. Radiasi
5. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi
E. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi
akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas
merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan
keganasan organ dapat terjadi (Majid & Prayogi, 2013).
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan
gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.1 0 C mengakibatkan
cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang
berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium
serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial. Curah jantung akan menurun
sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya
kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan
terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi
pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah
luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen
vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar.
Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka
bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya
hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang
mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui
pada kasus luka bakar (Majid & Prayogi, 2013).
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan
meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah
sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera
akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak
memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut
tubuler dan gagal ginjal.Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber-sumber panas
kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan oleh radiasi elektromagnetik. Pada kasus luka bakar
listrik atau Electrical burn injury kerusakan diakibatkan oleh arus listrik yang masuk
ketubuh dan menjalar ke jaringan. Ekstremitas biasanya terkena kerusakan jaringan yang lebih parah
karena ukurannya lebih kecil di banding tubuh, menyebabkan arus yang besar terkumpul
diekstremitas. Luka tambahan karena listrik adalah luka bakar pada kulit pada tempat masuk dan
keluarnya arus listrik karena putaran suhu tinggi oleh aliran listrik (2,5000C) pada permukaan kulit,
luka bakar yang terjadi karena baju korban terbakar. Mungkin disertai patah tulang dan dislokasi
karena otot-otot berkontraksi akibat listrik. Luka bagian dalam biasanya termasuk kerusakan otot,
kerusakan saraf dan kemungkinan penggumpalan darah disebabkan tekanan arus listrik, kerusakan
organ dalam rongga atau perut,Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-
faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan
fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk
mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa
jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya
menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme(Majid & Prayogi, 2013).
F. Manifestasi Klinis
1. Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman
luka :
Luka bakar derajat I
2. Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah,nyeri, sangat
sensitif terhadap sentuhan dan lembab, atau membengkak.Jika ditekan , daerah yang terbakar
akan memutih, belum terbentuk lepuh Gambar 2.2 Lapisan yang terkena pada luka derajat I

G. Luka bakar derajat II

Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Terjadi kerusakan epidermis dan dermis. Kulit melepuh,
dasarnya tampak merah, atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh
warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
Gambar 2.3 Lapisan yang terkena pada luka derajat II
H. Luka bakar derajat III

Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.Seluruh epidermis dan dermis telah rusak dan telah pula
merusak jaringan di bawahnya (lemak atau otot). Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau
berwarna hitam, hangus dan kasar.Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa
menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut/
bulu ditempat tersebut mudah dicabut dari akarnya.Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena
ujung saraf pada kulit telah mengalami kerusakan.Jaringan yang terbakar bisa mati. Jika jaringan
mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan merembes dan pembuluh darah dan
menyebabkan pembengkakan.

1. Kedalaman Luka Bakar

2. Luka bakar derajat I

3. Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis

4. Kulit kering, hiperemi berupa eritema

5. Tidak dijumpai bulla

6. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

7. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

G. Luka bakar derajat II

Tampak bullae, dasar luka kemerahan (derajat IIA), dasar pucat keputihan (derajat IIB), nyeri hebat
terutama pada derajat IIA. Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

a. Derajat IIA dangkal (superficial)

b. Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.

c. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.

d. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.

I. Derajat IIB dalam (deep)


1. Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
2. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh.
3. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhanterjadi lebih dari sebulan.
 Luka bakar derajat III
 Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan
 Tidak dijumpai bulae.
 Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih
rendah dibanding kulit sekitar
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan / kematian.
J. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
Berdasarkan tingkat keseriusan luka :
a) Luka bakar ringan/minor
b) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
c) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
d) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki,
dan perineum.
K. Luka bakar sedang (moderate burn)
Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari
10 % Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 % Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada
anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
L. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka
bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
h. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
i. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertam
j. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
k. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka
bakar
l. Luka bakar listrik tegangan tinggi
m. Disertai trauma lainnya
n. Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

H. Manifestasi klinik luka bakar menurut Majid, 2013 yaitu :


Kedalama n
Dan Bagian Kulit
Penyebab Yang Penampilan Perjalanan
Luka Bakar Terkena Gejala Luka Kesembuhan
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah, menjadi Kesembuhan
(Superfisial hiperestesia putih lengkap dalam
): (supersensivitas ketika ditekan waktu satu
), rasa nyeri mereda minimal atau minggu, terjadi
tersengat jika didinginkan tanpa edema pengelupasan kulit
matahari,
terkena api
dengan
intensitas
rendah
Derajat Dua Epidermis dan Nyeri, hiperestesia, Melepuh, dasar Kesembuhan dalam
(Partial- bagian dermis sensitif terhadap luka waktu
Thickness) udara yang berbintik-bintik 2-3 minggu,
: tersiram dingin merah, epidermis pembentukan parut
air mendidih, retak, permukaan dan
terbakar oleh luka basah, depigmentasi,
nyala api terdapat edema infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat-tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering, luka Pembentukan eskar,
(Full- keseluruha n nyeri, bakar berwarna diperlukan
Thickness) dermis syok, putih seperti pencangkokan
: dan kadang- hematuria (adanya bahan , pembentukan
kadang kulit atau parut dan
terbakar nyala jaringan darah gosong, kulit hilangnya kontur
api, subkutan dalam urin) dan retak serta
terkena cairan kemungkinan pula dengan fungsi kulit,
mendidih bagian hilangnya jari
dalam waktu hemolisis (destruksi lemak tangan atau
yang lama, yang tampak, ekstrenitas dapat
tersengat arus sel terdapat edema terjadi
listrik darah

merah), kemungkinan
terdapat
luka
masuk dan
keluar (pada
luka bakar
listrik)
I. Fase - Fase Luka Bakar
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase
akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada Luka telanjang atau tidak berbaju
epitel luas dan atau pada struktur atau organ -organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi
organ- organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur

J. Luas Luka Bakar


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau Total
Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of
Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-
anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines
menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun. Wallace
membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau
rule of Wallace, yaitu:
1) Kepala sampai leher :9%

2) Lengan kanan :9%

3) Lengan kiri :9%

4) Dada sampai prosessus sipoideus :9%


5) Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%

6) Punggung :9%
7) Bokong :9%

8) Genetalia :1%

9) Paha sampai kaki kanan depan :9%

10) Paha sampai kaki kanan belakang :9%

11) Paha sampai kaki kiri depan :9%

12) Paha sampai kaki kiri belakang :9%

Total : 100%

K. Pemeriksaan Penunjang

a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah


yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera,
pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh
panas terhadap pembuluh darah.
1) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2)
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.

a. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.

b. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,


kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.

c. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan


interstisial atau gangguan pompa, natrium.

d. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.


e. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.

f. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi


ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

g. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau


luasnya cedera.

h. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia Fotografi
luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
M. Komplikasi
Komplikasi luka bakar yaitu (Amin, dkk, 2013) :
a) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume
darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi
aliran darah sehingga terjadi iskemia.
b) Gagal Respirasi Akut ( Adult Respiratory Distress Syndrome)
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas
sudah mengancam jiwa pasien.
c) Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka
bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi
sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh
darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan
tanda-tanda ulkus curling.
d) Syok Sirkulasi
Terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat
resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,
perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
e) Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat
khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
f) Gag
g) al jantung kongestif dan edema pulmonal Penatalaksanaan Medik Petunjuk perawatan
pasien luka bakar sebelum di rumah sakit (pre hospital):
1) Jauhkan penderita dari sumber Luas Bakar.
2) Padamkan pakaian yang terbakar .
3) Hilangkan zat kimia penyebab luka bakar
4) Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
5) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering
dan tidak menghantarkan arus (nonconductive).
6) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):
7) Perhatikan jalan nafas (airway)
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk akibat
edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan
mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi
(pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada
kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan
distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan
pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa
menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau
krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari sekret yang diproduksi,
memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan.
Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan
pilihan.
8) Pastikan pernafasan (breathing) adekuat
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan dan
frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor. Moenadjat
(2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
a) Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak, dapat ditambah
menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami
gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan karena
kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan
tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti terjadinya
stres oksidatif.
b) Humidifikasi
c) Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi
mukosa.
d) Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa
endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi
akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap
mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi
akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan
mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.
Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi
permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan
humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug)
dapat dilepasdan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode
endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan
terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi
jalan nafas.
(1) Rehabilitasi pernafasan
Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur
rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain :
(2) Pengaturan posisi
Melatih reflek batuk
Melatih otot-otot pernafasan.
(3) Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif
saat hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif
(4) Penggunaan ventilator
(5) Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan distresparpernafasan
secara bermakna memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive
end-expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol.

a) Kaji sirkulasi

Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar listrik yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian
sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke
dalam ruanga interstisial.Curah jantung akan menurun sebelum perubahan
yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena
berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler,
maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin
yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga
36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya
dalam tempo 6-8 jam. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan
saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran
darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan
sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan
menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar
listrik. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelum luka bakar ditutup. Selain itu juga terjadi anemia
akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai
hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas
koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa
pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui
pada kasus luka bakar listrik. Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah
sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. (Majid &
Prayogi, 2013).
Sedangkan Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar,
melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering,
nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi
dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter

yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk


mempertahankan volume sirkulasi
(1) Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur
menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no
18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan
tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
(2) Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)
Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan
merupakan parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan
yang ada dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi
pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak meningkat pada
resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya peningkatan permeabilitas
kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik, pemberian cairan yang
berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat pemberian
koloid atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai
dengan terjadinya peningkatan CVP.
(1) Kaji trauma yang lain :
Pertahankan panas tubuh
(2) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
Transportasi (segera kirim pasien ka rumah sakit)
(3) Penanganan dibagian emergensi
d. Penanganan Luka Bakar Ringan :
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri,
profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
e. Penanganan Luka Bakar Berat.
Untuk pasien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi
reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin
terjadi, resusitasi hilang), pemasangan kateter urine, pemasangan nasogastric tube (NGT),
pemeriksaan vital signsdan laboratorium, management nyeri, propilaksis tetanus, pengumpulan
data, dan perawatan luka. cairan (penggantian cairan yang hilang), pemasangan kateter urine,
pemasangan nasogastric tube (NGT),pemeriksaan vital signsdan laboratorium, management
nyeri, propilaksis tetanus, pengumpulan data, dan perawatan luka.
f. Implementasi managemen nyeri luka bakar .
Menurut teori gate control Melzack dan Wall (1965 dalam Morrison & Bennett, 2009)
menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di
sepanjang sistem saraf pusat. Saraf perifer membawa nyeri ke spinal cord dan dimodifikasi pada
tingkat spinal cord sebelum ditransmisikan ke otak. Sensasi nyeri akan dirasakan apabila impuls
atau rangsangan nyeri dari sumber nyeri berhasil dihantarkan oleh serabut saraf ke pusat nyeri di
sistem saraf pusat (otak) melalui gerebang nyeri (pain gat). Gerbang nyeri dapat ditutup dengan
cara mengaktifkan serabut saraf alfabeta melalui rangsangan raba, tekanan, sentuhan, atau
getaran pada sumber nyeri, sehingga impuls nyeri tidak diteruskan ke medula spinalis dan juga
ke otak sehingga seseorang tidak merasakan sensasi nyeri. Dan pada saat gerbang nyeri terbuka,
rangsangan nyeri dapat dihantarkan ke otak sehingga timbul rasa nyeri (Kozier, 2000).
Respon fisologis yang mengindikasikan nyeri antara lain adalah kulit
kemerahan, peningkatan keringat, tekanan darah, nadi, dan pernafasan, gelisah, dan
dilatasi pupil. Jika nyeri menetap, tubuh mulai beradaptasi dan respons tersebut
akan menurun dan stabil (Hockenberry, 2009; Potter & Perry, 2006; Smeltzer &
Bare, 2003).

Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri


meliputi kedalaman injuri, luasnya dan tahapan penyembuhan luka.
Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada tempat donor akan
terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf.
Berlawanan halnya dengan luka bakar full thickness yang tidak
mengalami rasa nyeri karena ujung-ujung superficial telah rusak.
namun demikian ujung-ujung saraf pada yang terletak pada bagian
tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor psikologis yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri adalah
kecemasan, ketakutan dan kemampuan pasien untuk menggunakan
kopingnya. Sedangkan faktor- faktor sosial meliputi pengalaman
masa lalu tentang nyeri, kepribadian, latar belakang keluarga, dan
perpisahan dengan keluarga dan rumah. Pendekatan yang lebih sering
digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan menggunakan
zat-zat farmakologik : morphine, codein, meperidine, analgesik
inhalasi (nitrous oxide). Obat antiinflamasi nonsteroid juga
dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang. Sedangkan
tindakan nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa
nyeri yang berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided
imagery, terapi bermain, tehnik relaksasi, distraksi dan terapi musik.
Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan dan menurunkan
persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan bersamaan
dengan penggunaan obat-obat farmakologik. Terapi musik sudah
banyak diteliti dan memiliki pengaruh terhadap fungsi fisiologis dan
psikologis. Musik sudah diakui dapat menjadi media dalam sebuah
terapi, yang kemudian berkembang menjadi terapi musik. Terapi
musik efektif untuk menurunkan kecemasan dan menurunkan
persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan bersamaan
dengan penggunaan obat-obat farmakologik. Berdasarkan hasil
penelitian Devi Darliana terapi musik dapat digunakan untuk
mengurangi stres psikologis (kecemasan) pasien yang menjalani
prosedur invasif, sehingga terapi musik diharapkan dapat
diaplikasikan di pelayanan kesehatan.
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif didapatkan
berdasarkan hasil wawancara baik dengan pasien ataupun orang lain, sedangkan data obyektif
diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik.
a. Pengkajian
Pengkajian menurut Majid (2013), meliputi :
1) Primary Survey
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,
sehingga harus dicek airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure terlebih dahulu.
a) Airway

Moenadjat (2009), pada luka bakar ditemukan adanya sumbatan


akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi
berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Apabila
terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda- tanda adanya trauma inhalasi adalah :
terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, sputum yang hitam.
b) Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada
untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada
trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. Kaji pergerakan
dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada
pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak.
Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling,
rhonki atau wheezing. Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.
c) Circulation
Kaji ada tidaknya penurunan tekanan darah, kelainan detak jantung
misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan
capilar refil memanjang. Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien. Luka
bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema,
pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas.

d) Disability
Moenadjat (2009), pada pasien enurunan kesadaran,
kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS
e) Exposure
Moenadjat (2009), pada pasien dengan luka bakar terdapat hipertermi
akibat inflamasi.
2) Secondary Survey
Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.
a) Monitor tanda-tanda vital
b) Pemeriksaan fisik
c) Lakukan pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat
pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien.
Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan
sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
(Emergency Nursing Association, 2007).

Keluhan Utama : Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu)


dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan
keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan pernafasan seperti bunyi
burung gagak (Kidd, 2010).
a) Riwayat Penyakit Sekarang : Mekanisme trauma perlu diketahui
karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang
tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi
(Sjaifuddin, 2006).
b) Riwayat Penyakit Dahulu : Penting dikaji untuk menetukan
apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan
kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan
infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, dan
sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau
gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal
dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera
inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal
jantung kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat
terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).

Riwayat Penyakit Keluarga : kaji riwayat penyakit keluarga yang


kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik
kepada pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC dll.
c) Review of System
(1) Aktivitas/istrahat
Tanda : penurunan kukuatan tahanan : keterbatasan rentang
gerak pada area yang sakit, gangguan massa otot perubahan
tonus.
(2) Sirkulasi
Tanda ( dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT)
hipotensi (Syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (Syok listrik).
(3) Intergritas Ego
Tanda : angietas, menangis, ketergantungab, menyangkal,
menarik diri, marah.
Gejala : masalah tentang keluarga , pekerjaan, keuangan dan
kecacatan.
(4) Eliminasi

(5) Tanda : haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat warna, mungkin
hitam kemerahan bila terjadi myoglobin mengindikasikan kerusakan otot
dalam Makanan dan cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.
(6) Neurosensori
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, penurunan reflex
tendun dalam (RTD) pada cidera ekstremitas, aktivitas kejang
(syok) . laserasi korneal, kerusakan retina, penurunan ketajaman
(syok)
Gejala : area kebas dan terbakar
(7) Nyeri/ keamanan
Gejala : berbagai nyeri contoh luka bakar derjat pertama secara
ekstrem sensitive untuk disentuh, ditekan,digerakan udara dan
perubahan suhu,luka bakar ketebalan sedang serajat dua sangat
nyeri, sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat dua
tergantung pada keluahan ujung syaraf, luka bakar derajat tiga
tidak nyeri.
(8) Pernapasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpejam laam,
(kemungkinan cidera inhalasi)

Tanda : serak, baatuk mangi, partikel karbon dalam sputum,


ketidakmampuan menelan sekresi orsng dsn sianosis indikasi
ceodera inhalsa. Pengembangan thoraks mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada. Jalan napas atas stridor /mengi
(obstruksi sehubungan dengn llaringosis spasme, edema
laringeali, bunyi napas,generic (edema paaru), strider (edema
laringeal) secret jalan napas dalam (rochi).
(9) Keamanan
Tanda : kulit umum : distraksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses thrombus
mikro vaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat,dengan pengisian kapiler lambat
kehilangan cairan/status syok.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu kesimpulan yang dihasilkan dari
analisa data (Carpenito, 2009). Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua
dari proses keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat terhadap permasalahan
kesehatan baik aktual maupun potensial. Dimana perawat mempunyai lisensi
dan kompetensi untuk mengtasinya (Sumijatun, 2010).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti
tentang masalah pasien yang nyata serta penyebabnya
dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan menurut Gordon
(1982, dalam Dermawan, 2012).
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveolar
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya obstruksi
jalan nafas
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis, biologis, zat kimia,
fisik psikologi)
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera
g. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif
h. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
i. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan tubuh
dan penurunan kekuatan otot
j. Resiko infeksi ditandai dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlindungan kulit; jaringan traumatic. Pertahanan sekunder tidak adekuat;
penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
k. Ansietas berhubungan dengan krisis situsional dengan hospitalisasi
b. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan sesuai NIC-NOC (2013) :
N DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O
1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Airway Management
gas berhubungan tindakan keperawatan status
dengan perubahan pernafasan a. Bebaskan jalan nafas
membrane kapiler seimbang antara b. Dorong bernafas dalam lama dan
alveolar konsentrasi udara dalam darah tahan batuk
arteri dengan kriteria hasil : c. Atur kelembaan udara yang sesuai
a. Menunjukkan peningkatan d. Atur posisi untuk mengurangi sesak
ventilasi dan oksigen cukup nafas
b. AGD dalam batas e. Monitor frekuensi dan kedalaman
normal nafas
c. Tanda-tanda Monitor Respirasi
vital dalam rentang normal
d. Tidak ada sianosis dan f. Monitor kecepatan, irama,
dyspnea (mampu kedalaman dan upaya bernafas
mengeluarkan sputum g. Catat pergerakan dada, lihat
mampu bernafas kesimetrisan dada, apakah
dengan mudah tidak ada menggunakan alat bantu, dan
pursed lips). adakah penggunaan alat bantu dan
retraksi otot interkosta
h. Monitoring
pernafasan, hidung, adanya suara
ngorok
i. Monitoring pola nafas, bradipneu,
takipneu, hiperventilasi, respires
kusmaul dan lain-lain
j. Palpasi kesamaan ekspansi paru
k. Perkusi dada anterior dan posterior
dari kedua paru
l. Monitor adanya kelelahan otot
diafragma
m. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan dan ketidakadanya
ventilasi dan bunyi nafas

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Airway suction


bersihan jalan keperawatan status
nafas berhubungan respirasi terjadinya a. Pastikan kebutuhan oral/tracheal
dengan adanya kepatenan jalan nafas dengan suctionic
obstruksi jalan kriteria hasil: b. Auskultasi suara nafas
nafas a. Mendemonstrasikan batuk sebelum dan sesudah suctioning
efektif dan suara nafas c. Berikan O2 dengan menggunakan
yang nasal untuk memfasilitasi suction
bersih, ada sianosis dan nasotrakeal
dispneu (mampu d. Gunakan alat yang steril setiap
mengeluarkan sputum, melakukan tindakan
mampu bernafas dengan e. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
mudah, tidak ada pursed nafas dalam setelah kateter
lips) dikeluarkan dari nasotrakeal
b. Menunjukkan jalan nafas f. Monitor status oksigen pasien
yang paten g. Ajarkan keluarga bagaimanacara
c. Mampu mengidentifikasi melakukan suction
dan mencegah factor yang Airway management
dapat menghambat jalan a. Buka jala nafas, gunakan teknik
nafas chinlift atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
d. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
e. Auskultasisuara nafas, catat adanya
suara nafas tambahan
f. Berikan broncodilator bila perlu
g. Monitor respirasi dan status O2
3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan a. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan keperawat tingkat secara komprehensif
dengan agen kenyamanan pasien (PQRST)
cedera (mis, meningkat dengan kriteria hasil: b. Kaji tanda-tanda vital
biologis, zat a. Melaporkan nyeri
kimia, fisik berkurang / hilang (skala c. Observasi reaksi non verbal dari
psikologi) 0-3) ketidaknyamanan
b. Tanda-tanda vital dalam d. Berikan posisi yang
batas normal (TD: nyaman
120/80mmHg, nadi: 80x/I, e. Anjurkan pasien untuk
suhu: 360C, P: 20x/i) mengalihkan perhatian
c. Frekuensi f. Ajarkan tentang teknik non
nyeri berkurang / hilang farmakologi
d. Ketegangan otot berkurang g. Tingkatkan istirahat
/ hilang
e. Dapat istirahat h. Kolaborasi pemberian analgetic
untuk mengurangi nyeri
f. Skala nyeri berkurang
/ menurun
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji/catat ukuran, warna,
integritas kulit keperawatan diharapkan kedalaman
berhubungan menunjukkan regenerasi luka, perhatikan jaringan
dengan agen jaringan dengan kriteria hasil: nekrotik dan kondisi sekitar luka
cedera b. Lakukan perawatan luka bakar yang
tepat dan tindakan control infeksi.
c. Pertahankan penutupan luka sesuai
indikasi
d. Tinggikan area graft bila
mungkin/tepat
e. Pertahankan posisi yang diinginkan
dan imbolisasi area bila
diindikasikan
f. Pertahankan balutan diatas area
graft baru dan sisi donor sesuai
indikasi
5. Kekurangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Cairan
volume cairan keperawatan terjadi peningkatan
berhubungan keseimbangan cairan dengan a. Monitor diare atau
Dengan kehilangan kriteria hasil: muntah Awasi tanda-tanda
cairan aktif hipovolenik (oliguria, abdominal
a. Mempertahankan urin pain, bingung)
output sesuai dengan usia b. Monitor balance cairan
dan BB, BJ urin normal,
HT normal c. Monitor pemberian cairan
b. Tanda-tanda vital dalam parental
batas normal
d. Monitor BB jika terjadi penuruna
c. Tidak ada tanda- tanda BB drastic
dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik, membrane e. Monitor tanda-tanda dehidrasi
mukosa lembab, tidak ada f. Monitor tanda-tanda vital
rasa haus yang berlebihan
g. Berkan cairan peroral sesuai
kebutuhan
h. Kolaborasi pemberian terapi
6. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment
berhubungan keperawatan menunjukan
dengan proses temperature dalam batas normal a. Monitor suhu sesering mungkin
inflamasi dengan kriteria hasil: b. Monitor susu dan kulit
a. Suhu tubuh dalam c. Tingkatan sirkulasi udara
rentang normal (360C – d. Monitor intake dan output
370C) e. Berikan antipirentik
b. Nadi dan RR dalam
rentang normal Themperatur Regulation
c. Tidak ada perubahan a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
warna kulit dan tidak b. Monitor warna dan suhu kulit
pusing c. Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
d. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
e. Tingkatan intake cairan
dan nutrisi
Vital Sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi, suhu.
Dan RR
b. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
c. Monitor sianosis perifer
d. Monitor kualitas dari nadi
7. Hambatan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat kemampuan mobilisasi
mobilitas fisik keperawatan diharapkan dengan skala 0-4
berhubungan mobilitas fisik pasien teratasi 0 : Pasien tidak tergantung pada
dengan penurunan dengan kriteria hasil: orang lain
ketahanan tubuh a. Pasien meningkat 1 : pasien butuh sedikit bantuan
dan penurunan dalam aktivitas fisik : Pasien butuh bantuan
kekuatan otot b. Mengerti tujuan dari sederhana
peningkatan mobilitas fisik
c. Memperbalisasikan 3 : Pasien butuh bantuan banyak
perasaan dalam 4 : Pasien sangat tergantung pada
meningkatkan kekuatan dan orang lain
kemampuan berpindah b. Observasi kemampuan gerak
d. Memperagakan penggunaan motoric, keseimbangan
alat bantu untuk mobilisasi c. Udah posisi pasien sen tiap 2 jam
(walker) d. Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya
e. Bantu pasien melakukan perubahan
gerak (ROM) aktif dan pasif
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain (fisioterapi)
8 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan a. Pertahankan teknik aseptic
ditandai dengan keperawatan diharapkan pasien b. Cuci tangan setiap sebelum dan
pertahanan primer tidak mengalami infeksi dengan sesudah melakukan tindakan
tidak adekuat; kriteria hasil: c. Monitor tanda dan gejala infeksi
kerusakan a. Pasien bebas dari d. Monitor adanya luka
Perlindungan kulit; tanda dan gejala e. Dorong masukan cairan
jaringan traumatic. infeksi (dolor, kalor, rubor f. Batasi pengunjung
Pertahanan dan tumor) g. Berikan terapi antibiotic
sekunder tidak b. Menunjukkan kemampuan
adekuat; untuk mencegah
penurunan Hb, timbulnya infeksi
penekanan respons c. Jumlah leukosit dalam
inflamasi baas normal (4000-
11.000/ul)
d. WBC dalam batas normal
(4.00-10.00)
e. Menunjukkan perilaku
hidup sehat
9. Ansietas Setelah dilakukan asuhan a. Bina hubungan saling percaya diri
berhubungan keperawatan kecemasan b. Kaji kecemasan keluarga pasien
dengan krisis terkontrol dengan kriteria” dan identifikasi kecemasan pada
situsional dengan a. Ekspresi wajah tenang keluarga
hospitalisasi b. Pasien mampu c. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan pada keluarga
mengungkapkan gejala d. Berikan informasi
cemas e. factual tentang diagnose dan
c. Menunjukkan tehnik untuk program tindakan
mengotrol cemas f. Anjurkan keluarga untuk
d. Vital sign dalam batas mendampingi pasien dengankan
normal keluhan keluarga ciptakan
e. Postur tubuh, ekspresi lingkungan yang nyaman
wajah, bahasa tubuh, dan g. Intruksikan keluarga untuk
tingkat aktivitas melakukan tehnik relaksasi
menunjukkan berkurangnya
kecemasan
c. Implementasi Keperawatan
Setelah dilakukan perumusan tahapan-tahapan intervensi dalam
perencanaan keperawatan, maka selanjutnya dilakukan proses implementasi,
yaitu melakukan tahapan-tahapan intervensi tersebut. Pelaksanaan
implementasi ini dilakukan dengan melibatkan pasien dan keluarga ataupun
dengan tim kesehatan lain. Pelaksanaan atau implementasi adalah fase
tindakan dari proses keperawatan yang terkait dengan pelaksanaan rencana
yang berfokus pada proses penyembuhan pasien(Anderson & McFarlane,
2007). Implementasi berguna untuk mencapai tujuan yang telah dibuat. Selain
itu, implementasi intervensi keperawatan berfungsi untuk meningkatkan,
memelihara, atau memulihkan kesehatan, mencegah penyakit, dan
memfasilitasi rehabilitasi.
d. Evaluasi
Sebagai tahap terakhir dari proses keperawatan dilakukan evaluasi
yang tidak hanya sekedar melaporkan intervensi keperawatan

telah dilakukan, namun juga untuk menilai apakah hasil yang diharapkan
sudah terpenuhi (Potter & Perry, 2009).
Majid & Prayogi (2013), Evaluasi adalah penilaian keberhasilan
rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada pasien
Combustio dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan
perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dari
keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah. Evaluasi dapat dilihat 4
kemungkinan yang menentukan tindakan yang menentukan tindakan
perawatan selanjutnya antara lain:
1. Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum
2. Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum
3. Apakah maslah sebagian terpecahkan/tidak dapat di pecahkan
4. Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM
INTEGUMEN (LUKA BAKAR)

I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
1. Nama Lengkap : Tn S
2. Jenis Kelamin : Laki – laki
3. Tgl/ Umur : 08-03-1983/ 36 tahun
4. Alamat : PL TAMPANG
5. Diagnosa : Burn Injury Grade III 6% dan grade IIb 1%
6. Keluarga yang bisa dihub : NyW
B. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada luka bagian paha dan pada tangan kanan post op amputasi,
nyeri dirasakan pada saat klien bergerak dan saat luka dibersihkan.
C. Riwayat Keluhan Utama
Pasien masuk dengan luka bakar karena tersengat listrik saat bekerja memasang baliho
riwayat penurunan kesadaran ada,riwayat mual muntah tidak ada,demam tidak ada, riwayat
operasi fasciotomi extremitas atas kanan 7 hari yang lalu di RSHB. Setelah dilakukan perawatan
selama 7 x 24 jam di RS HB, karena alat kurang memadai akhirnya klien dirujuk ke RSDSR
pada tanggal 05 November 2022. Pada saat dikaji tanggal 7 November 2022, klien terbaring di
tempat tidur, nyeri dirasakan pada saat klien bergerak dan saat ganti verban.
Terdapat nyeri tekan pada area luka bagian paha dan bagian tangan post op. tampak luka bakar
pada lengan kanan grade III dengan luas 2% , tangan kiri grade III dengan luas 2 %, paha kiri
grade IIA 1%, kaki kanan grade III dengan luas 1% dan kaki kanan grade III dengan luas 1%,
jadi luas luka bakar 7 %. Luka masih basah dan berwarna merah muda dan masih terdapat slop.
Nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk dan bersifat hilang timbul sekitar 1-3 menit dengan skala
nyeri 3 ringan (0-10) NRS
D. Pengkajian Primer
1. Airway
a. Pengkajian jalan napas
☑ Bebas Tersumbat
Trachea di tengah : ☑ Ya
Resusitasi :-
Re evaluasi :-
Masalah keperawatan : -
Intervensi/ Implementasi : -
Evaluasi :-
b. Breathing
a) Fungsi pernapasan :
(1) Dada simetris : ☑ Ya

(2) Sesak napas : Ya ☑ Tidak

(3) Respirasi : 20 x/mnt

(4) Krepitasi : Ya ☑ Tidak

(5) Suara napas :


Kanan : Ada ,jelas
Kiri : Ada , jelas
(6) Saturasi 02 : 100 %
(7) Assesment :-
(8) Resusitasi :-
(9) Re evaluasi :-
b) Masalah keperawatan :-

c) Intervensi/Implementasi :-

d) Evaluasi :-

3) Circulation

1. Keadaan sirkulasi :

(1) Tensi : 131/68 mmHg

(2) Nadi : 100 x/menit

(3) Suhu axial : 36,5oC

(4) Temperatur kulit : hangat

(5) Gambaran kulit :

(a) Warna sawo matang


(b) Nampak luka bakar pada lengan kanan grade III
dengan luas 2%

(10) tangan kiri grade III dengan luas 2 %

(a) paha kiri grade IIb 1%


(b) kaki kanan grade III dengan luas 1%
(c) kaki kanan grade III dengan luas 1%
(d) Total luas luka bakar 7%
(6) Pengisian kapiler : < 2 detik
(7) Assesment :
(8) Resusitasi : -
(9) Re evaluasi : -

5. Masalah keperawatan :
Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera
kimiawi kulit
6. Intervensi/Implementasi :-
7. Evaluasi : -
4) Disability
a) Penilaian fungsi neurologis
Kesadaran composmentis dengan GCS 15 (E4V5M6)
b) Masalah keperawatan :-
c) Intervensi/Implementasi :-
d) Evaluasi :-
5) Exposure
Penilaian Hipotermia/hipertermia

a) Tidak ada peningkatan dan penurunan suhu, dengan suhu : 36,5oC


b) Masalah keperawatan :-
c) Intervensi/Implementasi :-
d) Evaluasi :-

6. Trauma Score
2. Frekuensi pernafasan
☑10 -25 :4
25 -35 :3
> 35 :2
< 10 :1
0 :0
3. Usaha pernafasan
☑ Normal 1

Dangkal 0

4. Tekanan darah

☑ > 89 mmHg 4
70-89 :3
50-69 :2
1- 49 :1
0 :0
5. Pengisian kapiler
< 2 dtk 2
☑ > 2 dtk 1
0 :0
5. Glasgow coma score (GCS)
☑ 14 -15 :5
11- 13 :4
8 – 10 :3

5 -7 :2

3 -4 :1

Total trauma score 15

6. Reaksi Pupil
Tabel 2.3 Pengkajian reaksi pupil
Kanan Ukuran Kiri Ukuran (mm)
(mm)
Cepat 2,5 mm 2,5 mm
Kontriksi - -
Lambat - -
Dilatasi - -
Tak - -
bereaksi

7. Penilaian Nyeri
Pasien mengeluh nyeri pada daerah paha dan luka post op amputasi dan grade III dengan skala
3 (ringan) dengan menggunakan metode NRS.
Jenis nyeri : Akut d). Pengkajian Sekunder

2. Riwayat Kesehatan

S : Sign/Symtom ( tanda dan gejala) :

Pada saat pengkajian pasien mengatakan nyeri pada saat bergerak dan ganti verban, pasien nampak
Memberi respon menarik bagian yg terasa nyeri saat nyeri nya timbul, ada luka post op
amputasi ,luka bakar pada kedua tangan, kaki kanan dan paha kiri.

A : alergi

Pasien mengatakan tidak ada alergi obat dan makanan.

M : Pengobatan :

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/intravena Ketorolac 30 mg/8 jam/intravena Ranitidine 50 mg/12 jam


/intravena

Paracetamol 500 mg/8 jam/intravena jika demam Fentanyl 30 mg/intravena/8 jam

P : Riwayat penyakit:

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.


L : Makanan yang dikomsumsi terakhir,sebelum sakit : Pasien mengatakan makanan
terakhir sebelum kejadian yaitu nasi dan ikan

E : Kejadian sebelum injury/sakit:

Pasien sedang bekerja memasang baliho dan tidak sengaja memengang besi yang ternyata ada
aliran listrik dan terjatu.

3. Riwayat Dan Mekanisme Trauma


O : Onset ( seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi) : Pada saat kejadian klien
mengalami penurunan kesadaran sehingga dibawa ke Rs kendari
P : Provokatif (penyebab ) :
Kesetrum listrik tegangan tinggi
Q : Quality (kualitas ) :
Rasa terbakar
R : Radiation ( paparan) :
Pasien mengatakan merasa nyeri pada area luka bakar yaitu paha kiri dan tangan kanan.
S : Severity (tingkat keparahan) Nyeri dengan skala 3 (sedang)
T : Timing (waktu) :
Nyeri hilang timbul dengan durasi 1-3 menit

4. Tanda – Tanda Vital


a) Tekanan darah : 131/67 mmHg
b) Nadi : 100 x/menit
c) Suhu : 36,5oC
d) Pernafasan : 20 x/menit

5. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
(1) Kulit kepala
(a) Inspeksi : Rambut berwarna hitam, kulit kepala tampak bersih, dan tidak
ada ketombe.
(b) Palpasi : Teraba adanya sisa jahitan dan ada nyeri tekan
(2) Mata
(a) Inspeksi : Tidak ada perdarahan subkujungtiva, konjungtiva anemis,skelera
tampak jernih, tidak ada cedera pada kornea, dan pupil isokor.
(b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa
(3) Telinga
(a) Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak tampak adanya serumen.
(b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri tekan
(4) Hidung
(a) Inspeksi : Tampak bersih, tidak ada benjolan pada hidung, dan tidak
terdapat rinorhea.
(b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa
(5) Mulut dan gigi
(a) Inspeksi : Mukosa mulut tampak lembab, gigi
tampak bersih dan tidak terdapat stomatitis.
(6) Wajah
(a) Inspeksi : Wajah tampak pucat, tidak terdapat
luka bakar
(7) Leher
Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil.
(8) Dada/thoraks
(9) Paru-paru
(a) Inspeksi : Simetris antar kedua lapang paru, tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan, frekuensi napas : 20 x/menit
(b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
(c) perkusi: Terdengar bunyi sonor.
(d) Auskultasi: Suara napas teratur (vesicular), dan tidak ada suara napas
tambahan.
(10) Jantung
(a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
(b) Perkusi : Suara pekak, batas atas intekostal 3 kiri, batas kanan linea paasteral
kanan, batas kiri linea mid clavicularis kiri, batas bawah intercostals 6 kiri
(c) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising tidak ada, tidak ada
bunyi jantung tambahan
(11) Abdomen
(a) Inspeksi : Tidak ada ascites, warna kulit sawo matang dan tidak terdapat
luka bakar
(b) Auskultasi : Peristalti usus 12 x/menit.
(c) Palpasi :Tidak terdapat nyeri tekan
(d) Perkusi : tidak dikaji
(12) Perineum dan rektum :-
(a) Genitalia :-
(13) Ekstremitas :
(a) Status sirkulasi :Pengisian kapiler >2 detik.
(b) Keadaan injury :Nampak ada luka bakar pada daerah
(c) Paha kiri :luka bakar grade IIA dengan luas 1%
(d) Tangan kanan :Luka bakar grade III dengan luas 2%.
(e) Tangan kiri :Luka bakar grade III dengan luas 2 %.
(f) kaki kanan :Luka bakar grade III dengan luas 1%.
(g) Kaki kiri :Luka bakar grade III dengan luas 1%.
(14) Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan stimulus berupa sentuhan ringan
pada anggota tubuh.

6. Hasil Laboratorium :
a. Kimia Darah : Tanggal, 06-11-2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Koagulasi PT
INR 10.6 10-14 Detik
APTT KIMIA 1.02 -- 22.0-30.0 Detik
DARAH 35.1
Glukosa GDS Mg/dl
Fungsi ginjal 140
Ureum kreatinin
Fungsi hati 110 Mg/dl
SGOT SGPT 10-50 Mg/dl
Elektrolit L(<1.3);P(<1.1)
Natrium Kalium 29 U/L U/L
Klorida 0.77
<38 Mmol/l
<41 Mmol/l
119 Mmol/l
106
136-145
3.5-5.1
132 97-111
3.6
103
a) Darah Rutin : Tanggal, 06-11-2022

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


WBC 14,17 4.00-10.00 103/mm3
RBC
4,20 4.50-6.00 106/mm3
HGB
g/dl
HCT 11,8 12.0-16.0
%
MCV
34,6 37.0-48.0
MCH µm3
MCHC 82,4 80-97 pg
RDWcv g/dl
28,1 27.0-32.0
RDWsd %
PLT 34,1 32.0-36.0
µm3
MPV
12,0 11.0-16.0 103/mm3
PCT
µm3
PDW 36,4 39-52
%
265 150-500
%
10,1 6.0-11.0
0,27 0.150-0.500
10,6 11.0-18.0

Kesan/Saran : Leukositosis

7. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

8. Pengobatan :

Tanggal 07 oktober 2019

a) Infus RL 28 Tpm

b) Ranitidine 50 mg/intravena/ 12 jam

c) Ketorolac 30 mg/intravena / 8 jam

d) cefriaxone 1 gram /intravena/ 12 jam

e) Paracetamol 500 mg/intravena, jika demam

f) Fentanyl 30 mg/intravena/8 jam


8. Analisa Data

no Data Etiologi Masalah


DS : Agen Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri cedera
P : Nyeri akibat luka bakar
ledakan tersengat listrik.
Q : Seperti dicubit
R :Pada paha, tangan kanan kiri,
dan kaki kanan kiri
S : skala 3 (ringan)
T : Hilang timbul sekitar 1-3
menit
DO :

1. Tanda – tanda vital :

2. Tekanan Darah :131/67 mmHg


Nadi: 100 x/menit

3. Pernapasa: 20 x/menit

4. Suhu: 36,5 ºC

5. Ada luka bakar pada Pada paha

6. Skala nyeri 3 (ringan) dengan


metode NRS
DS : gangguan turgor Kerusakan Integritas
kulit kulit jaringan
Pasien mengatakan ada luka bakar
pada paha kiri, tangan kanan kiri,
dan kaki kanan kiri
DO :

1. Nampak luka bakar pada daerah:

2. Paha kiri grade IIb dengan luas


1%

3. tangan kiri grade III dengan luas


2 %,

4. tangan kanan grade III dengan


luas 2 % dan

5. kaki kanan grade III dengan


luas 1%

6. kaki kanan grade III dengan


luas 1%

Ds: Dengan Hambata mobilitas

1. Pasien mengatakan tidak ketidaknyamanan fisik

mampu bergerak secara (nyeri)

mandiri
2. Pasien mengatakan tidak
dapat berpindah tempat
Do:
1. Pasien Nampak terlihat
hanya berbaring ditempat
tidur
2. Kelurga pasien nampak
setiap aktivitas selalu dibantu
Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan


o
Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil (NOC) Keperawatan (NIC)
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan 1400. Manajemen Nyeri Aktivitas
cidera keperawatan selama 30 Keperawatan:
Domain 12 : menit, maka diharapkan 1. Observasi reaksi nonverbal
Kenyamanan pasien akan : dari ketidaknyamana n.
Kelas 1 : Kenyamanan 1. Menunjukkan Tingkat 2. Lakukan pengkajian nyeri
fisik Nyeri (2102), yang secara komprehensif
Kode : 00132 dibuktikan oleh indicator : termasuk lokasi,
4 (ringan), dan 5 (tidak karakterisitik, durasi,
ada). frekuensi, kualitas dan
2. Memperlihatkan faktor presipitasi.
Pengendalian Nyeri 3. Ajarkan teknik non
(1605), yang dibuktikan farmakologis : tekni
oleh indkator sebagai relaksasi napas dalam,
berikut : 4 (sering), dan 5 distraksi, kompres hangat.
(selalu). 4. Berikan informasi mengenai
Kriteria Hasil: nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri dirasakan.
1. Melaporkan nyeri 2210. Pemberian Analgesik
berkurang Aktivitas Keperawatan:
2. Memperlihatkan tehnik 1. Cek adanya riwayat alergi
relaksasi secara individual obat
yang efektif Mampu 2. Pilih rute pemberian
mengontrol nyeri (tahu analgesic (Intravena,
penyebab nyeri, mampu Intramuskular atau per Oral)
menggunakan teknik 3. Kolaborasi pemberian obat
nonfarmakologi untuk analgetik
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
3. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri.
4. Tidak mengalami
gangguan dalam frekuensi
pernapasan, denyut nadi,
dan tekanan darah.
2. Kerusakan Integritas Kulit/ Setelah dilakukan tindakan 3520. Perawatan Luka
jaringan berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 Aktivitas Keperawatan:
gangguan turgor kulit. jam, pasien diharapkan : 1. Persiapkan lingkungan yang
Domain 11 : Keamanan/ Menunjukkan Penyembuhan steril dan pertahankan
perlindungan Kelas 2 : Cidera Luka : Primer (1102), yang maksimum aseptic selama
fisik Kode : 00046 dibuktikan dengan indicator proses tindakan perawatan
sebagai berikut: (4-5= besar- luka
sangat besar) 2. Lepaskan balutan/ perban
Kriteria Hasil: bagian luar dengan cara
menggunting dan
1. Persentase kesembuhan membasahi dengan cairan
area luka bakar meningkat saline atau air
2. Pertumbuhan jaringan 3. Lakukan debridement luka,
granulasi meningkat sesuai kebutuhan.
4. Aplikasikan agen topical
3. Menunjukkan pemahaman Pada luka, sesuai kebutuhan
dalam proses perbaikan 5. Berikan balutan oklusif
kulit dan mencegah tanpa melakukan tekanan
terjadinya cedera berulang 6. Jaga agar luka tetap lembab
4. Warna dasar luka pink untuk membantu proses
(epitelisasi) Tidak ada penyembuhan luka.
eritema disekitar luka 7. Ajarkan keluarga untuk
menjaga kulit pasien agar
tetap kering
8. Anjurkan keluarga untuk
mobilisasi setiap 2 jam
9. Monitor kulit dan daerah
luka akan adanya tanda
kemerahan
3. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Terapi latihan:
berhubungan dengan keperawatan, selama 1 x 24 ambulasi
ketidaknyamanan Domain jam Gangguan mobilitas fisik 1. Monitoring tanda-tanda vital
Kelas 2 : Aktivitas/Olahraga teratasi: sebelum dan susah latihan
Kode : 00085 1. Gerakan sendi: aktiv dan lihat respon pesian
2. Tingkat mobilitas saat latihan
3. Perawatan diri: ADLs 2. Konsultasi dengan dengan
Kriteria Hasil: terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan
1. Klien meningkat kebutuhan
dalam aktivitas fisik 3. Bantu klien untuk
2. Mengerti tujuan dari menggunakan tongkat saat
peningkatan mobilitas berjalan dan cegah terhadap
cedera
3. Memverbalisasikan 4. Ajarkan pasien tentang tehnik
perasaan dalam ambulasi
peningkatan kekuatan dan 5. Kaji kemampuan pasien
kemampuan dalam dalam pemenuhan kebutuhan
berpindah ADLs secara mandiri sesuai
4. Memperagakan dengan kemampuan
penggunaan alat bantu 6. Damping dan bantu klien saat
untuk mobilisasi mobilisasi dan
7. Bantu pemunuhan ADLs klien
8. Berikan alat bantu jika klien
membutuhkan
9. Ajarkan klien bagaiman cara
merubah posisi
Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

07 November 2022

NO. Hari / Jam Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Hasil

1 07/11/22 09.00 1. Melakukan pengkajian S :


Nyeri akut ulang nyeri secara
komprehensif termasuk Pasien merasakan masih
lokasi, nyeri pada luka bakar di
karakterisitik, durasi, paha dan di area luka post
frekuensi, kualitas dan op amputasi, nyeri yang
faktor presipitasi. dirasakan
Hasil :Pasien seperti ditusuk-tusuk yang
merasakan masih nyeri hilang timbul, nyeri
pada luka bakar di paha bertambah berat jika pasien
dan luka post op menerakan badan dan saat
amputasi, nyeri yang dillakukan ganti verban
dirasakan O :
09.10 seperti ditusuk tusuk a. Skala 3 (ringan).
yang terus hilang timbul
jika pasien bergerak. b. Pasien nampak
2. Melakukan pemeriksaan meringis
09.12 vital sign Hasil : TD : c. Tanda – tanda
110/80 mmHg, nadi :80 vital : TD : 100/70
x/i, pernapasan : mmHg, nadi :83 x/i,
20x/menit, suhu : 36,7oC pernapasan : 20x/menit,
3. Anjurkan teknik non suhu : 36,3oC
farmakologis : teknik A : Setelah dilakukan asuhan
relaksasi napas dalam. keperawatan selama 30 menit
Hasil: Klien nampak tujuan belum tercapai (Masalah
rilex dan nyeri nyeri akut belum teratasi)
berkurang dari skala 3 P : Lanjutkan intervensi
menjadi skala 1 1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakterisitik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi.
2. Anjurkan teknik non
farmakologis: teknik
relaksasi napas dalam.
3. Berikan posisi yang
nyaman
4. Berikan informasi
mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri dirasakan
Tatalaksana pemberian
medikasi analgetik
2 07/11/2022 1. Perawatan Tirah Baring S:
Hambatan 09.10 2. Memposisikan Sesuai 1. Keluarga mengatakan
mobilitas Body Alignebt Yang semua pemenuhan
fisik Tepat Hasil : Semi kebutuhan dibantu
Fowler keluarga dan perawat
09.15 3. Membantu Mobilisasi 2. Keluarga mengatakan
Pasien Hasil :belum klien masih belum
Mampu Melakukan terlalu bisa
Secara Mendiri bergerak
09.25 4. Memberikan PosisiYang O:
Nyaman. Hasil : Posisi
3. Kebutuhan dibantu
Yang Diberikan Semi
sepenuhnya oleh
Fowler
perawat dan keluarga
11.30 5. Latihan rom : Hasil :klien
mampu mengerkan jari 4. Klien Nampak
jari tangannya sulit menggerakan
anggotan tubuhnya
A:
Setelah diberikan tindakan
keperawatan masalah hambatan
mobilitas fisik klien
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Konsultasi dengan terapi
fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
2. Kaji kemampuan pasien
dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai dengan
kemampuan
3. Damping dan bantu klien
saat mobilisasi dan bantu
pemunuhan ADLs klien
4. Ajarkan klien bagaiman
cara merubah posisi
3 07/11/22 11.05 1. Mencuci tangan 6 S :- O :
Resiko lankah dalam 5 moment 1. Pasien tidak demam
infeksi Hasil : Tangan menjadi dengan suhu 36,7oC.
bersih dan bebas dari 2. Luka masih basah
kuman 3. Pasien mengalami
11.10 2. Memonitor adanya leukositosis (WBC: 14,17
tanda dan gejala 10^3/uL)
infeksi sistemik local 4. Terdapat luka pada paha,
Hasil : WBC: tangan kanan kiri, dan kaki
14,17 10^3/uL) Nyeri kanan kiri, grade III
11.15 pada baian luka,demam 5. A : Setelah dilakukan
3. injeksi ceftriaxone asuhan keperawatan selama
1gram/intravena /12jam 20 menit resiko infeksi
Hasil : tidak ada reaksi belum teratasi
alergi P:
1. Cuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan
perawatan pasien Ajar
pasien dan keluarga
tentang tanda dan gejala
infeksi
2. Pantau hasil
laboratorium dan tanda-
tanda infeksi (demam,
udem, kemerahan)
3. Batasi jumlah
pegunjung Tatalaksana
4. pemberian antibiotic
Catatan Perkembangan Hari II 11 November 2022

Dx Hari / Jam Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Hasil

1 8/11/2022 08.00 1. Mempersiapkan lingkungan


S : Pasien mengatakan ada luka pada
kerusakan yang steril dan pertahankan
integritas maksimum aseptic selama kedua tangan, kaki kanan dan paha
kiri
kulit/jaringan proses tindakan perawatan
luka O:
2. Hasil : Perawat memakai
APD yang on dan steril Nampak luka bakar pada daerah :
3. Melepaskan balutan/ perban a. paha grade IIA dengan
08.10 bagian luar dengan cara luas 1%
menggunting dan membasahi b. tangan kiri grade III
dengan cairan saline atau air dengan luas 2%
Hasil : Verban dibuka secara c. tangan kanan grade III
perlahan dan disirami air dengan luas 2% dan
agar pasien tidak merasa d. kaki kanan grade III
kesakitan dengan luas 1%
4. Memonitor warna dasar luka e. kaki kiri grade III dengan
dan luas luka Hasil : Luka luas 1%
masih basar, warna nampak A : Setelah dilakukan asuhan
08.1 pucat dan terdapat jaringan keperawatan selama 30-45 menit
nekrotik. Nampak luka bakar masalah kerusakan integritas
5 pada daerah : jaringan belum Teratasi
• paha grade IIA dengan P : Lanjutkan intervensi
luas 1% a. Persiapkan lingkungan yang
• tangan kiri grade III steril dan pertahankan
denganluas 2% maksimum aseptic selama
• tangan kanan grade III proses tindakan perawatan luka
denganluas 2% dan b. Lepaskan balutan/ perban
• kaki kanan grade III bagian luar dengan cara
denganluas 1% kaki kiri menggunting dan membasahi
grade III dengan luas dengan cairan saline atau air
1% c. Lakukan debridement luka,
5. Melakukan debridement luka, sesuai kebutuhan.
sesuai kebutuhan. d. Aplikasikan agen topical pada
Hasil : Luka dibersihkan luka, sesuai kebutuhan
dengan cairan Nacl 0,9% e. Berikan balutan oklusif tanpa
6. Mengaplikasikan agen melakukan tekanan
topical pada luka, sesuai f. Jaga agar luka tetap lembab
kebutuhan untuk membantu proses
Hasil : Luka telah diberikan penyembuhan luka.
salep zulfadizine g. Ajarkan keluarga untuk
7. Memberikan balutan oklusif menjaga kulit pasien agar tetap
tanpa melakukan tekanan kering
Hasil : Telah dibalut dengan h. Anjurkan keluarga untuk
kassa dan verban elastis mobilisasi setiap 2 jam
yang tidak terlalu ketat i. Monitor kulit dan daerah luka
8. Mengajurkan keluarg akan adanya tanda kemerahan
untuk menjaga kulit pasien
agar tetap kering dan bersih
Hasil : Keluarga pasien
mengerti tentang yang
diajarkan dan mengerti tehnik
aseptic sebelum menyentuh
Pasien
2 selasa , 08 09.1 1. Melakukan pengkajian ulang S:
oktober 2019 8 nyeri secara komprehensif Pasien merasakan masih nyeri pada
nyeri akut termasuk lokasi, karakterisitik, luka bakar di paha dan luka post op
durasi, frekuensi, kualitas dan amputasi, yang dirasakan seperti
faktor presipitasi. Hasil: Pasien ditusuk-tusuk yang hilang timbul,
merasakan masih nyeri pada nyeri bertambah berat jika
luka bakar di paha dan luka post pasien bergerak dan saat dillakukan
op amputasi, nyeri yang ganti verban
dirasakan seperti ditusuk tusuk O:
yang terus hilang timbul jika a. Skala 3 (ringan).
pasien bergerak. b. Pasien Nampak
2. Anjurkan teknik non
farmakologis: teknik relaksasi
c. Meringis
09.2 napas dalam. Hasil: Klien d. TD : 110/80 mmHg, nadi :80
3 nampak rilex dan nyeri x/i, pernapasan: 20x/menit,
berkurang dari skala 3 menjadi suhu : 36,7oC
skala 1 A : Setelah dilakukan asuhan
3. Melakukan pemeriksaan vital keperawatan selama 30 menit tujuan
sign Hasil: TD: 110/80 mmHg, belum tercapai (Masalah nyeri akut
nadi:80 x/i, pernapasan: belum teratasi)
20x/menit, suhu : 36,7oC P : Lanjutkan intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakterisitik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
b. Anjurkan teknik non
farmakologis : teknik relaksasi
napas dalam.
c. Berikan posisi yang nyaman
d. Berikan informasi mengenai
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri dirasakan
e. Tatalaksana pemberian
medikasi analgetik
3 08/11/2022 Perawatan Tirah Baring S : Pasien mengatakan tidak dapat
hambatan 10.3 1. Memposisikan Sesuai Body berpindah tempat
mobilitas fisik 5 Alignebt Yang Tepat Kelurga pasien
Hasil : Semi Fowler mengatakan setiap aktivitas selalu
2. Membantu Mobilisasi Pasien dibantu
10.3 Hasil :belum Mampu O : Pasien tampak hanya berbaring
7 Melakukan Secara Mendiri ditempat tidur
3. Memberikan Posisi Yang Aktivitas pasien
Nyaman. Hasil : Posisi Yang nampak dibantu keluarga
10.4 Diberikan Semi Fowler seperti mau makan, mau bangun
3 4. Latihan rom : dari tempat tidur ke posisi tidur
Hasil : klien mampu A : Hambatan mobilitas fisik
mengerkan jari jari tangannya Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam,
10.4 pasien akan
5 menunjukkan mobilisasi dengan
kriteria hasil : mobilisasi
Penampilan posisi tubuh
gangguan sedang
P : Lanjutkan intrvensi
Perawatan tirah baring
dan gejala infeksi

3. Pantau hasil
laboratorium dan
tanda-tanda infeksi

(demam, udem,
kemerahan)
4. Batasi jumlah
pegunjung Tatalaksana
pemberian antibiotic
Catatan Perkembangan Hari III Rabu, 09 oktober 2019

Dx Hari / Jam Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Hasil
1 Rabu , 09 09.00 1. Melakukan S:
oktober 2019 pengkajian ulang Pasien merasakan
nyeri masih nyeri pada luka bakar di
secara komprehensif paha dan di area luka post op
termasuk lokasi, amputasi, nyeri yang dirasakan
karakterisitik, durasi, seperti
frekuensi, kualitas dan ditusuk-tusuk yang hilang timbul,
faktor presipitasi. nyeri bertambah berat jika pasien
09.10 Hasil :Pasien menerakan badan dan saat
merasakan masih dillakukan ganti verban
O:
nyeri pada luka bakar - Skala 3 (ringan).
09.12 di paha - Pasien nampak meringis
dan luka - Tanda – tanda vital : TD : 110/80
post mmHg, nadi :83 x/i,
op amputasi, nyeri pernapasan : 20x/menit, suhu
yang dirasakan seperti : 36,3oC
A : Setelah dilakukan asuhan
ditusuk tusuk keperawatan selama 30 menit
tujuan belum tercapai (Masalah
yang nyeri akut belum teratasi)
terus hilang P : Lanjutkan intervensi1,2,3,4,5
timbul jika pasien
bergerak.
2. Melakukan pemeriksaan
vital sign
Hasil : TD :
100/80 mmHg
nadi :80 x/i pernapasan : pengkajian nyeri
20x/menit secara komprehensif termasuk
suhu : 36,7oC lokasi, karakterisitik,
3. Anjurkan teknik non durasi, frekuensi, kualitas
farmakologis : dan faktor presipitasi.
teknik relaksasi napas 2. Anjurkan teknik non
dalam. Hasil: farmakologis
Klien : teknik relaksasi napas dalam.
nampak rilex 3. Berikan posisi yang
dan nyeri berkurang dari nyaman
skala 3 menjadi
skala 1
4. Berikan informasi
mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri dirasakan
5. Tatalaksana
pemberian
medikasi
Analgetik
2 Rabu , 09 740 awatan S:
oktober 2019 09.10 Tirah Baring
Hambatan 1. Memposisikan Sesuai  Keluarga
mobilitas Body Alignebt mengatakan
Yang
09.15 semua
Pemenuhan
fisik Tepat kebutuhan dibantu keluarga
Hasil : Semi dan perawat
09.25 Fowler  Keluarga mengatakan
2. Membantu klien masih belum
Mobilisasi terlalu bisa bergerak
Pasien O:
11.30 Hasil :belum Mampu
Melakukan Secara  Kebutuhan dibantu
Mendiri sepenuhnya oleh
3. Memberikan Posisi perawat dan
Yang keluarga
Nyaman.  Klien Nampak
Hasil : Posisi Yang sulit menggerakan
Diberikan Semi anggotan tubuhnya
Fowler A:
4. Latihan rom : Hasil : Setelah diberikan tindakan
klien mampu keperawatan masalah hambatan
mengerkan jari mobilitas fisik klien teratasi
jari tangannya P : Lanjutkan intervensi
1. Konsultasi
dengan dengan terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
2. Kaji kemampuan
pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs
secara mandiri
sesuai dengan kemampuan
3. Damping dan bantu
klien saat mobilisasi
dan bantu pemunuhan
ADLs klien
4. Ajarkan klien bagaiman
cara merubah posisi
3 Rabu , 09 11.05 1. Mencuci tangan 6 S :- O :
oktober 2019 lankah dalam 5  Pasien tidak demam
Resiko infeksi moment dengan suhu
Hasil : Tangan menjadi 36,7oC.
bersih dan bebas dari
11.10 kuman
 Luka masih basah
 Pasien mengalami
2. Memonitor adanya leukositosis (WBC: 14,17 10^3/uL)
11.15 tanda dan  Terdapat luka pada paha,
gejala infeksi sistemik tangan kanan kiri, dan kaki
local Hasil : WBC: kanan kiri, grade III
14,17 10^3/uL) Nyeri A : Setelah dilakukan asuhan
pada baian luka keperawatan selama 20 menit
3. injeksi resiko infeksi belum teratasi
ceftriaxone P:
1gram/intravena 1. Cuci tangan
/12jam
sebelum dan
Hasil : tidak ada reaksi sesudah setiap kegiatan perawatan
alergi
pasien
2. Ajar pasien dan
keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi
3. Pantau hasil
laboratorium dan
tanda-tanda infeksi
(demam,
udem, kemerahan)
4. Batasi jumlah
Pegunjung Tatalaksana
pemberian antibiotic
DAFTAR PUSTAKA

American Burn Association. 2014. Burn Incidence and Treatment in the United
States : 2015. Chicago : ABA.
http://www.ameriburn.org/resources_factsheet.php. Diakses 20 oktober 2019.

Amin, dkk. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Publishing.
Brunner, Suddarth. 2010. Textbook of medical surgical nursing. Edisi ke- 1.USA:
Lippincott.
Darma, E. 2017. Analisis Praktik Klinik Keperawatan dengan Intervensi Inovasi
Pemberian Aromaterapi Mawar dan Terapi Murottal Al-Quran Terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur pada Pasien An. D dengan Combustio di Ruang
Picu RSUD Abdul Wahab Sjahranie Tahun
2017.https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/251/KIAN.pdf
?sequence=1&isAllowed=y. Diakses 20 oktober 2019. .

Hardi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis


NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Media Action.
Leong M, Philips LG. 2012. Wound Healing. Dalam : Townsend CM, Beauchamp
RD, evers BM, Mattox KL, Sabiston textbook of surgery. Edisi ke 19. Canada :
Elsevier
Majid Abdul, Prayogi. 2013. Buku pintar perawatan pasien luka bakar.
Yogyakarta : Gosyem Publishing.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Mesche AL. 2016. Sistem Integumen. Dalam : Teks dan Atlas Histologi Dasar
Junquiera. 309–24.
Raihanah, S., & Andrayani, D. E. 2017. Tata Laksana Nutrisi Pada Pasien Luka
Bakar Listrik. 1 –13
Ulima, L., Wulan, J.r., & Prabowo, A. Y. 2017. Pengaruh Binahong terhadap Luka
Bakar Derajat II.
Vidianka, R. 2015. Potency Of Honey In Treatment Of Burn Wounds.
Lampung University.

Wilkinson, Skinner. 2007. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai