Oleh :
JURUSAN KEPERAWATAN
1. DEFINISI
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, dan
menginformasikan kita dari lingkungan sekitar.
2. ANATOMI
a. Struktur Kulit
Kulit merupakan pelindung tubuh, dimana setiap bagian tubuh luas dan
tebalnya kulit berbeda. Luas kulit orang dewasa adalah 1,5 - 2 m2 , sedangkan
tebalnya antara 1,5 – 5 mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin,
suhu, dan keadaan gizi. Kulit paling tipis pada kelopak mata, penis, labium
minor dan bagian medial lengan atas, sedangkan kulit tebal terdapat di telapak
tangan dan kaki, punggung, bahu, dan bokong. Selain sebagai pelindung
terhadap cedera fisik, kekeringan, zat kimia, kuman penyakit, dan radiasi, kulit
juga berfungsi sebagai pengindra, pengatur suhu tubuh, dan ikut mengatur
peredaran darah. Pengaturan suhu dimungkinkan oleh adanya jaringan kapiler
yang luas di dermis (vasodilatasi dan vasokonstriksi), serta adanya lemak
subkutan dan kelenjar keringat. Keringat yang menguap di kulit akan
melepaskan panas tubuh yang dibawah ke permukaan oleh kapiler.
Berkeringat ini juga menyebabkan tubuh kehilangan air (insesible water loss),
yang dapat mencapai beberapa liter sehari. Faal perasa dan peraba dijalankan
oleh ujung saraf sensoris, Vater Paccini, Meissner, Krause, Ruffini yang
terdapat di dermis
b. Bagian-bagian dalam kulit
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium,
dan jaringan subkutan atau subkutis.
a) Epidermis
Epidermis terbagi atas lima lapisan.
1) Lapisan tanduk atau stratum korneum yaitu lapisan kulit yang paling
luar yang terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti
dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2) Stratum lusidum yaitu lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
berubah menjadi eleidin (protein). Tampak jelas pada telapak tangan
dan kaki.
3) Lapisan granular atau stratum granulosum yaitu 2 atau 3 lapisan sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya.
Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak jelas pada telapak
tangan dan kaki.
4) Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Nama lainnya adalah pickle
cell layer (lapisan akanta). Terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk
poligonal dengan besar berbedabeda karena adanya proses mitosis.
Protoplasma jernih karena mengandung banyak glikogen dan inti
terletak ditengah-tengah. Makin dekat letaknya ke permukaan bentuk
sel semakin gepeng. Diantara sel terdapat jembatan antar sel
(intercellular bridges) terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau
keratin. Penebalan antar jembatan membentuk penebalan bulat kecil
disebut nodus bizzozero. Diantara sel juga terdapat sel langerhans.
5) Lapisan basal atau stratum germinativium. Terdiri dari sel berbentuk
kubus tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal, berbaris
seperti pagar (palisade),mengadakan mitosis dari berbagai fungsi
reproduktif dan terdiri dari :
a) Sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain dengan jembatan
antar sel.
b) Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel
berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan
mengandung butiran pigmen (melanosomes).
b) Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas
jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas
terjalin rapat (pars papillaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih
lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars retucularis mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
c) Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis) Jaringan subkutan
merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara jaringan
subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah liposit
yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf,
pembuluh darah dan limfe, kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan
subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah
penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi
c. Fisiologi Kulit
2) Penerima rangsang Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang
berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit
sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.
3) Pengatur panas atau thermoregulasi Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan
konstruksi pembuluh kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf
otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau
sekitar 36,50 C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat
kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur
panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas
akan hilang dengan penguapan keringat.
A. DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi)
dan keluhan gatal.
Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis (peradangan kulit ) yang disertai adanya
spongiosis edema interseluler pada epidermis karena berinteraksi dengan bahan-bahan
kimia yang berkontak atau terpajan kepada kulit.1,2Dermatitis kontakterbagi menjadi
dua yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.
a. Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit non-
imunologik yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa di dahului proses
pengenalan/sensitisasi.
b. Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan penyakit kulit yang disebabkan
oleh agen eksternal yang bertindak sebagai antigen atau alergen tertentu, dan
menghasilkan reaksi imunologi tipe IV yang merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini cenderung melibatkan kulit di sekitar
paparan berada dan bahkan dapat menyebar didaerah lain pada permukaan
kulit.
B. ETIOLOGI
a) Dermatitis kontak
- Dermatitis kontak toksis akut.suatu dermatitis yang di sebabkan oleh iritan primer
kuat/absolut.Contoh H2SO4,KOH,racun serangga
d) Dermatitis statis .suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering
meninggalkan bekas,yang disebabkan penimbunan darah dan cairan dibawah
kulit,sehingga cendrung terjadi varises dan edema.
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti respons imun yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe
IV, atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase,
yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
I. Fase sensitisasi Hapten yang masuk kedalam epidermis melewati stratum
korneum akan ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan
diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasi
pada molekul HLA-DR untuksmenjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel
Langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai
makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Akan
tetapi,setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat
iritan, keratinosit akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan
sel Langerhans dan mampu menstimulasi sel-T. Aktivasi tersebut akan
mengubah fenotip sel Langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin
tertentu (misalnya IL-1) serta ekpresi molekul permukaan sel termasuk
MHC klas I dan II, ICAM-1, LFA-3, dan B7. Sitokin proinflamasi lain
yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF, yang dapat mengaktifasi sel-
T makrofag dan granulosit, menginduksi perubahan molekul adhesi sel dan
pelepasan sitokin serta juga meningkatkan MHC kelas I dan II. TNF
menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar
sel Langerhans melewati membran basalis bermigrasi kekelenjar gentah
bening setempat melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel
langerhans mempresentasikan kompleks antigen HLA-DR kepada sel T
penolong spesifik, yaitu sel T yang mengekspresikan molekul CD4 yang
dapat mengenali HLA-DR yang di presentasikan sel Langerhans, dan
reseptor sel T CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses.
Keberadaan sel T spesifik ini ditentukan secara genetik. Sel Langerhans
mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T untuk mensekresi IL-2 dan
mengekpresi reseptor IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi
proliferasi dan diferensiasi sel T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak
dan berubah menjadi sel T memori (sel T teraktivasi) yang akan
meninggalkan kelenjar getah bening dan akan beredar ke seluruh tubuh.
Pada saat tersebut individu telah tersensitisasi. Fase ini rata-rata
belangsung selama 2-3 minggu.
Menurut konsep ‘danger’ signal, sinyal antigenik murni suatu hapten
cenderung menyebabkan toleransi, sedangkan sinyal iritan menimbulkan
sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada
adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri,
ambang rangsang yang rendah terhadap renspons iritan, bahan kimia
inflamasi pada kulit yang meradang, atau kombinasi ketiganya. Jadi
danger sinyal yang menyebabkan sensitisasi tidakhanya berasal dari sinyal
antigenik sendiri, melainkan juga dari sifat iritasi yang menyertainya.
Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
II. Fase elisitasi Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi
pada pajanan ulang alergen (hapten) yang sama atau serupa (pada reaksi
silang). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel
Langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh
HLA-DR kemudian diekspresikan dipermukaan sel. Selanjutnya kompleks
HLA-DR antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah
tersensitisasi (sel T memori) baik di kulit maupun dikelenjar limfe
sehingga terjadi proses aktivasi. Dikulit proses lebih kompleks dengan
hadirnya berbagai sel lain. Sel Langerhans mengekskresi IL-1 yang
merangsang sel T untuk memproduksi IL-2R dengan mengekpresi IL-2
yang akan menyebabkan proliferasi ekspansi populsi sel T di kulit. Sel T
teraktifasi mengeluarkan IFN- yang akan mengaktifkan keratinosit untuk
mengekspresi ICAM-1 dan HLA-DR. Adanya ICAM-1 memungkinkan
keratinosit untuk berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain mengekspresi
molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk
berinteraksi langsung dengan sel T CD4+, dan juga memungkinkan
presentasi antigen kepada sel tersebut. Keratinosit menghasilkan juga
sejumlah sitokin antaralain IL-1, IL- 6,TNF dan GMCSF, semuanya
dapat mengaktivasi sel T. IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk
menghasilkan eikosanoid. Sitokin dan eikosanoid ini akan mengaktifkan
sel mast dan makrofag. Sel mast yang berada di dekat pembuluh darah
dermis akan melepaskan antara lain histamin, berbagai jenis faktor
kemotatik, PGE2 dan PGD2, dan leukotrien B4 (LTB4) eikosanoid baik
yang berasal dari sel mast (prostaglandin) maupun dari keratinosit atau
leukosit akan menyebabkan dilatasi vaskular dan meningkatkan
permeabilitas sehingga molekul terlarut seperti komplemen dan kinin
mudah berdifusi kedalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor
kemotaktik dan eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel darah
lain dari pembuluh darah masuk kedalam dermis. Rentetan kejadian
tersebut akan menimbulkan respons klinik DKA. Fase elisitasi umumnya
berlangsung antara 24-48 jam
E. KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat adan pemeriksaan
klinis yang teliti. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika,
berbagai bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah
dialami, riwayat atopi, baik yang dari bersangkutan maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan
kulit sering kalidapatdiketahui penyebabnya. Misalnya ketiak oleh deodoran;
dipergelangan tangan oleh karena jam tangan; dikedua kaki oleh karena
sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat cukup terang, pada
seluruh permukaan kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena
berbagai sebab endogen. Ada beberapa uji kulit yang dapat di lakukan seperti: uji
tempel tertutup, uji tempel terbuka, uji pemakaian (use test), uji goresan (scratch
test), uji intradermal, uji foto (fotopatch test). Uji tempel kulit dilakukan dengan
alergen standard dengan konsentrasi tertentu. Alergen ditempelkan pada kulit
punggung dan hasilnya dibaca setelah 48 jam dan 72 jam kemudian. Untuk
menghindari reaksi negatif semu, hasil dapat dibaca lagi setelah 6 atau 7 hari. Uji
tempel kulit yang terbuka dilakukan untuk mengetahui DKA. Uji tempel biasanya
dilakukan 4 minggu setelah dematitisnya hilang.
Diagnosis DKI didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan klinis.
DKI akut lebih mudah diketahui karena terjadi lebih cepat sehingga pasien pada
umumnya masih ingat apayang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis
terjadi lebih lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga
terkadang sulit untuk di bedakan dengan dermatitis kontak alergik.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan terpenting pada DKI adalah mengindari pajanan bahan iritan yang
menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta
menyingkirkan faktor yang memperberat.Apabila diperlukan, untuk mengatasi
peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau
untuk kelainan yang kronis dapat diawali kortikosteroid dengan potensi kuat. Bila
lesi akut (kulit bengkak dan basah) dapat diberikan kompres dengan liquor
Burowi 1:2 tiap dua jam sekali.
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan pajanan ulang dengan alergen penyebab. Kortikosteroid dapat
diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan DKA akut. Misalnya
diberikan Prednison 30 mg/harI.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
4) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
d. POLA FUNGSIONAL GORDON
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu
aktivitas pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
- Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan
malam)
- Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau
alergi
- Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
- Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang
mengandung vitamin antioksidant
3) Pola eliminasi
-Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya
-Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
-Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu
untuk miksi dan defekasi.
4) Pola aktivitas/olahraga
-Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.
-Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena
yang terganggu adalah kulitnya
-Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5) Pola istirahat/tidur
-Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
-Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang
berhubungan dengan gangguan pada kulit
-Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
6) Pola kognitif/persepsi
- Kaji status mental klien
-Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
-Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi
penyebab kecemasan klien
-Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
- Kaji apakah klien mengalami vertigo
-Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.
7) Pola persepsi dan konsep diri
-Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah
kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
-Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau
takut
-Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8) Pola peran hubungan
-Tanyakan apa pekerjaan pasien
-Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan,
teman, dll.
-Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien
9) Pola seksualitas/reproduksi
-Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
-Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause
-Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan
seks
10) Pola koping-toleransi stress
-Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan
diri )
-Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress
atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.
11) Pola keyakinan nilai
-Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta
seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada
Tuhannya lebih berfikiran positif.
2. DIAGNOSA
3. INTERVENSI
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dengan kurang terpapar informasi
tentang upaya untuk mempertahankan integritas kulit.
a.Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
b.Anjurkan menggunakan pelembab seperti (mis,lotion,serum)
c.Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
d.Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
2. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
a. .monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematis
b. Berikan perawatan kulit pada area edema
c. Ajarkan cara memeriksa luka
4. IMPLEMENTASI
Setelah menyusun rencana keperawatan, maka langkah berikutnya adalah penerapan
atau implementasi. Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berabagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien
5. EVALUASI
Langkah berikutnya adalah membuat evaluasi, Evaluasi merupakan langkah terakhir
dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia