Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN LUKA BAKAR


DI RUANG BURN UNIT RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh :
Vabeladita Devi Anindika (P27820715029)

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
DI RUANG BURN UNIT RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

A. Definisi
Luka Bakar adalah kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia,
serta sengatan matahari (sunburn) (Moenadjat, 2001).
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu, serta merupakan suatu jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak
awal (fase syok) sampai fase lanjut (Potter & Perry, 2006).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth,
2002).
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung,
juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau
akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah
tangga (Sjamsuidajat, 2004)

B. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002) luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber panas ke
tubuh melelui hantaran atau radiasi, berikut adalah beberapa penyebabnya antara lain:
1. Luka bakar Thermal (Thermal Burns)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api ketubuh
(flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
2. Luka bakar Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan
dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk
keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
3. Luka bakar Radiasi (Radiation Exsposur)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini
sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia
kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
4. Luka bakar Elektrik (Elektrik Exsposur)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
C. Anatomi kulit

Kulit adalah suatu pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya yaitu 15% dari berat
tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan kulit
terluar biasa disebut lapisan ari atau epidermis, di bawah lapisan ari adalah lapisan jangat atau
dermis, dan lapisan terdalam dari kulit adalah lapisan lemak atau hypodermis.
1. Epidermis
Terbagi atas beberapa lapisan yaitu :
a. Stratum basal
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena selselnya
terletak dibagian basal. Stratum germinativum menggantikan
sel-sel di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
b. Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.
c. Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel
tersebut hanya terdapat 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan
kulit.
d. Stratum lusidum
Langsung dibawah lapisan korneum, terdapat sel-sel gepeng tanpa
inti dengan protoplasma.
e. Stratum korneum
Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak mempunyai
inti sel dan mengandung zat keratin.
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh
membran basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak
jelas hanya yang bisa dilihat sebagai tanda yaitu mulai terdapat sel lemak pada bagian
tersebut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum
papilar) dan bagian bawah pars retikularis (stratum retikularis).
3. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan
serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan inti yang
terdesak kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak disebut
penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat.
Fungsi penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau pegas bila terdapat
tekanan trauma mekanis pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu,
penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Dibawah subkutis terdapat
selaput otot kemudian baru terdapat otot. Vaskularisasi kulit diatur oleh dua pleksus,
yaitu pleksus yang terletak dibagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak
di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang terdapat pada dermis bagian atas
mengadakan anastomosis di papil dermis, sedangkan pleksus yang di subkutis dan di
pars retikular juga mengadakan anastomosis, dibagian ini pembuluh darah berukuran
lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening
(Djuanda, 2003).
4. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.Kelenjar kulit
terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit.Terdapat 2
macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang berukuran kecil, terletak dangkal
pada bagian dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar,
terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003).

D. Fungsi kulit
1. Fungsi Proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut:
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya.
2. Fungsi Absorbsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A, D,
E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda, 2007).
Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat
diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010).
3. Fungsi Ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut
dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen (Harien, 2010).
Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi
keratin (Tortora dkk., 2006).
b. Kelenjar Keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar
dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda, 2007). Selain
mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil
pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006).
4. Fungsi Sensori
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda,
2007). Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (Termoregulasi)
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda,
2007). Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis.
6. Fungsi pembentukan vitamin D
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi
kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap
diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Djuanda, 2007).

E. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada
tubuh. Panas dapat dipindahkan le-at hantaran atau radiasielektromagnetik. Destruksi Jaringan
terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atauionisasi isi sel. kulit dan mukosa saluran nafas
atas merupakan lokasi destruksi jaringan. jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent.
Nekrosis dankeganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak
dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.1˚
mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh
luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh
asehiperdinamik serta hipermetabolik. kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat
adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intra:askuler kedalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat
dengan jelas. karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka
curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf
simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut
nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Umumnya
jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36
jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan
cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. karena
edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar.
kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok
luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi.
Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai
sebagai akibat destruksi sel mass. Hipokalemia dapat terjadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel
darahmerah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas
koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin
memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. pada luka bakar berat, konsumsioksigen oleh
jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme danrespon lokal. fungsi renal
dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya :olumedarah. Destruksi sel-sel darah merah pada
lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus
renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul
nekrosis akuttubuler dan gagal ginjal. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan
pelepasan factor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum,gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. imunosupresi membuat pasien luka bakar
bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkanketidakmampuan
pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah,
tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme

Pathway Luka Bakar


F. Fase luka bakar
Dalam perjalanan penyakitnya, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas) hal ini dikarenakan adanya eskar
melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks, breathing (mekanisme bernafas),
dan circulation (sirkulasi). Gangguan jalan nafas tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan
akibat cedera inhalasi dalam 48–72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi yang berlangsung sampai 21 hari. Masalah
utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan
Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan
dampak atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang
bermula dari kerusakan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan proses inflamasi dan infeksi, masalah penutupan luka dengan titik perhatian
pada luka terbuka atau tidak dilapisi epitel luas dan atau pada struktur atau organ–organ
fungsional.
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung sekitar 8–12 bulan hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur (Moenadjat, 2005).

G. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari ketidakmampuan tubuh
saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).

1. Infeksi luka bakar


Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Sistem
integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit yang
rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti
bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter.
Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan
dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013).
2. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi
hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih
rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat
lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu
sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian
akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
3. Komplikasi jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka
bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur
hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin akan
mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami
penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak
terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat
mengalami tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD).
Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury,
2013).
H. Arus Listrik

Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energy panas
yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan
tersebut. Energy panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan
menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC. arus
bolak-balik menimbulkan rangasangan otot yang hebat berupa kejang-kejang. Bila arus tersebut
melalui jantung, kekuatan sebesar 60 miliamper. Saja sudah cukup untuk menimbulkan fibrilasi
dapat terjadi oleh arus sebesar 1/10 miliampere.

Kejang tetanik yang kuat pada otot skelet dapat menyebabkan fraktur kompresi vertebra. Bila
kawat berarus listrik terpegang tangan, pegangan akan sulit dilepaskan akibat kontraksi otot
fleksor jari lebih kuat dari pada otot ekstensor jari sehinga korban terus teraliri arus. Pada otot
dada (m.interkostal) keadaan ini menyebabkan gerakan nafas. Terhenti sehingga penderita dapat
mengalami asfiksia. Pada tegangan rendah, arus searah tidah berbahaya dibanding arus bolak-
balik dengan ampere yang sama. Sebaliknya pada tegangan tinggi arus searah lebih berbahaya
panas timbul karena tahanan yang dijumpai waktu arus mengalir, dan dampaknya tergantung
pada jenis jaringan dan keadaan kulit.

Urutan tahanan jaringan dimulai dengan yang paling rendah adalah saraf, pembulu darah,
otot, kulit, tendo, dan tulang. Jaringan yang tahannanya tinggi akan lebih banyak dialiri arus dan
panas yang timbul lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal. Telapak tangan dan kaki
mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi akibat arus listrik
didaerah ini juga lebih berat.

Kelancaran arus masuk tubuh juga bergantung pada basah atau keringnya kulit yang kntak
dengan arus. Bila kulit basah atau lembab, arus akan mudah sekali masuk. Di tempat masuk akan
tampak luka masuk yang berupa luka bakar dengan kuit yang lebih rendah dari sekelilingnya,
sedangakan ditempat arus keluar, yaitu luka keluar, terkesan loncatan arus keluar.

Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak intima sehingga terjadi thrombosis
yang timbul pelan-pelan. Hal ini menerangkan mengapa kematian jaringan pada luka listrik
seakan-akan progresif dan banyak kerusakan jaringan baru terjadi kemudian. Ekstremitas yang
yang semula tampak vital, mungkin setelah beberapa hari menunjukan nekrosis otot iskemik.
Beberapa jam setelah kecelakaan listrik dapat terjadi sindrom kompartemen karena udem dan
thrombosis.
Arus listrik menyebabkan destruksi luas dan nekrosis jaringan yang lebih dalam.
Kerusakan jaringan sehubungan dengan cedera listrik terjadi bila energy listrik diubah
menjadi energy panas. Kulit merupakan sawar pertama terhadap aliran listrik, dan sebagai
insulator yang efektif untuk jaringan-jaringan ini. Pada bagian-bagian tubuh dengan penampang
melintang yang kecil, misalnya ekstremitas , densitas arus tinggi , dan kerusakan jaringan berat.
Karena tulang memiliki resistensi yang tinggi terhadap arus listrik. Maka tulang suhunya akan
menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan sekitarnya. Akibatnya, jaringan lunak yang
menderita kerusakan akibat panas yang paling parah biasanya adalah otot dan saraf yang melekat
pada tulang. Posisi yang nyaris tidak terjangkau pada deteksi klinis sebelumnya.
Resiko gagal ginjal akut juga tinggi pada pasien dengan cedera listrik. Perkiraan
kebutuhan cairan dan kerusakan otot yang terlalu rendah, dapat berakibat pembebasan dari
mioglobin. Pengeluaran urin segera, merupakan terapi yang diperlukan untuk mencegah agar
mioglobin tidak mengendap dalam tubulus ginjal dan menyebabkan nekrosis tubular akut.
Disamping itu kerusakan jaringan yang luas dapat menyebabkan hiperkalemia. Cedera listrik
terkadang dapat menyebabkan perforasi usus., nekrosis pangkreas, nekrosis kandung empedu,
dan cedera pada hati.

Suatu pemeriksaan neurologis yang menyeluruh perlu dilakukan pada saat pasien datang
kerumah sakit dan selanjutnya dilakukan secara berkala untuk mengenali dan mencatat setiap
deficit neurologic. Saraf sensoris nampaknya kurang pekak terhadap cedera listrik, dibadingkan
dengan saraf motrik, deficit medulla spinalis yang timbul segera akibat kerusakan langsung pada
akson sering kali bersifat sementara namun tidak demikian halnya dengan deficit medulla spinalis
yang muncul belakangan, dan bermanifestasi sebagai quadriplegia, hemiplegia, mielitis tranversa,
atau paralisis asendens.

I. Etiologi

Cedera listrik bisa terjadi akibat tersambar petir atau menyentuh kabel maupun sesuatu
yang menghantarkan listrik dari kabel yang terpasang.Cedera bisa berupa luka bakar ringan
sampai kematian, tergantung kepada:

1. Jenis dan kekuatan arus listrik Secara umum, arus searah (DC) tidak terlalu
berbahaya jika dibandingkan dengan arus bolak-balik (AC).
Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung kepada kecepatan berubahnya
arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz). Arus frekuensi rendah (50-
60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi tinggi dan 3-5 kali lebih berbahaya dari DC
pada tegangan (voltase) dan kekuatan (ampere) yang sama.
DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, yang seringkali mendorong
jauh/melempar korbannya dari sumber aurs.
AC sebesar 60 hertz menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga korban
tidak dapat melepaskan genggamannya pada sumber listrik. Akibatnya korban terkena
sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang berat.
Biasanya semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin besar
kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut. Pada arus serendah 60-
100 mA dengan tegangan rendah (110-220 volt), AC 60 hertz yang mengalir melalui dada
dalam waktu sepersekian detik bisa menyebabkan irama jantung yang tidak beraturan,
yang bisa berakibat fatal.
Efek yang sama ditimbulkan oleh DC sebesar 300-500 mA. Jika arus langsung
mengalir ke jantung, misalnya melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan
irama jantung meskipun arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).
2. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk
menghentikan atau memperlambat aliran arus listrik.
Kebanyakan resistensi tubuh terpusat pada kulit dan secara langsung tergantung
kepada keadaan kulit. Resistensi kulit yang kering dan sehat rata-rata adalah 40 kali lebih
besar dari resistensi kulit yang tipis dan lembab.
Resistensi kulit yang tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir yang
lembab (misalnya mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi kulit utuh
yang lembab. Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak kaki yang tebal adalah 100
kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis.
Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak yang
dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka bakar yang
luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai dengan hangusnya jaringan
diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik. Tergantung kepada resistensinya,
jaringan dalam juga bisa mengalami luka bakar.
3. Jalur arus listrik ketika masuk ke dalam tubuh
Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala; dan paling
sering keluar dari kaki. Arus listrik yang mengalir dari lengan ke lengan atau dari lengan
ke tungkai bisa melewati jantung, karena itu lebih berbahaya daripada arus listrik yang
mengalir dari tungkai ke tanah. Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan:
a. kejang
b. perdarahan otak
c. kelumpuhan pernafasan
d. perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek, perubahan kepribadian,
mudah tersinggung dan gangguan tidur)
e. irama jantung yang tidak beraturan.
f. Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak.
4. Lamanya terkena arus listrik.
Semakin lama terkena listrik maka semakin banyak jumlah jaringan yang
mengalami kerusakan. Seseorang yang terkena arus listrik bisa mengalami luka bakar
yang berat. Tetapi, jika seseorang tersambar petir, jarang mengalami luka bakar yang berat
(luar maupun dalam) karena kejadiannya berlangsung sangat cepat sehingga arus listrik
cenderung melewati tubuh tanpa menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang luas.
Meskipun demikian, sambaran petir bisa menimbulkan konslet pada jantung dan
paru-paru dan melumpuhkannya serta bisa menyebabkan kerusakan pada saraf atau otak.

J. Gejala

Gejalanya tergantung kepada interaksi yang rumit dari semua sifat arus listrik. Suatu
kejutan dari sebuah arus listrik bisa mengejutkan korbannya sehingga dia terjatuh atau
menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat. Kedua hal tersebut bisa mengakibatkan
dislokasi, patah tulang dan cedera tumpul. Kesadaran bisa menurun, pernafasan dan denyut
jantung bisa lumpuh.

Luka bakar listrik bisa terlihat dengan jelas di kulit dan bisa meluas ke jaringan yang lebih
dalam. Arus listrik bertegangan tinggi bisa membunuh jaringan diantara titik masuk dan titik
keluarnya, sehingga terjadi luka bakar pada daerah otot yang luas. Akibatnya, sejumlah besar
cairan dan garam (elektrolit) akan hilang dan kadang menyebabkan tekanan darah yang sangat
rendah.

Serat-serat otot yang rusak akan melepaskan mioglobin, yang bisa melukai ginjal dan
menyebabkan terjadinya gagal ginjal.

Dalam keadaan basah, kita dapat mengalami kontak dengan arus listrik. Pada keadaan
tersebut, resistensi kulit mungkin sedemikian rendah sehingga tidak terjadi luka bakar tetapi
terjadi henti jantung (cardiac arrest) dan jika tidak segera mendapatkan pertolongan, korban akan
meninggal.

Petir jarang menyebabkan luka bakar di titik masuk dan titik keluarnya, serta jarang
menyebabkan kerusakan otot ataupun pelepasan mioglobin ke dalam air kemih.

Pada awalnya bisa terjadi penurunan kesadaran yang kadang diikuti dengan koma atau
kebingungan yang sifatnya sementara, yangi biasanya akan menghilang dalam beberapa jam atau
beberapa hari. Penyebab utama dari kematian akibat petir adalah kelumpuhan jantung dan paru-
paru (henti jantung dan paru-paru).

K. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1. Secara klinis
2. Laboratorium : Hb, Hematokrit, Electrolit dsb
Jika diperkirakan jantung telah menerima kejutan listrik, pemantauan EKG dilakukan
selama 12-24 jam. Jika korban tidak sadar atau telah mengalami cedera kepala, dilakukan
CT scan untuk memeriksa adanya kerusakan pada otak.

L. PENATALAKSANAAN
Yang pertama harus dilakukan adalah memutuskan aliran listrik karena korban tidak dapat
dipegas sebelum aliran diputuskan. Jika perlu, korban dapat dilepaskan oleh penolong yang
melindungi diri dengan tindakan mencegah aliran listrik berjalan dari korban ketanah melalui
tubuh sendiri, tindakan tersebut dapat menggunakan kayu kering, sarung tangan karet, pembalut
kayu kain yang tebal dan kering sambil memakai sepatu bersol kering dan berdiri diatas alas yang
kering sukar menghantar listrik. Resusitasi harus segera dilakukan.
Kehilangan cairan ke dalam jaringan rusak adalah salah satu gangguan fisiologi utama
setelah cidera listrik. Jika pasien mengalami mioglobinuria yang terlihat secara makroskopik.
Maka keluaran urin harus ditingkatkan sampai 100-150ml/jam dengan meningkatkan laju volume
cairan yang diinfuskan. Jika keluaran urin masih rendah, meskiput kecepatan infuse telah di
tingkatkan, manitol 12,5 gram dapat ditambahkan ke dalam setiap liter larutan ringer laktat.
Natrium bikarbonat dalam larutan resusitasi akan membuat urin bersifat basa dan mempertinggi
kelarutan mioglobin.

Perawatan luka juga termasuk pengobatan cidera pada kulit dan jaringan lunak yang
dalam. Cedera kulit derajat II-III dilakukan debridement dibersihkan dan diolesi krim
antimikroba topical. Sulfamilon (mafenid asetat) lebih disuka pada kasus cidera listrik. Karena
kemampuannya menembus jaringan yang cidera serta spectrum antiklorosidanya yang unik.
Profilaksis tetanus diperbaharui antibiotic profilaksis belum terbukti menurunkan serangan
infeksi. Tekanan kompartemen otot ektremitas dipantau dengan palpasi dan menggunakan
ultrasosongrafi doplerr untuk mencari dennyut arteri-arteri utama. Nekrotomi dan fasciotomi
dilakukan bila terdapat indikasi. Terapi cidera listrik lebih ditekankan pda pengaangkatan
jaringan nekrotik pada waktu yang tepat. Amputasi pada ekstremitas yang mengalami cidera
listrik tidak dilakukan secara rutin.

Beberapa sarana diagnosis dapat menunjukan jaringan yang dapat hidup dan tak dapat
hidup pada luka bakar, yang permukaan nya mungkin tidak mencerminkan keadaan jaringan yang
lebih dalam. Skintigrafi dengan technetium 99m pirofosfat merupakan teknik diagnostic yang
paling sering digunakan untuk mengevaluasi ektremitas yang cidera dan dapat memerikan hasil
dalam waktu 24 jam. Scaning serial dapat bermanfaat dalam menentukan perlunya dilakukan
debridement.pada ekstremitas yang alirannya tidak terganggu , maka arteriografi mungkin dapat
membantu. Mempersingkat aliran ke cabang nutrisi otot menunjukan suatu kerusakan yang
irevesibel. Akhirnya eksplorasi bedah secara serial pada ekstremitas yang cidera merupakan
teknik yang paling akurat.

Bagian distal ekstremitas yang mengalami elektrokusi, mengering dan mengalami


mumifikasi, serta perlu diamputasi. Semua kelompok otot perlu diperiksa khususnya yang
menempel pada tulang. Jaringan nekrotik jelas perlu diangkat.. dan segala daya perlu dilakukan
untuk menyelamatkan jaringan yang masih dapat hidup. Pemeriksaan luka setiap hari dan
tindakan debridement lanjutan perlu dilakukan sampai semua jaringan nekrotik dibuang.
Penututpan luka dini pasca amputasi untuk melanjutkan tindakan ini, biasanya tidak dianjurkan.
Eksisi atau pencangkokan pada luka bakae ketebalan penuh perlu ditunda sampai semua jaringan
nekrotik sudah dibuang.

Pengobatan, terlebih dahulu, sebelum penderita ditangani, arus listrik harus diputus.
Harus diingat bahwa penderita mengandung muatan listrik selama berhubungan dengan sumber
arus. Kemudian kalau perlu dilakukan resusitasi jantung. Dengan masasege jantung dan napas
buatan mulut ke mulut. Cairan parenteral harus diberikan. Kadang luka bakar dikulit luar tampak
ringan, tetapi kerusakan jaringan yang lebih dalam luas dan berat. Umumnya perlu pemberian
cairan lebih banyak dari yang diperkirakan karena sering kerusakan jauh lebih luas dari yang
disangka. Kalo banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap oleh mioglobin;
penderita perlu diberikan monitol dengan dosis awal 25 mg, disusul dosis rumat 12,5 gr/ jam.
Kalo perlu, manitol diberikan sampai enam kali untuk memperbaiki filtrasi ginjal dan mencegah
gagal ginjal. Bila ada udem otak dapat diberikan diuretic dan kortikosteroid

Pada luka bakar yang dalam dan berat, perlu pembersihan jaringan mati secara bertahap
karena tidak semua jaringan mati jelas tampak pada hari pertama. Bila luka pada ekstremitas,
mungkin perlu fasciotomi pada hari pertama untuk mencegah sindrom kompartemen. Selanjutnya
dilakukan cangkok kulit untuk rekonstruksi.

Pengobatan terdiri dari:

1. menjauhkan/memisahkan korban dari sumber listrik


2. memulihkan denyut jantung dan fungsi pernafasan melalui resusitasi jantung paru (jika
diperlukan)
3. mengobati luka bakar dan cedera lainnya.

Cara paling aman untuk memisahkan korban dari sumber listrik adalah segera mematikan
sumber arus listrik. Sebelum sumber listrik dimatikan, penolong sebaiknya jangan dulu
menyentuh korban, apalagi jika sumber listrik memiliki tegangan tinggi.

Jika sumber arus tidak dapat dimatikan, gunakan benda-benda non-konduktor (tidak
bersifat menghantarkan listrik; misalnya sapu, kursi, karpet atau keset yang terbuat dari karet)
untuk mendorong korban dari sumber listrik. Jangan menggunakan benda-benda yang basah atau
terbuat dari logam.

Jika memungkinkan, berdirilah di atas sesuatu yang kering dan bersifat non-konduktor
(misalnya keset atau kertas koran yang dilipat). Jangan coba-coba menolong korban yang berada
dekat arus listrik bertegangan tinggi. Jika korban mengalami luka bakar, buka semua pakaian
yang mudah dilepaskan dan siram bagian yang terbakar dengan air dingin yang mengalir untuk
mengurangi nyeri.

Jika korban pingsan, tampak pucat atau menunjukkan tanda-tanda syok, korban
dibaringkan dengan kepala pada posisi yang lebih rendah dari badan dan kedua tungkainya
terangkat, selimuti korban dengan selimut atau jaket hangat.

Cedera listrik seringkali disertai dengan terlontarnya atau terjatuhnya korban sehingga
terjadi cedera traumatik tambahan, baik berupa luka luar yang tampak nyata maupun luka dalam
yang tersembunyi. Jangan memindahkan kepala atau leher korban jika diduga telah terjadi cedera
tulang belakang.

Setelah aman dari sumber listrik, segera dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
pernafasan dan denyut nadi.Jika terjadi gangguan fungsi pernafasan dan nadinya tidak teraba,
segera lakukan resusitasi. Sebaiknya dicari tanda-tanda patah tulang, dislokasi dan cedera tumpul
maupun cedera tulang belakang.Jika terjadi kerusakan otot yang luas, mungkin akan diikuti
dengan kerusakan ginjal, karena itu untuk mencegah kerusakan ginjal, berikan banyak cairan
kepada korban.Korban sambaran petir seringkali bisa disadarkan dengan resusitasi jantung paru.

Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus


1. Luka Bakar Listrik.
2. Luka Bakar dengan trauma Inhalasi
3. Luka Bakar Bahan Kimia
4. Luka Bakar dengan kehamilan
Luka Bakar listrik
Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan tubuh
disebabkan karena beberapa hal berikut :
1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi dalam jumlah
besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah (cairan, darah / pembuluh darah). Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan
akibat yang ditimbulkan oleh resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun
sistemik (otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal, dan
sebagai berikut).
2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api.
3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan luasnya. Hal ini di
sebabkan akibat kerusakan system pembuluh darah di sepanjang bagian tubuh yang dialiri
listrik (trombosis, akulasi kapiler)

M. Klasifikasi
1. Derajat Luka Bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu
tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang terbakar juga memperdalam
luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol).
Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh
suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperdalam luka bakar (Moenadjat,
2003). Pembagian luka bakar menjadi 3 yaitu :
a. Luka bakar derajat I
Hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya
tersengat matahari. Luka tampak seperti eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis,
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan
scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka
berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
(Moenadjat, 2001).
I. Derajat II Dangkal (Superficial)
 Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
 Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka
bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin
terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam
 Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
 Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
 Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
II. Derajat II dalam (Deep)
 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
 Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena
variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali,
daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa
aliran darah ) (Moenadjat, 2001)
 Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu
(Brunicardi et al., 2005)
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam,
tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih
dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –ujung syaraf sensorik
mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada
proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).
2. Luas Luka Bakar
Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh.
Untuk menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi
tubuh yang berbeda. Untuk keperluan pencatatan medis, dapat digunakan kartu luka
bakar dengan cara Lund and Browder (Baxter, 1993). Rule of nines membagi tubuh
manusia dewasa dalam beberapa bagian dan setiap bagian dihitung 9%.
1. Menghitung Kebutuhan Cairan
Cara perhitungan sesuai dengan teori Baxter:
Dewasa:

4cc x luas luka bakar x berat badan

Anak-anak

2cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhan faali

Kebutuhan Faali :
<1 tahun : berat badan x 100 cc
1-3 tahun : berat badan x 75 cc
3-5 tahun : berat badan x 50 cc
Cara pemberian :
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya

2. Berat, Ringan Luka Bakar


Berat ringannya luka bakar dapat dibagi kedalam 3 bagian :
1) Parah−critical
 Derajat II>25% pada dewasa, >20% pada anak.
 Derajat III>10%.
 Derajat III pada tangan, kaki, muka.
 Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang
luas, listrik.
2) Luka bakar sedang−moderate
 Derajat II 15−25% pada dewasa, 10−20% pada anak.
 Derajat III 5−10%.
3) Ringan−minor
 Derajat II <15% pada dewasa, <10% pada anak.
 Derajat III <2% (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

3. Pemeriksaan LAB
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar
yaitu :
1. Laboratorium
 Hitung darah lengkap :
Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
 Leukosit :
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
 GDA (Gas Darah Arteri) :
Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin
terlihat pada retensi karbon monoksida.
 Elektrolit Serum :
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan
penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.
 Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
 Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
 Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
 Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
 BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
 Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
 EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
 Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

4. Penatalaksanaan Luka Bakar


I. Ditempat kejadian (pre hospital)
1) Jauhkan penderita dari sumber LB
a) Padamkan pakaian yang terbakar
b) Hilangkan zat kimia penyebab LB c) Siram dengan air sebanyak
banyaknya bila karena zat kimia
d) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang
kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive)
2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):
a) Perhatikan jalan nafas (airway)
b) Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat
c) Kaji sirkulasi
3) Kaji trauma yang lain
4) Pertahankan panas tubuh
5) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6) Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)

II. Di IGD
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang
telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang
dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi.
Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada
masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah
yang harus diutamakan
Penanganan pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan
nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi;
resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine;
pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai
berikut.
a. Reevaluasi jalan nafas
Kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk
lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan
secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang
menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-
lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan ditangani.
b. Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %,maka resusitasi
cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat
diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari
ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar
yang cukup luas atau pada klien dimana tempat – tempat untuk pemberian
intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada
vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral)
oleh dokter mungkin diperlukan. Luas atau persentasi luka bakar harus
ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi
cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan.
c. Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap
jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan
keadekuatan dari resusitasi cairan.
d. Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan
untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi
ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini
setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus
dibatasi pada waktu itu.
e. Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan
untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi. Pemeriksaan laboratorium
dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen),
creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa
gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi.
Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan xray untuk mengetahui
adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan.
Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan
LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi,
atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
f. Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena,
seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atau subcutan tidak
dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama
periode ini bila hipovolemia dan perpindahan cairan yang banyak masih
terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral
tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.

g. Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu
sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi
ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam
jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling
ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan
membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan
sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap
perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan. Perawatan
luka dibagian emergensi terdiri dari penutupan luka dengan sprei kering,
bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka
bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi
dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai
diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu menurunkan
pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan steril
dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.

III. Di Unit Perawatan


Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut :
mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen
nyeri, dan terapi fisik.
a. Mengatasi infeksi ;
Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi
autocontaminasi dari:
1. Oropharynx
2. Fecal flora
3. Kulit yg tidak terbakar dan
4. Kontaminasi silang dari staf
5. Kontaminasi silang dari pengunjung
6. Kontaminasi silang dari udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus
dilakukan pada semua pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda
dan meliputi penggunaan sarung tangan, tutp kepala, masker, penutup
kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan yang baik harus
ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien.
Staf dan pengunjung umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia
menderita infeksi baik pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran
nafas.
b. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen,
dan pembalutan luka.
1. Hidroterapi Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara
hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri dari merendam(immersion) dan
dengan shower (spray). Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau
kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu lama dapat
meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik)
melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi,
luka dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan
menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium hipochloride,
providon iodine dan chlorohexidine.
c. Terapi fisik
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan
menangani kontraktur meliputi terapi posisi, ROM exercise, dan
pendidikan pada klien dan keluarga.
1. Posisi Terapeutik
Tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk klien dengan LB
yang mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada
aktifitas (inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi
tersebut mempengaruhi bagian tubuh tertentu dengan tepat untuk
mengantisipasi terjadinya kontraktur atau deformitas.
2. Exercise Latihan
ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk
mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi.
Disamping itu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat
efektif dalam mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi dapat
juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah
dan harus dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM pasif
termasuk bagian dari rencana tindakan pada klien yang tidak mampu
melakukan latihan ROM aktif.
3. Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan
mencegah atau memperbaiki kontraktur. Terdapat dua tipe splint yang
seringkali digunakan, yaitu statis dan dinamis. Statis splint
merupakan immobilisasi sendi. Dilakukan pada saat immobilisasi,
selama tidur, dan pada klien yang tidak kooperatif yang tidak dapat
mempertahankan posisi dengan baik. Berlainan halnya dengan
dinamic splint. Dinamic splint dapat melatih persendian yang
terkena.
4. Pendidikan
Pendidikan pada klien dan keluarga tentang posisi yang benar dan
perlunya melakukan latihan secara kontinue. Petunjuk tertulis tentang
berbagai posisi yang benar, tentang splinting/pembidaian dan latihan
rutin dapat mempermudah proses belajar klien dan dapat menjadi lebih
kooperatif.

IV. Indikasi Perawatan


1. Luka bakar pada orang dewasa lebih dari 25 %
2. Luka bakar pada anak lebih dari 20%
3. Luka bakar derajat III
4. Luka bakar pada daerah wajah, jari jari, persendian, genetalia
5. Luka bakar karena Listrik
6. Luka bakar karena kimia
7. Luka bakar dengan komplikasi lain : COB,HT,DM

V. Tujuan Dirawat
1. Mengatasi rasa nyeri
2. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan
3. Mempercepat proses penyembuhan
4. Mencegah infeksi, sepsis
5. Mencegah komplikasi, meminimalkan kecacatan
6. Mengkaji kemajuan penyembuhan luka
7. Meningkatkan kemandirian

VI. Trauma Inhalasi


1. Pasang ETT, tracheostomy atau pasang ventilator
2. Beri O2 sesuai indikasi
3. Beri obat bronchodilator
4. Humudifikasi dan nebulaizer
5. Menghisap secret secara berkala
6. Pantau adanya penyumbatan pada anak Canule dan setting ventilator

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
DI RUANG BURN UNIT RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

A. Keluhan utama :
Keluhan utama yg dirasakan akibat cedera luka bakar adlh disertai nyeri, bahkan
sesak nafas akibat trauma inhalasi, ditemukan pula keluhan stridor, takipnea, dispnea
(Kidd, 2010).
B. Riwayat penyakit sekarang :
Gambaran keadaan mulai terjadinya Luka bakar penyebab,lamanya
kontak,pertolongan pertama dan Mekanisme trauma perlu diketahui ini penting, apakah
pasien terjebak dlm ruang tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi.
Ataukah akibat suhu tinggi, Kimia, Listrik, kapan kejadian.
Apakah luka bakar masuk dalam kriteria ringan, sedang, atau berat ini tergantung luas,
penyebab, lokasi, derajat.
Status kesehatan Umum :
Kaji tentang kesadaran, tanda-tanda vital (S, N, T)
1) Tentukan Luas Luka Bakarnya dgn mengunakan Rule of Nine
2) Tentukan Derajat Lukanya

Pola Aktivitas/Istirahat: pekerjaan, aktivitas, adanya keterbatasnya menggerakan tubuh


dan merubah posisi, berkurangnya tenaga

Integritas Ego: Perhatian berfocus pd keluarga, pekerjaan, keuangan, perubahan bentuk


tubuh, perasaan : cemas, menangis, ketidak berdayaan, putus asa, menolak, marah.

Integumen : Kerusakan kulit akibat luka bakar, Gambaran luas luka, kedalaman, lokasi
luka bakar

o B1 (Breathing)

 Kaji frekuensi, irama, kedalaman, karakter/sifat pernapasan.Perhatikan tanda distres


nafas rasa seperti tercekik
 Rasa tidak nyaman pada tenggorokan (iritasi mukosa)
 Adanya suara parau (sridor)
 Adanya sesak nafas
 Adanya wheezing atau Ronchi
 Adanya eschar yang melingkar pada dada
 Apakah ada trauma lain : pneumothorax, hematothorax, atau fraktur costae

o B2 (Blood)

 Perubahan permeabilitas kapiler dapat terjadi terutama pada luka bakar yang luas dan
berat.
 Terjadi penimbunan cairan di jaringan intersisiel bisa menyebabkan hipovolume
bahkan syok.
 Terjadi oedema akibat hipoalbumin.
 Adanya hypotensi (shock), Tachicardi (shock, cemas, hipotensi), Aretmia (shock
elektrik), adanya oedema di jaringan, menurunya nadi perifer pada daerah yang luka.

o B3 (Brain)

 Area gerak terbatas,kesemutan


 Penurunan reflek tendon
 Penurunan penglihatan
 Manifestasi sistem syaraf pusat karena keracunan karbonmonoksida bisa
mengakibatkan sakit kepala, coma, kejang, bahkan kematian.

o B4 (Blader)

 Kaji jumlah, warna, bau


 Produksi urine menurun akibat aliran darah ke ginjal menurun.

o B5 (Bowel)
 Mual,muntah
 Stres ulcer
 Penurunan bising usus
 Resiko terjadi paralitik illius

o B6 (Bone)
 jatuh kemungkinan mengalami trauma yang lain.
 penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan gerak.
 Gambaran area Luka bakar, luas, kedalaman.
C. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan (Wong, 2003)
Tujuan : pasien menunjukkan penyembuhan luka.
Intervensi :
a. Cukur rambut 2 inchi dari daerah luka segera setelah terjadi luka bakar.
b. Bersihkan luka dan daerah sekitar
c. Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka
d. Berikan tehnik distraksi pada pasien
e. Pertahankan perawatan luka untuk mencegah kerusakan epitel dan granulasi
f. Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan makanan kecil
g. Berikan vitamin tambahan dan mineral-mineral
h. Tutup daerah terbakar untuk mencegah nekrosis jaringan
i. Monitor vital sign untuk mengetahui tanda infeksi

2. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar (Wong, 2003).


Tujuan : Pasien menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat yang diterima pasien.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri untuk pengobatan
b. Posisikan ekstensi untuk mengurangi nyeri karena gerakan
c. Laksanakan latihan aktif, pasif
d. Kurangi iritasi untuk mencegah nyeri.
e. Sentuh daerah yang tidak terjadi luka bakar untuk memberikan kontak fisik dan
kenyamanan.
f. Berikan tehnik-tehnik pengurangan nyeri non pengobatan yang sesuai
g. Antisipasi kebutuhan medikasi pengobatan nyeri dan berikan sebelum nyeri tersebut
terjadi.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon imun,
prosedur invasif. (Effendi. C, 1999).
Tujuan : Menunjukkan tidak ada infeksi
Intervensi :
a. Laksanakan dan pertahankan kontrol infeksi sesuai kebijakan ruang
b. Pertahankan tehnik cuci tangan yang hati-hati bagi perawatan dan pengunjung
c. Pakai sarung tangan ketika merawat luka untuk meminimalkan terhadap agen infeksi.
d. Ambil eksudat, krusta untuk mengurangi sumber infeksi
e. Cegah kontak pasien dengan orang yang mengalami ISPA / infeksi kulit
f. Berikan obat antimikrobial dan penggantian. balutan pada luka
g. Monitor vital sign untuk mencegah sepsis

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme,


katabolisme, kehilangan nafsu makan (Wong, 2003)
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh
Intervensi :
a. Berikan perawatan oral
b. Berikan tinggi kalori, tinggi protein dan makanan kecil untuk mencegah kekurangan
protein dan memenuhi kebutuhan kalori.
c. Timbang BB tiap minggu untuk melengkapi status nutrisi
d. Catat intake dan output
e. Monitor diare dan konstipasi untuk mencegah intoleransi terhadap makanan

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan (ROM) (Smith, 1998)
Tujuan : Pasien akan terbebas dari komplikasi : gangguan gerak, akan berpartisipasi dalam
latihan aktivitas yang tepat.
Intervensi :
a. Bantu pasien mendapatkan posisi yang tepat dan mobilitas bagi luka bakar :
konsultasikan dengan bagian ocupasi terapi untuk merencanakan latihan pergerakan
b. Lihat keluarga dalam perberian tindakan keperawatan.
c. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif setiap 4 jam, berikan pujian setiap kali pasien
melakukan latihan ROM
d. Ambulasi pasien secara dini jika memungkinkan.
e. Ubah posisi tiap 2 jam sekali pada area yang tertekan.
6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler yang mengakibatkan cairan elektrolit dan protein masuk ke ruang
interstisiel (Wahidi, 1996).
Tujuan : gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi
Intervensi :
a. Observasi inteke dan output setiap jam.
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Timbang berat badan
d. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar tiap sesuai indikasi
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam. pemberian cairan lewat infus
f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, Elektrolit, Natrium urine random)

7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah jantung (Carpenito, 2000)
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan.
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit
d. Selidiki nadi secara teratur.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan.

D. Perawatan Luka Bakar


a. Memandikan Pasien Luka Bakar dengan General Anastesi
1. Pengertian :
Membersihkan tubuh dan mencuci luka pasien dari ujung rambut sampai
ujung kaki dengan menggunakan air bersih dan antiseptic.
2. Indikasi : Semua Pasien luka bakar
3. Tujuan :
a. Menghilangkan krustae/ jaringan mati
b. Mempercepat penyembuhan
c. Memberikan perasaan segar dan nyaman
d. Mobilisasi
e. Mengurani kemungkinan terjadinya infeksi
4. Prosedur
a. Sasaran : Dilakukan pada semua pasien luka bakar
b. Rincian Tugas :

Persiapan alat :
Alat- alat steril
1) Satu pinset anatomis dan satu pinset chirurgie
2) Satu gunting lurus, satu gunting nekrotomi
3) Kom kecil 1
4) Tromol berisi kaca besar dan kecil
5) Tromol berisi kapas savlon 3%
6) Hand scoon
7) Seprei kecil atau laken
Alat- alat non steril
1) Gunting verband
2) Tempat sampah medis dan non medis
3) APP (Alat Pelindung Pribadi)
4) Bak mandi dan transportasi
5) Peralatan mandi (sabun, shampo, sikat gigi dan pasta gigi)
6) Monitor lengkap (modul ECG, Tensi, RR. SpO2)
7) Oksigen dan masker oksigen
8) Standar infus
Obat- obatan
Obat- obatan anastesi ( disiapkan oleh petugas anastesi)

Persiapan Pasien
1) Pasien diberitahu
2) Pasien dipuasakan 6-8 jam sebalum dilakukan tindakan
3) Semua balutan digunting terlebih dahulu
Pelaksanaan

1) Penderita diberitahu
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3) Petugas memakai APP (schort, tutup kepala, masker, sepatu dan sarung
tangan)
4) Alat- alat dipersiapkan
5) Diberikan pain manajemen sesuai dengan program dari berbagai anastesi
6) Pasien ditidurkan diatas transportasi bed
7) Kemudian dibawa kekamar mandi
8) Pasien bersama transporter dimasukkan kedalam bak mandi
9) Mengatur suhu air jangan terlalu panas jangan terlalu dingin
10) Daerah luka diguyur dengan air yang mengandung antiseptic dan digosok
pelan- pelan
11) Bila ada krutae/ jaringan mati diangkat
12) Setelah bersih dicuci dengan savlon
13) Dibilas dengan air mengalir
14) Transporter bersama pasien lebih ditinggikan supaya air turun kebawah
15) Pasien ditutup/ diselimuti dengan laken steril
16) Perawat cuci tangan ganti hanscoen steril, untuk selanjutnya perawatan
luka
17) Alat- alat dibereskan

Hal- hal yang perlu diperhatikan selama memandikan

1) Sebelum cuci luka lakukan kultur


2) Suhu air yang digunakan tidak terlalu dingin/ panas
3) Cuci rambut setiap kali memandikan
4) Cukur rambut pada wajah dan pada daerah sekitar luka
5) Perhatikan keadaan umum/ keamanan pasien
6) Jangan terlalu lama + 20 menit
7) Observasi tanda- tanda neurogenik shock
8) Apakah ada pendarahan
9) Tanda- tanda hipotermia

b. Perawatan Luka Bakar


1. Pengertian
a. Suatu ttindakan menilai luka, memberi obat atau bahan tertentu dan
mengganti/ melakukan pembalutan pada luka bakar
b. Semua luka bakar dirawat secara tertutup, kecuali luka bakar di daerah-
daerah tertentu inguinal

2. Tujuan
a. Untuk mencegah infeksi/ kontaminasi
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengurangi penguapan air elektrolit/ protein
d. Mengevaluasi luas luka bakar
e. Menentukan tindakan selanjutnya
3. Prosedur
a. Sasaran
Dilakukan pada semua pasien luka bakar
b. Rincian Tugas
Persiapan Steril
1) Pinset anatomi 1
2) Pinset chirurgie
3) Gunting 2
4) Tong spateel 1
5) Kom kecil 1
6) Verband
7) Tromol berisi kaca besar kecil
8) Tromol berisi kapas savlon 3%
9) Handscoon
10) Korentang
11) Seprei kecil

Obat- obatan

1) SSD 1% (Silver sulvadiazine)


2) Tulle
3) PZ (NaCl 0,9%)
4) Betadine sol 10 %

On steril

1) Gunting verband
2) Kom berisi larutan desinfektan
3) Hypafix
4) Tempat sampah medis dan non medis
5) APP

Pelaksanaan

1) Pasien diberitahu
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka
3) Siapkan alat- alat
4) Atur posisi klien
5) Perawat pakai handscoon steril
6) Cuci luka dengan antiseptik (savlon 1:30)
7) Dibilas dengan cairan steril (NaCl 0,9%)
8) Luka dikeringkan dengan kassa steril
9) Dilakukan evaluasi luka dibedakan atas luka derajat IIA, IIB, III, terbentuk
jaringan granulasi, luka donor, atau luka skin graft
10) Dilakukan perawatan luka sesuai dengan kondisi luka yang ditemukan saat
itu
11) Luka dapat diberikan SSD 1% (silver sulvadiazine 1%) atau lain misalnya
high absorbent dressing ( sesuai program)
12) Luka dapat dirawat tertutup atau terbuka, disesuaikan dengan kondisi
13) Alat- alat dibereskan

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka bakar


1) Catat kondisi luka saat ini
2) Respon nyeri pasien saat perawatan luka
3) Menghindari perlengketan jari- jari tangan/ kaki sela sela
4) Perhatikan adanya pendarahan dan hipotermi
5) Pada waktu membalut jangan ditarik untuk menghindari penekanan/
stuwing
6) Luka pada leher berikan posisi hiperekstensi dengan meletakkan bantal
dibawah punggung bagian atas

DAFTAR PUSTAKA
Moenadjat, Y. 2000. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Moenadjat Y. 2001. Luka Bakar. Pengetahuan klinis Praktis, Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta: Komite
Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia.

Harien. 2010. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Malang. Universitas
Muhammadiyah Malang.

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddart 8th ed.
Jakarta: EGC

David S. Perdanakusuma, Penanganan Luka bakar, Airlangga University Press,2006

Dunphy Englebert J, MD, Way W Lawrence, MD, Current Surgical Diagnosis & Treatment.

FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jilid ke 2 editor Arif Mawyur, Media
Aesculapius, Jakarta 2000.

Jonatan Oswani, Bedah Minor, Hal. 91-99, Medan

Lawrance W. Way, Gerard M. Doherty, Current Surgical Diagnosis & Treatment, Eleventh
Edition, Hal. 267-276, Penerbit Mc Graw-Hill Companies, 2003.

M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlangga University Press, 2006

R. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Hal. 81-93. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta, 1997.

Sabiston, Devid C; Buku Ajar Bedah : Sabiston’s Essential Surgey, Alih Bahasa Petrus Andrianto,
Timah I. S; editor, Jonatan Oswan - Jakarta : EGC, 1995, hal 228 - 231.

Schwartz. Principles of Surgery. Ed. 7th. The McGraw-Hills Company, 1999

Soelarto Reksoparjo, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Hal. 435-442 UI, Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai