Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

VULNUS APPERTUM
DI IGD RSI MASYITHOH

Oleh :
Eka Sofiya Munawaroh, S.Kep
NIM. 14901.07.20007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
VULNUS APPERTUM
DI IGD RSI MASYITHOH

Mahasiswa

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

Kepala Ruangan
A. Definisi
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan Menurut Inetna, luka
adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat
juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh
yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan (Kozier, 2010).
Vulnus Appertum merupakan luka terbuka yang terjadi karena kekerasan benda
tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot.
Vulnus appertum adalah luka dengan tepi yang  tidak bersturan atau compang-
camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul.
Vulnus appertum adalah luka robek merupakan luka terbuka yang terjadi
kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul yaitu:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
(Mansjoer, 20015).

B. Etiologi
1. Mekanik
a. Benda tajam yaitu merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang
memiliki sisi tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
b. Benda tumpul
c. Ledakan atau tembakan misalnya luka karena tembakan senjata api
2. Non Mekanik
a. Bahan kimia, terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
b. Trauma fisika
1) Luka akibat suhu tinggi yaitu suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat
exhaustion primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat
cramps.
2) Luka akibat suhu rendahyaitu derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu
dingin diantaranya hyperemia, edema dan vesikel,
3) Luka akibat trauma listrik
4) Luka akibat petir
5) Luka akibat perubahan tekanan udara
3. Radiasi
(Mansjoer, 20015)
Menurut, Prayogi, dkk, 2019
1. Kecelakaan
2. Benda runcing atau benda tajam
3. Benda tumpul
4. Gigitan binatang
5. Perang

C. Anatomi Fisiologi
Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang disebut
sebagai sistem integumen. Sistem integumen adalah sistem organ yang paling
luas.Sistem ini terdiri atas kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku, rambut, kelenjar
(keringat dan sebaseous), dan reseptor saraf khusus (untuk stimulus perubahan internal
atau lingkungan eksternal). Integumen merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin
integumentum, yang berarti “penutup”. Sesuai dengan fungsinya, organ-organ pada
sistem integumen berfungsi menutup organ atau jaringan dalam manusia dari kontak
luar (Wahyuningsih & Kusmiati, 2017).
Sistem integumen terdiri dari organ terbesar dalam tubuh yaitu kulit, yang
melindungi struktur internal tubuh dari kerusakan, mencegah dehidrasi, penyimpanan
lemak dan menghasilkan vitamin dan hormon. Hal ini juga membantu untuk
mempertahankan homeostasis dalam tubuh dengan membantu dalam pengaturan suhu
tubuh dan keseimbangan air (Wahyuningsih & Kusmiati, 2017).
Sistem integumen adalah garis pertama pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus
dan mikroba lainnya. Hal ini juga membantu untuk memberikan perlindungan dari radiasi
ultraviolet yang berbahaya. Kulit adalah organ sensorik dalam hal ini memiliki reseptor
untuk mendeteksi panas dan dingin, sentuhan, tekanan dan nyeri (Wahyuningsih &
Kusmiati, 2017).
1. Struktur Kulit
Kulit merupakan pelindung tubuh, dimana setiap bagian tubuh luas dan
tebalnya kulit berbeda, Luas kulit pada manusia ratarata 2 m², dengan berat 10 kg
jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak, atau beratnya sekitar
16% dari berat badan seseorang. Daerah yang paling tebal (66 mm) pada telapak
tangan dan telapak kaki, dan paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis. Sedangkan
tebalnya antara 1,5-5 mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu,
dan keadaan gizi.Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh
bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya
(Wahyuningsih & Kusmiati, 2017).
Kulit paling tipis pada kelopak mata, penis, labium minor dan bagian medial
lengan atas, sedangkan kulit tebal terdapat di telapak tangan dan kaki, punggung,
bahu, dan bokong. Selain sebagai pelindung terhadap cedera fisik, kekeringan, zat
kimia, kuman penyakit, dan radiasi, kulit juga berfungsi sebagai pengindra, pengatur
suhu tubuh, dan ikut mengatur peredaran darah. Pengaturan suhu dimungkinkan oleh
adanya jaringan kapiler yang luas di dermis (vasodilatasi dan vasokonstriksi), serta
adanya lemak subkutan dan kelenjar keringat. Keringat yang menguap di kulit akan
melepaskan panas tubuh yang dibawah ke permukaan oleh kapiler. Berkeringat ini
juga menyebabkan tubuh kehilangan air (insesible water loss), yang dapat mencapai
beberapa liter sehari. Faal perasa dan peraba dijalankan oleh ujung saraf sensoris,
Vater Paccini, Meissner, Krause, Ruffini yang terdapat di dermis (Purwanto, 2016).
Keberadaan kulit memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya
kehilangan cairan yang berlebihan, dan mencegah masuknya agen-agen yang ada di
lingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila
terjadi kekuatan-kekuatan mekanik seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan
mendeteksi perubahan-perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan
seseorang untuk menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit membangun
sebuah barier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan
turut berpartisipasi dalam berbagai fungsi tubuh vital (Wahyuningsih & Kusmiati,
2017).
2. Bagian-bagian Kulit
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu (Purwanto, 2016):
a. Epidermis
Epidermis mengandung juga kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar
sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin.
Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara
penguapan. Kelanjar ekrin terdapat di semua daerah kulit, tetapi tidak terdapat
diselaput lendir. Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak
ditelapak tangan. Sekretnya cairan jernih kira-kira 99 persen mengandung
klorida,asam laktat,nitrogen dan zat lain. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat
besar yang bermuara ke folikel rambut, terdapat di ketiak, daerah anogenital,
papilla mamma dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat di seluruh tubuh, kecuali di
manus, plantar pedis, dan dorsum pedis. Terdapat banyak di kulit kepala, muka,
kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak,
kolesterol dan zat lain (Purwanto, 2016).
Epidermis berasal dari ektoderm, terdiri dari beberapa lapis (multilayer).
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar.Epidermis merupakan lapisan teratas
pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda, yaitu 400-600 μm untuk
kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit
selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Epidermis dibedakan atas lima
lapisan kulit, yaitu sebagai berikut (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017) :
1) Stratum Corneum
Yaitu lapisan kulit yang paling luar yang terdiri dari beberapa lapis sel
gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi
keratin (zat tanduk) (Purwanto, 2016).
Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti,
tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit
mengandung air.Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris keratinosit
jauh lebih banyak, karena di bagian ini lapisan tanduk jauh lebih tebal.Lapisan
ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut
dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Lapisan ini dikenal
dengan lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan
digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya
hanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa sedikit kasar
sampai muncul lapisan baru.Proses pembaruan lapisan tanduk, terus
berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing
capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Bertambahnya usia dapat
menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai
sekitar 60 tahunan, proses keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari,
akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih kering, lebih
tebal, timbul bercak-bercak putih karena melanosit lambat bekerja dan
penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh
lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan
lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari lapis
lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit,
tetapi lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup
besar(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
2) Stratum Lusidum
Yaitu lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma berubah menjadi
eleidin (protein). Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki (Purwanto, 2016).
Lapisan ini disebut juga dengan lapisan barrier, terletak tepat di bawah
lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan
lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang
kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus
cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening (Wahyuningsih&Kusmiati,
2017).
3) Stratum Granulosum
Yaitu 2 atau 3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan
terdapat inti di antaranya. Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak
jelas pada telapak tangan dan kaki (Purwanto, 2016).
Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung
butir-butir di dalam protoplasmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut.
Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
4) Stratum Spinosum
Nama lainnya adalah pickle cell layer (lapisan akanta). Terdiri dari
beberapa lapis sel berbentuk poligonal dengan besar berbedabeda karena
adanya proses mitosis. Protoplasma jernih karena mengandung banyak
glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Makin dekat letaknya ke permukaan
bentuk sel semakin gepeng. Diantara sel terdapat jembatan antar sel
(intercellular bridges) terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin.
Penebalan antar jembatan membentuk penebalan bulat kecil disebut nodus
bizzozero. Diantara sel juga terdapat sel langerhans (Purwanto, 2016).
Lapisan ini disebut juga dengan lapisan malphigi, terdiri atas sel-sel yang
saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma
berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan
selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut
protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris.
Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak (poligonal), dan makin ke
arah permukaan kulit makin besar ukurannya. Diantara sel-sel taju terdapat
celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan
ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju
yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis.
Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; inti-inti
sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol dan asam amino
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
5) Stratum Germinativum (Basale)
Terdiri dari sel berbentuk kubus tersusun vertikal pada perbatasan dermo-
epidermal, berbaris seperti pagar (palisade), mengadakan mitosis dari berbagai
fungsi reproduktif dan terdiri dari ) (Purwanto, 2016) :
 Sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar,
dihubungkan satu dengan yang lain dengan jembatan antar sel.
 Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel berwarna
muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan mengandung butiran
pigmen (melanosomes).Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin
melalui proses melanogenesis.Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian
dasar epidermis. Melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai
respons terhadap rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang
melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-
sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin
yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap
warnanya. Sebagian besar orang yang berkulit gelap dan bagian-bagian kulit
yang berwarna gelap pada orang yang berkulit cerah (misal puting susu)
mengandung pigmen ini dalam jumlah yang lebih banyak. Warna kulit yang
normal bergantung pada ras dan bervariasi dari merah muda yang cerah
hingga cokelat. Penyakit sistemik juga akan memengaruhi warna kulit .
Sebagai contoh, kulit akan tampak kebiruan bila terjadi inflamasi atau demam.
Melanin diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dan demikian akan
melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar
matahari yang berbahaya.
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak
(silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-
sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina
basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis.
Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demo-
epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel
epidermisbertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke
lapisanlapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih
terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat
pigmen melanin kulit(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
b. Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan
subkutan (Purwanto, 2016).
Penyusun utama dari dermis adalah kolagen. Membentuk bagian terbesar
kulit dengan memberikan kekuatandan struktur pada kulit, memiliki ketebalan yang
bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di
daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata,
yaitu stratum papilare dan stratum reticular. Dermis merupakan bagian yang paling
penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin” karena 95% dermis
membentuk ketebalan kulit. Bagian ini terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi,
yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit jangat atau dermis menjadi
tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat,
kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah
bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili) (Wahyuningsih&Kusmiati,
2017).
Lapisan ini elastis dan tahan lama, berisi jaringan kompleks ujung-ujung
syaraf, kelenjar sudorifera, kelenjar Sebasea, folikel jaringan rambut, dan
pembuluh darah yang juga merupakan penyedia nutrisi bagi lapisan dalam
epidermis. Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-
menerus membelah dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang
menempel di saluran kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai
permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit
sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata
kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak
mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan
dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai
selai dan sel-sel. Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,
memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf
perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit,
sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera
bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan diri kita. Jika mendadak menjadi
sangat takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang menempel di kandung
rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri.
Kelenjar palit yang menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk
melumasi permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan
melalui muara kandung rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat
yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat
membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang
disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena
fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan
kelenturan kulit. Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang
elastis dan mudah mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang
menyebabkan kulit berkerut yaitu faktor usia atau kekurangan gizi. Perlu
diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat menimbulkan cacat
permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memiliki kemampuan memperbaiki
diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars
papillaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih lebih longgar (pars reticularis).
Lapisan pars retucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar
keringat(Sudorifora) dan kelenjar palit(Sebaseus), sebagai berikut
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017) :
1) Kelenjar keringat(Sudorifora)
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet
yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk
pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan
lebih banyak terdapat dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di
bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu
membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang
oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis
kelenjar keringat yaitu kelenjar keringat ekrin dan apokrin
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
Kelenjar keringat ekrin menyekresi cairan jernih, yaitu keringat yang
mengandung 95-97% air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam,
sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolism
seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan
dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar
dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang
dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing, bergulung-gulung dan
salurannya bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
Kelenjar keringat apokrin hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu,
pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan
cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada
setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat
menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada
saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak
dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin
mulai aktif setelah usia akil balig dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh
hormon(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
2) Kelenjar palit(Sebaseus)
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan
kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke
dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang
meminyaki kulit dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk
sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki,
kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau
kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala,
kelenjar palit atau kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi
rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa
kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar sedangkan folikel rambut
mengecil. Pada kulit badan termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak
dari kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih
berminyak sehingga memudahkan timbulnya jerawat(Wahyuningsih&Kusmiati,
2017).
c. Hipodermis (Subkutis)
Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas
antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah
liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf,
pembuluh darah dan limfe, kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan
subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi dari jaringan subkutan adalah
penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi
(Purwanto, 2016).
Pada bagian subdermis ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya.Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah dan getah bening. Untuk sel lemak pada subdermis, sel lemak dipisahkan
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit
yang menghasilkan banyak lemak (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan makanan.
Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan struktur internal seperti otot dan
tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan
panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan
limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang
dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat
bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-
organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan
makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur
tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika
usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun.
Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang
sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan
kontur(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
3. Jaringan Penunjang
Berikut organ penunjng kulit, yaitu (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017) :
a. Rambut
Rambut merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi
epitel epidermis. Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan,
telapak kaki, bibir, glans penis, klitoris dan labia minora. Pertumbuhan rambut
pada daerah-daerah tubuh seperti kulit kepala, muka, dan pubis sangat
dipengaruhi tidak saja oleh hormon kelamin (terutama androgen) tetapi juga oleh
hormon adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut berkembang dari sebuah
invaginasi epidermal, yaitu folikel rambut yang selama masa pertumbuhannya
mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus
rambut dapat dilihat papila dermis. Papila dermis mengandung jalinan kapiler yang
vital bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Rambut terdapat di seluruh kulit
kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal dari falang distal jari tangan, kaki,
penis, labia minora dan bibir. Terdapat 2 jenis rambut yaitu rambut terminal (dapat
panjang dan pendek) dan rambut velus (pendek, halus dan lembut). Fungsi rambut
adalah melindungi kulit dari pengaruh buruk, seperti alis mata melindungi mata
dari keringat agar tidak mengalir ke mata, bulu hidung (vibrissae) untuk menyaring
udara, pengatur suhu, pendorong penguapan keringat dan indera peraba yang
sensitif(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
Terdapat 2 fase petumbuhan rambut yaitufase pertumbuhan (anagen) dan
fase istirahat (telogen). Pada fase pertumbuhan (Anagen), Kecepatan
pertumbuhan rambut bervariasi, di mana rambut janggut tercepat diikuti kulit
kepala. Fase ini berlangsung sampai dengan usia 6 tahun. 90 % dari 100.000
folikel rambut kulit kepala normal mengalami fase pertumbuhan pada satu saat.
Fase Istirahat (Telogen) berlangsung 4 bulan, rambut mengalami kerontokan 50 –
100 lembar rambut rontok dalam tiap harinya. Gerak merinding jika terjadi trauma
atau stress, dan disebut Piloereksi (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
Warna rambut ditentukan oleh jumlah melanin. Pertumbuhan rambut pada
daerah tertentu dikontrol oleh hormon seks(rambut wajah, janggut, kumis, dada,
dan punggungdikontrol oleh hormon Androgen). Kuantitas dan kualitas distribusi
rambut ditentukan oleh kondisi Endokrin(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
b. Kuku
Kuku tersusun atas protein yang mengeras disebut keratin. Fungsinya
sebagai pelindung ujung jari tangan dan jari kaki. Lempeng kuku (LK) berbentuk
empat persegi panjang, keras, cembung ke arah lateral dan dorsal, transparan,
dan terletak di dorsal paling distal. LK terbentuk dari bahan tanduk yang tumbuh
ke arah dorsal untuk waktu yang tidak terbatas. Kecepatan tumbuh kuku jari
tangan yaitu lebih kurang 0,1 mm/ hari, sendangkan kuku jari kaki 1/3-1/2
kecepatan kuku jari tangan. Tebal kuku tangan bervariasi 0,5-0,75mm, dan pada
kaki dapat mencapai 1,0 mm. LK terdiri dari tiga lapisan horizontal yang masing-
masing adalah sebagai berikut (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017) :
1) Lapisan dorsal tipis yang dibentuk oleh matriks bagian proksimal (1/3 bagian)
2) Lapisan intermediet yang dibentuk oleh matriks bagian distal (2/3 bagian)
3) Lapisan ventral yang dibentuk oleh lapisan tanduk dasar kuku dan hiponikium
yang mengandung keratin lunak
Lunula atau bulan sabit terletak di proksimal LK. Lunula merupakan ujung
akhir matriks kuku. Warna putih lunula disebabkan epitel yang lebih tebal dari
epitel kasar kuku dan kurang melekatnya epitel dibawahnya sehingga transmisi
warna pembuluh drah kurang dipancarkan. Daerah di bawah LK disebut
hiponikium. Alur kuku dan lipat kuku merupakan batas dan pelindung kuku. Lipat
kuku proksimal merupakan perluasan epidermis, bersama kuku yang melindungi
matriks kuku. Produk akhirnya adalah kutikel. Pada matriks kuku terdapat sel
melanosit Bagian-bagian kuku adalah sebagai berikut (Wahyuningsih&Kusmiati,
2017) :
1) Matriks kuku, merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru.
2) Dinding kuku (nail wall),merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian
pinggir dan atas.
3) Dasar kuku (nail bed),merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku.
4) Alur kuku (nail groove), merupakan celah antara dinding dan dasar kuku.
5) Akar kuku (nail root), merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi dinding
kuku.
1. Lempeng kuku (nail plate), merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi
dinding kuku.
2. Lunula, merupakan bagian lempeng kuku berwarna putih dekat akar kuku
berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit.
3. Eponikium, merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya menutupi
bagian permukaan lempeng kuku.
4. Hiponikium, merupakan dasar kuku, kulit ari di bawah kuku yang bebas (free
edge) menebal.
Fisiologi kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017) :
1. Pelindung atau Proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-
jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh- pengaruh
luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi
dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan
suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke
dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari
matahari (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan
dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai
alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi (Wahyuningsih&Kusmiati,
2017).
3. Pengatur panas (termoregulasi)
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler
serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang
sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,50 C.
Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit
mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur
panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan.
Panas akan hilang dengan penguapan keringat (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar
keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam,
yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja
disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis
sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari (Wahyuningsih&Kusmiati,
2017).
5. Penyimpanan
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam
lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat
masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat
tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam
saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam
peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya
(Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak
halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan Fungsi lain dari kulit
yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat
maupun konstraksi otot penegak rambut (Wahyuningsih&Kusmiati, 2017).

D. Manifestasi klinis
1. Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi pemendekan
tulang, penekanan tulang.
2. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness atau keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Krepitasi
(Mansjoer, 2015).
E. Klasifikasi
Berdasarkan derajat kontaminasi
1. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk
terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun
traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih.
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol.
Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan
tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
3. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda
infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan
infeksi luka 10% - 17%.
4. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati
dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat
pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera,
abses dan trauma lama.
Berdasarkan Mekanisme terjadinya Luka
1. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis
akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini
banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh
maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.

2. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa
garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-
hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana
bentuk luka teratur.
3. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan
atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka
ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga
lapisan otot.
4. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya.
Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak
begitu lebar.
5. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit.
Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
6. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas
maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak
beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam.
Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka, dibagi menjadi
1. Stadium I
Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II
Luka Partial Thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3. Stadium III
Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan
fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang
yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV
Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas
(David, 2007).

F. Patofisiologi
Proses yang terjadi secara alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase inflamsi atau “lagphase“ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi
pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan prosig
lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam amoini tertentu yang
mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan
khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian
pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju
dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine
yang menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan
demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan
dan menahan kotoran dan kuman.
2. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh
proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel masenkim.
Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan
demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas,
serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru: membentuk jaringan kemerahan dengan
permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas
dari dasarnya dan pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan
kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan
granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses
pendewasaan penyembuhan luka.
3. Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berakhir bila
tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas,
tidak ada rasa sakit maupun gatal.
(Mansjoer, 2015).
G. Pathway

Mekanik : benda tajam,


Non mekanik:
benda tumpul,
tembakan/ledakan, gigitan bahan kimia, suhu tinggi, radiasi
binatang

Etiologi vulnus

Gangguan integritas
jaringan
Gangguan intergritas Traumatic jaringan
kulit
Kerusakan pembuluh
Terputusnya kontinuitas darah
Rusaknya barrier jaringan
pertahanan primer
Pendarahan berlebih
Kerusakan syaraf perifer
Terpapar lingkungan
Keluarnya cairan tubuh
Stimulasi neurotransmitter
(histamine, prostaglandin, Hipotensi, hipovolemi,
Resiko tinggi infeksi bradikinin, prostagladin)
hipoksia, hiposemi

Resiko syok :hipovolomik


Nyeri akut
Ansietas

Pergerakan terbaras Gangguan pola tidur

Gangguan mobilitas fisik


H. Komplikasi
1. Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah
3. Infeksi
4. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
5. Kontraktur
6. Hipertropi jaringan parut
(Mansjoer, 2015).
I. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar
mengalami kehilangan volume
2. Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai
hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan anemia
3. Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan
volume cairan dan gangguan Na-K pump
4. CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT dan
RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
5. Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phosphate
6. Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
7. Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan
menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum biasanya terdapat
emboli paru/edema paru
8. ECG : untuk mengetahui adanya aritmia
(Mansjoer, 2015).
J. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,
pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
b. Halogen dan senyawanya
1) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan
dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
2) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
3) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik
borok.
4) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,
tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
c. Oksidansia
1) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
2) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari
dalam luka dan membunuh kuman anaerob
d. Logam berat dan garamnya
1) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur.
2) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah,
mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f. Derivat fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan
genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar. Heksaklorofan (pHisohex),
berkhasiat untuk mencuci tangan.
g. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan
aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya
sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi
3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a. Desinfeksi adalah tindakan dalam melakukan pembebasan bakteri dari
lapangan operasi dalam hal ini yaitu luka dan sekitarnya. Macam bahan
desinfeksi: Alkohol 70%, Betadine 10%, Perhidrol 3%, Savlon (Cefrimid
+Chlorhexidine), Hibiscrub (Chlorhexidine 4%). Teknik : Desinfeksi sekitar luka
dengan kasa yang di basahi bahan desinfeksan. Tutup dengan doek steril atau
kasa steril. Bila perlu anestesi Lido/Xylo 0,5-1%
b. Irigasi adalah mencuci bagian luka bahan yang di gunakan : Perhidrol, Savlon,
Boor water, Normal Saline, PZ. Bilas dengan garam faali atau boor water
c. Debriement (Wound Excision) adalah membuang jaringan yang mati serta
merapikan tepi luka. Memotong dengan menggunakan scalpel atau gunting.
Rawat perdarahan dengan meligasi menggunakan cat gut
d. Perawatan perdarahan adalah suatu tindakan untuk menghentikan proses
perdarahan yaitu dengan kompresi lokal atau ligasi pembuluh darah atau
jaringan sekitar perdarahan
e. Penjahitan luka adalah penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan
baik alat, bahan serta beberapa peralatan lain. Urutan teknik juga harus
dimengerti oleh operator serta asistennya.
Alat bahan dan perlengkapan yang di butuhkan
a. Naald Voeder ( Needle Holder ) atau pemegang jarum biasanya satu buah.
b. Pinset Chirrurgis atau pinset Bedah satu buah
c. Gunting benang satu buah.
d. Jarum jahit, tergantung ukuran cukup dua buah saja.
e. Bahan yang dibutuhkan :
f. Benang jahit Seide atau silk
g. Benang Jahit Cat gut chromic dan plain.
Lain-lain :
h. Doek lubang steril
i. Kasa steril
j. Handscoon steril
k. Operasi teknik
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga
proses penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,
infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan,
sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah
yang menyebabkan hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
(Purwanto, 2016).

K. Masalah keperawatan
1. Gangguan integritas kulit
2. Nyri akut
3. Gangguan mobilitas fsik
4. Resiko infeksi
5. Gangguan pola tidur
6. Ansietas
(Mansjoer, 2015).

L. Asuhan Keperawatan Teori


Asuhan keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang perawat dalam
melakuka pendokumentasian asuhan keperawatan kepada klien, memberikan informasi
secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku (Muttaqin, 2015).
1. Pengkajian
Pemeriksaan kegawatdaruratan pada Vulnus Appertum yaitu :
a. Primary survey
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan Vulnus Appertum
dengan pengkajian primer adalah airway, breathing, circulation. Saat pasien
masuk ke IGD dengan fraktur, maka yang pertama kali dilakukan adalah
penganganan dengan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability
Limitation, Exposure).
1) Airway yaitu dengan mengontrol servikal, menilai kelancaran jalan napas
dimana melakukan pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas oleh adanya
benda asing atau fraktur di bagian wajah. Pasien dengan GCS kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.
2) Breathing dilakukan pengkajian dengan menjamin ventilasi yang baik setelah
mengamankan airway. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru-paru yang
baik, dinding dada dan diafragma. Pasien dengan vulnus laceratum yang
signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 liter/ menit dengan mengguakan
masker non breathing dengan reservoir bag.
3) Circulation dengan memperhatikan volume darah, pendarahan, dan cardiac
output. Masalah utama pada vulnus laceratum adalah adanya perdarahan.
Pasien dengan fraktur tulang femur terutama pada vulnus terbuka dapat
beresiko mengalami kehilangan darah dalam paha 3-4 unit darah dan akan
menyebabkan syok kelas III.
Penanganan dalam menghentikan perdarahan yang baik adalah dengan
melakukan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstremitas yang
mengalami perdarahan di atas level tubuh.
1) Disability dilakukan dengan mengevaluasi secara singkat terhadap keadaan
neurologis yaitu dengan menilai kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-
tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.
2) Exposure, yaitu dengan membuka keseluruhan pakaian klien, dengan maksud
untuk memeriksa dan mengevaluasi pasien. Setelah pakaian dibuka dan
dilakukan evaluasi, maka penting untuk segera menyelimuti pasien untuk
mencegah hipotermia.
3) Pemeriksaan tambahan pada pasien dengan fraktur adalah mengkaji imobilitas
patah tulang.
b. Secondary survey
Pengkajian sekunder dilakukan setelah mengamankan pengkajian primer.
Pada pengkajian sekunder difokuskan dalam menganamnesa dan pemeriksaan
fisik dengan tujuan untuk mengetahui adakah cedera lain yang mungkin terlewati
saat dilakukan pengkajian primer.
Pengkajian sekunder diawali dengan menganamnesa riwayat AMPLE jika
pasien dalam kondisi sadar. Pengkajian AMPLE meliputi Allergies, Medication,
Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan).
Menganamnesa terhadap riwayat kecelakaan penting dilakukan untuk dapat
memperkirakan cedera yang mungkin terjadi pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada pemeriksaan Look, Fell, Move terhadap
beberapa hal yang perlu dievaluasi diantaranya kulit yang melindungi pasien dari
kehilangan dan infeksi, fungsi neuromuskular, status sirkulasi dan integritas
ligamentum dan tulang
1) Pengkajian dengan look, yaitu fokus pada penilaian terhadap:
a) warna dan perfusi: bagian tubuh distal yang pucat dan tanpa pulsasi
menandakan adanya gangguan vaskularisasi
b) luka, deformitas, pembengkakan, dan memar: ekstremitas yang bengkak
pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury dengan
ancaman sindroma kompartemen.
c) Mengkaji adakah perdarahan eksternal aktif.
2) Pengkajian dengan feel
Yaitu fokus dengan menggunakan palpasi terhadap pemeriksaan daerah
nyeri tekan, fungsi neurologis, dan krepitasi
3) Pengkajian Move fokus terhadap pemeriksaan range of motion dan gerakan
abnormal dari pasien.
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh. Pengkajian pasien menurut Muttaqin (2015) meliputi :
1) Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan
rentang gerak, perubahan aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4) Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5) Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera , kemerah-merahan.
6) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa tidur.
7) Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
2. SDKI, SLKI dan SIKI
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan (00046.
 Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik (00132).
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri (000198).
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot (00085).
 Resiko infeksi (00004).
a. SDKI: Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
1) Kerusakan jaringan dan lapisan kulit
2) Nyeri perdarah
3) Kemerahan
4) Kematoma
5) Imobilisasi
b. SLKI
1) Integritas kulit dan jaringan
Indikator 1 2 3 4 5
Elastisitas
Kerusakan jaringan
Kerusakan lapisan kulit
Nyeri
Perdarahan
Kemerahan
Suhu kulit
Sensasi
Tekstur

Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

2) Penyembuhan luka
Indikator 1 2 3 4 5
Penyatuan kulit
Penyatuan tepi luka
Peradangan luka
Nyeri
Bau tidak sedap pada luka
Nekrosis
Infeksi

Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
3) Status nutrisi
Indikator 1 2 3 4 5
Pengetahuan tentang pilihan makanan yang
sehat
Pengetahuan tentang pilihan minuman yang
sehat
Frekuensi makan
Nafsu makan
Membran mukosa

Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
c. SIKI
1) Perawatan integritas kulit
a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubhan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstren,
penurunan mobilitas)
b) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
c) Anjurkan meringan asupan nutrisi
d) Anjurkan menghindari terpapar sushu ekstrem
e) Anjjurkan mand dan memakain sabun secukupnya
2) Perawatan luka
a) Monitor karateriktik luka (mis. Drainase, warna, ukuran , bau)
b) Monitor tanda-tanda infeksi
c) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
d) Cukur rambutr sekitar daerah luka, jika perlu
e) Bersihkan njaringan nekrotik
f) Berikan salep yang sesuai ke kulit atau lesi, jika perlu
g) Pasang balutan sesuai jenis luka
h) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
i) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
j) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
k) Kolaborasi prosesdur debridement (mis. Enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), Jika perlu
l) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
3) Edukasi perawatan kulit
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
3) Jadualkan pendiidka kesehatan sesuai kesepakatan
4) Berikan kesempatan untuk bertanya
5) Anjurkan minum cukup cairan
6) Anjurkan melapor jika ada lesi pada kulit yanag tidak biasa
a. SDKI: Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. Waspaada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Ferkuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
6) Tekanan darah me ningkat
7) Pola nafas berubah
8) Nafsu makan berubah
9) Berfokus pada diri sendiri
b. SLKI
1) Kontrol nyeri
Indikator 1 2 3 4 5
Melapporkan nyeri terkontrol
Kemampuan mengenali onset nyeri
Kemampuan menggunakan teknik non-
farmakologi
Penggunaan analgesik

Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
2) Status kenyamanan
Indikator 1 2 3 4 5
Perawatan sesuai kebutuhan
Rileks
Keluhan tidak nyaman
Keluhan sulit tidur
Merintih
Menangis
Kewaspadaan

Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
3) Penyembuhan luka
Indikator 1 2 3 4 5
Penyatua kulit
Penyatuan tepi kulit luka
Peradangan luka
Nyeri
Peningkatan suhu kulit
Bau tidak sedap pada luka
Nekrosis
Infeksi

Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
4) Tingkat nyeri
KRITERIA HASIL
INDIKATOR
1 2 3 4 5
Tekanan darah          
keluhan nyeri          
Meringis          
Gelisah          
kesulitan tidur          

Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
c. SIKI
1) Manajemen nyeri
a) lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor efek samping penggunaan analgetik
i) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
j) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
k) Fasilitasi istirahat dan tidur
l) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
m) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
n) Jelaskan strategi meredakan nyeri
o) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
p) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
q) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
r) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2) Pemberian obat
a) Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi obat
b) Monitor efek terapeutik obat
c) Perhatikan prosedur pemberian obta yang aman dan akurat
d) Lakukan 6 prinsip benar obat
e) Jelaskan jen is obat, alasan pemberian, tindakan yang di harapkan dan
efek sampinhg sebelum pemberian
f) Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan efekstifitas
obat
3) Terapi humor
a) Identifikasi tanggapan khas pasien terhadap humor (mis. Tertawa atau
tersenyum)
b) Identifikasi situasi dan kondisi untuk menggunakan humor
c) Monitpr humor dan hentikan strategi humor jika tidak efektif
d) Hindari konten yang sensitf
e) Tanggapi secara positif upaya humor yang dilakukan
4) Edukasi teknik nafas
a) Jelaskan tujuan dan manfaat teknik nafas
b) Jelaskan prosedur teknik nafas
c) Anjurkan posisi tubuh senyaman mungkin
d) Demontrasikan menarik nafas selama 4 detik, menahan nafas selama 2
detik dan menghembuskan nafas selama 8 detik
5) Menajemen kenyaman lingkungan
a) Jelaskan tujuan managemen lingkungan
b) Atur posisi yang nyaman
c) Sediakan ruangan yang tenang dan mendukung
a. SDKI: gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
1) Mengeluh sulit tidur
2) Mengeluh kemampuan aktifitas menurun
3) Mengeluh istirahat tidak cukup
b. SLKI
1) Pola tidur
Kritiria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Keluhan sulit tidur
Keluhan sering terjaga
Keluhan tidak puas tidur
Keluhan pola tidur berubah
Keluhan istirahat tidak cuckup
Keterangan
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Meningkat
2) Status kenyamanam
Kritiria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Lelah
Merintih
Menangis
Kewaspadaan
Pola hidup
Pola tidur
Keterangan
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Meningkat
3) Tingkat keletihan
Kritiria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Lesu
Gelisah
Frekuensi nafas
Selera makan
Pola istirahat
Pola nafas
c. SIKI
1) Dukungan tidur
a) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
b) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fsik atau psikologis)
c) Identifikasi obat tidur yang di konsumsi
d) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
e) Tetapkan jadual tidur rutin
f) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
g) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
h) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
i) Anjurkan menghindari mekanan/minuman yang mengganggu tidur
2) Edukasi aktivitas/istirahat
a) Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
b) Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
c) Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin
d) Anjurkan menyusun jadual aktivitas dan istirahat
e) Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat
f) Ajarkan cara mengidentifikasitarget dan jenis aktifitas sesuai kemampuan
3) Manajemen nyeri
a) Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Indentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4) Pengaturan posisi
a) Tempatkan pada matras/tempat tidur terapeutik yang tepat
b) Tempatkan pada posisi terapeutik
c) Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
d) Berikan bantal yang tepat pada leher
e) Tempelkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan
f) Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak kontraindikasi
g) Hindari menempatkan pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri
h) Ubah posisi setiap 2 jam
5) Terapi relaksasi
a) Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi,
atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
b) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
c) Identifikasi kesediaan, kemampuan dan penggunaan teknik sebelumnya
d) Periksa keteganganotot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelumdan sesudahlatihan
e) Monitor respon terhadap terapi relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A dkk. (2015). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius.
Muttaqin.A.(2015).Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen.Jakarta:Selemba Medika.
Prayogi, Randy., Norma., Lopulalan. O. (2019). Perbedaan Efektivitas Perawatan Vulnus
Laceratum (Luka Robek) Menggunakan Betadine dan NaCl Terhadap Kecepatan
Penyembuhan. Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Sorong. Nursing Arts Vol
XIII, No 01, Juni 2019, ISSN: 1978-6298.
Wahyuningsih, Heni Puji & Kusmiyati, Yuni. (2017). Bahan Ajar Kebidanan : Anatomi
Fisiologi. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnosis,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standars Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kritiria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnosis,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai