Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN FISIOLOGI HEWAN

“INDRA PEMBAU, PENGECAP, DAN KETERKAITAN KEDUANYA PADA


MAMALIA”
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Pelaksanaan : Selasa, 10 Maret 2020
Dosen : Dr. Raharjo, M.Si.
Erlix Rakhmad Purnama, S.Si., M.Si.
Nur Qomariyah, S.Pd., M.Sc.
Dra. Nur Kuswanti, M.Sc.St.
Firas Khaleyla, S.Si., M.Si.

Kelompok 6
Bay Andi Luqman (18030244006)
Nurhidayati Rofiah M. (18030244010)
Rizma Nur Fatikasari (18030244018)
Dita Agus Triyana (18030244023)
Biologi D 2018

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI
2020
A. Judul
Indera Pembau, Pengecap Dan Keterkaitan Keduanya Pada Mamalia.
B. Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum kali ini yaitu:
1. Mengetahui adanya pengaruh dingin terhadap rasa nyeri/sakit.
2. Mengetahui letak kepekaan terhadap sentuhan dari bagian kulit.
3. Melatih kepekaan terhadap sentuhan.
C. Dasar Teori
1. Anatomi Kulit Manusia
Kulit adalah suatu pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya yaitu 15%
dari berat tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, kulit terbagi atas 3 lapisan pokok
yaitu, epidermis, dermis dan subkutan atau subkutis. Tikus putih (Rattus novergicus)
memiliki struktur kulit dan homeostatis yang serupa dengan manusia (Wibisono, 2008).

Gambar 1. Anatomi kulit (Dikutip dari: surabayaplasticsurgery, 2008)


a. Epidermis
Terbagi atas beberapa lapisan yaitu :
1) Stratum basal
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel- selnya terletak
dibagian basal. Stratum germinativum menggantikan
sel-sel di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2) Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm
terdiri dari 5-8 lapisan.
3) Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel tersebut hanya
terdapat 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
4) Stratum lusidum
Langsung dibawah lapisan korneum, terdapat sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma.
5) Stratum korneum
Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak mempunyai inti sel dan
mengandung zat keratin.
b. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi
oleh membran basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas
ini tidak jelas hanya yang bisa dilihat sebagai tanda yaitu mulai terdapat sel lemak
pada bagian tersebut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris
(stratum papilar) dan bagian bawah pars retikularis (stratum retikularis).
c. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini
berjalan serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan inti yang terdesak kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan
lemak disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat.
Fungsi penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau pegas bila
terdapat tekanan trauma mekanis pada kulit, isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.
Dibawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot. Vaskularisasi
kulit diatur oleh dua pleksus, yaitu pleksus yang terletak dibagian atas dermis (pleksus
superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang terdapat
pada dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, sedangkan
pleksus yang di subkutis dan di pars retikular juga mengadakan anastomosis, dibagian
ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah
terdapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).
d. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.Kelenjar
kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar
palit.Terdapat 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang berukuran kecil,
terletak dangkal pada bagian
dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih
dalam dan sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003).
2. Fisiologi kulit
Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga melakukan
respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Namun,
respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak menyerap oksigen yang diambil dari aliran
darah, dan hanya sebagian kecil yang
diambil langsung dari lingkungan luar (udara). Begitu pula dengan karbondioksida yang
dikeluarkan, lebih banyak melalui aliran darah dibandingkan dengan yang diembuskan
langsung ke udara (Tranggono, 2007).
Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari yang dilakukan oleh
paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari kebutuhan oksigen tubuh (4 persen
untuk epidermis dan 3 persen untuk dermis), pernapasan kulit tetap merupakan proses
fisiologis kulit yang penting. Pengambilan oksigen dari udara oleh kulit sangat berguna
bagi metabolisme di dalam sel-sel kulit. Penyerapan oksigen ini penting, namun
pengeluaran atau pembuangan karbondioksida (CO2) tidak kalah pentingnya, karena jika
CO2 menumpuk di dalam kulit, ia akan menghambat pembelahan (regenerasi) sel-sel
kulit.
Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran CO2 dari kulit
tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam kulit, seperti temperatur udara,
komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke kulit, usia,
keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam proses metabolisme sel kulit,
pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain.
3. Histologi Kulit

Gambar 2. Histologi kulit (Yahya, 2005)


Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan
dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel
dan jaringan lemak (Tortora et al., 2009). Histologis pada bagian epidermis dimulai dari
stratum korneum, stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan
sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2003).
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Pada
bagian selanjutnya adalah stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda- beda karena adanya proses mitosis.
Diantara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri
atas protoplasma dan tonofibril atau keratin dan diantara sel-sel spinosum terdapat pula sel
langerhans. Sel-sel ini makin dekat kepermukaan makin gepeng bentuknya dengan inti
terletak ditengah-tengah. Protoplasma sel berwarna jenrih pada stratum spinosum karena
mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2003).
Stratum germinativum atau basal terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengalami mitosis dan
berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk
kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan
lain oleh jembatan antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan
sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir
pigmen (Djuanda, 2003).
Pada bagian dermis, baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari jaringan
ikat longgar yang tersusun dari serabut-serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis dan
serabut retikulus. Serabut elastin biasanya bergelombang berbentuk amorf dan mudah
mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu
dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus
adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan dan dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah, dan kelenjar getah bening.
Pada bagian adneksa terdapat banyak kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Pada
bagian kelenjar kulit terbagi lagi seperti kelenjar keringat contohnya yang memiliki
kelenjar enkrin, saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan
kulit. Terdapat diseluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi,
dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik,
faktor panas, dan emosional (Djuanda, 2003).
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, areola
mamae, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum
jelas, pada waktu lahir berukuran kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan
mengeluarkan sekret, seperti keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa,
biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003).
4. Kulit sebagai indera peraba
Untuk merasakan rabaan, tekanan, panas, dingin dan nyeri, indera yang digunakan
adalah kulit. Saraf yang menuju kulit adalah saraf kutaneus. Saraf ini mencapai daerah
bagian epidermis dari kulit . saraf sensoris yang berada pada kulit merupakan saraf
telanjang, artinya saraf yang tidak bermielin. Reseptor pada kulit bentuknya bermacam-
macam sesuai dengan fungsinya.
Saraf sensoris banyak terdapat pada kulit sehingga kulit tersebut juga sebagai
reseptor (penerima rangsangan). Dalam kulit terdapat ujung-ujung saraf untuk menerima
rangsangan. Ujung-ujung saraf tersebut memiliki fungsi masing-masing. Sebagai penerima
rangsang sentuhan(tangoreseptor), permukaan kulit kita terdiri atas berbagai penerima
rangsangan. Rangsang yang dapat ditanggapi oleh kulit, Sudarmono, (2006) adalah
rangsangan yang berupa panas, dingin, tekanan, sentuhan dan sakit/nyeri. Bila kita
memegang benda, maka akan menimbulkan rangsang. Seperti alat indera lainnya, berbagai
rangsang yang diterima akan disampaikan ke otak. Untuk indera peraba atau kulit,
rangsang diterima oleh ujung-ujung saraf peraba, untuk diteruskan ke otak, (Soetarno,
2001.)
Setelah otak memprosesnya, kita dapat merasakan percabangan dendrit dari neuron
sensorik. Kepekaan kulit pun berbeda- beda pada setiap bagian. Seperti dikatakan oleh
Musarofah, (2005) reseptor yang paling sensitive (peka) untuk merasakan berbagai
rangsang adalah pada bibir dan jari-jari.
5. Rangsangan dan respon kulit
Secara umum nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut syaraf dalam tubuh ke otak dan
diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional. Nyeri merupakan pengalaman
serius dan emosional yang tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan kerusakan
jaringan yang telah atau yang digambarkan dengan kata-kata kerusakan jaringan (Torrance
dalam istichomah, 2007). Jika seseorang menderita nyeri maka akan mempengaruhi
fisiologis dan psikologis dari orang tersebut. Seseorang dapat menjadi mudah marah,
denyut nadi cepat, cemas dan gangguan pola tidur bahkan aktivitas sehari- hari dapat
terganggu (Tamsuri, 2006).
Menurut Kozier dalam Kartika (2003), bahwa nyeri merupakan keadaan tertinggi
dari ketidaknyamanan sensasi yang sangat bersifat subyektif sehingga tidak dapat
disamakan dengan orang lain. Meskipun setiap individu mendapatkan stimulus nyeri yang
sama tetapi reaksi yang ditimbulkan oleh setiap individu berbeda. Mekanisme penurunan
nyeri dengan pemberian kompres dingin berdasarkan atas "Teori Endorphins“. Endhorpin
merupakan zat penghilang rasa nyeri yang diproduksi oleh tubuh. Semakin tinggi kadar
endorphin seseorang, semakin ringan rasa nyeri yang dirasakan. Produksi endorphin dapat
ditingkatkan melalui stimulasi kulit. Stimulasi kulit meliputi massase, penekanan jari-jari
dan pemberian kompres hangat atau dingin. (Kartika, 2003).
Stimulasi kuteneus atau terapi berbasis suhu berupa kompres panas dan kompres
dingin. Kompres pada tubuh bertujuan untuk meningkatkan perbaikan dan pemulihan
jaringan. Efek panas dapat meredakan nyeri dengan memperlambat kecepatan konduksi
saraf dan menghambat impuls saraf (Kozierr &Erb, 2009). Metode sederhana yang dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah dan sederhana yang dengann
sepat mengurangi rasa nyeri selain dengan memakai obat-obatan. Terapi dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga
impuls nyeri mencapai otak lebih sedikit (Eva, 2011).
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa terapi berbasis suhu
bisa membantu mengurangi intensitas nyeri. Menurut hasil penelitian Kartika (2003)
bahwa ada pengaruh pemberian kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada
bendungan payudara pada ibu post partum.
Kompres dingin adalah memberi rasa dinginpada daerah setempat dengan
menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es sehingga memberi efek rasa
dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan kompres dingin adalah menghilangkan rasa
nyeri akibat odema atau trauma, mencegah kongesti kepala, memperlambat denyutan
jantung. Mempersempit pembuluh darah dan mengurangi arus darah lokal. Pemberian
kompres yang melibatkan perbaikan dan penyembuhan jaringan (Istichomah, 2007).
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui
serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medulla
spinalis, thalamus dan korteksserebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan
didiskriminasikansebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi
sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan
nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang
dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Djuanda, Adhi. 2003. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima. Jakarta : FKUI.
Eva. 2011. Mikroba Dasar. Gorontalo: Nurul Jannah
Istichomah. 2007. Dasar dasar metodologi penelitian klinis edisi ke-2. Jakarta: Sagung
Seto. Hlm247-249.
Kartika, Annisa Wuri. 2003. “Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri Bendungan Payudara Pada Ibu Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo”, Tugas Akhir, Program Studi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya Malang
Kartika, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku ajar patologi. 7nded , Vol. 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 189-1.
Kozier, Barbara. 2004. Fundamental of Nursing: Concepts, Process and Practice.
California: Addition Weasley inc.
Musarofah. 2005. Histologi Dasar : Teks dan Atlas. Edisi: 10. Jakarta : EGC.
Soetarno. 2002. Dasar dasar metodologi penelitian klinis edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.
Sudarmono. 2006. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Tamsuri.2006.Manajemen Luka.ST IKEPMuhammadi yah.Pontianak
Tranggono.2007.StatistikUntukKedokterandanKesehatanEdisiLima.Jakarta:SalembaMedi
ka.
Tortora, GJ., and Derrickson, B.H.2009.Principles of anatomy and
physiology.12thed.Hlm643-74.
Wibisono.2008.Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Bersih Antara Perawatan Luka
Dengan Menggunakan Gerusan Bawang Merah (Allium cepa L.) Dibandingkan
Dengan Providone Iodin 10% Pada Tikus Putih (Rattus novergicus Strain Wistar.
(Skripsi).Fakultas Kedokteran, Jurusan Keperawatan Universitas BrawijayaMalang.

Anda mungkin juga menyukai